Hanya dengan Menyelesaikan Gagasannya Orang Dapat Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan kepada Tuhan (3)
Hari ini kita akan melanjutkan persekutuan tentang masalah gagasan. Sebelumnya kita telah membahas masalah ini dua kali, dan hari ini kita akan membahasnya sekali lagi untuk mengakhiri pembahasan. Mengenai apa yang telah dipersekutukan sebelumnya, engkau semua harus mempersekutukannya satu sama lain setelahnya, dan kemudian merenungkan serta mengalami hal-hal ini sedikit demi sedikit. Topik-topik ini tidak dapat dipahami sepenuhnya hanya dalam waktu satu atau dua hari; orang hanya dapat mulai memahaminya secara bertahap dengan mengalami dan merasakannya dalam kehidupan. Apa yang sekarang engkau semua dapat sampaikan berdasarkan ingatan saja hanyalah hafalan. Makan dan minum firman Tuhan memerlukan adanya pengalaman; hanya setelah mengalaminya dalam kehidupan nyata selama beberapa waktu, barulah orang dapat memiliki pemahaman dan pengetahuan yang sejati. Gagasan manusia utamanya terdiri dari gagasan mereka tentang Tuhan dan pekerjaan Tuhan. Kedua jenis gagasan ini paling memengaruhi pengejaran manusia, cara mereka memandang hal-hal, pemahaman dan sikap mereka terhadap Tuhan, dan terlebih dari itu, memengaruhi jalan yang mereka tempuh dalam memercayai Tuhan, serta arah dan tujuan yang mereka pilih untuk hidup mereka. Dari dua persekutuan kita sebelumnya, dapatkah sekarang engkau semua mendefinisikan dengan tepat apa yang dimaksud dengan gagasan? Imajinasi tentang kepercayaan kepada Tuhan adalah sejenis gagasan. Imajinasi-imajinasi ini terutama terwujud pada beberapa perilaku lahiriah dalam ucapan dan perilaku orang, serta rincian kehidupan sehari-hari mereka, seperti pangan, sandang, papan, dan transportasi. Ini adalah tingkat paling dasar. Selain itu, ada beberapa imajinasi tentang pengejaran orang dalam percaya kepada Tuhan dan jalan yang orang tempuh, serta beberapa tuntutan, imajinasi, dan kesalahpahaman orang-orang yang berkaitan dengan pekerjaan Tuhan. Apa sajakah yang termasuk dalam kesalahpahaman ini? Mengapa itu disebut kesalahpahaman? Jika kita menyebutkan kesalahpahaman, itu pasti bukan pemikiran yang benar. Sebaliknya, kesalahpahaman adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta, tidak sesuai dengan kebenaran, dan tidak sesuai serta bertentangan dengan pekerjaan dan watak Tuhan; atau itu adalah sesuatu dari kehendak manusia yang dihasilkan dari gagasan, imajinasi, dan pengetahuan manusia, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan Tuhan sendiri atau pekerjaan Tuhan. Ketika gagasan, imajinasi, kesalahpahaman, dan tuntutan seperti ini muncul, itu berarti gagasan manusia tentang Tuhan dan pekerjaan Tuhan telah mencapai puncaknya. Apa yang terjadi dengan hubungan antara manusia dan Tuhan pada saat ini? (Sebuah penghalang terbentuk di antara mereka.) Ada penghalang di antara manusia dan Tuhan; apakah ini masalah yang serius? (Ya.) Ketika penghalang seperti itu terbentuk, itu berarti gagasan dan imajinasi manusia sangat buruk. Ketika terbentuk penghalang di antara manusia dan Tuhan, itu berarti mereka tidak puas dengan beberapa dari hal-hal yang telah Tuhan lakukan, mereka tidak mau lagi mencurahkan isi hati mereka kepada Tuhan, tidak mau lagi memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan, atau tunduk kepada Tuhan. Mereka mulai mempertanyakan kebenaran dan watak Tuhan. Perwujudan apa yang segera mengikuti setelah ini? (Penentangan.) Jika orang tidak mencari kebenaran, kesalahpahaman ini tidak hanya menciptakan penghalang di hati mereka, tetapi juga langsung menuntun orang kepada penentangan, yaitu penentangan terhadap kebenaran, terhadap firman Tuhan, dan terhadap kedaulatan Tuhan. Mereka menjadi tidak puas dengan apa yang telah Tuhan lakukan dan berkata, "Apa yang Engkau lakukan tidak pantas; aku tidak sependapat ataupun menyetujuinya!" Maksud perkataan tersebut sebenarnya adalah, "Aku tidak bisa tunduk; ini adalah pilihanku. Aku ingin menyuarakan perbedaan pandangan, aku ingin menyuarakan pendapat yang berbeda dengan firman Tuhan, kebenaran, dan tuntutan Tuhan." Perilaku macam apa ini? (Mereka sedang menyerukan tuntutan.) Setelah penentangan, muncullah tuntutan dan perlawanan; ini yang disebut dengan perilaku buruk yang makin parah. Ketika watak rusak orang mengambil alih, satu gagasan saja dapat menciptakan penghalang dan kesalahpahaman di antara mereka dan Tuhan. Jika hal ini tidak segera diselesaikan melalui mencari kebenaran, penghalang tersebut akan makin besar dan menjadi tembok yang tebal. Engkau tidak lagi melihat Tuhan atau keberadaan-Nya yang sejati, apalagi melihat esensi keilahian-Nya. Engkau mulai meragukan apakah Tuhan yang berinkarnasi itu benar-benar Tuhan atau bukan, engkau kehilangan minat untuk makan dan minum firman Tuhan, dan engkau tidak lagi ingin berdoa kepada Tuhan. Dengan demikian, hubunganmu dengan Tuhan menjadi makin jauh. Mengapa orang bisa memperlihatkan perilaku seperti itu? Karena mereka merasa bahwa apa yang telah Tuhan lakukan menyakiti hati mereka, merusak martabat mereka, dan merendahkan pribadi mereka. Benarkah demikian? (Tidak.) Lalu apa yang sebenarnya terjadi? (Itu karena keinginan orang belum terpuaskan, dan situasi yang mereka hadapi telah menyentuh kepentingan mereka sendiri.) Itu karena manusia memiliki watak yang rusak; ketika keinginan mereka yang berlebihan tidak segera dipenuhi, mereka menjadi menentang Tuhan dan sangat tidak puas karena Dia telah bekerja dengan cara yang tidak sesuai dengan gagasan manusia. Mereka tidak mengakui, juga tidak menerima, bahwa apa yang Tuhan lakukan adalah kebenaran, adalah kasih Tuhan, dan bertujuan untuk menyelamatkan manusia. Mereka mengembangkan gagasan dan kesalahpahaman tentang apa yang telah Tuhan lakukan, yang berarti watak rusak merekalah yang memegang kendali. Setelah penghalang-penghalang ini muncul, apa sajakah perwujudan dari segala jenis watak rusak yang orang-orang perlihatkan ketika mereka hidup berdasarkan gagasan? Mereka tidak mencari, menanti, atau tunduk, apalagi takut akan Tuhan atau bertobat. Mereka pertama-tama memeriksa dan mengkritik, lalu mereka mengutuk, dan akhirnya muncullah penentangan. Bukankah perilaku-perilaku ini merupakan kebalikan dari perwujudan yang positif seperti mencari, menanti, tunduk, menerima, dan bertobat? (Ya.) Itu berarti semua perilaku ini adalah hal-hal yang negatif. Semua itu adalah penyingkapan watak yang rusak; watak rusak merekalah yang mengendalikan tindakan dan pemikiran mereka, serta mengendalikan sikap, niat, dan pandangan mereka dalam menilai orang, peristiwa, dan hal-hal. Ketika orang-orang mulai memeriksa, menganalisis, menghakimi, mengutuk, dan bersikap menentang, apa langkah selanjutnya yang mereka ambil? (Perlawanan.) Lalu muncullah perlawanan. Apa sajakah perwujudan dari perlawanan? (Bersikap negatif, meninggalkan tugas.) Bersikap negatif adalah salah satunya; mereka mengendur dalam pekerjaan dengan cara yang negatif, dan meninggalkan tugas mereka. Apa lagi? (Menyebarkan gagasan.) (Menghakimi.) Menghakimi, menyebarkan gagasan, semua ini adalah beberapa perwujudan dari menyerukan tuntutan dan melawan Tuhan. Apa lagi? (Mereka dapat mengkhianati Tuhan dan menolak jalan yang benar.) Itu adalah hal yang paling serius; ketika seseorang mencapai titik ini, natur jahatnya muncul sepenuhnya, sepenuhnya menyangkal dan mengkhianati Tuhan, dan mereka bisa berpaling dari Tuhan setiap saat.
Apa sajakah berbagai perwujudan perilaku yang menuntut dan melawan Tuhan yang baru saja disebutkan? (Mengendur dalam pekerjaan dengan cara yang negatif, dan meninggalkan tugas.) (Menghakimi Tuhan.) Menghakimi Tuhan dan pekerjaan-Nya. (Kemudian muncullah penyebaran gagasan, dan akhirnya, mengkhianati Tuhan.) Mari kita bahas lebih detail. Adakah keluhan dalam penyebaran gagasan? (Ada.) Terkadang, penyebaran gagasan bercampur dengan keluhan, hal-hal seperti, "Apa yang Tuhan lakukan tidak benar," "Aku percaya kepada Tuhan, bukan kepada manusia," dan "Aku percaya bahwa Tuhan itu adil." Perkataan-perkataan ini mengandung nada keluhan. Mengendur dengan cara yang negatif, menyebarkan gagasan, dan menghakimi Tuhan adalah perilaku yang cukup serius, tetapi yang paling serius adalah pengkhianatan. Keempat hal ini cukup jelas, cukup serius, dan berasal dari natur yang menentang Tuhan secara terang-terangan. Apa sajakah beberapa perwujudan spesifik dalam perilaku ini yang dapat engkau semua pikirkan, lihat, atau bahkan pernah kaulakukan sendiri? (Ada juga penghasutan; untuk melampiaskan ketidakpuasan terhadap Tuhan, ada orang-orang yang menghasut jauh lebih banyak orang untuk melawan-Nya.) Ini adalah perwujudan dari penyebaran gagasan. Adakah orang yang di luarnya tampak tunduk, tetapi saat berdoa berkata, "Biarlah Tuhan yang menyingkapkannya; apa yang sedang kulakukan benar, semua akan tersingkap pada waktunya; aku tahu Tuhan itu adil"? Perkataan ini mungkin kedengarannya benar, bahkan bisa dibenarkan, tetapi menyembunyikan pembangkangan dan ketidakpuasan terhadap Tuhan. Ini adalah perlawanan dalam benak, ini adalah pengenduran yang negatif dan perlawanan yang negatif. Adakah aspek lainnya? (Mengenai pengenduran yang negatif, ada juga yang membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh keputusasaan dan menyerah dalam kefrustrasian, meyakini bahwa memang begitulah mereka, bahwa ini hanyalah natur mereka; mereka meyakini bahwa tak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka, jadi jika Tuhan ingin menghancurkan mereka, maka biarlah itu terjadi.) Ini adalah bentuk perlawanan yang diam-diam; keadaan mereka yang sebenarnya adalah negatif, menganggap bahwa tindakan Tuhan tidak dapat dipahami dan bahwa manusia tidak dapat benar-benar memahaminya, jadi apa pun yang ingin Tuhan lakukan, biarlah Dia melakukannya. Di luarnya, mereka tampaknya telah tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan, tetapi sebenarnya, di lubuk hati mereka, mereka sangat menentang pengaturan Tuhan, dan sangat merasa tidak puas dan tidak patuh. Mereka telah mengakui bahwa ini adalah perbuatan Tuhan dan tidak mengajukan tuntutan lebih lanjut; lalu mengapa dikatakan bahwa ini adalah perasaan yang bersifat melawan? Mengapa mencirikannya seperti itu? Sebenarnya, secara sadar, mereka juga tidak ingin mengutuk hal ini, mereka tidak ingin membuat pernyataan yang berkata, "Apa yang dilakukan Tuhan itu salah; aku tidak menerimanya. Aku mampu tunduk pada hal-hal lain yang telah Tuhan lakukan, tetapi tidak dengan yang ini. Bagaimanapun juga, aku akan mengendur dalam pekerjaanku dengan cara yang negatif karena hal ini." Di alam bawah sadar mereka, keadaan mereka tidak seperti ini, mereka tidak memiliki kesadaran ini. Dalam hatinya, mereka hanya agak menentang, tidak puas, atau marah. Ada orang-orang yang bahkan mungkin mengutuk tindakan Tuhan sebagai kesalahan, tetapi dari lubuk hati mereka, dalam hal keinginan subjektif mereka, secara sadar mereka sebenarnya tidak ingin mengutuk Tuhan, karena bagaimanapun juga, yang mereka percayai adalah Tuhan. Jadi, mengapa dikatakan bahwa perilaku ini bersifat melawan, bahwa perilaku ini adalah pengenduran yang negatif, dan bahwa perilaku ini mengandung unsur-unsur kenegatifan? Kenegatifan itu sendiri merupakan salah satu bentuk penentangan dan perlawanan yang memiliki beberapa perwujudan. Pertama, ketika orang mengembangkan keadaan seperti menyerah dalam keputusasaan dan mengendur dengan cara yang negatif, dapatkah mereka sadar dalam hati mereka bahwa keadaan-keadaan ini salah? (Ya.) Semua orang dapat menyadari hal ini, kecuali mereka yang baru menjadi orang percaya selama dua atau tiga tahun dan jarang mendengar khotbah; mereka tidak memahami hal-hal ini. Namun, asalkan orang telah percaya kepada Tuhan setidaknya selama tiga tahun, sering mendengar khotbah, dan memahami kebenaran, mereka dapat memiliki kesadaran ini. Ketika orang menyadari bahwa keadaan-keadaan tersebut salah, apa yang harus mereka lakukan agar tidak bersikap melawan? Pertama, mereka harus mencari tahu. Mencari tahu apa? Mencari tahu mengapa Tuhan telah mengatur hal-hal seperti ini, mengapa situasi seperti itu telah menimpa mereka, apa maksud Tuhan, dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Ini adalah hal yang positif, inilah perwujudan yang seharusnya dimiliki orang. Apa lagi? (Orang harus menerima, tunduk, dan melepaskan gagasan.) Apakah mudah untuk melepaskan gagasanmu sendiri? (Tidak.) Jika engkau menganggap dirimu benar, engkau tidak akan mampu melepaskannya. Untuk mencapai titik melepaskan, itu mencakup beberapa langkah. Jadi, penerapan apa yang paling tepat dan cocok untuk hal tersebut? (Doa.) Jika doamu hanya terdiri dari beberapa kalimat kosong, dan engkau hanya berdoa dengan asal-asalan, masalahnya tidak akan terselesaikan. Engkau berdoa, "Ya Tuhan, aku ingin tunduk; kumohon agar Engkau mengatur dan menata keadaanku sedemikian rupa sehingga aku mampu tunduk. Jika aku tetap tidak mampu tunduk, didiklah aku." Apakah mengucapkan beberapa kalimat kosong seperti ini membuat keadaanmu yang salah berubah? Itu sama sekali tidak mengubah keadaanmu. Engkau memerlukan metode penerapan yang membuatmu berbalik. Jadi, bagaimana engkau dapat melakukan penerapan untuk membalikkan keadaan? (Orang harus secara aktif mencari maksud Tuhan, mengakui di dalam hati bahwa Tuhan itu benar dan mereka salah, dan mampu menyangkal diri mereka sendiri.) Inilah dua metode penerapannya: secara aktif mencari maksud Tuhan, dan dalam hati mengakui bahwa Tuhan itu benar dan dirinya salah. Kedua metode ini cukup bagus, keduanya menyatakan hal-hal yang benar, tetapi ada satu yang paling praktis. Yang manakah yang praktis? Yang manakah yang omong kosong? (Yang praktis adalah secara aktif mencari maksud Tuhan.) Sering kali, Tuhan tidak memberitahukan maksud-Nya secara langsung kepadamu. Selain itu, Dia tidak akan secara tiba-tiba mencerahkanmu untuk membuatmu memahami maksud-Nya. Dia juga tidak akan menuntunmu untuk benar-benar makan dan minum firman Tuhan yang relevan yang harus kaupahami. Metode-metode ini terlalu tidak realistis bagi manusia. Jadi, dapatkah pendekatan secara aktif mencari maksud Tuhan ini efektif bagimu? Metode yang efektif adalah metode yang terbaik; itu adalah metode yang paling realistis dan praktis. Metode yang tidak efektif, sebagus apa pun kedengarannya, bersifat teoretis dan hanya sebatas perkataan dan tidak membuahkan hasil. Jadi, yang manakah yang praktis? (Yang kedua, mengakui bahwa Tuhan adalah kebenaran dan dirinya sendiri salah.) Benar, mengakui kesalahanmu berarti memiliki nalar. Ada orang-orang yang berkata mereka tidak menyadari bahwa mereka salah. Dalam hal ini, engkau harus bersikap masuk akal dan mampu melepaskan serta menyangkal dirimu sendiri. Ada orang-orang yang berkata, "Selama ini aku menganggap diriku benar, dan sekarang pun aku tetap menganggap diriku benar. Selain itu, banyak orang yang sepakat dan setuju denganku, dan aku tidak merasakan teguran apa pun di hatiku. Lagi pula niatku benar, jadi bagaimana aku bisa salah?" Ada beberapa alasan yang menghalangimu agar tidak melepaskan dan menyangkal dirimu sendiri. Apa yang harus kaulakukan jika ini terjadi? Apa pun alasan yang kaumiliki untuk menganggap dirimu benar, jika "benar" ini bertentangan dengan Tuhan dan bertentangan dengan kebenaran, itu berarti engkau sama sekali salah. Tidak soal seberapa tunduknya sikapmu, seperti apa pun doamu kepada Tuhan di dalam hatimu, atau sekalipun engkau mengakui di mulutmu bahwa engkau salah, tetapi di lubuk hatimu, engkau tetap berjuang melawan Tuhan dan hidup dalam keadaan negatif, esensi dari hal ini tetaplah melawan Tuhan. Ini membuktikan engkau masih belum menyadari bahwa engkau salah; engkau tidak menerima kenyataan bahwa engkau salah. Ketika manusia mengembangkan kesalahpahaman dan gagasan tentang Tuhan, mereka terlebih dahulu harus mengakui bahwa Tuhan adalah kebenaran dan bahwa manusia tidak memiliki kebenaran, dan tentu saja merekalah yang salah. Apakah ini semacam formalitas? (Tidak.) Jika engkau hanya mengambil penerapan ini sebagai formalitas, secara lahiriah, dapatkah engkau mengetahui kesalahanmu sendiri? Tidak pernah. Dibutuhkan beberapa langkah untuk mengenali dirimu sendiri. Pertama, engkau harus menentukan apakah tindakanmu sesuai dengan kebenaran dan prinsip, atau tidak. Jangan melihat niatmu terlebih dahulu; ada kalanya niatmu benar, tetapi prinsip yang kauterapkan salah. Apakah situasi seperti ini sering terjadi? (Ya.) Mengapa Kukatakan bahwa prinsip yang kauterapkan salah? Engkau mungkin telah mencari, tetapi mungkin engkau sama sekali tidak memiliki pemahaman tentang apa arti prinsip; mungkin engkau sama sekali belum mencari, dan telah mendasarkan tindakanmu hanya pada niat baik dan antusiasmemu, dan pada imajinasi dan pengalamanmu, dan hasilnya, engkau telah membuat kesalahan. Dapatkah engkau membayangkannya? Engkau tak bisa mengantisipasinya dan engkau melakukan kesalahan—bukankah itu berarti engkau sudah disingkapkan? Setelah disingkapkan, jika engkau terus menentang Tuhan, di manakah letak kesalahannya? (Letak kesalahannya ada pada tidak mengakui bahwa Tuhan itu benar, dan bersikeras bahwa akulah yang benar.) Itulah kesalahanmu. Kesalahan terbesarmu bukanlah karena engkau melakukan sesuatu yang salah dan melanggar prinsip, yang dengan demikian menyebabkan kerugian atau akibat lainnya, tetapi bahwa, setelah melakukan sesuatu yang salah, engkau tetap bersikeras dengan penalaranmu, tidak dapat mengakui kesalahanmu; engkau tetap melawan Tuhan berdasarkan gagasan dan imajinasimu, menyangkal pekerjaan-Nya dan kebenaran yang Dia ungkapkan. Inilah kesalahanmu yang terbesar dan paling serius. Mengapa dapat dikatakan bahwa keadaan seperti itu dalam diri seseorang adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap Tuhan? (Karena mereka tidak mengakui bahwa tindakan mereka salah.) Entah orang-orang mengakui bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan dan kedaulatan-Nya adalah benar atau tidak, dan apa makna pentingnya, jika mereka tidak dapat terlebih dahulu mengakui bahwa mereka sendiri salah, keadaan mereka adalah salah satu perlawanan terhadap Tuhan. Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini? Pertama, orang harus menyangkal dirinya. Apa yang baru saja kita bahas mengenai pentingnya mencari maksud Tuhan terlebih dahulu, tidak begitu nyata bagi orang. Ada orang-orang yang berkata, "Jika itu tidak begitu nyata, apakah itu berarti ini tidak perlu dicari? Hal-hal yang dapat dicari dan dipahami tidak perlu dicari. Aku boleh melewatkan langkah itu." Akankah ini berhasil? (Tidak.) Bukankah orang yang bertindak dengan cara ini tidak dapat diselamatkan? Orang-orang semacam itu memiliki pemahaman yang menyimpang. Mencari maksud Tuhan itu cukup lama dan tidak bisa langsung dicapai. Jalan pintas yang lebih realistis adalah dengan pertama-tama meninggalkan diri sendiri, menyadari bahwa tindakan seseorang salah dan tidak sesuai dengan kebenaran, dan kemudian mencari prinsip-prinsip kebenaran. Inilah langkah-langkahnya. Semua itu mungkin tampak sederhana, tetapi menerapkannya menghadirkan banyak kesulitan, karena manusia memiliki watak yang rusak serta berbagai macam imajinasi, berbagai macam tuntutan, dan mereka juga memiliki keinginan, yang semuanya menghalangi orang agar tidak menyangkal dan meninggalkan diri mereka sendiri. Ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Kita tidak akan mendalami topik ini lebih lanjut; mari kita lanjutkan dengan membahas masalah gagasan yang telah kita bahas pada dua persekutuan terakhir kita.
Pada saat ini, fokus utama persekutuan kita adalah bagaimana gagasan dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang Tuhan, yang kemudian membentuk penghalang di antara manusia dan Tuhan, dan penghalang ini menuntun mereka untuk mengembangkan penentangan terhadap Tuhan. Apa natur dari penentangan ini? (Perlawanan.) Naturnya adalah perlawanan, pemberontakan. Oleh karena itu, ketika orang mengembangkan perlawanan terhadap Tuhan dan menuntut-Nya, hal ini tidak terjadi dalam sekejap, ada asal-usulnya. Ini seperti ketika seseorang tiba-tiba mengetahui bahwa dirinya sakit, dan penyakitnya sangat parah, dia merasa heran mengapa penyakitnya bisa bertambah parah begitu cepat. Sebenarnya, penyakit itu sudah lama ada di dalam tubuhnya dan sudah berakar. Dia bukan terjangkit penyakit itu pada hari penyakit tersebut terdiagnosis, melainkan, pada hari itulah dia baru mengetahuinya. Apa maksud-Ku mengatakan hal ini? Apakah kemampuan untuk memberontak terhadap Tuhan, melawan-Nya, menuntut-Nya, merupakan sesuatu yang dapat diprediksi semua orang ketika mereka baru mulai percaya kepada Tuhan? Sama sekali tidak. Inikah niat awal setiap orang yang percaya kepada Tuhan, di mana pada akhirnya mereka menuntut dan melawan-Nya? Pernahkah ada orang yang berkata, "Aku tidak percaya kepada Tuhan demi berkat. Aku hanya ingin menuntut Tuhan dan melawan-Nya setelah melihat-Nya, agar kemudian aku menjadi terkenal dan terkemuka, serta hidupku menjadi berharga"? Adakah orang yang pernah memiliki rencana seperti itu? (Tidak.) Tak ada seorang pun pernah yang membuat rencana seperti ini, bahkan orang yang paling bodoh, dungu, atau jahat sekalipun. Semua orang ingin percaya kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, menjadi orang yang baik, mendengarkan firman Tuhan, dan melakukan apa pun yang Tuhan minta dari mereka. Meskipun mereka tidak mampu mencapai ketundukan yang mutlak kepada Tuhan, setidaknya mereka mampu memenuhi tuntutan minimal Tuhan dan memuaskan Tuhan dengan segenap kemampuan mereka. Sungguh keinginan yang baik. Bagaimana keinginan itu bisa berakhir dengan tuntutan dan perlawanan mereka terhadap Tuhan? Orang-orang sendiri merasa enggan melawan Tuhan dan tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi. Dalam hal menuntut dan melawan Tuhan, mereka merasa tidak nyaman dan sedih di dalam hatinya, dan mereka berpikir, "Bagaimana orang bisa melakukan hal ini? Sekalipun orang lain bertindak seperti ini, aku seharusnya tidak bertindak seperti ini!" Sama seperti yang Petrus katakan, "Meskipun semua orang akan tersandung karena Engkau, tetapi aku tidak akan pernah tersandung" (Matius 26:33). Perkataan yang diucapkan Petrus berasal dari hatinya, tetapi perilakunya tidak sesuai dengan harapan dan keinginannya. Kelemahan manusia adalah sesuatu yang tidak dapat diantisipasi oleh manusia itu sendiri. Ketika situasi tertentu benar-benar menimpa mereka, kerusakan mereka tersingkap. Esensi natur dan watak rusak orang dapat mengendalikan dan menguasai pemikiran serta perilaku mereka. Dengan watak yang rusak, berbagai gagasan dapat muncul, bersama berbagai keinginan dan tuntutan, yang kemudian memunculkan segala macam perilaku yang memberontak. Hal ini secara langsung memengaruhi hubungan orang dengan Tuhan dan secara langsung memengaruhi jalan masuk kehidupan dan perubahan watak mereka. Ini bukanlah niat orang-orang ketika mereka baru mulai percaya kepada Tuhan, juga bukan keinginan dan harapan orang-orang di dalam hati mereka. Konsekuensi seperti ini disebabkan oleh gagasan manusia tentang Tuhan. Jika gagasan-gagasan ini tidak diluruskan, prospek, nasib, dan tempat tujuan hidup orang akan menjadi bermasalah.
Untuk meluruskan kesalahpahaman orang tentang Tuhan, orang harus meluruskan gagasan mereka tentang Tuhan, tentang pekerjaan Tuhan, tentang esensi Tuhan, dan tentang watak Tuhan. Untuk meluruskan gagasan-gagasan ini, orang harus terlebih dahulu memahami, mengetahui, dan mengenalinya. Jadi, apa sebenarnya gagasan-gagasan ini? Ini membawa kita kembali ke topik utama. Untuk membahas gagasan dan perwujudan orang-orang ini, kita harus mulai dengan beberapa contoh nyata agar orang-orang dapat melihat dengan maksud Tuhan yang jelas dari contoh-contoh ini, dan apa watak serta esensi Tuhan yang ada di lubuk hati-Nya, dan bagaimana Dia memperlakukan manusia, serta bagaimana orang-orang membayangkan cara Dia seharusnya memperlakukan mereka, dan memungkinkan mereka untuk membedakan, memahami, dan membandingkan kedua perspektif ini, yang dapat menuntun pada pemahaman dan penerimaan terhadap cara Tuhan memperlakukan dan mengendalikan manusia, serta menuntun pada pemahaman dan penerimaan akan esensi dan watak Tuhan. Setelah manusia memiliki pemahaman yang jelas tentang cara Tuhan menguasai manusia dan pekerjaan-Nya, mereka tidak akan lagi memiliki gagasan tentang Tuhan. Penghalang di antara Tuhan dan mereka juga akan lenyap, serta perlawanan atau tuntutan yang ditujukan kepada Tuhan tidak akan lagi muncul dalam hati mereka. Masalah pemberontakan dan penentangan terhadap Tuhan ini dapat langsung diselesaikan dengan membaca firman Tuhan dan mempersekutukan kebenaran. Aspek gagasan mana pun yang dibahas, itu harus dimulai dengan membaca firman Tuhan dan mempersekutukan kebenaran. Segala sesuatu harus dikaitkan dengan kebenaran, segala sesuatu melibatkan kebenaran. Jadi, gagasan apa sajakah yang orang miliki? Mari kita mulai dengan membahas pekerjaan Tuhan, menggunakan contoh-contoh spesifik untuk memperjelas prinsip-prinsip di balik pekerjaan Tuhan, serta prinsip-prinsip dan metode yang Tuhan gunakan untuk memperlakukan dan menguasai manusia. Sebuah contoh mungkin menyinggung metode pekerjaan Tuhan; hal ini juga mungkin menyinggung metode yang Tuhan gunakan untuk menggolongkan seseorang dan penentuan-Nya atas kesudahan orang itu; atau itu mungkin menyinggung watak dan esensi Tuhan. Untuk memperjelas hal-hal ini, jika kita akan berbicara dengan cara yang dangkal tentang seperti apa Tuhan itu, apa yang telah Tuhan lakukan, dan bagaimana Dia memperlakukan manusia selama enam ribu tahun pekerjaan-Nya, apakah menurutmu itu pantas? Dapatkah engkau dengan mudah menerimanya? Atau, jika kita berbicara tentang bagaimana, misalnya, Tuhan telah bekerja selama enam ribu tahun, dan pada tahap kedua pekerjaan-Nya, Dia bekerja di Yudea; dan kita membahas bagaimana Tuhan memperlakukan orang-orang Yahudi pada waktu itu, lalu bagaimana kita dapat mengamati watak Tuhan dari hal ini, apakah hal itu akan memudahkan kita untuk memahaminya? (Tidak.) Sebagai contoh, jika kita membahas bagaimana Tuhan memerintah dunia ini: bagaimana Dia memperlakukan orang-orang dari berbagai etnis, apa yang Tuhan pikirkan, bagaimana Dia menentukan batas wilayah mereka, dan mengapa Dia membagi mereka di lokasi yang berbeda, khususnya, mengapa ada orang-orang baik yang ditempatkan di tempat-tempat yang kurang ideal, sedangkan ada orang-orang jahat yang ditempatkan di tempat-tempat yang jauh lebih baik, dan prinsip-prinsip apa yang Tuhan gunakan dalam mengalokasikan berbagai hal dengan cara seperti ini, serta melihat metode Tuhan dalam memerintah manusia dari topik ini, apakah hal itu akan membuatnya mudah untuk dipahami? (Tidak.) Bukankah topik-topik ini agak jauh dari perubahan watak orang dan jalan masuk kehidupan dalam kehidupan sehari-hari? Bukankah topik-topik ini agak abstrak? (Ya.) Mengapa kita mengatakan topik-topik tersebut jauh dan abstrak? Karena dalam kehidupan nyata, hanya memahami kebenaran yang terkait dengan visi, seperti rincian tentang bagaimana Tuhan menguasai dan membimbing manusia, tampaknya agak jauh dari masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak terlalu relevan. Untuk membahas masalah-masalah kehidupan nyata, kita harus memulai dari contoh-contoh yang dapat kaudengar, lihat, dan rasakan dalam hidupmu, lalu kemudian memperluas wawasanmu darinya. Kisah-kisah apa pun yang Kuceritakan, atau orang dan peristiwa yang berkaitan dengan kisah-kisah ini—sekalipun kisah-kisah tersebut berkaitan dengan hal-hal yang pernah kaulakukan di masa lalu—pengaruh utama dari kisah-kisah ini adalah untuk membantumu memahami kebenaran yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas hari ini. Setiap kisah yang diceritakan memiliki tujuan, dan berkaitan dengan nilai yang ingin disampaikan serta kebenaran yang diungkapkannya.
Mari kita memulai kisah kita. Ini adalah Kasus Satu. Dahulu kala, sebuah gereja mengirimkan sebotol sirop obat batuk, dan menjelaskan, "Tuhan selalu berbicara kepada kita dan berkhotbah, dan terkadang terbatuk-batuk ketika berbicara terlalu banyak. Agar khotbah Tuhan lebih lancar dan mengurangi batuk, kami mengirimkan sirop obat batuk." Ketika sirop obat batuknya tiba, seorang pria melihatnya dan berkata, "Katanya ini sirop obat batuk, tetapi siapa yang tahu kegunaan sebenarnya dari obat ini. Kita tidak boleh memberikannya begitu saja kepada Tuhan untuk diminum. Obat itu mungkin berbahaya. Ini adalah obat; setiap obat mengandung suatu racun. Bisa saja ada efek samping jika meminumnya!" Mereka yang mendengarnya berpikir, "Dia sangat penuh perhatian. Kalau begitu, kita tidak boleh memberikannya kepada Tuhan." Pada waktu itu, Aku tidak membutuhkannya, jadi Aku berpikir untuk menyimpannya untuk lain kali, dan masalahnya selesai. Namun, apakah kisahnya berakhir sampai di sini? Tidak, kisah tentang obat ini dimulai pada hari itu. Suatu hari, seseorang mengetahui bahwa orang yang sama ini telah meminum sendiri sirop obat batuk tersebut, dan pada saat dia ketahuan, isi botolnya hanya tersisa separuh. Yang terjadi selanjutnya bisa dengan mudah ditebak; dia menghabiskan semua obat yang tersisa. Itulah akhir kisahnya. Renungkan apa hubungannya kisah ini dengan gagasan yang sedang kita bahas hari ini. Pertama-tama, katakan kepada-Ku, apakah kisah ini mengejutkanmu, memicumu? (Ya.) Apa yang kaupikirkan setelah mendengarnya? Apa yang memicumu? Biasanya, mereka yang terpicu akan berpikir, "Ya ampun, itu adalah barang yang dipersembahkan untuk Tuhan; bagaimana bisa seseorang meminumnya?" Itulah hal pertama yang memicu mereka. Hal kedua adalah, "Dia terus meminumnya. Tak kusangka dia meminum semuanya!" Selain terpicu, apa lagi yang bisa engkau semua pikirkan? Mengenai apa yang dilakukan orang ini—semua perilakunya ini, yaitu, setiap peristiwa dalam keseluruhan kisah ini—apakah engkau semua mempertimbangkan seperti apa reaksi Tuhan? Apa yang akan Tuhan lakukan? Apa yang seharusnya Tuhan lakukan? Bagaimana seharusnya Tuhan memperlakukan orang semacam itu? Bukankah di sinilah gagasan manusia mulai muncul? Mari kita kesampingkan pembahasan tentang apa yang memicumu, dan membahas apakah pengalaman terpicu ini sendiri dapat bermanfaat atau tidak. Saat terpicu, orang hanya merasakan ketidaknyamanan tertentu dalam hati nurani mereka, tetapi tidak mampu mengungkapkan dengan jelas tentang hal itu. Selanjutnya, mungkin timbul kecaman dan celaan yang ditujukan kepada orang dalam kisah tersebut yang bersumber pada etika, moral, teori teologis, atau kata-kata dan doktrin, tetapi hal-hal ini bukanlah kebenaran. Jika kita ingin mengetahui kebenarannya, itu adalah gagasan manusia yang terbentuk dari peristiwa itu sendiri, atau tuntutan tentang apa yang harus Tuhan lakukan. Inilah masalah yang harus diselesaikan. Dalam kisah ini, gagasan dan pemikiran orang-orang tentang apa yang harus Tuhan lakukan dalam situasi seperti ini sangatlah penting. Jangan hanya berfokus pada reaksi emosionalmu, terpicu oleh sesuatu tidak dapat mengatasi pemberontakanmu. Jika suatu hari engkau menemukan sesuatu dalam persembahan milik Tuhan yang sangat kausukai atau butuhkan, dan engkau sangat tergoda, engkau bisa saja mengambilnya untuk dirimu sendiri; dalam hal ini, engkau tidak akan merasa terpicu sama sekali. Terpicunya engkau saat ini hanyalah hati nuranimu yang berfungsi, hasil dari standar moral manusia; itu bukan fungsi dari kebenaran. Jika engkau mampu meluruskan gagasan yang muncul dari situasi ini, engkau akan memahami kebenaran dalam situasi ini. Engkau akan meluruskan gagasan dan kesalahpahaman apa pun yang kaumiliki terhadap Tuhan dalam hal-hal seperti itu, dan dalam situasi seperti ini, engkau akan memahami kebenaran dan memperoleh sesuatu. Jadi sekarang, pikirkan gagasan apa yang mungkin orang-orang kembangkan dalam situasi ini. Manakah dari gagasan-gagasan ini yang mungkin membuatmu salah paham terhadap Tuhan, membentuk penghalang di antara dirimu dan Dia, atau bahkan melawan-Nya? Inilah yang harus kita persekutukan. Katakan kepada-Ku, ketika peristiwa ini terjadi, apakah orang ini merasakan teguran apa pun dalam hati nuraninya? (Tidak.) Bagaimana engkau bisa tahu dia tidak merasa ditegur? (Dia meminum seluruh sirop obat batuk tersebut.) Ini cukup mudah untuk dianalisis, bukan? Dari tegukan pertama hingga tegukan terakhir, dia tidak menunjukkan adanya upaya untuk menahan diri dan dia tidak berhenti meminumnya. Jika dia mencicipinya lalu berhenti, itu akan dianggap sebagai perasaan menyesal, karena dia pasti telah berhenti meminumnya, menahan dirinya dan tidak keterusan. Namun, pria ini tidak melakukannya; dia meminum seluruh botol dari awal hingga akhir. Jika masih ada lagi, dia pasti terus minum. Hal ini menunjukkan bahwa dia tidak merasakan teguran apa pun dalam hati nuraninya; ini dipandang dari sudut pandang manusia. Sekarang, bagaimana pandangan Tuhan terhadap hal ini? Inilah yang harus engkau semua pahami. Dari cara Tuhan menangani situasi ini, cara Dia menilai dan mengartikannya, engkau dapat melihat watak Tuhan, esensi Tuhan, dan juga memahami prinsip dan metode yang Tuhan gunakan untuk bekerja. Hal ini mungkin sekaligus menyingkapkan beberapa gagasan manusia, menyebabkan orang berkata, "Jadi seperti ini sikap Tuhan terhadap manusia; seperti ini cara Tuhan menangani manusia. Aku tidak berpikir seperti ini sebelumnya." Fakta bahwa engkau tidak berpikir seperti ini memperlihatkan penghalang di antara dirimu dan Tuhan, bahwa engkau dapat mengembangkan kesalahpahaman tentang Tuhan, dan bahwa engkau memiliki gagasan tentang cara Tuhan bekerja dan beroperasi dalam hal ini. Jadi, bagaimana Tuhan menanganinya saat dihadapkan dengan situasi ini? Pria itu berkata, "Ini adalah obat; semua obat mengandung racun tertentu. Kita tidak boleh membiarkan Tuhan meminumnya; mungkin ada efek sampingnya." Apa maksud dan tujuan di balik perkataannya? Apakah perkataan ini jujur atau tidak? Perkataan ini tidak jujur; perkataan ini menipu, palsu, dan tidak tulus. Tindakan dia selanjutnya dan apa yang dia perlihatkan memperjelas apa yang sedang terjadi di dalam hatinya. Apakah Tuhan melakukan sesuatu terhadap perkataan dan tindakan palsunya? (Tidak.) Bagaimana kita tahu bahwa Tuhan tidak melakukan apa pun? Saat dia mengucapkan perkataan itu, dia tidak tulus; dia sedang berbohong. Tuhan hanya mengamati saja tanpa terlibat, tidak melakukan pekerjaan positif berupa bimbingan ataupun pekerjaan negatif berupa teguran. Terkadang, orang merasa tertegur dalam hati nurani mereka. Itu adalah Tuhan yang sedang bekerja. Apakah pria ini merasa tertegur pada waktu itu? (Tidak.) Bukan hanya tidak merasa tertegur, dia juga berbicara dengan cara yang muluk-muluk. Tuhan tidak menegurnya; Dia hanya menyaksikan. Mengapa Tuhan menyaksikan? Apakah Dia menyaksikan untuk melihat bagaimana fakta-fakta akan tersingkap? (Tidak.) Belum tentu. Tepat ketika seseorang menghadapi suatu situasi, sebelum membuat pilihan tentang apa yang harus dilakukan atau membentuk fakta apa pun, apakah Tuhan memahami orang tersebut? (Ya.) Tuhan tidak hanya memahami lahiriah mereka, tetapi juga lubuk hati mereka. Apakah hati mereka baik atau jahat, tulus atau palsu, bagaimana sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan, apakah mereka memiliki Tuhan di dalam hati mereka atau tidak, apakah mereka memiliki iman yang sejati atau tidak, Tuhan telah mengetahui hal-hal ini; Dia mempunyai bukti yang pasti, dan selalu mengamati. Apa yang Tuhan lakukan setelah pria ini mengatakan hal ini? Pertama, Tuhan tidak menegurnya; kedua, Tuhan tidak mencerahkannya atau membuatnya sadar bahwa itu adalah persembahan, bahwa manusia tidak boleh sembarangan menyentuhnya. Apakah Tuhan perlu secara tegas memberi tahu manusia agar memiliki kesadaran ini? (Tidak.) Kesadaran ini seharusnya ada dalam kemanusiaan yang normal. Ada orang-orang yang mungkin berkata, "Beberapa orang memang tidak tahu. Mengapa Engkau tidak mau memberi tahu mereka? Bukankah mereka akan tahu jika Engkau memberi tahu mereka? Ketidaktahuan membebaskan orang dari dosa. Saat ini, mereka tidak tahu; jika mereka tahu, mereka tidak akan melakukan kesalahan ini, bukan? Bukankah ini akan melindungi mereka?" Apakah Tuhan bertindak seperti ini? (Tidak.) Mengapa Tuhan tidak bertindak seperti ini? Di satu sisi, seharusnya pria tersebut telah mengetahui gagasan bahwa "ini adalah persembahan untuk Tuhan, manusia tidak boleh menyentuhnya". Di sisi lain, jika dia tidak tahu, mengapa Tuhan tidak memberitahunya? Mengapa Tuhan tidak membuatnya sadar agar mencegahnya melakukan hal seperti itu dan menghadapi konsekuensi seperti itu? Bukankah memberitahunya akan lebih memperlihatkan kesungguhan Tuhan dalam menyelamatkan manusia? Bukankah itu lebih memperlihatkan kasih Tuhan? Jadi, mengapa Tuhan tidak memberitahunya? (Tuhan ingin menyingkapkan orang itu.) Ya, Tuhan ingin menyingkapkan dia. Ketika engkau dihadapkan dengan berbagai situasi, bukan suatu kebetulan engkau dihadapkan dengan situasi tersebut. Situasi tertentu bisa berarti keselamatanmu, atau bisa juga berarti kehancuranmu. Pada saat ini, Tuhan sedang mengawasi, tetap diam, tidak mengatur keadaan apa pun untuk mengingatkanmu, ataupun mencerahkanmu dengan perkataan seperti, "Engkau tidak boleh melakukannya; konsekuensinya akan tidak terbayangkan," atau "Bertindak dengan cara ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi". Orang tidak memiliki kesadaran seperti itu. Kurangnya kesadaran seperti itu, di satu sisi, disebabkan karena Tuhan tidak mengingatkan apa pun kepadanya pada saat itu. Tuhan tidak bertindak. Dengan kata lain, jika seseorang memang berhati nurani dan memiliki tingkat kemanusiaan tertentu, akankah Tuhan bertindak berdasarkan landasan tersebut? (Ya.) Benar. Tuhan akan menganugerahkan kasih karunia seperti itu kepadanya. Namun, mengapa Tuhan mengabaikan situasi khusus ini? Salah satu alasannya adalah karena orang ini tidak berhati nurani dan tidak bernalar, tidak bermartabat, tidak berintegritas, dan tidak memiliki kemanusiaan yang normal. Dia tidak mengejar hal-hal ini; tidak ada Tuhan di dalam hatinya dan dia tidak benar-benar percaya kepada Tuhan. Jadi, Tuhan ingin menyingkapkannya melalui situasi ini. Terkadang, penyingkapan seseorang oleh Tuhan merupakan suatu bentuk keselamatan, dan terkadang bukan. Tuhan dengan sengaja bertindak seperti ini. Jika engkau adalah seseorang yang berhati nurani dan bernalar, penyingkapan dirimu oleh Tuhan berfungsi sebagai ujian dan bentuk keselamatan. Namun, jika engkau tidak berhati nurani dan tidak bernalar, penyingkapan dirimu oleh Tuhan berarti disingkirkan dan dihancurkan. Jadi, melihatnya sekarang, apa maksudnya Tuhan menyingkapkan pria ini? Itu berarti disingkirkan; itu bukan berkat, tetapi kutuk. Ada orang-orang yang berkata, "Dia melakukan kesalahan besar, dan itu sangat memalukan. Sejak dia secara diam-diam meminum sirop obat batuk itu, tidak bisakah Tuhan mengatur keadaan agar dia berhenti, sehingga dia tidak melakukan kesalahan ini dan karena itu tidak perlu disingkirkan?" Inikah yang Tuhan lakukan? (Tidak.) Bagaimana Tuhan bertindak? (Dia membiarkan situasinya berjalan sebagaimana mestinya.) Tuhan membiarkan segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya, ini adalah salah satu prinsip-Nya. Begitu orang itu membuka botol sirop obat batuk tersebut, apakah ada perbedaan natur antara tegukan pertama dan tegukan terakhir? (Tidak.) Mengapa tidak ada bedanya? (Secara esensi, dia memang orang seperti itu.) Situasi ini sepenuhnya menyingkapkan kemanusiaannya, pengejarannya, dan imannya.
Pada zaman Perjanjian Lama, Esau menukar hak kesulungannya dengan semangkuk sup kacang merah. Dia tidak tahu apa yang penting dan berharga: "Apa pentingnya hak kesulungan? Jika aku menukarnya, tidak akan ada bedanya; aku akan tetap hidup, bukan?" Inilah pemikiran di dalam hatinya. Pendekatannya terhadap masalah ini tampaknya cukup realistis, tetapi yang hilang darinya adalah berkat Tuhan, dan konsekuensinya tidak dapat dibayangkan. Sekarang, di dalam gereja, ada banyak orang yang tidak mengejar kebenaran. Mereka tidak menganggap serius janji dan berkat Tuhan. Bukankah ini pada dasarnya sama dengan kehilangan hak kesulungan? Bukankah ini jauh lebih serius? Karena penyelamatan manusia oleh Tuhan adalah kesempatan satu kali saja; jika seseorang melewatkan kesempatan ini, tamatlah riwayatnya. Bahkan ada satu orang yang pada akhirnya disingkirkan hanya demi sebotol sirop obat batuk, sesuatu yang dia tukarkan dengan kehancurannya; ini sama sekali tak masuk akal! Sebenarnya, tidak ada hal yang tidak masuk akal dari masalah ini. Mengapa Kukatakan demikian? Peristiwa ini mungkin kelihatannya sepele. Jika peristiwa seperti itu terjadi di antara orang-orang, hal itu akan dianggap biasa. Hal itu dianggap seperti melakukan kejahatan, misalnya mencuri atau melukai orang lain, paling-paling engkau akan dihukum setelah engkau mati dan kemudian terlahir kembali sebagai manusia melalui beberapa siklus reinkarnasi. Itu tidak terlalu masalah. Namun, apakah situasi yang Kubicarakan sekarang sesederhana ini? (Tidak.) Mengapa kita mengatakan situasi ini tidak sederhana? Mengapa situasi ini layak didiskusikan? Mari kita mulai dengan sebotol sirop obat batuk ini. Sebenarnya, botol sirop obat batuk ini bukanlah sesuatu yang bernilai tinggi, tetapi setelah dipersembahkan kepada Tuhan, esensinya berubah; itu menjadi sebuah persembahan. Ada orang-orang yang berkata, "Persembahan adalah sesuatu yang dikuduskan; persembahan bukanlah milik manusia; manusia tidak boleh menyentuh persembahan." Perkataan ini pun benar. Apa arti persembahan? Persembahan adalah sesuatu yang dipersembahkan manusia kepada Tuhan; apa pun barangnya, semua itu disebut sebagai persembahan. Karena itu milik Tuhan, itu bukan lagi milik manusia. Apa pun yang dipersembahkan kepada Tuhan, entah itu uang atau benda, dan berapa pun nilainya, itu sepenuhnya adalah milik Tuhan dan tidak dikendalikan manusia, juga bukan untuk digunakan manusia. Apa gagasan tentang persembahan kepada Tuhan? Itu hanya milik Tuhan, hanya Tuhan yang dapat membuangnya, dan sebelum mendapatkan izin-Nya, tak seorang pun yang boleh menyentuh hal-hal itu atau memiliki rancangan untuk hal itu. Ada orang yang berkata, "Jika Tuhan tidak menggunakan sesuatu, mengapa kita tidak boleh menggunakannya? Jika itu menjadi rusak setelah beberapa waktu, bukankah itu sangat disayangkan?" Tidak, bahkan jika itu rusak; ini adalah prinsip. Persembahan adalah milik Tuhan, bukan milik manusia; besar atau kecil, dan entah itu berharga atau tidak, begitu manusia telah menyerahkannya kepada Tuhan, esensinya telah berubah, entah Tuhan menginginkannya atau tidak. Begitu sesuatu telah menjadi persembahan, itu menjadi milik Sang Pencipta dan dalam kendali-Nya. Apa yang tercakup dalam cara memperlakukan persembahan? Ini mencakup sikap orang terhadap Tuhan. Jika sikap seseorang terhadap Tuhan adalah sikap yang kurang ajar, menghina, dan acuh tak acuh, berarti sikap orang itu terhadap semua hal yang Tuhan miliki pasti akan sama. Ada beberapa yang berkata, "Ada beberapa persembahan yang tidak ditanyakan oleh seorang pun. Bukankah itu berarti mereka menjadi milik siapa pun yang mendapatkannya? Apakah ada yang mengetahuinya atau tidak, 'siapa cepat dia dapat'; siapa pun yang mendapatkan barang-barang itu adalah pemiliknya." Apa pendapatmu tentang pandangan itu? Jelas sekali, pandangan itu tidak benar. Bagaimana sikap Tuhan terhadap persembahan? Apa pun yang dipersembahkan kepada Tuhan, dan apakah Dia menerimanya atau tidak, begitu sesuatu telah ditetapkan sebagai persembahan, siapa pun yang memiliki rencana lebih lanjut terhadap persembahan itu akan berakhir "menginjak ranjau darat". Apa artinya ini? (Itu berarti menyinggung watak Tuhan.) Benar. Engkau semua mengetahui konsep ini, tetapi mengapa engkau tidak menyadari esensi dari masalah ini? Jadi, apa yang disampaikan hal ini kepada manusia? Itu memberi tahu mereka bahwa watak Tuhan tidak menoleransi pelanggaran oleh manusia, dan bahwa mereka tidak boleh mengutak-atik semua milik-Nya. Persembahan Tuhan, misalnya, jika seseorang mengambilnya sebagai miliknya, atau menghamburkan dan memboroskannya, dia akan cenderung menyinggung watak Tuhan dan dihukum. Kemarahan Tuhan itu berprinsip; itu tidak seperti yang dibayangkan orang, seolah Tuhan akan langsung marah ketika melihat seseorang melakukan kesalahan. Sebaliknya, murka Tuhan disebabkan jika seseorang menyinggung Tuhan dalam hal-hal yang krusial dan penting. Khususnya jika menyangkut memperlakukan inkarnasi Tuhan dan persembahan milik Tuhan, orang harus berhati-hati dan memiliki hati yang takut akan Tuhan; hanya dengan cara seperti inilah mereka dapat yakin tidak menyinggung watak Tuhan.
Ada orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan memiliki iman, mereka mampu mengorbankan diri dan membayar harga, bekerja dengan baik dalam segala aspek kecuali satu aspek. Melihat sumber daya yang berlimpah di rumah Tuhan, dan mengetahui bahwa umat pilihan Tuhan tidak hanya mempersembahkan uang, tetapi juga makanan, pakaian, serta berbagai obat-obatan, dan sebagainya, orang semacam itu berpikir, "Umat pilihan Tuhan mempersembahkan begitu banyak hal kepada Tuhan, dan Tuhan tidak bisa menggunakan semua ini seorang diri. Meskipun sebagian darinya diperlukan untuk memberitakan Injil, tetap saja tidak semuanya akan digunakan. Bagaimana seharusnya barang-barang ini ditangani? Mungkinkah para pemimpin dan pekerja seharusnya mendapatkan bagian darinya?" Dia menjadi cemas dan gelisah tentang masalah ini, merasakan "beban" di dalam dirinya, dan mulai berpikir, "Sekarang karena aku bertanggung jawab atas barang-barang ini, aku seharusnya menggunakan beberapa darinya. Jika tidak, bukankah semua persembahan ini akan menjadi sia-sia ketika dunia dilenyapkan? Membagikannya kepada para pemimpin dan pekerja adalah hal yang adil. Semua orang di rumah Tuhan setara; karena kami telah mengabdikan diri kepada Tuhan, maka milik Tuhan adalah milik kami juga, dan milik kami adalah milik Tuhan. Tidak masalah jika aku menikmati sebagian dari persembahan milik Tuhan; lagi pula itu bagian dari berkat Tuhan. Sebaiknya aku langsung saja menggunakan sebagian darinya." Dengan pemikiran seperti itu, dia menjadi tergoda. Hasratnya meningkat sedikit demi sedikit dan dia mulai menginginkan persembahan tersebut, mulai mengambil barang-barang tanpa merasa ada teguran sedikit pun di dalam hatinya. Dia mengira tak akan ada seorang pun yang mengetahuinya, dan menenangkan dirinya sendiri dengan berkata, "Aku telah mengorbankan diriku untuk Tuhan; menikmati sebagian persembahan bukanlah masalah besar. Sekalipun Tuhan mengetahuinya, Dia akan mengampuniku. Aku hanya akan menikmati sebagian darinya sekarang." Akibatnya, dia mulai mencuri persembahan itu, menyinggung watak Tuhan. Di luarnya, dia menemukan banyak alasan untuk dirinya sendiri, seperti, "Makanan ini lama kelamaan akan basi jika tidak dimakan! Tuhan tidak dapat menggunakan semua ini seorang diri, dan jika semuanya dibagikan secara merata, ada terlalu banyak orang dan jumlahnya tidak cukup untuk dibagikan. Mengapa bukan aku saja yang mengelolanya? Selain itu, bagaimana jika semua uang ini tidak dapat dihabiskan hingga dunia ini berakhir? Kita masing-masing harus menerima bagian, ini pun mencerminkan kasih dan anugerah Tuhan! Meskipun Tuhan belum menyatakan hal ini, dan tidak ada prinsip seperti itu, mengapa tidak bersikap proaktif? Ini berarti bertindak berdasarkan prinsip!" Dia membuat banyak alasan yang terdengar masuk akal dan kemudian mulai bertindak. Namun, begitu dia mulai bertindak, segalanya menjadi tidak terkendali, dan teguran di dalam hatinya makin berkurang. Dia bahkan mungkin merasa bahwa tindakannya itu dibenarkan, dengan berpikir, "Jika Tuhan tidak membutuhkannya, aku harus menggunakannya. Ini bukan masalah." Di sinilah letak kesalahannya. Bagaimana menurutmu, apakah ini masalah besar atau sepele? Apakah ini masalah serius? (Ya.) Mengapa kita berkata ini masalah serius? Apakah masalah ini layak dipersekutukan? (Ya.) Apa yang membuat masalah ini layak dipersekutukan? (Masalah ini berkaitan dengan watak Tuhan dan juga berkaitan dengan kesudahan serta tempat tujuan manusia.) Ini adalah masalah penting, sifatnya serius. Sekarang, apa yang harus Kuperingatkan kepadamu? Jangan pernah menyimpan pemikiran untuk mengambil persembahan. Ada orang-orang yang berkata, "Itu tidak benar; persembahan yang diberikan oleh saudara-saudari dimaksudkan untuk rumah Tuhan, untuk gereja. Ini menjadikannya milik bersama semua orang." Apakah pernyataan ini benar? Bagaimana pernyataan seperti itu bisa muncul? Teori seperti ini muncul karena keserakahan manusia. Apa lagi yang berkaitan dengan masalah ini? Ada sesuatu yang belum kita bahas—apa itu? Ada orang-orang yang berpikir, "Rumah Tuhan adalah sebuah keluarga besar. Untuk mencerminkan keluarga yang baik, harus ada kasih dan toleransi; setiap orang harus saling berbagi makanan, minuman, dan sumber daya, dan semua hal ini harus dibagikan secara merata. Sebagai contoh, semua orang harus memiliki pakaian, dan pakaian itu harus dibagikan serta dinikmati secara merata. Tuhan tidak pilih kasih; jika seseorang bahkan tidak mampu membeli kaus kaki dan Tuhan mempunyai sepasang kaus kaki berlebih, Dia seharusnya menawarkan bantuan kepada orang tersebut. Selain itu, persembahan milik Tuhan itu berasal dari saudara-saudari; Tuhan sudah berkelimpahan, bukankah sebagian dari persembahan seharusnya dibagikan kepada orang miskin? Bukankah ini akan mencerminkan kasih Tuhan?" Apakah orang-orang berpikir seperti ini? Bukankah ini gagasan manusia? Manusia bersikeras mengeklaim milik Tuhan sembari secara halus menyebutnya sebagai kasih karunia Tuhan, berkat Tuhan, dan kasih Tuhan yang besar. Mereka selalu ingin membagi segala sesuatu secara merata dengan Tuhan, ingin membagi segala sesuatu secara merata, selalu mengutamakan egalitarianisme. Mereka menganggap ini adalah simbol kesatuan universal, keharmonisan manusia, dan kehidupan yang memuaskan, serta menganggap hal ini sebagai keadaan yang harus diwujudkan. Bukankah ini gagasan manusia? Khususnya di rumah Tuhan, mereka berpendapat bahwa tak ada seorang pun yang boleh kelaparan. Jika seseorang lapar, Tuhan seharusnya menggunakan persembahan milik-Nya untuk membantu; Tuhan tidak boleh mengabaikan masalah ini. Bukankah "seharusnya" yang orang yakini ini adalah sejenis gagasan? Bukankah ini merupakan tuntutan manusia terhadap Tuhan? Ada orang-orang yang, setelah percaya kepada Tuhan, berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun dan tidak memperoleh apa pun; keluargaku masih dalam kemiskinan. Hal ini seharusnya tidak terjadi; Tuhan seharusnya bersikap baik kepadaku, seharusnya memberkatiku agar aku dapat lebih memuliakan Tuhan." Karena keluargamu miskin, engkau tidak mengejar kebenaran; engkau berharap untuk mengubah kondisimu yang miskin melalui percaya kepada Tuhan, dan menggunakan pemuliaan Tuhan sebagai alasan untuk bertransaksi dengan-Nya. Ini adalah gagasan dan imajinasi manusia; ini adalah keinginan manusia yang berlebihan. Bukankah percaya kepada Tuhan dengan motif seperti itu merupakan bentuk tawar-menawar dengan Tuhan? Apakah orang-orang yang melakukan tawar-menawar dengan Tuhan memiliki hati nurani dan bernalar? Apakah mereka adalah orang-orang yang tunduk kepada Tuhan? Sama sekali bukan. Orang-orang ini tidak memiliki hati nurani dan tidak bernalar, tidak menerima kebenaran, ditolak oleh Tuhan, dan merupakan orang-orang yang tidak masuk akal dan tidak dapat memperoleh keselamatan Tuhan.
Ada orang-orang yang berpikir, "Ketika manusia memiliki pemikiran atau tindakan tertentu yang tidak pantas yang melanggar ketetapan administratif Tuhan dan menyinggung watak-Nya, Tuhan seharusnya turun tangan untuk menghentikan mereka. Inilah keselamatan dari Tuhan, inilah kasih Tuhan." Bukankah ini gagasan dan imajinasi manusia? Apakah begini cara Tuhan bekerja untuk menyelamatkan manusia? Tuhan menyelamatkan manusia dengan mengungkapkan kebenaran. Apakah seseorang dapat diselamatkan atau tidak bergantung pada apakah dia mampu menerima kebenaran atau tidak. Selain itu, ada satu hal yang Tuhan anggap jauh lebih penting, yaitu hati nurani dan kemanusiaan orang. Jika tidak ada hati nurani, integritas, dan nalar dalam kemanusiaanmu—dengan kata lain, ketika sesuatu menimpamu, hati nurani dan rasionalitasmu tidak dapat berfungsi secara normal, tidak mampu menahan dirimu dan mengatur tindakanmu, tidak mampu memperbaiki maksud dan pandanganmu—Tuhan pasti tidak akan melakukan apa pun. Agar Tuhan dapat mengubahmu, pertama-tama Dia membuat hati nurani dan rasionalitasmu berfungsi. Ketika hati nuranimu merasa tertegur, engkau akan merenung, "Apa yang sedang kulakukan ini salah; akan seperti apa pandangan Tuhan terhadapku?" dan ini akan menuntunmu pada pencarian lebih lanjut dan jalan masuk yang positif serta proaktif. Namun, jika seseorang bahkan tidak memiliki langkah awal ini, tidak memiliki hati nurani, dan pada dasarnya tidak ada teguran di dalam hatinya, lalu apa yang akan Tuhan lakukan ketika orang ini diperhadapkan dengan sesuatu? Tuhan tidak akan melakukan apa pun. Jadi, didasarkan pada apakah semua firman yang Tuhan ucapkan dan semua tuntutan serta kebenaran yang Tuhan ajarkan kepada manusia? Semua ini didasarkan pada dasar pemikiran bahwa manusia memiliki hati nurani dan rasionalitas. Mengenai pria yang disebutkan sebelumnya, jika dia memiliki hati nurani dan rasionalitas hingga taraf tertentu, tindakan apa yang akan dia lakukan setelah melihat botol sirop obat batuk itu? Perilaku apa yang akan dia perlihatkan? Ketika ada pemikiran ini di benaknya, "Ini telah diberikan kepada Tuhan, jadi ini seharusnya cukup bagus; daripada membiarkan Tuhan yang meminumnya, bagaimana jika aku saja yang meminumnya?" apa yang akan dia lakukan jika dia memiliki hati nurani? Akankah dia membuka botol tersebut dan meminum tegukan pertama? (Tidak.) Bagaimana kata "tidak" ini bisa muncul? (Karena memiliki kepekaan hati nurani.) Karena dia dikendalikan oleh hati nuraninya, hati nuraninya akan bekerja, dan setelah itu tidak akan ada langkah selanjutnya dalam hal ini; dia tidak akan meminum tegukan pertama. Hasil dari hal ini akan sama sekali bertolak belakang, dan hasilnya akan sangat berbeda. Namun sebaliknya, dia tidak memiliki hati nurani atau rasionalitas, dia sama sekali tidak memiliki keduanya. Jadi, apa akibatnya? Setelah menyusun pemikiran seperti itu dan tanpa ada kekangan dari hati nuraninya, dia dengan tidak bermoral membuka botol tersebut dan meminum tegukan pertama. Bukan hanya merasa tidak ada teguran atau menyalahkan diri sendiri setelahnya, dia malah benar-benar menikmatinya. Dia mengira bahwa dia akan lolos begitu saja, "Lihatlah betapa pintarnya aku memanfaatkan kesempatan ini. Kalian semua bodoh; kalian tidak memahami hal-hal seperti ini. Pengalaman selalu mengalahkan masa muda! Tak satu pun dari antaramu memiliki ide seperti ini, tak satu pun dari antaramu berani melakukannya, tetapi aku berani. Apa hal terburuk yang bisa terjadi? Aku sudah meminum tegukan pertama; siapa yang tahu?" Dia merasa telah berhasil dan merasa puas di dalam hatinya; dia bahkan mengira bahwa dirinya diperkenan, bahwa ini adalah kasih karunia Tuhan. Setelah melakukan kesalahan ini, dia terus mengulanginya, dan kesalahan tersebut menjadi tidak terkendali, berlanjut hingga dia menghabiskan seisi botol tersebut. Selama ini, dia merasa bahwa hati nuraninya tidak pernah menyalahkan atau menegur dirinya. Hati nurani dan rasionalitasnya tidak pernah memberitahunya, "Ini bukan milikmu; sekalipun Tuhan tidak meminumnya, sekalipun Tuhan membuangnya, atau memberikannya kepada anjing atau kucing, selama Tuhan tidak mengatakan bahwa ini adalah untukmu, engkau tidak boleh meminumnya; ini bukan untuk kaunikmati." Hati nuraninya tidak memberitahunya hal ini karena dia tidak memiliki hati nurani. Apa jadinya jika orang tidak memiliki hati nurani? Mereka digolongkan sebagai binatang buas. Orang-orang yang tidak memiliki hati nurani berperilaku seperti ini; mereka menyusun pemikiran seperti itu sejak awal, dan terus berperilaku seperti itu sampai akhir, tanpa ada sedikit pun teguran dari hati nurani mereka. Bisa jadi, pada saat ini orang tersebut sudah lama melupakan kejadian itu; atau, jika dia memiliki daya ingat yang baik, dia mungkin masih mengingatnya dan menganggap bahwa dirinya melakukan hal yang benar pada waktu itu. Dia tidak pernah menganggap bahwa ini adalah tindakan yang salah, dan tidak menyadari keseriusan serta natur dari perbuatannya. Dia tidak mampu mengenalinya. Apakah penggolongan Tuhan terhadap orang-orang semacam itu akurat? (Ya.) Ketika Tuhan menggolongkan, menyingkapkan, dan menyingkirkan orang-orang semacam itu, memberi mereka kesudahan seperti ini, atas prinsip apa dan atas dasar apa Dia menggolongkan mereka? (Atas dasar esensi natur mereka.) Apakah seseorang yang tidak memiliki hati nurani dan rasionalitas memiliki kondisi untuk menerima dan menerapkan kebenaran? Apakah dia memiliki esensi untuk menerima dan menerapkan kebenaran? (Tidak.) Mengapa kita mengatakan bahwa dia tidak memiliki esensi seperti itu? Ketika dia mulai mengutarakan pandangannya mengenai hal ini, di lubuk hatinya, di manakah Tuhannya? Siapakah Tuhan di dalam hatinya? Di manakah posisi-Nya? Adakah Tuhan di dalam hatinya? Kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada Tuhan di dalam hati orang semacam itu. Apa maksudnya tidak ada Tuhan di dalam hati seseorang? (Artinya, dia adalah pengikut yang bukan orang percaya.) Benar. Dia bukanlah orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan, dia bukan saudara atau saudari, dia hanyalah pengikut yang bukan orang percaya. Perilakunya yang manakah yang memperlihatkan bahwa dia adalah pengikut yang bukan orang percaya? Tanpa ada Tuhan di dalam hatinya, tindakan dan pembicaraannya sepenuhnya sesuai dengan keinginannya sendiri, didasarkan pada gagasan, imajinasi, dan preferensinya sendiri, tanpa pengaruh dari hati nurani. Ketika dia tidak memahami kebenaran, hati nuraninya tidak tergerak; dia bertindak hanya berdasarkan preferensinya sendiri, semata-mata demi keuntungan dan manfaat pribadi. Apakah masih ada ruang bagi Tuhan di hatinya? Tidak ada sama sekali. Mengapa Kukatakan demikian? Karena semua motivasi, asal-usul, arah, bahkan perwujudan dari tindakan dan perkataannya ditujukan untuk kepentingannya sendiri; dia bertindak dan berbicara berdasarkan apa yang dia yakini akan bermanfaat bagi dirinya sendiri. Segala sesuatu yang dia pertimbangkan ditujukan untuk kepentingan dan tujuannya sendiri, dan dia bertindak tanpa merasakan teguran sedikit pun dan tanpa pengendalian diri. Dinilai dari perilaku ini, dia memperlakukan Tuhan sebagai apa? (Udara.) Tepat sekali. Jika dia dapat merasakan kehadiran Tuhan, bahwa Tuhan memeriksa hati manusia, bahwa Tuhan ada di sisi manusia, terus memeriksa mereka, akankah tindakannya tidak terkendali? Akankah dia menunjukkan kelancangan yang sembrono seperti itu? Sama sekali tidak. Di sinilah timbul pertanyaan: apakah Tuhan yang dia percayai itu benar-benar ada? (Tidak.) Itulah esensi masalahnya. Tuhan yang dia percayai tidak ada; Tuhannya hanyalah udara. Oleh karena itu, seperti apa pun perkataannya tentang seperti apa Tuhan itu, seperti apa pun dia berdoa kepada Tuhan, berapa tahun pun dia telah percaya, atau apa pun yang telah dia lakukan, atau sebanyak apa pun pengorbanan yang telah dia tanggung, naturnya sepenuhnya terlihat dari perkataan dan perilakunya, sikapnya terhadap Tuhan, dan sikapnya terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Dia memperlakukan Tuhan seperti udara; bukankah ini menghujat Tuhan? (Ya.) Mengapa ini dianggap sebagai penghujatan? Dia berpikir, "Mereka berkata bahwa Tuhan memeriksa hati manusia, tetapi di manakah Tuhan? Mengapa aku belum merasakannya? Mereka juga berkata bahwa yang mencuri persembahan akan dihukum oleh Tuhan, tetapi aku belum pernah melihat ada orang yang mendapat hukuman setimpal karena mencuri persembahan." Mereka menyangkal keberadaan Tuhan; ini menghujat Tuhan. Mereka berkata, "Tuhan itu bahkan tidak ada; bagaimana mungkin Dia melakukan pekerjaan apa pun? Bagaimana mungkin Dia menyelamatkan manusia? Bagaimana Dia menegur manusia? Siapa yang sudah pernah Dia hukum? Aku tidak pernah melihatnya terjadi, jadi apa pun yang dipersembahkan kepada Tuhan dapat digunakan dengan bebas. Jika aku kebetulan menemukannya hari ini, itu adalah milikku. Aku akan menganggapnya sebagai cara Tuhan bermurah hati kepadaku. Siapa pun yang melihatnya atau menemukannya, itu adalah miliknya; kepada dialah Tuhan telah menunjukkan kemurahan hati-Nya." Logika macam apa ini? Ini adalah logika Iblis, logika para perampok; ini adalah natur Iblis seseorang yang muncul. Apakah orang semacam itu memiliki iman yang sejati? (Tidak.) Setelah mendengarkan begitu banyak khotbah, mereka mengucapkan begitu banyak perkataan setan; apakah mereka memiliki dasar kebenaran sedikit pun? (Tidak.) Jadi, apa manfaatnya mereka mendengarkan semua khotbah itu? Mereka tidak menerima firman Tuhan, mereka tidak menganggap firman Tuhan sebagai kebenaran, dan mereka tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Itu saja.
Ada orang-orang yang memang percaya di dalam hatinya bahwa Tuhan itu ada dan sama sekali tidak meragukan inkarnasi Tuhan. Namun, meskipun telah mengikuti-Nya selama beberapa tahun dan membayar harga tertentu, mereka mengalami beberapa kesukaran dan tidak memiliki pemahaman sedikit pun tentang Tuhan di lubuk hati mereka. Sebenarnya, yang mereka percayai masih berupa Tuhan yang samar-samar, Tuhan khayalan; definisi mereka tentang Tuhan hanyalah udara. Bagaimana cara Tuhan memperlakukan orang-orang ini? Dia hanya mengabaikan mereka. Ada orang-orang yang bertanya, "Jika Tuhan mengabaikan mereka, mengapa mereka tetap berada di rumah Tuhan?" Mereka berjerih payah. Bagaimana seharusnya berjerih payah digambarkan? Orang yang berjerih payah tidak tertarik akan kebenaran, atau lebih tepatnya, mereka memiliki kualitas yang buruk sehingga mereka tidak mampu mencapainya. Mereka memperlakukan Tuhan dan kebenaran sebagai sesuatu yang kosong dan samar-samar, tetapi agar dapat memperoleh berkat, yang bisa mereka andalkan hanyalah dengan mengerahkan upaya tertentu. Meskipun di luarnya mereka tidak secara langsung menentang Tuhan, mengutuk Tuhan, atau melawan Tuhan, esensi mereka tetaplah sejenis esensi Iblis, yaitu mereka yang menolak dan menentang Tuhan. Siapa pun yang tidak mencintai kebenaran tidaklah baik, Tuhan telah memutuskan dalam hati-Nya untuk tidak menyelamatkan orang-orang semacam itu. Bagi mereka yang tidak ingin Tuhan selamatkan, akankah Dia tetap serius terhadap mereka? Akankah Tuhan berkata kepada mereka, "Engkau tidak memahami aspek kebenaran ini, engkau perlu mendengarkan dengan saksama; engkau tidak memahami aspek kebenaran itu, engkau harus berupaya lebih keras dan merenungkannya"? Selain itu, Tuhan tahu orang-orang ini tidak memahami kebenaran dan tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Haruskah Tuhan memperlihatkan kepada mereka beberapa mukjizat dan keajaiban untuk menyadarkan mereka akan keberadaan-Nya, atau lebih mencerahkan dan menerangi mereka sehingga mereka tahu bahwa Tuhan itu ada? Akankah Tuhan bertindak dengan cara seperti ini? (Tidak.) Tuhan memiliki prinsip-prinsip dalam melakukan hal-hal ini; Dia tidak bertindak dengan cara seperti ini terhadap sembarang orang. Tuhan selalu bekerja bagi mereka yang mampu menerima kebenaran. Bagaimana sikap Tuhan terhadap mereka yang tidak mampu menerima kebenaran atau tidak mampu mencapainya? (Dia mengabaikan mereka.) Berdasarkan gagasan orang, jika Tuhan mengabaikan seseorang, orang tersebut akan berkeliaran seperti pengemis. Orang tidak bisa melihat diri mereka mengejar kebenaran, dan orang juga tidak bisa melihat tindakan Tuhan terhadap mereka; mereka hanya berjerih payah, dan mereka tidak memahami kebenaran. Apakah hanya itu saja? Sebenarnya, orang-orang ini juga dapat menikmati sebagian dari kasih karunia dan berkat Tuhan. Ketika mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi yang berbahaya, Tuhan juga akan menjaga mereka tetap aman. Ketika mereka sakit parah, Tuhan juga akan menyembuhkan mereka. Dia mungkin bahkan memberi mereka beberapa bakat khusus, atau dalam beberapa keadaan khusus, Tuhan mungkin melakukan beberapa mukjizat atas mereka, atau melakukan beberapa hal spesial. Dengan kata lain, jika orang-orang ini benar-benar mampu mengorbankan diri mereka untuk Tuhan dan berjerih payah dengan baik tanpa menyebabkan gangguan, Tuhan tidak akan membeda-bedakan mereka. Apa gagasan orang mengenai hal ini? "Tuhan tidak akan menyelamatkan orang-orang ini, jadi Dia hanya akan menggunakan mereka sesuka hati-Nya dan membuang mereka setelahnya." Inikah cara Tuhan akan bertindak? Tidak. Jangan lupakan siapa Tuhan itu; Dia adalah Sang Pencipta. Di antara seluruh umat manusia, baik orang percaya maupun tidak percaya, dari denominasi atau suku apa pun, di mata Tuhan, mereka semua adalah makhluk ciptaan-Nya. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata, "Karena Ia membuat matahari-Nya bersinar untuk orang yang jahat dan orang yang baik." Pernyataan ini merupakan prinsip cara Tuhan, Sang Pencipta, bertindak. Seperti apa pun kesudahan yang pada akhirnya Tuhan anugerahkan kepada seseorang berdasarkan esensinya, atau apakah Tuhan akan menyelamatkannya atau tidak sebelum memberikannya kesudahan tersebut, apa pun esensinya, selama dia mampu melaksanakan beberapa tugas dan berjerih payah di rumah Tuhan dan untuk pekerjaan Tuhan, kasih karunia Tuhan tetap tidak berubah; Dia akan tetap memperlakukannya berdasarkan prinsip-prinsip-Nya, tanpa memihak. Inilah kasih Tuhan, prinsip dari tindakan-Nya, dan watak-Nya. Namun, berdasarkan esensi orang-orang ini, pandangan dan sikap mereka terhadap Tuhan adalah selalu menganggap Dia samar-samar dan tidak jelas, seolah-olah Dia ada, tetapi tidak ada. Mereka tidak mampu mengenali keberadaan Tuhan yang sebenarnya, mereka juga tidak bisa mengalaminya, dan pada akhirnya mereka masih belum yakin akan keberadaan Tuhan yang sebenarnya. Jadi, berkenaan dengan mereka, Tuhan hanya bisa berbuat sebatas yang seharusnya Dia lakukan, memberi mereka sedikit kasih karunia, memberi mereka sedikit berkat dan perlindungan dalam hidup ini, membuat mereka dapat merasakan kehangatan rumah Tuhan, dan menikmati kasih karunia, kemurahan, dan kasih setia. Itu saja. Itulah semua berkat yang akan mereka terima dalam kehidupan ini. Ada orang-orang yang berkata: "Karena Tuhan begitu toleran dan mereka juga menikmati kasih karunia dan berkat Tuhan, bukankah lebih baik mengambil langkah lebih lanjut dan membiarkan mereka juga menerima keselamatan Tuhan?" Itu adalah gagasan manusia, Tuhan tidak bertindak seperti itu. Mengapa Dia tidak bertindak seperti itu? Dapatkah engkau memasukkan Tuhan ke dalam hati seseorang yang di dalamnya tidak tersedia tempat bagi-Nya? Tidak bisa. Sebanyak apa pun kebenaran yang kaupersekutukan kepada mereka atau sebanyak apa pun perkataan yang kauucapkan, itu tidak akan berpengaruh; itu tidak akan mengubah gagasan dan imajinasi mereka tentang Tuhan. Oleh karena itu, yang dapat Tuhan lakukan bagi orang semacam ini hanyalah memberikan kasih karunia, berkat, pemeliharaan, dan perlindungan. Ada orang-orang yang berkata, "Karena mereka dapat menikmati kasih karunia Tuhan, jika Tuhan makin mencerahkan dan menerangi mereka, bukankah mereka kemudian akan mengenali keberadaan Tuhan yang sesungguhnya?" Mampukah orang-orang semacam itu memahami kebenaran? Mampukah mereka menerapkan kebenaran? (Tidak.) Jika mereka tidak mampu menerapkan kebenaran, ini menetapkan mereka sebagai orang yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan terlibat dalam pekerjaan yang sia-sia atau tidak berguna. Ada orang-orang yang berkata, "Itu tidak benar. Terkadang mereka juga menghadapi pendisiplinan atau mendapatkan pencerahan dari Tuhan dan memperoleh kebenaran dari-Nya." Sekali lagi, ini berkaitan dengan pekerjaan Tuhan. Apa yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin diselamatkan oleh Tuhan agar dapat diselamatkan oleh Tuhan, agar dapat menjadi objek keselamatan-Nya? Orang harus memahami hal ini. Tuhan juga mengetahui hal ini; Dia tidak menyelamatkan sembarang orang. Sekalipun Tuhan memperlihatkan mukjizat, keajaiban, dan keperkasaan untuk membuat manusia mengakui Dia, dapatkah orang-orang ini diselamatkan? Bukan begitu cara kerja Tuhan. Tuhan memiliki standar untuk menyelamatkan manusia; orang harus memiliki iman yang sejati dan juga mencintai kebenaran. Oleh karena itu, pekerjaan yang Tuhan lakukan terhadap manusia yang terdiri dari penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian, juga memiliki standarnya sendiri. Ada orang-orang yang berkata, "Kami sering menghadapi penghakiman dan hajaran. Apakah menghadapi penghakiman dan hajaran, ujian dan pemurnian merupakan tanda bahwa kami akan diselamatkan oleh Tuhan?" Benarkah demikian? (Tidak.) Bagaimana engkau bisa yakin itu tidak benar? Karena ada orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk diselamatkan oleh Tuhan, akankah Tuhan tetap menjatuhkan penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian terhadap mereka? Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang terhadap siapa Tuhan menjatuhkan penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian-Nya; itu juga berkaitan dengan kesalahpahaman orang. Katakan kepada-Ku, dapatkah seseorang menerima penghakiman dan hajaran Tuhan jika dia bahkan tidak mengetahui siapa Tuhan itu, di mana Tuhan berada, atau apakah Tuhan itu benar-benar ada? Dapatkah orang yang menganggap Tuhan sebagai udara belaka menerima penghakiman dan hajaran Tuhan? Dapatkah seseorang yang di hatinya sama sekali tidak ada Tuhan menerima ujian dan pemurnian dari-Nya? Tentu saja tidak. Jadi, apa yang terkadang mungkin dihadapi orang-orang semacam itu? (Pendisiplinan.) Benar, pendisiplinan. Mereka yang menganggap Tuhan seperti udara belaka, yang pada dasarnya tidak mengakui atau percaya akan keberadaan Tuhan, pasti tidak akan menerima penghakiman dan hajaran Tuhan atau ujian dan pemurnian-Nya. Dapat dikatakan bahwa orang-orang yang esensinya dan perilakunya seperti itu bukanlah objek penyelamatan Tuhan. Mereka tidak dapat menerima keselamatan dari Tuhan, tetapi bukan berarti Tuhan tidak menyelamatkan mereka. Ini ditentukan oleh esensi natur mereka yang muak akan kebenaran dan membenci kebenaran. Mereka tidak memiliki sikap yang benar dalam mencintai dan menerima kebenaran, sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk diselamatkan. Jadi, bagaimana Tuhan memperlakukan mereka ketika mereka menyusup ke dalam rumah Tuhan untuk mengharapkan berkat? Selain memberikan berkat, kasih karunia, dan memelihara serta memberikan perlindungan, cara apa lagi yang Tuhan gunakan untuk memenuhi peran-Nya sebagai Sang Pencipta? Tuhan memberikan pengingat, peringatan, dan nasihat melalui firman-Nya. Selanjutnya, Dia memangkas, menegur, dan mendisiplinkan mereka; pekerjaan yang Tuhan lakukan pada mereka berakhir di situ, semuanya berada dalam lingkup ini. Apa dampak tindakan Tuhan ini terhadap manusia? Hal ini memungkinkan mereka untuk dengan patuh menaati batasan-batasan, berperilaku dengan baik saat berjerih payah di rumah Tuhan, tanpa menimbulkan gangguan atau melakukan kejahatan. Dapatkah tindakan Tuhan membuat orang-orang semacam itu dengan setia melaksanakan tugas mereka? (Tidak.) Mengapa tidak? Dapatkah kasih karunia, berkat, pemeliharaan, dan perlindungan yang mereka terima—beserta pengingat akan firman Tuhan, pemangkasan, hajaran dan pendisiplinan, dan sebagainya—memunculkan perubahan dalam watak mereka? (Tidak.) Semua itu tidak dapat membawa perubahan dalam watak mereka, jadi apa dampak yang dicapai oleh pekerjaan Tuhan atas mereka? Itu membuat perilaku mereka cukup terkendali, membantu mereka mengikuti aturan, dan membuat mereka dari luar memiliki sedikit keserupaan dengan manusia. Selain itu, ini membuat mereka relatif taat; mereka akan dengan enggan menerima pemangkasan demi kasih karunia dan berkat Tuhan, dan mereka akan mampu melakukan segala sesuatunya berdasarkan aturan dan ketetapan administratif rumah Tuhan, dan itu saja. Apakah mencapai semua ini berarti mereka sedang menerapkan kebenaran? Mereka masih jauh dari yang diharapkan, karena apa yang mereka lakukan pada dasarnya hanya berdasarkan prinsip-prinsip dalam ketetapan administratif rumah Tuhan, serta berdasarkan beberapa pedoman yang kaku. Itu hanyalah perubahan dalam perilaku, tidak lebih. Jadi, dapatkah orang berkata bahwa, karena orang-orang ini telah mengubah perilaku mereka, akan lebih baik lagi jika membuat mereka mengubah watak mereka juga? (Mereka tidak mampu melakukan hal tersebut.) Mereka tidak mampu melakukan hal tersebut, mereka tidak mampu mencapainya. Inilah salah satu alasannya. Dan apa alasan yang paling utama? Karena mereka pada dasarnya tidak memiliki Tuhan di dalam hati mereka; mereka tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Jadi, bagi orang-orang semacam itu, mampukah mereka memahami firman Tuhan? Sebagian dari mereka mampu, dan mereka berkata, "Firman Tuhan itu baik, tetapi sayangnya, aku tidak mampu menerapkannya. Menerapkannya terasa lebih menyakitkan daripada menjalani operasi transplantasi jantung." Ketika kepentingan mereka dirugikan, atau ketika mereka harus bertindak bertentangan dengan keinginan mereka, mereka merasa sangat bingung dan tidak mampu menerapkannya. Sekalipun mereka benar-benar berusaha sampai kelelahan, mereka tidak mampu menerapkan firman Tuhan. Selain itu, mereka tidak pernah mengakui atau menerima kenyataan bahwa firman Tuhan adalah kebenaran. Mereka tidak mampu memahami hal ini; mereka tidak mengerti mengapa firman Tuhan adalah kebenaran. Sebagai contoh, ketika Tuhan meminta orang untuk bersikap jujur, mereka berkata, "Baiklah, aku akan menjadi orang yang jujur jika Engkau memintanya, tetapi mengapa menjadi orang yang jujur dianggap sebagai kebenaran?" Mereka tidak memahami dan tidak bisa menerimanya. Ketika Tuhan berkata manusia harus tunduk kepada-Nya, mereka bertanya, "Apakah ada uang yang bisa dihasilkan dari tunduk kepada Tuhan? Apakah Tuhan menganugerahkan berkat bagi orang yang tunduk kepada-Nya? Dapatkah itu mengubah tempat tujuan orang?" Mereka tidak menganggap apa pun yang Tuhan firmankan atau lakukan sebagai kebenaran. Mereka tidak tahu apa makna penting dari firman dan tuntutan Tuhan bagi manusia dan tidak mampu membedakan tindakan mana yang benar dan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan—identitas Tuhan, esensi Tuhan, firman Tuhan, tuntutan Tuhan—dalam pandangan mereka, semua hal ini, tidak dapat ditentukan sebagai milik dan hakikat Tuhan. Mereka tidak mengetahui bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta; mereka tidak mengerti apa itu Sang Pencipta, atau siapa Tuhan itu. Bukankah ini masalah? Namun, memang seperti itulah perilaku sebagian orang. Yang lain berkata, "Itu tidak benar. Jika mereka memiliki pemikiran dan pandangan seperti ini, bagaimana mungkin mereka masih dengan rela melaksanakan tugas mereka di rumah Tuhan?" Istilah "rela" di sini seharusnya diberi tanda kutip. Bagaimana hal ini dijelaskan? Di satu sisi, mereka melaksanakan tugas mereka karena didorong oleh keadaan atau karena kebutuhan mereka akan berkat; di sisi lain, mereka merasa tidak memiliki pilihan selain dengan enggan melaksanakannya untuk sementara waktu, melaksanakan beberapa tugas dan mengerahkan sedikit upaya. Dalam hati mereka, mereka meyakini bahwa inilah yang harus dilakukan, tetapi karena mereka tidak tertarik akan kebenaran, mereka hanya mampu mengerahkan upaya dan melaksanakan tugas untuk ditukar dengan berkat Tuhan. Dengan pola pikir seperti ini, mampukah mereka menerima kebenaran? (Tidak.) Mereka bahkan tidak memahami apa yang dimaksud dengan kebenaran, jadi bagaimana mungkin mereka menerimanya?
Pekerjaan penghakiman Tuhan pada akhir zaman adalah untuk mengakhiri zaman ini. Dapat atau tidaknya seseorang diselamatkan sangat bergantung pada apakah mereka mampu menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, dan apakah mereka mampu menerima kebenaran atau tidak. Ada orang-orang yang mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, tetapi mereka tidak menerima kebenaran tersebut. Bagi mereka, menerima kebenaran bagaikan menjalani operasi transplantasi jantung; seperti inilah rasa sakitnya bagi mereka. Mengingat cara orang semacam ini memperlakukan kebenaran, tidak mau menerimanya apa pun yang terjadi, Tuhan bukanlah Pribadi yang disalahkan karena tidak menyelamatkan mereka—hanya merekalah yang bisa disalahkan karena tidak menerima kebenaran; mereka tidak memiliki berkat ini. Penyelamatan manusia oleh Tuhan dari pengaruh Iblis tidaklah sesederhana yang orang bayangkan. Di satu sisi, mereka yang percaya kepada Tuhan harus menerima didikan dan pemangkasan melalui firman Tuhan; ini adalah satu tahap. Di sisi lain, mereka juga harus menerima penghakiman dan hajaran, ujian serta pemurnian Tuhan. Penghakiman dan hajaran adalah satu tahap; ujian dan pemurnian adalah tahap lainnya. Ada orang-orang yang dengan enggan menerima pemangkasan, mengira bahwa mereka telah mencapai ketundukan, dan kemudian tidak mengalami kemajuan lebih lanjut dan tidak lagi berjuang mengejar kebenaran. Yang lain sangat mencintai kebenaran dan mampu menanggung penderitaan apa pun untuk memperoleh kebenaran. Mereka bukan saja mampu menanggung didikan firman Tuhan, tetapi juga mampu masuk ke dalam tahap menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Mereka merasa bahwa menerima penghakiman dan hajaran Tuhan adalah Tuhan yang sedang meninggikan dan mengasihi mereka, dan suatu hal yang mulia; mereka tidak takut menderita. Setelah mengalami penghakiman dan hajaran, orang-orang ini juga mampu menerima ujian dan pemurnian serta tetap mengejar kebenaran. Sebesar apa pun ujian dan pemurnian tersebut, mereka tetap dapat melihat kasih Tuhan, dan mampu mempersembahkan diri mereka untuk memuaskan Tuhan. Sebanyak apa pun mereka dipangkas, mereka tidak menganggapnya sebagai kesukaran; sebaliknya, mereka merasa bahwa ini adalah kasih Tuhan yang jauh lebih besar. Setelah mengalami lebih banyak ujian dan pemurnian, mereka akhirnya mencapai penyucian dan kesempurnaan secara menyeluruh. Ini artinya mengalami pekerjaan Tuhan sampai tahap tertinggi. Sekarang katakan kepada-Ku, adakah perbedaan antara mereka yang percaya kepada Tuhan dan hanya mengalami satu tahap didikan Tuhan melalui firman-Nya, dengan mereka yang mengalami dua tahap—penghakiman dan hajaran Tuhan, serta ujian dan pemurnian? Tentu saja ada perbedaan. Bagi sebagian orang, Tuhan berhenti setelah hanya didikan mereka, menyerahkan sisanya pada pilihan dan kesadaran mereka sendiri. Jika mereka tidak menerima kebenaran dan tidak memilih jalan yang benar, apa yang ditunjukkan oleh hal ini? Dapat dikatakan bahwa Tuhan tidak mungkin menyelamatkan orang-orang semacam itu. Ada orang-orang yang sering berbicara tentang menanggung penderitaan dalam pekerjaan, prospek, rumah, pasangan, dan kasih sayang. Bagi mereka, segalanya hanyalah masalah penderitaan, dan apa hasil akhirnya? (Itu tidak ada hubungannya dengan kebenaran.) Benar, itu tidak ada hubungannya dengan kebenaran dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Tuhan. Yang kaulakukan dalam hal ini hanyalah menderita tanpa tujuan; engkau sekadar berjuang dan membiarkan waktu berlalu, tanpa ada proses berdoa kepada Tuhan, atau mencari kebenaran. Itu bukanlah "penderitaan" yang terjadi dalam pemurnian, karena itu bukan pekerjaan Tuhan dan tidak ada hubungannya dengan-Nya. Engkau hanya membuat dirimu sendiri menderita, bukan menjalani pemurnian Tuhan. Namun, engkau tetap menganggap bahwa Tuhan sedang memurnikanmu; engkau terlalu optimis. Itu hanyalah angan-angan! Engkau bahkan tidak memenuhi syarat untuk dimurnikan oleh Tuhan. Engkau bahkan belum melewati tahap hajaran dan penghakiman, dan engkau berharap Tuhan akan menguji dan memurnikanmu? Apakah itu mungkin? Bukankah itu hanya khayalan? Mampukah orang biasa menanggung ujian dan pemurnian? Apakah itu sesuatu yang bisa diterima oleh orang biasa? Apakah itu sesuatu yang Tuhan anugerahkan kepada orang biasa? Sama sekali bukan. Setelah Tuhan mendidik seseorang, jika orang tersebut, karena wataknya yang congkak, keras kepala, licik, jahat, atau wataknya yang lain, dihakimi, didisiplinkan, atau dididik Tuhan secara terang-terangan dalam satu atau banyak hal, membuat orang tersebut menyadari alasan dia didisiplinkan oleh Tuhan, dan sebagai hasilnya, dia mengembangkan pemahaman yang sejati tentang Tuhan dan tentang dirinya sendiri, wataknya mengalami perubahan yang sejati, dan kemudian perlahan-lahan dia memperoleh ketundukan sejati pada kebenaran. Hanya proses inilah yang Tuhan gunakan untuk menghakimi dan menghajar orang. Atas dasar apakah Tuhan melakukan pekerjaan ini? Ada syaratnya: orang yang menerima pekerjaan tersebut harus mampu melaksanakan tugasnya secara memadai di rumah Tuhan. Persyaratan ini hanya memerlukan dua hal: ketundukan dan kesetiaan. Pertama, orang tersebut harus memiliki hati nurani dan nalar; hanya orang yang berhati nurani dan bernalar yang memenuhi syarat untuk menerima kebenaran. Ketika orang-orang yang berhati nurani dan bernalar itu menerima didikan Tuhan, mereka akan mampu mencari kebenaran dan tunduk. Baru setelah inilah Tuhan melanjutkan pekerjaan penghakiman dan hajaran. Itulah urutan pekerjaan Tuhan. Namun, jika seseorang tidak pernah mampu melaksanakan tugasnya dengan setia di rumah Tuhan, tidak memperlihatkan ketundukan sedikit pun pada kedaulatan Tuhan, dan gagal melaksanakan tugasnya secara memadai, maka ketika dia menghadapi kesengsaraan, disingkapkan atau dipangkas, paling-paling yang dia alami adalah didikan dan pendisiplinan Tuhan. Dia bukan sasaran penghakiman dan hajaran Tuhan, apalagi sasaran ujian dan pemurnian. Dengan kata lain, pada dasarnya dia tidak berkaitan dengan pekerjaan Tuhan untuk menyempurnakan manusia.
Pembahasan yang baru saja kita persekutukan berkaitan dengan pekerjaan Tuhan dalam menyelamatkan dan menyempurnakan manusia, metode dan objek pekerjaan Tuhan, serta terhadap siapa Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran, ujian dan pemurnian-Nya. Pembahasan ini juga berkaitan dengan tingkat jalan masuk kehidupan orang ketika mengalami pekerjaan Tuhan ini, dan esensi serta syarat-syarat seperti apa yang setidaknya harus orang miliki untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Jadi, apa gagasan orang-orang di sini? Orang-orang berpikir, "Selama orang mengikuti Tuhan, selama orang telah menerima langkah pekerjaan Tuhan ini, mereka pasti akan mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan. Lalu, tak lama kemudian, ujian dan pemurnian dari Tuhan juga akan datang setelahnya. Oleh karena itu, kami sering kali menghadapi ujian, pemurnian, dan pemangkasan, serta keluarga, kasih sayang, status, dan prospek kami dirampas. Setelah itu, kami terus menderita dalam hal kasih sayang, status, dan prospek." Apakah pernyataan-pernyataan ini akurat? (Tidak.) Mengapa manusia dapat mengubah satu kata dari firman Tuhan dan mewujudkannya menjadi apa yang mereka yakini sebagai istilah rohani? Sebenarnya, penderitaan mereka semuanya hanyalah sebuah pergumulan, itu hanya sekadar membiarkan waktu berlalu; itu sama sekali tidak ada artinya. Namun, mereka menganggapnya sebagai ujian dan pemurnian, dengan berkata bahwa itu adalah pemurnian dari Tuhan. Ini adalah kesalahan besar; ini adalah sesuatu yang dipaksakan oleh manusia kepada Tuhan, dan itu sama sekali tidak merepresentasikan maksud Tuhan. Bukankah ini adalah kesalahpahaman tentang Tuhan? Ini memang adalah sebuah kesalahpahaman. Dan bagaimana kesalahpahaman seperti ini bisa muncul? Karena orang-orang tidak memahami kebenaran, mereka mengembangkan kesalahpahaman seperti itu berdasarkan imajinasi mereka sendiri. Selanjutnya, mereka dengan berani menyebarluaskan dan menyebarkannya ke mana-mana, yang akhirnya menuntun pada berbagai pernyataan tentang "penderitaan". Oleh karena itu, aku sering mendengar ada orang-orang yang berkata, "Seseorang digantikan dan kemudian menjadi negatif; itu adalah 'status penderitaan'!" Status penderitaan bukanlah mengalami ujian dan pemurnian; itu hanyalah seseorang yang kehilangan status, mengalami kefrustrasian secara emosi, dan bergumul dengan penderitaan batin saat dia gagal. Karena apa yang orang sebut sebagai "penderitaan" dan apa yang Tuhan sebut sebagai pemurnian itu berbeda, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pemurnian? Pertama-tama, pahamilah bahwa Tuhan melakukan banyak pekerjaan persiapan sebelum membuat manusia mengalami ujian dan pemurnian. Pertama, Dia memilih orang; Dia memilih orang-orang yang benar. Sebelumnya kita sudah membahas orang seperti apa yang dianggap benar di mata Tuhan dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi. Pertama, mereka setidaknya harus memiliki hati nurani dan nalar dalam kemanusiaan mereka. Kedua, mereka harus mampu melaksanakan tugas mereka secara memadai, melaksanakannya dengan kesetiaan dan ketundukan. Kemudian, mereka harus menjalani pemangkasan, pendisiplinan, dan didikan selama bertahun-tahun. Engkau semua mungkin tidak begitu paham tentang apa arti pendisiplinan dan didikan, karena konsepnya mungkin tidak terlalu kuat bagimu. Keduanya mungkin tampak relatif tidak berwujud dan abstrak bagi orang-orang. Namun, dalam hal pemangkasan, itu adalah sesuatu yang orang dapat dengar dan rasakan; ada bahasa tertentu dan nada suara tertentu yang digunakan, sehingga orang tahu apa yang sedang terjadi. Jika seseorang melakukan sesuatu yang salah, melanggar prinsip, bertindak dengan sembrono, atau membuat keputusan sepihak yang merugikan kepentingan rumah Tuhan atau pekerjaan gereja, dan mereka dipangkas, inilah yang dimaksud dengan dipangkas. Lalu bagaimana dengan didikan dan pendisiplinan? Sebagai contoh, jika seseorang tidak layak menjadi pemimpin kelompok, tidak setia, dan melakukan hal-hal yang melanggar prinsip-prinsip kebenaran atau peraturan gereja, lalu diganti, apakah itu didikan? Ini memang sebuah bentuk didikan. Entah mereka muncul di permukaan untuk ditangani oleh gereja atau digantikan oleh pemimpin tertentu, di mata Tuhan, itu adalah perbuatan-Nya dan merupakan bagian dari pekerjaan-Nya; itu merupakan sebuah bentuk didikan. Selain itu, ketika orang berada dalam keadaan yang baik, mereka biasanya dipenuhi dengan terang dan dapat memiliki wawasan yang baru; tetapi, ketika pekerjaan mereka berantakan karena keadaan atau alasan tertentu dan mereka disingkapkan, bukankah ini merupakan sebuah bentuk didikan? Ini juga merupakan sebuah bentuk didikan. Apakah ini dianggap sebagai penghakiman dan hajaran? Pada saat ini, hal-hal tersebut belum dianggap sebagai penghakiman dan hajaran, sehingga hal-hal itu tentu saja tidak dapat dianggap sebagai pemurnian dan ujian. Itu hanyalah didikan yang diterima selama orang melaksanakan tugas. Perwujudan dari didikan terkadang termasuk mengalami penyakit atau tugas-tugas yang dilakukan dengan ceroboh berulang kali, atau kehilangan kemampuan dalam hal-hal yang pernah mereka kuasai dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua ini adalah didikan. Tentu saja, terkadang didikan datang melalui petunjuk dari orang-orang terdekat atau melalui peristiwa tertentu yang membuat orang merasa malu, menyebabkan mereka melakukan introspeksi dan perenungan yang mendalam. Ini pun merupakan didikan. Apakah menerima didikan Tuhan merupakan hal yang baik atau buruk? (Itu adalah hal yang baik.) Secara teoretis, koreksi adalah hal yang baik. Entah orang bisa menerimanya atau tidak, koreksi adalah hal yang baik, karena setidaknya itu membuktikan bahwa Tuhan bertanggung jawab atas dirimu, bahwa Tuhan tidak meninggalkanmu, dan bahwa Tuhan sedang bekerja dalam dirimu, memberimu dorongan dan bimbingan. Fakta bahwa Tuhan sedang bekerja dalam dirimu menegaskan bahwa Tuhan belum berniat untuk menyerah terhadapmu. Salah satu implikasi dari hal ini adalah Tuhan mungkin terus mendidik dan mendisiplinkanmu, atau, jika kinerjamu baik dan engkau berada di jalan yang benar, Dia akan membuatmu dihakimi dan dihajar. Namun, jangan melangkah terlalu jauh; untuk saat ini, Tuhan akan mendidik dan mendisiplinkanmu berkali-kali. Kemudian, karena engkau mengejar kebenaran, karena engkau memiliki ketundukan, dan karena engkau adalah orang yang benar, Tuhan akan membuatmu mengalami penghakiman dan hajaran; ini adalah langkah awal. Kebanyakan orang pernah mengalami diri mereka benar-benar dipangkas; hanya para petobat baru yang belum pernah mengalaminya. Sering kali orang bertindak berdasarkan perasaan hati nurani mereka, merasakan teguran di dalam hati, merasakan firman Tuhan yang mengingatkan mereka di telinga atau di hati mereka, "Aku seharusnya tidak melakukan hal ini, ini adalah pemberontakan"; ini adalah firman Tuhan yang mengingatkan, menasihati, dan memperingatkan mereka. Ada berbagai bentuk pemangkasan yang orang alami, itu bisa berasal dari para pemimpin dan pekerja, dari saudara-saudari, dari Yang di Atas, dan bahkan langsung dari Tuhan. Banyak orang yang telah mengalami pemangkasan, tetapi lebih sedikit yang telah mengalami didikan dan pendisiplinan Tuhan. Apa yang dimaksud dengan lebih sedikit di sini? Maksudnya adalah, ada lebih banyak orang yang masih jauh dari menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Bagaimana dengan ujian dan pemurnian Tuhan? Mereka bahkan lebih jauh dari menerima ujian dan pemurnian; kesenjangannya jauh lebih besar, jaraknya jauh lebih besar. Sebelumnya, orang-orang telah berpikir, "Tuhan telah menghakimi dan menghajarku, hingga mulutku seriawan," "Tuhan telah menghakimi dan menghajarku, aku melakukan kesalahan, mengatakan sesuatu yang salah, dan aku sakit kepala selama berhari-hari; sekarang aku mengerti apa yang dimaksud dengan penghakiman dan hajaran Tuhan"—bukankah ini kesalahpahaman? Kesalahpahaman tentang Tuhan seperti ini adalah yang paling umum; kebanyakan orang salah paham terhadap Tuhan seperti ini. Kesalahpahaman ini juga menimbulkan beberapa dampak negatif, membuat orang merasa bahwa mengucapkan satu kata pun yang salah akan membuat mereka mengalami pendisiplinan Tuhan. Ini murni kesalahpahaman tentang Tuhan, dan sama sekali tidak sesuai dengan apa yang Tuhan lakukan. Dengan kesalahpahaman seperti itu tentang Tuhan, dapatkah orang pada akhirnya memenuhi tuntutan Tuhan? Mereka pasti akan jauh dari yang diharapkan.
Sekarang, kebanyakan orang telah mengalami didikan dan pendisiplinan Tuhan, pernah mengalami diri mereka dipangkas, dan sudah menerima pengingat dan nasihat dari firman Tuhan, tetapi hanya itu saja. Di sini timbul sebuah pertanyaan: Mengapa orang belum mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan bahkan setelah mengalami sampai tahap ini? Mengapa pemangkasan, pengingat dari firman Tuhan, atau pendisiplinan dan didikan tidak dianggap sebagai penghakiman dan hajaran? Dari perspektif pengingat dari firman Tuhan, pemangkasan, dan didikan serta pendisiplinan yang telah orang alami, apa hasil yang telah dicapai? (Mereka sudah mampu mengekang perilaku lahiriah mereka.) Beberapa perubahan telah terjadi dalam perilaku mereka, tetapi apakah ini menunjukkan adanya perubahan watak? (Tidak.) Perubahan-perubahan ini tidak merepresentasikan perubahan watak. Ada orang-orang yang berkata: "Kami sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun dan mendengarkan begitu banyak khotbah, tetapi watak kami masih belum berubah. Bukankah kami telah diperlakukan tidak adil? Kami hanya mengalami sedikit perubahan perilaku; bukankah ini sangat menyedihkan? Kapan Tuhan akan mulai menyelamatkan kami? Kapan kami akan menerima keselamatan?" Kalau begitu, mari kita membahas kemajuan dan perubahan apa saja yang telah dicapai oleh mereka yang telah mengalami berbagai aspek pekerjaan Tuhan ini. Baru saja seseorang menyebutkan perubahan perilaku; ini adalah pernyataan yang umum. Secara lebih spesifik, saat pertama kali datang ke gereja dan melaksanakan tugas mereka, orang belum dipangkas, dan semua orang mudah tersinggung, ingin menjadi penentu keputusan atas segala sesuatu. Mereka berpikir dalam hati: "Sekarang setelah aku percaya kepada Tuhan, aku memiliki hak dan kebebasan di gereja, jadi aku akan bertindak sesuai dengan yang kuinginkan." Akhirnya, setelah mereka menjalani pemangkasan serta didisiplin, dan begitu mereka mendengarkan firman Tuhan, mereka tidak berani lagi berperilaku seperti ini. Sebenarnya, mereka belum sepenuhnya patuh; mereka hanya telah memperoleh sedikit akal sehat. Ketika orang lain mengatakan hal-hal yang sesuai dengan kebenaran, mereka dapat mengakui kebenaran mereka, dan meskipun mereka mungkin tidak memahami hal-hal itu dengan baik, mereka dapat menerimanya. Bukankah mereka lebih patuh daripada sebelumnya? Bahwa mereka dapat menerima hal-hal ini menunjukkan bahwa perilaku mereka telah mengalami sedikit perubahan. Bagaimana perubahan ini terjadi? Perubahan ini terjadi karena nasihat dan dorongan, serta penghiburan firman Tuhan. Terkadang, orang-orang semacam itu membutuhkan sedikit disiplin, dan dipangkas, serta membutuhkan beberapa persekutuan tentang prinsip-prinsip, memberi tahu mereka bahwa sesuatu harus dilakukan dengan cara tertentu dan tidak dapat dilakukan dengan cara lain. Mereka berpikir, "Aku harus menerimanya. Kebenarannya sudah disampaikan, siapa yang berani menolaknya?" Di rumah Tuhan, Tuhan itu besar, kebenaran itu agung, dan kebenaran berkuasa; dengan landasan teoritis ini, ada orang-orang yang telah tersadarkan dan memperoleh pemahaman tentang arti beriman kepada Tuhan. Ambillah contoh seseorang yang pada awalnya liar dan tidak bermoral, sama sekali tidak terkendali dan tidak tahu aturan, tidak mengetahui arti kepercayaan kepada Tuhan, tidak mengetahui arti rumah Tuhan, gereja, dan tidak mengetahui prinsip-prinsip pelaksanaan tugas di rumah Tuhan: ketika orang seperti itu—yang tidak tahu apa pun—datang ke rumah Tuhan dengan kebaikan dan antusiasme, penuh dengan aspirasi dan harapan "besar", dan di sana didorong dan dinasihati, disirami dan dibekali, dan dipangkas oleh firman Tuhan, serta dihajar dan didisiplinkan berkali-kali, secara berangsur-angsur, sedikit perubahan akan terjadi pada kemanusiaan orang tersebut. Perubahan apa itu? Mereka mulai memahami sesuatu tentang prinsip-prinsip perilaku manusia dan mulai mengetahui bahwa, di masa lalu, mereka agak tidak memiliki keserupaan dengan manusia; mereka tidak manusiawi, congkak, menentang dan lekas marah; perkataan mereka tidak seperti manusia sesungguhnya dan tindakan mereka tanpa prinsip, serta tidak tahu cara mencari kebenaran; mereka mengira beriman kepada Tuhan adalah hal yang sepele, yaitu melakukan apa pun yang Tuhan minta dan pergi ke mana pun yang Dia katakan. Mereka melakukannya dengan semangat yang membabi buta, sementara menganggap bahwa inilah arti kesetiaan dan kasih kepada Tuhan. Sekarang, orang ini menolak semua hal itu dan mengetahui bahwa itu adalah hasil dari imajinasi manusia, perilaku baik belaka, dan ada yang bahkan berasal dari Iblis. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan harus mengindahkan firman-Nya dan mengutamakan kebenaran di atas segalanya, membiarkan kebenaran yang berkuasa di atas segalanya. Singkatnya, semua orang telah memahami dan mengakui firman secara teoretis, dan di dalam hati mereka menerima bahwa firman yang telah Tuhan ucapkan adalah benar—bahwa itu adalah kebenaran, kenyataan dari hal-hal yang positif—sedalam apa pun firman ini telah berakar di dalam hati mereka dan sebesar apa pun peran yang telah dimainkan firman ini. Setelah itu, setelah menjalani hajaran dan disiplin yang tak terlihat, suatu takaran iman yang sejati muncul dalam kesadaran mereka. Dari imajinasi awal mereka yang samar tentang Tuhan hingga perasaan yang mereka miliki sekarang—bahwa Tuhan itu ada, dan bahwa Dia sungguh nyata—begitu orang memiliki perasaan ini dalam iman mereka kepada Tuhan, maka pemikiran dan sudut pandang mereka, cara pandang atas segala sesuatu, dan standar moral, serta cara berpikir mereka, akan secara berangsur-angsur mulai berubah. Sebagai contoh, Tuhan menuntut manusia untuk bersikap jujur. Meskipun engkau masih bisa berbohong dan menipu, di lubuk hatimu, engkau tahu bahwa berbohong itu salah, dan bahwa berbohong serta menipu Tuhan adalah dosa, watak yang jahat, tetapi engkau tidak mampu menahan dirimu. Sebagai contoh, katakanlah saat ini engkau masih memiliki watak yang congkak. Terkadang engkau tidak mampu mengendalikan dirimu, engkau sering memperlihatkan watak ini, dan engkau sering memberontak terhadap Tuhan, selalu ingin menjadi penguasa dan bertindak secara sepihak, ingin menjadi penentu keputusan. Namun, engkau juga tahu bahwa ini adalah watak yang rusak, dan engkau dapat berdoa kepada Tuhan mengenai hal ini. Meskipun tidak ada perubahan yang terlihat, perilakumu perlahan telah mulai berubah. Bahkan tanpa menjalani penghakiman dan hajaran, dan meskipun watakmu belum berubah, kebenaran dan firman Tuhan perlahan-lahan mencerahkan lubuk hatimu, sekaligus membimbing dan mengubah perilakumu, membuatmu makin hidup seperti manusia, secara berangsur-angsur membangkitkan hati nuranimu. Jika engkau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuranimu, hatimu akan merasa tidak nyaman. Mengungkit hal itu membuatmu merasakan sesuatu; engkau tidak mati rasa seperti sebelumnya, engkau merasa menyesal, dan bersedia mengoreksi dirimu sendiri. Sekalipun engkau tidak dapat segera mengubah watakmu dalam hal ini, jika hal itu menyentuh keadaanmu, engkau dapat menyadari bahwa engkau memiliki keadaan ini; engkau memiliki kesadaran di dalam dirimu, dan kesadaran ini sedang mengubah perilakumu. Perubahan tersebut semata-mata merupakan perubahan perilaku. Meskipun perubahan ini sedang terjadi dan terus terjadi, perubahan ini tidak merepresentasikan perubahan watak; ini sama sekali bukan perubahan watak. Ada orang-orang yang mungkin merasa tidak nyaman setelah mendengar hal ini, dan berkata, "Perubahannya begitu besar dan itu masih bukan perubahan watak? Lalu apa yang dimaksud dengan perubahan watak? Perubahan apa yang termasuk dalam perubahan watak?" Mari kita kesampingkan hal itu untuk saat ini; mari kita lanjutkan pembahasan tentang perubahan-perubahan yang telah orang capai, yang merupakan dampak dan hasil dari firman Tuhan dan semua yang telah Dia lakukan dalam diri orang. Orang-orang bekerja keras untuk mengubah pemikiran dan pandangan mereka yang tidak sesuai dengan kebenaran. Ketika dihadapkan pada hal-hal, mereka telah memiliki kesadaran; mereka akan membandingkan hal ini dengan kebenaran, dengan berkata, "Hal ini tidak sesuai dengan kebenaran, tetapi aku belum bisa melepaskan pandanganku; pandanganku masih ada." Engkau baru menyadari dan mengetahui bahwa pandanganmu tidak sesuai dengan firman Tuhan; dapatkah ini membuktikan bahwa pandanganmu telah berubah atau sudah dilepaskan? Tidak. Pandanganmu belum berubah dan belum dilepaskan, ini membuktikan bahwa watak rusakmu masih utuh dan belum mulai berubah; hanya saja kesadaranmu, lubuk hatimu, telah menerima firman Tuhan dan menganggapnya sebagai kebenaran. Namun, ini hanyalah teori dan harapan yang subjektif, firman Tuhan belum menjadi kehidupanmu dan belum menjadi kenyataanmu. Ketika firman Tuhan menjadi kenyataanmu, engkau akan melepaskan pandanganmu, dan engkau akan memperlakukan semua orang, peristiwa, dan segala hal, serta semua yang terjadi di sekitarmu, dengan menggunakan pandangan dari firman Tuhan.
Saat ini, jalan masuk kehidupanmu ada pada tahap apa? Engkau telah mulai memahami bahwa pandanganmu salah, tetapi engkau tetap hidup dengan mengandalkan pandanganmu, dan engkau menggunakannya untuk menilai pekerjaan Tuhan. Engkau menggunakan pemikiran dan pandanganmu untuk mengkritik situasi yang Dia atur untukmu, dan engkau memperlakukan kedaulatan Tuhan dengan menggunakan pemikiran dan pandanganmu. Apakah ini sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran? Bukankah ini tidak masuk akal? Manusia hanya memahami sedikit doktrin, tetapi mereka ingin menilai tindakan Tuhan. Bukankah ini sangat congkak? Engkau sekarang sekadar mengakui bahwa firman Tuhan itu baik dan benar, dan, melihat perilaku lahiriahmu, engkau tidak melakukan hal-hal yang jelas-jelas bertentangan dengan kebenaran, apalagi melakukan hal-hal yang mengkritik pekerjaan Tuhan. Engkau juga mampu tunduk pada pengaturan pekerjaan rumah Tuhan. Ini adalah perubahan dari orang tidak percaya menjadi pengikut Tuhan dengan perilaku seperti orang kudus. Engkau berubah dari seseorang yang tanpa ragu hidup berdasarkan falsafah Iblis, dan hidup berdasarkan konsep, hukum, dan pengetahuan Iblis menjadi seseorang yang, setelah mendengar firman Tuhan, merasa bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, menerimanya, mengejar kebenaran, menjadi seseorang yang dapat menerima firman Tuhan sebagai hidup mereka. Itulah jenis prosesnya—tidak lebih. Selama periode ini, perilaku dan caramu melakukan sesuatu pasti akan mengalami beberapa perubahan. Sebanyak apa pun perubahanmu, apa yang terwujud dalam dirimu, di mata Tuhan, itu tidak lebih daripada perubahan dalam perilaku dan metodemu, perubahan dalam keinginan terdalammu dan aspirasimu. Itu tidak lebih dari perubahan pada pemikiran dan pandanganmu. Engkau sekarang mungkin dapat mempersembahkan hidupmu untuk Tuhan ketika engkau mengumpulkan tenagamu dan memiliki dorongan, tetapi engkau tidak mampu mencapai ketundukan mutlak kepada Tuhan dalam hal yang menurutmu sangat tidak menyenangkan. Inilah perbedaan antara perubahan perilaku dan perubahan watak. Mungkin, hatimu yang baik membuatmu mampu menyerahkan hidupmu dan segalanya untuk Tuhan, dan berkata, "Aku siap dan bersedia menyerahkan seluruh hidupku untuk Tuhan. Dalam hidup ini, aku tidak memiliki penyesalan dan keluhan! Aku telah meninggalkan perkawinanku, meninggalkan prospek duniawi, meninggalkan semua kemuliaan dan kekayaan, dan aku menerima keadaan yang telah Tuhan aturkan ini. Aku bisa menahan dan menerima semua ejekan dan hujatan dunia." Namun, ketika Tuhan mengatur keadaan yang tidak sesuai dengan gagasanmu, engkau dapat berdiri dan menyerukan tuntutan terhadap Dia, serta menentang Dia. Inilah perbedaan antara perubahan perilaku dan perubahan watak. Mungkin juga engkau dapat menyerahkan hidupmu untuk Tuhan dan meninggalkan orang-orang yang paling kaucintai, atau hal yang hatimu paling tidak sanggup lepaskan—tetapi ketika engkau diminta untuk berbicara kepada Tuhan dari hati dan menjadi orang yang jujur, engkau merasa sangat sulit dan tidak mampu melakukannya. Inilah perbedaan antara perubahan perilaku dan perubahan watak. Namun, mungkin engkau tidak mendambakan kenyamanan jasmani dalam hidup ini, tidak makan makanan enak ataupun mengenakan pakaian yang bagus, setiap hari engkau bekerja keras dalam tugasmu sampai kelelahan. Engkau mampu menahan berbagai macam penderitaan yang dibawa kepadamu oleh daging, tetapi jika pengaturan Tuhan tidak sesuai dengan gagasanmu, engkau tidak dapat memahami, dan keluhan terhadap Tuhan serta kesalahpahaman tentang Dia muncul dalam dirimu. Hubunganmu dengan Tuhan akan makin tidak normal. Engkau selalu menentang dan memberontak, tidak mampu tunduk sepenuhnya kepada Tuhan. Inilah perbedaan antara perubahan perilaku dan perubahan watak. Engkau rela menyerahkan hidupmu untuk Tuhan, jadi mengapa engkau tidak bisa mengucapkan perkataan yang jujur kepada-Nya? Engkau rela mengesampingkan segala sesuatu di luar dirimu, jadi mengapa engkau tidak dapat setia sepenuhnya pada amanat dan tugas yang telah Tuhan berikan kepadamu? Engkau rela menyerahkan hidupmu untuk Tuhan, jadi ketika engkau mengandalkan perasaanmu dalam melakukan segala sesuatu dan menjaga hubunganmu dengan orang lain, mengapa engkau tidak mampu merenungkan dirimu sendiri? Mengapa engkau tidak berdiri untuk menjunjung tinggi pekerjaan gereja dan kepentingan rumah Tuhan? Seperti inikah orang yang hidup di hadapan Tuhan? Engkau telah berjanji di hadapan Tuhan untuk mengorbankan dirimu untuk Dia seumur hidupmu dan menerima penderitaan apa pun yang datang menghampirimu, jadi mengapa peristiwa diberhentikannya engkau dari tugasmu membuatmu tenggelam ke dalam kenegatifan sedemikian rupa sehingga engkau tidak bisa bangkit selama berhari-hari? Mengapa hatimu penuh dengan penentangan, keluhan, kesalahpahaman, dan kenegatifan? Apa yang sedang terjadi? Ini menunjukkan bahwa yang paling dicintai hatimu adalah status, dan ini ada hubungannya dengan kelemahan utamamu. Oleh karena itu, ketika engkau diberhentikan, engkau jatuh dan tidak mampu bangkit. Ini cukup untuk membuktikan bahwa meskipun perilakumu telah berubah, watak hidupmu belum berubah. Inilah perbedaan antara perubahan perilaku dan perubahan watak.
Kebanyakan orang sekarang memperlihatkan beberapa perilaku yang baik, tetapi sangat sedikit yang mencari kebenaran atau menerimanya, dan hampir tidak ada yang benar-benar memiliki ketundukan sejati. Dari perspektif ini, banyak orang hanya mengalami perubahan perilaku serta perubahan pemikiran dan pandangan; mereka memiliki kerelaan dan hasrat untuk menerima dan tunduk pada kedaulatan Tuhan, dan tidak memendam kebencian di dalam hati mereka. Katakan kepada-Ku, sudahkah orang-orang ini mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan? (Belum.) Sayangnya, kesaksian pengalaman yang engkau semua bagikan sebelumnya tidak melibatkan penghakiman dan hajaran Tuhan; semuanya jauh dari memenuhi tuntutan Tuhan. Selama engkau belum mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan, maka watakmu belum mulai berubah. Jika watakmu belum mulai berubah, perubahan yang kaulihat hanyalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku seperti itu disebabkan oleh kerja samamu sendiri, sebagian karena kemanusiaanmu yang baik, dan perubahan tersebut merupakan dampak pekerjaan Tuhan. Apa menurutmu Tuhan hanya akan bertindak sejauh ini dalam menyelamatkan manusia? (Tidak.) Lalu apa yang akan Tuhan lakukan selanjutnya? Apa pekerjaan utama yang Tuhan lakukan ketika menyelamatkan manusia? (Penghakiman dan hajaran.) Metode utama yang Tuhan gunakan untuk menyelamatkan manusia adalah penghakiman dan hajaran. Namun sayangnya, hampir tak ada seorang pun yang mampu menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Oleh karena itu, pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia, menyempurnakan mereka, dan mengubah watak mereka belum secara resmi dimulai. Mengapa belum secara resmi dimulai? Karena pekerjaan Tuhan ini belum dapat dilaksanakan terhadap manusia. Mengapa itu belum dapat dilaksanakan? Karena, mengingat keadaan, tingkat pertumbuhan, dan kemampuan manusia saat ini, mereka masih jauh dari standar yang dituntut oleh Tuhan, jadi Tuhan tidak dapat melanjutkan pekerjaan-Nya. Apakah itu berarti Tuhan akan menghentikan pekerjaan-Nya? Tidak, Tuhan sedang menunggu. Apa yang juga Dia lakukan sementara menunggu? Tuhan sedang menyucikan gereja, membersihkannya dari para pengacau dan pengganggu, antikristus, roh-roh jahat, orang-orang jahat, para pengikut yang bukan orang percaya, mereka yang tidak benar-benar percaya kepada-Nya, dan mereka yang bahkan tak mampu berjerih payah. Ini disebut membersihkan ladang; ini juga disebut menampi. Apakah membersihkan ladang merupakan pekerjaan utama Tuhan selama masa ini? Tidak, selama masa ini, Tuhan akan terus bekerja dalam dirimu dengan menggunakan pengingat dengan firman, menyiram, memelihara, memangkas, mendidik, dan mendisiplinkanmu. Sampai sejauh mana? Hanya setelah manusia memiliki syarat-syarat dasar untuk menerima penghakiman dan hajaran, barulah Tuhan akan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran. Sekarang katakan kepada-Ku, berdasarkan spekulasi dan penilaianmu, syarat-syarat apa sajakah yang harus dipenuhi manusia sebelum Tuhan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran? Engkau dapat melihat bahwa Tuhan melakukan segala sesuatu pada waktunya. Dia tidak bekerja sembarangan. Pekerjaan pengelolaan-Nya mengikuti rencana yang telah dibuat-Nya, dan Dia melakukan segala sesuatunya langkah demi langkah, tidak dengan sembarangan. Lalu, apa sajakah langkah-langkah tersebut? Setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan dalam diri manusia harus berdampak, dan ketika Dia melihatnya telah berdampak, Dia melakukan langkah pekerjaan berikutnya. Tuhan mengetahui bagaimana pekerjaan-Nya bisa berdampak, apa yang harus Dia katakan dan lakukan. Dia melakukan pekerjaan-Nya sesuai dengan apa yang manusia butuhkan, tidak dengan sembarangan. Pekerjaan apa pun yang akan efektif dalam diri manusia, Tuhan akan melakukannya, dan apa pun yang tidak penting dalam hal efektivitas, Tuhan pasti tidak akan melakukannya. Sebagai contoh, ketika pelajaran tentang hal negatif dibutuhkan agar umat pilihan Tuhan mampu mengembangkan kemampuan mereka untuk mengenalinya, maka para kristus palsu, antikristus, roh jahat, orang-orang jahat, para pengacau, dan para pengganggu akan bermunculan di gereja, sehingga orang dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk mengenali orang-orang tersebut. Jika umat pilihan Tuhan memahami kebenaran dan mampu mengidentifikasi orang-orang seperti itu, maka orang-orang itu telah melakukan pelayanan mereka, dan keberadaan mereka tidak lagi berharga. Pada saat itu, umat pilihan Tuhan akan bangkit untuk menyingkapkan dan melaporkan mereka, dan gereja akan segera mengeluarkan mereka. Semua pekerjaan Tuhan ada langkah-langkahnya, dan semua langkah itu diatur oleh Tuhan berdasarkan apa yang manusia butuhkan dalam hidup mereka dan dalam tingkat pertumbuhan mereka. Apa yang sebenarnya dibutuhkan manusia, dan mengapa antikristus dan orang-orang jahat bermunculan di gereja? Orang-orang pada umumnya merasa bingung tentang hal-hal ini dan tidak memahami apa yang sedang terjadi dengan hal-hal tersebut. Ada orang-orang yang, karena tidak memahami pekerjaan Tuhan, memiliki gagasan dan bahkan mengeluh, dengan berkata, "Bagaimana antikristus bisa muncul di gereja Tuhan? Mengapa Tuhan tidak memedulikan hal ini?" Hanya ketika mereka membaca firman Tuhan yang menyatakan bahwa kejadian ini dimaksudkan agar manusia dapat memetik pelajaran dan mulai mampu membedakan, barulah mereka mendapat pencerahan dan memahami maksud Tuhan. Awalnya, orang tidak memiliki kemampuan mengenali orang jahat. Ketika gereja mengusir orang-orang semacam itu, orang-orang memiliki gagasan; mereka menganggap orang-orang yang diusir memberikan banyak persembahan dan mampu menanggung kesukaran, dan merasa bahwa mereka seharusnya tidak diusir. Mereka kemudian menjadi menentang apa yang telah Tuhan lakukan. Namun setelah mendapatkan pengalaman selama suatu waktu, orang-orang memperoleh pemahaman akan kebenaran dan memiliki kemampuan untuk mengenali orang jahat. Sekarang, ketika orang jahat diusir, mereka tidak lagi memiliki gagasan apa pun atau menentang. Saat mereka melihat orang jahat kembali melakukan perbuatan jahat, mereka mampu mengenalinya, dan semua orang bekerja sama untuk melaporkan orang tersebut dan mengeluarkannya sebelum terjadi kerugian yang signifikan. Orang-orang jahat ini kemudian tidak lagi memiliki tempat berpijak di rumah Tuhan. Bagaimana hal ini dicapai? Bagaimana kemampuan mengenali ini muncul dalam diri orang? Ini adalah pekerjaan Tuhan. Tanpa pekerjaan Tuhan, manusia tidak mampu memahami hal-hal ini. Pekerjaan Tuhan mengikuti suatu urutan, dan langkah-langkah dalam urutan ini ditentukan oleh apa yang dibutuhkan hidup manusia. Namun, orang sendiri tidak jelas mengenai apa yang sebenarnya mereka butuhkan, mereka bingung. Oleh karena itu, Tuhan hanya dapat melanjutkan pekerjaan-Nya, mengatur banyak pelajaran untuk orang petik darinya, memungkinkan mereka masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan mencapai hasil yang Dia tuntut. Entah manusia mengerti atau tidak, Tuhan tanpa kenal lelah melanjutkan pekerjaan-Nya. Inilah kasih Tuhan. Ini sama seperti bagaimana Tuhan memangkas seseorang: jika mereka melakukan kesalahan, Tuhan memangkas mereka; jika mereka kembali melakukan kesalahan, Dia akan memangkas mereka lagi. Jika mereka disingkapkan lagi, Tuhan akan memangkas mereka sekali lagi. Dia bekerja dengan sabar sampai orang tersebut benar-benar memperoleh pemahaman, tidak lagi mati rasa, dan menjadi peka seolah-olah mereka sedang menyentuh kabel listrik ketika kembali menghadapi situasi yang sama, tidak lagi melakukan kesalahan. Maka itu sudah cukup, dan Tuhan akan menghentikan pekerjaan-Nya. Jika saat kembali menghadapi hal-hal ini, engkau dapat menanganinya secara mandiri dan berdasarkan prinsip, Tuhan tidak perlu lagi mengkhawatirkan dirimu. Ini membuktikan bahwa engkau telah memahami firman Tuhan dan kebenaran Tuhan, engkau telah menyimpannya di dalam hatimu, dan kebenaran telah menjadi hidupmu. Pada saat itulah Tuhan menghentikan pekerjaan-Nya. Inilah langkah-langkah pekerjaan Tuhan, dan setelah engkau mengalaminya, engkau akan melihat esensi dan hikmat Tuhan; ini tidak dapat disangkal dan 100 persen pasti.
Baru saja disebutkan bahwa langkah-langkah pekerjaan Tuhan berkaitan dengan perubahan watak manusia. Pekerjaan Tuhan bukan tentang membuat manusia mengalami sedikit perubahan perilaku, memahami beberapa aturan, dan memiliki sedikit keserupaan dengan manusia, serta kemudian menyatakan bahwa itu adalah kesuksesan besar. Jika demikian halnya, pekerjaan Tuhan pasti sudah selesai pada Zaman Kasih Karunia. Apa yang Tuhan inginkan? (Perubahan watak manusia.) Benar, perubahan wataklah yang harus dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar diselamatkan. Yang Tuhan inginkan bukan sekadar perubahan perilaku manusia, tetapi yang lebih penting dari itu, perubahan watak mereka; inilah standar untuk diselamatkan. Beberapa perubahan perilaku juga baru saja disebutkan, seperti mampu meninggalkan segala sesuatunya dan menyerahkan nyawa bagi Tuhan. Semua ini adalah perubahan perilaku yang jelas. Namun, jika tidak ada kesetiaan terhadap amanat Tuhan, jika orang masih bisa bertindak asal-asalan, dan masih ada penipuan, itu berarti belum terjadi perubahan watak. Orang-orang sekarang hanya terpuji dalam perilakunya, mereka terlihat lebih cocok dengan sikap orang kudus, mereka berperilaku lebih manusiawi, dan mereka memiliki sedikit martabat dan integritas. Namun, sebanyak apa pun seseorang memperlihatkan perilaku yang baik, jika hal itu tidak ada kaitannya dengan menerapkan kebenaran, dan tidak dijalani berdasarkan hati nurani, nalar, dan kemanusiaan normalnya, hal tersebut tidak ada hubungannya dengan perubahan watak dan itu bukanlah apa yang Tuhan inginkan. Berdasarkan sudut pandang ini, dalam hal perilakumu saat ini, sebanyak apa pun engkau mematuhi aturan, sepatuh apa pun dirimu, seperti apa pun engkau mungkin menyerahkan nyawamu, atau sebesar apa pun keinginanmu, sudahkah engkau mampu membuat Tuhan puas? Sudahkah engkau memenuhi tuntutan Tuhan? (Belum.) Apakah tuntutan Tuhan terlalu tinggi? Ada orang-orang yang berpikir, "Sekarang orang begitu patuh, mengapa mereka belum memenuhi tuntutan Tuhan?" Bagaimana menurutmu, apakah ini ketundukan yang patuh? (Bukan.) Benar. Kepatuhan tersebut sekarang hanya memiliki sedikit rasionalitas, yang semuanya merupakan hasil pendisiplinan dari Tuhan. Ini sepenuhnya merupakan dampak yang dicapai oleh pendisiplinan Tuhan; hanya setelah Tuhan dengan susah payah mengucapkan begitu banyak firman, barulah hati nurani manusia dibangunkan, kepekaan hati nurani manusia tergugah, dan mereka mulai hidup dalam sedikit keserupaan dengan manusia, memiliki aturan tertentu ketika melakukan segala sesuatu, tahu bagaimana bertanya ketika melakukan apa pun, dan merasakan sedikit teguran ketika bertindak bertentangan dengan prinsip. Singkatnya, perubahan perilaku tidak memenuhi syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan; Tuhan tidak menginginkan perubahan perilaku manusia. Jadi, apa yang Tuhan inginkan? Dia ingin mereka mengalami perubahan watak. Lalu apa sajakah perwujudan dari perubahan watak? Sejauh mana mereka harus berubah dalam berbagai aspek agar memenuhi syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan? Mereka harus berubah sedemikian rupa sehingga Tuhan dapat melihat kinerja orang-orang ini dalam segala aspek. Khususnya, mereka mampu melaksanakan tugas mereka secara memadai, dan mampu menerima saat diri mereka dipangkas, mampu mencari kebenaran dalam segala hal, mampu mengikuti Tuhan ketika menghadapi kesengsaraan dan ujian, serta pada dasarnya mampu menerima dan tunduk pada apa pun yang Tuhan firmankan; bahkan ketika orang lain tidak mengawasi mereka, dan ketika dihadapkan dengan pencobaan, mereka mampu menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan buruk, tidak melakukan kejahatan sedikit pun. Di mata Tuhan, orang-orang semacam itu memenuhi standar; mereka memenuhi syarat untuk secara resmi menerima penghakiman dan hajaran-Nya, yang merupakan langkah selanjutnya dari pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan dan menyempurnakan mereka. Tahukah engkau semua tanda seperti apa dan standar macam apa yang ada di sini? (Menurut pendapatku, melalui didikan dan pendisiplinan Tuhan, seseorang secara berangsur-angsur dapat memulihkan hati nurani dan nalarnya serta, ditambah dengan sedikit perubahan perilakunya, dia pada akhirnya mampu melaksanakan tugasnya dengan setia. Setelah itu barulah Tuhan dapat memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran terhadap orang tersebut.) Apakah engkau semua setuju dengan pernyataan ini? (Ya.) Bagus, tetapi ini baru satu syarat. Sebelum Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran terhadap seseorang, Tuhan akan menilai orang tersebut. Bagaimana cara Dia menilainya? Tuhan memiliki beberapa standar. Pertama, Dia mengamati sikapnya terhadap amanat-amanat-Nya; yaitu sikap yang dia miliki terhadap tugas yang harus dia laksanakan, apakah dia mampu melaksanakan tugas dengan segenap hati, dengan segenap kemampuan mereka, dan dengan kesetiaan atau tidak. Singkatnya, Dia mengamati apakah orang mampu memenuhi standar untuk pelaksanaan tugas yang memadai. Inilah aspek pertama. Aspek ini berkaitan langsung dengan kehidupan percaya kepada Tuhan dan pekerjaan yang orang lakukan sehari-hari. Mengapa Tuhan menetapkan aspek ini sebagai syarat, sebagai standar penilaian? Tahukah engkau semua apa alasan di baliknya? Ketika Tuhan memercayakan suatu tugas kepada seseorang, sikap orang tersebut sangatlah penting. Seperti itulah cara Tuhan menilai orang tersebut. Tugas ini dipercayakan kepadanya oleh Tuhan; bagaimana seseorang yang memiliki hati nurani akan memperlakukan tugas itu dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki hati nurani? Bagaimana seseorang yang rasional memperlakukan tugas itu dibandingkan dengan seseorang yang tidak rasional? Ada perbedaan di antara keduanya. Hati nurani dan rasionalitas adalah ciri yang seharusnya dimiliki oleh kemanusiaan orang. Selain itu, memiliki sedikit hati nurani atau sedikit rasionalitas saja tidaklah cukup. Jika orang memulihkan hati nurani dan rasionalitas mereka, apakah mereka kemudian menyerupai manusia? Sudahkah mereka memperoleh kenyataan kebenaran karenanya? Tidak, itu masih belum cukup; Tuhan juga mengamati jalan yang orang tempuh selama masa pelaksanaan tugas mereka. Jalan seperti apa yang orang tempuh yang dapat memenuhi standar yang Tuhan tuntut? Pertama, tidak melakukan kejahatan dan memiliki ketundukan selama melaksanakan tugas adalah standar minimal. Jika orang mampu melakukan kejahatan, riwayatnya sudah tamat; dia bukan jenis orang yang Tuhan ingin selamatkan. Selain itu, dalam memperlakukan amanat Tuhan, selain menanganinya dengan hati nurani dan rasionalitas, ada kebutuhan yang lebih besar untuk mencari kebenaran dan memahami maksud Tuhan. Apa pun keadaannya, entah masalah yang kauhadapi sesuai dengan gagasan dan imajinasimu atau tidak, engkau harus mempertahankan sikap ketundukan. Pada saat ini, yang Tuhan inginkan adalah sikap ketundukanmu. Jika engkau hanya mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan benar, apakah itu merupakan sikap ketundukan? Sama sekali bukan. Apa aspek nyata dari sikap ketundukan? Yaitu, engkau harus menerima firman Tuhan. Meskipun jalan masuk kehidupanmu dangkal, dan tingkat pertumbuhanmu tidak memadai, serta pemahamanmu tentang aspek nyata dari kebenaran belum cukup dalam, engkau masih mampu mengikuti Tuhan dan tunduk kepada-Nya. Itulah yang dimaksud dengan sikap ketundukan. Sebelum engkau dapat mencapai ketundukan penuh, engkau harus terlebih dahulu memiliki sikap ketundukan, yaitu, engkau harus menerima firman Tuhan, percaya bahwa firman Tuhan itu benar, menganggap firman Tuhan sebagai kebenaran dan sebagai prinsip penerapan, dan mampu mematuhinya sebagai aturan, sekalipun engkau tidak memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsipnya. Itu adalah semacam sikap ketundukan. Karena watakmu saat ini masih belum berubah, jika engkau ingin mencapai ketundukan sejati kepada Tuhan, engkau harus terlebih dahulu memiliki mentalitas ketundukan dan berkeinginan untuk tunduk, dengan berkata, "Apa pun yang Tuhan lakukan, aku akan tunduk. Aku tidak memahami banyak kebenaran, tetapi aku tahu bahwa ketika Tuhan memberitahuku apa yang harus kulakukan, aku akan melakukannya." Tuhan memandang ini sebagai sikap ketundukan. Ada orang-orang yang berkata, "Bagaimana jika aku salah tunduk kepada Tuhan?" Apakah Tuhan mampu melakukan kesalahan? Tuhan adalah kebenaran dan keadilan. Tuhan tidak melakukan kesalahan; ada banyak hal yang Tuhan lakukan yang tidak sesuai dengan gagasan manusia. Engkau seharusnya berkata, "Entah yang Tuhan lakukan sesuai dengan gagasanku atau tidak, aku hanya akan fokus mendengarkan, tunduk, menerima, dan mengikuti Tuhan. Inilah yang harus kulakukan sebagai makhluk ciptaan." Sekalipun ada orang-orang yang mengkritikmu bahwa engkau tunduk secara membabi buta, engkau seharusnya tidak peduli. Hatimu yakin bahwa Tuhan adalah kebenaran, dan bahwa engkau harus tunduk. Inilah yang benar, dan mentalitas seperti itulah yang dengannya orang harus tunduk. Hanya orang yang memiliki mentalitas seperti itulah yang mampu memperoleh kebenaran. Jika engkau tidak memiliki mentalitas seperti ini, tetapi berkata, "Aku tidak membiarkan orang lain menggangguku. Tak seorang pun akan mengelabuiku. Aku terlalu cerdik dan tidak bisa dibuat tunduk pada apa pun! Apa pun yang terjadi padaku, aku harus menyelidikinya dan menganalisisnya. Hanya jika yang terjadi itu sesuai dengan pandanganku, dan aku dapat menerimanya, barulah aku akan tunduk." Apakah itu merupakan sikap ketundukan? Ini bukanlah sikap ketundukan; ini berarti tidak ada mentalitas ketundukan, tidak ada niat di dalam hatinya untuk tunduk. Jika engkau berkata, "Sekalipun itu dari Tuhan, aku akan tetap harus menyelidikinya. Bahkan raja dan ratu pun mendapatkan perlakuan yang sama dariku. Apa yang kaukatakan kepadaku tidak ada gunanya. Memang benar bahwa aku adalah makhluk ciptaan, tetapi aku bukan orang bodoh, jadi jangan perlakukan aku seperti orang bodoh," tamatlah riwayatmu; engkau tidak memiliki syarat untuk menerima kebenaran. Orang-orang semacam ini tidak memiliki rasionalitas sedikit pun. Mereka tidak memiliki kemanusiaan yang normal, jadi bukankah mereka adalah binatang buas? Tanpa rasionalitas, bagaimana mungkin seseorang mencapai ketundukan? Untuk mencapai ketundukan, orang harus terlebih dahulu memiliki mentalitas ketundukan. Hanya dengan mentalitas ketundukan, barulah seseorang dapat memiliki rasionalitas. Jika mereka tidak memiliki mentalitas ketundukan, itu berarti mereka tidak memiliki rasionalitas sedikit pun. Manusia adalah makhluk ciptaan; bagaimana mungkin mereka menyelami Sang Pencipta? Selama 6.000 tahun, seluruh umat manusia tidak pernah mampu memahami satu pun pemikiran Tuhan, jadi bagaimana mungkin manusia langsung memahami apa yang sedang Tuhan lakukan? Engkau tidak dapat memahaminya. Ada banyak hal yang telah Tuhan lakukan selama ribuan tahun, dan yang telah Tuhan singkapkan kepada manusia, tetapi jika Dia tidak menjelaskannya kepada manusia, mereka tetap tidak akan memahaminya. Mungkin saat ini engkau memahami firman-Nya secara harfiah, tetapi engkau baru akan benar-benar memahaminya sekitar dua puluh tahun kemudian. Sebesar inilah kesenjangan yang ada di antara manusia dan tuntutan Tuhan. Berdasarkan hal ini, orang harus memiliki rasionalitas dan mentalitas ketundukan. Manusia hanyalah semut dan belatung, tetapi mereka ingin memahami Sang Pencipta dengan jelas. Ini adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Ada orang-orang yang selalu mengeluh karena Tuhan tidak memberitahukan misteri-Nya kepada mereka, dan tidak menjelaskan kebenaran secara langsung, dan selalu membuat orang mencarinya. Namun, mengatakan hal-hal ini tidaklah benar dan tidak masuk akal. Berapa banyak yang kaupahami dari semua firman yang telah Tuhan sampaikan kepadamu ini? Berapa banyak firman Tuhan yang mampu kauterapkan? Pekerjaan Tuhan selalu terjadi secara bertahap. Jika Tuhan memberi tahu manusia 2.000 tahun yang lalu tentang pekerjaan-Nya pada akhir zaman, akankah mereka memahaminya? Pada Zaman Kasih Karunia, Tuhan Yesus menjadi serupa dengan daging yang berdosa, dan menjadi korban penghapus dosa bagi semua manusia. Jika Dia memberi tahu orang-orang pada waktu itu, siapa yang akan mengerti? Dan sekarang, orang-orang sepertimu memahami beberapa teori konseptual, tetapi mengenai kebenaran seperti watak Tuhan yang sebenarnya, maksud Tuhan dalam mengasihi manusia, dan asal-usul serta rencana di balik segala sesuatu yang Tuhan lakukan pada waktu itu, manusia tidak akan pernah mampu memahaminya. Ini adalah misteri kebenaran; ini adalah esensi Tuhan. Bagaimana mungkin orang melihatnya dengan jelas? Sangatlah tidak masuk akal jika engkau ingin melihat Sang Pencipta dengan jelas. Engkau terlalu congkak dan melebih-lebihkan kemampuanmu. Manusia seharusnya tidak berkeinginan untuk melihat Tuhan dengan jelas. Mampu memahami sebagian kebenaran saja sudah bagus. Bagimu, memahami sedikit kebenaran saja sudah cukup. Oleh karena itu, apakah masuk akal untuk memiliki mentalitas ketundukan? Memiliki mentalitas ketundukan benar-benar merupakan hal yang rasional. Mentalitas dan sikap ketundukan adalah hal terkecil yang harus dimiliki oleh setiap makhluk ciptaan.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pelaksanaan tugas yang memadai dan setia, serta memiliki mentalitas ketundukan? Apakah itu memerlukan waktu beberapa tahun? Tidak ada jangka waktu yang pasti, dan hal ini bergantung pada pengejaran orang, keinginan mereka, dan seberapa rindu mereka akan kebenaran. Hal ini juga bergantung pada hati nurani, nalar, kualitas, dan pemahaman yang dengannya mereka dilahirkan. Dengan memperoleh sikap ketundukan, setelah itu akan terjadi perubahan lebih lanjut dalam ucapan, tindakan, dan perilaku orang. Apa sajakah perubahan-perubahan tersebut? Di mata Tuhan, pada dasarnya engkau adalah orang yang jujur. Pada dasarnya, apa yang dimaksud dengan orang yang jujur? Itu berarti unsur kebohongan yang disengaja dalam ucapan dan perilakumu telah berkurang; delapan puluh persen dari apa yang kaukatakan adalah benar. Terkadang, karena keberengsekan, keadaan, atau alasan lain, engkau secara tidak sengaja berbohong, dan rasanya tidak nyaman, seperti menelan seekor lalat mati; engkau merasa gelisah selama beberapa hari. Engkau mengakui kesalahanmu dan bertobat di hadapan Tuhan, dan setelahnya, terjadi perubahan, kebohonganmu makin berkurang, dan keadaanmu membaik. Di mata Tuhan, engkau pada dasarnya adalah orang yang jujur. Ada orang-orang yang berkata, "Jika seseorang pada dasarnya jujur, bukankah watak mereka sudah berubah?" Benarkah demikian? Tidak, ini hanyalah perubahan perilaku. Di mata Tuhan, menjadi orang yang jujur tidak hanya mencakup perubahan tingkah laku dan perilaku; ini juga melibatkan perubahan penting dalam mentalitas dan pandangan orang terhadap berbagai hal. Mereka tidak lagi memiliki niat untuk berbohong atau menipu, dan sama sekali tidak ada kepalsuan atau penipuan dalam ucapan dan tindakan mereka. Perkataan dan perbuatan mereka menjadi makin tulus, dengan perkataan yang makin jujur. Sebagai contoh, ketika ditanya apakah engkau telah melakukan sesuatu, sekalipun mengakuinya akan membuatmu ditampar atau dihukum, engkau tetap mampu mengatakan yang sebenarnya. Sekalipun mengakui hal itu mengharuskanmu untuk memikul tanggung jawab yang besar, menghadapi kematian atau kehancuran, engkau mampu mengatakan yang sebenarnya dan bersedia menerapkan kebenaran untuk memuaskan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa sikapmu terhadap firman Tuhan telah menjadi sangat teguh. Kapan pun engkau memilih salah satu dari standar penerapan yang dituntut oleh Tuhan, itu bukanlah masalah besar bagimu; engkau dengan sendirinya mampu mencapai dan menerapkannya tanpa terkekang oleh situasi eksternal, bimbingan para pemimpin dan pekerja, atau saat merasakan pemeriksaan Tuhan di sampingmu. Engkau mampu melakukan hal-hal ini sendiri dengan mudah tanpa terkekang situasi eksternal, dan bukan karena takut akan pendisiplinan Tuhan, atau takut akan teguran hati nuranimu, dan tentu saja bukan karena takut akan cemoohan atau pengawasan orang lain. Bukan karena salah satu dari hal-hal tersebut. Engkau mampu secara proaktif memeriksa perilakumu sendiri, mengukur kebenarannya, dan mengevaluasi apakah perilakumu sesuai dengan kebenaran dan memuaskan Tuhan atau tidak. Pada saat ini, engkau pada dasarnya telah memenuhi standar menjadi orang yang jujur di mata Tuhan. Menjadi orang yang jujur pada dasarnya adalah syarat dasar yang ketiga untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan.
Kita baru saja bersekutu tentang tiga syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan: yang pertama adalah melaksanakan tugas secara memadai, yang kedua adalah memiliki sikap ketundukan, dan yang ketiga pada dasarnya adalah menjadi orang yang jujur. Bagaimana caranya syarat yang ketiga ini dievaluasi? Apa saja standarnya? (Orang makin jarang berbohong dengan sengaja, dan lebih sering mengatakan yang sebenarnya.) Ini berarti mampu mengatakan yang sebenarnya pada sebagian besar waktu; engkau semua seharusnya mampu mengevaluasi hal ini, bukan? Menjadi orang yang jujur adalah syarat ketiga untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Yang kedua adalah memiliki sikap ketundukan, yang mencakup beberapa detail, terutama tidak memeriksa atau menganalisis pekerjaan Tuhan, tetapi hanya memiliki mentalitas ketundukan. Selain itu, hal itu memerlukan usaha untuk menjadi orang yang jujur, mencapai titik di mana kebohonganmu berkurang, dan sering kali engkau mampu berkata jujur, mengungkapkan perasaanmu yang sebenarnya. Aspek terpenting di sini adalah kerja sama subjektif orang, yang berarti membuat kemajuan secara aktif, dan berjuang mengejar kebenaran. Memiliki mentalitas ketundukan adalah hasil yang dicapai secara subjektif; mampu menjadi orang yang jujur—bersikap jujur—juga merupakan hal yang subjektif, dan itu merupakan hasil pengejaran yang tekun. Menerima penghakiman dan hajaran Tuhan memiliki satu lagi syarat utama. Aku akan terlebih dahulu memberi engkau semua kisi-kisinya, dan jika engkau semua berpikir sesuai dengan apa yang Kukatakan, engkau akan mampu memahaminya. Dari awal percaya kepada Tuhan hingga akhir, apakah manusia sudah banyak melakukan kesalahan dalam hidup ini? Apakah ada banyak tindakan pemberontakan terhadap Tuhan? (Ada banyak.) Jadi, apa yang harus orang lakukan ketika mereka melakukan kesalahan, atau ketika mereka memberontak? (Mereka harus memiliki hati yang bertobat.) Memiliki hati yang bertobat adalah tanda dari orang yang memiliki hati nurani dan nalar. Memiliki hati nurani dan nalar adalah kualitas minimal yang harus dimiliki oleh orang yang menerima keselamatan Tuhan; mereka yang tidak memiliki hati nurani dan nalar tidak dapat memperoleh keselamatan Tuhan. Jika orang tidak pernah tahu cara bertobat setelah melakukan kesalahan, orang macam apa mereka? Dapatkah orang yang tidak pernah tahu cara bertobat mengikuti Tuhan sampai akhir? Dapatkah mereka mengalami perubahan yang nyata? (Tidak.) Mengapa tidak? (Karena mereka tidak memiliki hati yang bertobat.) Tepat sekali, dan ini membawa kita pada syarat yang terakhir: orang harus memiliki hati yang bertobat. Saat mengikut Tuhan, karena kebodohan dan ketidaktahuan mereka dan karena berbagai watak mereka yang rusak, orang sering memperlihatkan pemberontakan mereka, dan terkadang salah paham atau mengeluh kepada Tuhan. Mereka tersesat, dan ada orang-orang yang bahkan membentuk gagasan tentang Tuhan, menjadi negatif dan lamban dalam pekerjaan mereka selama beberapa waktu, dan kehilangan iman mereka. Perilaku memberontak sering kali muncul di setiap tahap kehidupan manusia. Mereka memiliki Tuhan di dalam hati mereka dan tahu bahwa Dia sedang bekerja saat terjadi sesuatu, tetapi terkadang mereka tidak bisa menerima fakta tersebut. Meskipun mereka mampu tunduk secara lahiriah, mereka sama sekali tidak dapat menerimanya di lubuk hati. Apa yang membuktikan bahwa di lubuk hati mereka tidak dapat menerimanya? Satu cara ini terwujud adalah bahwa, meskipun mengetahui segalanya, mereka sama sekali tidak mampu mengesampingkan apa yang telah mereka lakukan dan datang ke hadapan Tuhan untuk mengakui kesalahan mereka dan berkata, "Tuhan, aku salah. Aku tidak akan bertindak seperti itu lagi. Aku akan mencari maksud-Mu dan melakukan apa yang Kauinginkan. Aku tidak terbiasa mengindahkan-Mu; tingkat pertumbuhanku rendah, aku bodoh dan bebal, dan sering kali memberontak. Aku tahu itu sekarang." Dengan sikap apa orang mengakui kesalahannya? (Dengan sikap yang ingin berbalik.) Jika orang memiliki hati nurani dan nalar, dan rindu akan kebenaran, tetapi mereka tidak pernah tahu bahwa mereka harus merenungkan diri mereka dan berbalik setelah melakukan kesalahan, sebaliknya mereka menganggap masa lalu sudah berlalu dan merasa yakin bahwa mereka tidak salah, lalu jenis watak apa yang mereka perlihatkan? Jenis perilaku apakah ini? Apa esensi dari perilaku semacam itu? (Sikap yang keras kepala.) Orang-orang semacam itu keras kepala dan, apa pun yang terjadi, itulah jalan yang akan mereka ikuti. Tuhan tidak menyukai orang semacam itu. Apa yang Yunus katakan ketika dia menyampaikan firman Tuhan kepada orang Niniwe? ("Empat puluh hari lagi, dan Niniwe akan ditunggangbalikkan" (Yunus 3:4).) Bagaimana reaksi orang Niniwe mendengar firman ini? Setelah menyadari bahwa Tuhan akan memusnahkan mereka, mereka bergegas mengenakan kain kabung dan duduk di atas abu, dan mengakui dosa mereka kepada-Nya, dan meninggalkan perbuatan jahat mereka. Inilah artinya bertobat. Jika manusia mampu bertobat, itu memberi manusia kesempatan yang sangat besar. Kesempatan apakah itu? Kesempatan untuk terus hidup. Tanpa benar-benar bertobat, akan sulit untuk terus maju, entah itu dalam pelaksanaan tugasmu atau dalam pengejaranmu akan keselamatan. Di setiap tahap—entah saat Tuhan mendisiplinkanmu atau mendidik dirimu, atau saat Dia mengingatkan dan menasihatimu—selama pertentangan telah terjadi antara dirimu dan Tuhan, tetapi engkau tidak berbalik, dan terus berpaut pada pemikiran, sudut pandang, dan sikapmu sendiri, maka meskipun langkahmu mengarah ke depan, pertentangan antara dirimu dan Tuhan, kesalahpahamanmu terhadap-Nya, keluhan dan pemberontakanmu terhadap-Nya tidak akan dapat diperbaiki, dan hatimu tidak berbalik. Dengan demikian, Tuhan, di pihak-Nya, akan menyingkirkanmu. Meskipun engkau belum melepaskan tugas yang ada di tanganmu, dan engkau tetap melaksanakan tugasmu serta memiliki sedikit kesetiaan terhadap apa yang telah Tuhan amanatkan, dan orang menganggap hal ini bisa diterima, masih ada satu hal lagi: perselisihan di antaramu dengan Tuhan telah membentuk simpul yang permanen. Engkau belum menggunakan kebenaran untuk menyelesaikannya dan belum memperoleh pemahaman yang benar tentang maksud Tuhan. Akibatnya, kesalahpahamanmu tentang Tuhan makin mendalam, dan engkau selalu menganggap Tuhanlah yang salah dan engkau sedang diperlakukan tidak adil. Ini berarti engkau belum berbalik. Pemberontakanmu, gagasanmu, dan kesalahpahamanmu tentang Tuhan masih terus berlanjut, yang menyebabkanmu memiliki mentalitas yang tidak tunduk, selalu memberontak dan menentang Tuhan. Bukankah orang yang seperti ini adalah orang yang memberontak terhadap Tuhan, menentang Tuhan, dan dengan keras kepala menolak untuk bertobat? Mengapa Tuhan menganggap penting orang yang berbalik? Dengan sikap apa makhluk ciptaan seharusnya memandang Sang Pencipta? Dengan sikap yang mengakui bahwa Sang Pencipta adalah benar, apa pun yang Dia lakukan. Jika engkau tidak mengakui hal ini, maka perkataan bahwa Sang Pencipta adalah jalan, kebenaran, dan hidup hanya akan menjadi kata-kata yang kosong bagimu. Jika engkau seperti itu, masih bisakah engkau memperoleh keselamatan? Tidak. Engkau tentu tidak memenuhi syarat; Tuhan tidak menyelamatkan orang sepertimu. Ada orang-orang yang berkata, "Tuhan meminta agar orang memiliki hati yang bertobat, dan agar mereka tahu bahwa mereka harus berbalik. Namun, ada banyak hal yang di dalamnya aku belum berbalik. Apakah aku masih punya waktu untuk melakukannya?" Ya, masih ada waktu. Selain itu, ada orang-orang yang berkata, "Dalam hal apa aku harus berbalik? Hal-hal di masa lalu sudah berlalu dan dilupakan." Selama watakmu tidak berubah, selagi engkau tidak mulai mengetahui hal apa dalam tindakanmu yang tidak sesuai dengan kebenaran dan apa yang tidak dapat sesuai dengan Tuhan, berarti simpul yang ada di antara dirimu dan Tuhan belum dilepaskan; masalahnya belum terselesaikan. Watak ini ada di dalam dirimu; pemikiran, sudut pandang, dan sikap yang memberontak terhadap Tuhan ada dalam dirimu. Begitu keadaan yang tepat muncul, sudut pandangmu ini akan muncul kembali, dan pertentanganmu dengan Tuhan akan kembali bergejolak. Karena itu, meskipun engkau mungkin tidak memperbaiki masa lalu, engkau harus memperbaiki hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Bagaimana cara memperbaikinya? Engkau harus berbalik dan mengesampingkan pemikiran dan niatmu. Begitu engkau memiliki niat ini, niatmu tentu saja akan menjadi sikap ketundukanmu juga. Namun, mengatakannya dengan sedikit lebih tepat, ini mengacu pada orang-orang yang berbalik dalam sikap mereka terhadap Tuhan, Sang Pencipta; itu adalah pengakuan dan penegasan akan fakta bahwa Sang Pencipta adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Jika engkau dapat melakukan perubahan haluan, ini menunjukkan bahwa engkau dapat mengesampingkan hal-hal yang menurutmu benar, atau hal-hal yang secara kolektif dianggap benar oleh umat manusia—yang rusak; dan sebaliknya, engkau mengakui bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan hal-hal positif. Jika engkau dapat memiliki sikap ini, itu membuktikan pengakuanmu akan identitas Sang Pencipta dan esensi-Nya. Beginilah cara Tuhan memandang masalah ini, dan karena itu, Dia menganggap berbaliknya manusia sebagai hal yang sangat penting.
Ada orang-orang yang berkata, "Jika seseorang tidak melakukan kesalahan apa pun, untuk apa dia berbalik?" Sekalipun pada saat ini engkau tidak melakukan kesalahan apa pun, engkau harus terlebih dahulu memahami kebenaran tentang pertobatan. Ini adalah sesuatu yang harus kaumiliki. Setelah engkau memahami kebenaran, engkau akan mendapati bahwa ada beberapa hal yang kaulakukan yang tidak pantas, dan engkau akan menyingkapkan masalah yang ada hubungannya dengan niat dan mentalitasmu, yakni, masalah dalam watakmu. Tanpa sadar, hal-hal ini akan muncul ke permukaan dan membuatmu melihat bahwa hubunganmu dengan Tuhan sebenarnya bukanlah hubungan yang sederhana antara manusia dan Tuhan. Tuhan tetaplah Tuhan, tetapi engkau adalah makhluk ciptaan yang tidak memenuhi standar. Dalam hal di mana orang telah gagal untuk tetap berada di tempat mereka yang semestinya, dan telah gagal menyelesaikan apa yang seharusnya mereka selesaikan—dengan kata lain, ketika mereka gagal dalam tugas mereka—itu akan menjadi sesuatu yang mengganggu dalam diri mereka. Ini adalah masalah yang sangat nyata dan yang harus diselesaikan. Jadi, bagaimana menyelesaikannya? Sikap seperti apa yang harus dimiliki orang? Mereka harus terlebih dahulu bersedia untuk membalikkan diri mereka. Dan bagaimana seharusnya kesediaan untuk membalikkan diri ini dilakukan? Sebagai contoh, seseorang telah menjadi pemimpin selama beberapa tahun, tetapi karena kualitasnya rendah, dia tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak mampu memahami situasi apa pun dengan jelas, tidak tahu bagaimana menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalah, dan tidak mampu melakukan pekerjaan nyata; oleh karena itu, dia diberhentikan. Jika setelah diberhentikan, dia mampu tunduk, terus melaksanakan tugasnya, dan mau berbalik, apa yang harus dia lakukan? Pertama-tama, dia harus memahami hal ini, "Tindakan Tuhan itu benar. Kualitasku sangat rendah, dan aku sudah lama tidak melakukan pekerjaan yang nyata dan malah hanya menunda pekerjaan gereja serta jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Aku beruntung rumah Tuhan tidak langsung mengeluarkanku. Aku benar-benar cukup tidak tahu malu, bertahan pada posisiku selama ini dan bahkan meyakini bahwa aku telah melaksanakan tugasku dengan sangat baik. Betapa tidak masuk akalnya diriku!" Mampu merasakan kebencian terhadap diri sendiri dan perasaan menyesal, apakah itu merupakan ungkapan dari kesediaan untuk berbalik, atau bukan? Jika dia mampu berkata demikian, itu berarti dia bersedia untuk berbalik. Jika dia berkata dalam hatinya, "Selama ini, dalam posisiku sebagai pemimpin, aku selalu berjuang mengejar manfaat status; aku selalu mengkhotbahkan doktrin dan memperlengkapi diriku dengan doktrin; aku tidak berjuang mengejar jalan masuk kehidupan. Sekarang setelah aku diganti, barulah aku menyadari betapa tidak memadai dan kurangnya diriku. Tuhan melakukan hal yang benar terhadap diriku dan aku harus tunduk. Dahulu, aku memiliki status dan saudara-saudari memperlakukanku dengan baik; mereka akan mengikutiku ke mana pun aku pergi. Sekarang, tak seorang pun yang memperhatikanku dan aku ditinggalkan; inilah yang pantas kudapatkan, inilah balasan yang pantas kuterima. Selain itu, bagaimana mungkin makhluk ciptaan memiliki status di hadapan Tuhan? Setinggi apa pun status seseorang, itu bukanlah kesudahan atau tempat tujuan; Tuhan memberiku amanat bukan agar aku bisa memanfaatkan kedudukanku atau menikmati statusku, tetapi agar aku mampu melaksanakan tugasku, dan aku harus melakukan apa pun semampuku. Aku harus memiliki sikap tunduk terhadap kedaulatan Tuhan dan pengaturan di rumah Tuhan. Meskipun menjadi tunduk itu mungkin sulit, aku tetap harus tunduk; Tuhan itu benar dalam melakukan apa yang Dia lakukan terhadap diriku, dan bahkan seandainya aku memiliki ribuan atau puluhan ribu alasan, tak satu pun dari alasan itu yang merupakan kebenaran. Tunduk kepada Tuhan adalah kebenaran!" Semua ini adalah ungkapan kesediaan untuk membalikkan diri. Dan jika orang memiliki semua ini, bagaimana Tuhan akan menilai orang semacam itu? Tuhan akan mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang memiliki hati nurani dan nalar. Apakah penilaian ini tinggi? Penilaian ini tidaklah terlalu tinggi; memiliki hati nurani dan nalar saja belum memenuhi standar untuk disempurnakan oleh Tuhan—tetapi berkenaan dengan orang semacam ini, memiliki hati nurani dan nalar bukanlah pencapaian yang kecil. Mampu untuk tunduk sangatlah berharga. Setelahnya, cara orang ini berupaya untuk membuat Tuhan mengubah pandangan-Nya terhadap dia bergantung pada jalan mana yang dia pilih. Jika dia belum sungguh-sungguh bertobat, dan karena dia tidak memiliki status, tidak setia dalam tugasnya dan selalu bersikap asal-asalan, maka tamatlah riwayatnya; dia akan disingkirkan. Jika dia masih menyimpan keluhan, dengan mengeluh, "Selama aku menjadi pemimpin, aku sangat menderita, dan sekalipun tidak ada hasilnya, aku tetap bekerja keras. Mereka berkata aku tidak melakukan pekerjaan nyata, tetapi aku melakukan cukup banyak pekerjaan nyata. Entah aku memperoleh hasil atau tidak, setidaknya aku tidak menganggur. Aku tidak menganggur, jadi Tuhan seharusnya tidak menyingkirkanku begitu saja. Bahkan tanpa status, aku tetap dipaksa melakukan ini dan itu. Bukankah ini mempermainkanku?" Jika setelah digantikan, dia tidak lagi memiliki semangat untuk melaksanakan tugas, apakah ada kesetiaan atau ketundukan di sini? Dia tidak memiliki kesetiaan, tidak ada ketundukan, dan tidak ada kesediaan untuk berbalik; dia tidak memiliki semua ini. Bukankah ini menyedihkan? Semua itu sangat menyedihkan; dia percaya kepada Tuhan dengan sia-sia selama bertahun-tahun ini. Setelah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun, tetapi tidak menerapkan kebenaran apa pun, selalu menceramahi orang lain tentang kata-kata dan doktrin, tetapi dia sendiri tidak mampu melakukan apa pun. Seperti inilah cara dia percaya kepada Tuhan; dia mengkhotbahkan cukup banyak doktrin kepada orang lain, tetapi pada akhirnya, dia malah tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Sangat menyedihkan! Dan dia masih ingin menerima penghakiman dan hajaran Tuhan? Setelah digantikan, dia masih menentang Tuhan dan mengalami siksaan, tidak memperlihatkan ketundukan apa pun. Bukankah ini hanya penderitaan yang membabi buta? Penderitaanmu tidak ada gunanya! Jika segalanya dikesampingkan, dan yang dilihat hanyalah fakta bahwa engkau menjadi marah dan konfrontatif ketika gereja memberhentikanmu dari posisimu. Hanya berdasarkan itu saja, engkau tidak layak menjadi manusia, tidak layak menjadi makhluk ciptaan Tuhan. Jadi, apa yang kauperdebatkan? Argumen apa pun yang kaumiliki tidak ada gunanya. Engkau telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi engkau bahkan tidak memiliki ketundukan sedikit pun; di manakah buah imanmu selama ini? Menyedihkan, menjijikkan, memuakkan! Engkau diberi status dan engkau memperlakukannya seperti peran pejabat; apakah memiliki status berarti watakmu telah berubah? Bukankah itu hanya kasih karunia Tuhan? Tuhan menganugerahimu dengan amanat ini, tetapi engkau menganggapnya sebagai peran pejabat. Bukankah itu menjijikkan? Apakah ada pejabat di rumah Tuhan? Di antara orang-orang kudus selama berabad-abad, tidak ada seorang pun yang menjadi pejabat. Selama dua ribu tahun, orang-orang telah memuja Paulus, tetapi tak seorang pun pernah berkata bahwa Paulus menyandang gelar pejabat. Oleh karena itu, istilah "pejabat" tidak berlaku; itu bukanlah upah atau amanat dari Tuhan, dan engkau harus melepaskannya. Jika engkau terus-menerus berusaha menjadi pejabat, akankah Tuhan menyetujuinya? Akankah ini memungkinkanmu untuk memperoleh keselamatan? Tentu saja tidak. Kita baru saja menyebutkan bahwa untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, orang harus memiliki kesediaan untuk berbalik. Apakah ini penting? (Ya.) Memiliki sikap seperti itu sangatlah penting! Jika engkau ingin membangun hubungan dengan Sang Pencipta sebagai Juruselamat dan orang yang diselamatkan, dan engkau ingin agar Tuhan menyelamatkanmu, engkau harus memperbaiki posisimu, dan harus memastikan kedudukan dan status Tuhan di hatimu. Jadi, apa posisimu? (Makhluk ciptaan.) Siapakah makhluk ciptaan itu? Itu adalah manusia, bukan binatang. Di setiap waktu, engkau harus ingat bahwa engkau adalah makhluk ciptaan, manusia biasa, dan engkau tidak boleh melupakan posisimu yang seharusnya. Ketika Tuhan memberimu sedikit kasih karunia, sedikit berkat, engkau kemudian tidak ingat siapa dirimu yang sebenarnya. Ketika, dalam kerendahhatian dan ketersembunyian-Nya, Tuhan mengucapkan firman yang menggugah hati untuk menghiburmu, Dia sedang meninggikanmu; tetapi engkau ingin berdiri setara dengan Tuhan, meninggikan dirimu sendiri. Apa yang bisa melakukan hal ini? Apakah manusia bisa? (Tidak.) Tuhan tidak mengenali makhluk ciptaan seperti dirimu, silakan engkau menyingkir! Jika Tuhan tidak mengenalimu, akankah Dia menyempurnakanmu? Engkau tidak memenuhi syarat untuk disempurnakan oleh Tuhan. Bukankah inti pembahasannya sudah tersampaikan dengan jelas oleh hal ini? Oleh karena itu, memiliki kesediaan untuk berbalik sangatlah penting; itu adalah keadaan pikiran, sekaligus sikap. Sikap ini merupakan prinsip penerapan penting yang harus orang miliki untuk menerima keselamatan dan penyempurnaan Tuhan. Jangan menganggap dirimu begitu hebat, begitu luhur, atau menganggap bahwa engkau sepenuhnya benar dan sempurna. Engkau tidak hebat, mulia, atau benar; engkau sangat kecil, hina, manusia ciptaan yang dirusak oleh Iblis. Engkau harus menerima keselamatan dari Sang Pencipta. Engkau belum diselamatkan, engkau tidak sempurna; engkau harus memiliki nalar ini.
Ada empat syarat untuk menerima hajaran dan penghakiman Tuhan: melaksanakan tugas secara memadai, memiliki mentalitas ketundukan, bersikap jujur, dan memiliki hati yang bertobat. Ingatlah keempat syarat ini dan bandingkan dirimu dengan keempat syarat tersebut ketika engkau semua menghadapi berbagai situasi. Jika suatu situasi melibatkan ketundukan, terapkanlah ketundukan. Firman Tuhan menuntut manusia untuk memiliki sikap yang tunduk; jika engkau membandingkan dirimu dengan firman Tuhan dan menemukan perbedaan yang besar, apa yang harus kaulakukan? Lakukanlah apa yang Tuhan firmankan, ikutilah firman Tuhan tanpa menganalisis atau berdebat. Jika engkau mencoba berdebat, Tuhan akan muak terhadapmu. Apa yang akan kaulakukan jika Tuhan muak terhadapmu? Ada satu tindakan perbaikan, yaitu segera berbalik. Jangan menyakiti hati Tuhan karena hal sepele dan kemudian terus menyakiti hati Tuhan dan mengabaikan-Nya. Manusia bukanlah apa-apa; jika engkau mengabaikan Tuhan, Dia tidak akan lagi menginginkanmu. Apa yang kaulakukan jika Tuhan mengabaikanmu dan tidak menginginkanmu? Engkau berkata, "Aku akan berbalik. Jangan tinggalkan aku, Tuhan, aku tidak mampu bertahan tanpa-Mu." Namun, hanya mengatakan ini tidak ada gunanya. Tuhan tidak membutuhkan perkataan manismu; Dia akan melihat sikapmu, penerapanmu, jalan yang akan kautempuh setelahnya, dan kinerjamu. Jangan menganggap Tuhan sebagai manusia biasa, yang dapat engkau gerakkan hanya dengan beberapa perkataan manismu; Tuhan tidak seperti itu, Dia melihat sikapmu. Setelah engkau berbalik, Tuhan melihat bahwa engkau telah berubah dari keras kepala menjadi tunduk, dan mampu menerima kebenaran, tidak lagi bersaing dengan Tuhan. Sikapmu yang keras kepala telah mengalami perubahan, engkau mengenali siapa dirimu, dan engkau mengenali Tuhanmu; lalu segera setelah ini, Tuhan akan mulai melakukan sejumlah pekerjaan dalam dirimu. Ada orang-orang yang berkata, "Aku tidak merasa bahwa Tuhan bermaksud melakukan apa pun." Jangan mengandalkan perasaanmu. Apakah perasaanmu akurat? Tuhan telah melakukan begitu banyak pekerjaan dalam dirimu, sudahkah engkau merasakannya? Apakah engkau merasakannya ketika Tuhan sedang sedih? Engkau tidak tahu apa-pun, mungkin engkau bahkan merasa bahagia di tempat lain. Jadi, jangan menafsirkan perasaan Tuhan berdasarkan perasaanmu sendiri dan jangan mengukur perasaan Tuhan dengan perasaanmu sendiri, itu tidak ada gunanya. Jika Tuhan mengabaikanmu, dan engkau tidak merasakan apa pun, serta tidak menerima pencerahan atau pengakuan, apa yang harus kaulakukan? Ingatlah satu hal: engkau harus terus memenuhi tanggung jawab dan tugas yang seharusnya dipenuhi oleh makhluk ciptaan, dan engkau harus tetap berbicara sejujurnya sebagaimana yang seharusnya. Jangan kembali berbohong seperti sebelumnya hanya karena Tuhan mengabaikanmu atau tidak lagi menginginkanmu, katakanlah yang sebenarnya seperti sebelumnya; jika engkau berbohong, maka tamatlah riwayatmu. Ini berarti bersaing dan menentang Tuhan. Engkau harus berpegang teguh pada tugasmu, dan tunduk sebagaimana yang seharusnya. Apa manfaatnya melakukan hal ini? Ketika Tuhan melihatmu telah berbalik, hati-Nya akan melunak, dan murka serta kemarahan-Nya terhadapmu akan berangsur-angsur surut. Bukankah surutnya murka Tuhan merupakan pertanda baik bagimu? Itu berarti titik balikmu telah tiba. Ketika engkau tidak lagi hidup berdasarkan perasaan, berhentilah berusaha mengamati ekspresi Tuhan, dan berhentilah mengajukan tuntutan yang berlebihan terhadap Tuhan untuk membuat posisi-Nya diketahui, tetapi hiduplah berdasarkan firman yang diucapkan oleh Tuhan, berdasarkan tugas dan prinsip-prinsip penerapan yang telah Tuhan percayakan kepadamu, dan berdasarkan jalan yang telah Tuhan perintahkan untuk kauterapkan dan kautempuh; jika engkau hidup berdasarkan semua ini, dan seperti apa pun Tuhan memperlakukanmu, atau entah Dia memperhatikanmu atau tidak, engkau terus melakukan apa yang seharusnya kaulakukan, Tuhan akan berkenan kepadamu. Mengapa Dia akan berkenan kepadamu? Karena apa pun yang Tuhan lakukan kepadamu, entah Dia memperhatikanmu atau tidak, entah Dia menganugerahkanmu kasih karunia, berkat, penerangan, pencerahan, pemeliharaan, atau perlindungan atau tidak, dan sebanyak apa pun dari hal ini yang kaurasakan, engkau tetap mampu mengikuti Dia sampai akhir. Engkau telah berpegang teguh pada posisi yang seharusnya dipegang oleh makhluk ciptaan tanpa perubahan apa pun; engkau telah menganggap firman Tuhan sebagai tujuan dan arah hidupmu, dan menganggap firman Tuhan sebagai kebenaran dan perkataan hikmat tertinggi dalam hidupmu. Apa esensi dari perilaku seperti itu? Esensinya adalah mengakui di dalam hatimu bahwa Sang Pencipta adalah hidupmu, bahwa Dia adalah Tuhanmu. Dengan demikian, Tuhan diyakinkan, dan engkau menjadi manusia normal yang hidup di hadirat Tuhan; orang semacam ini memiliki syarat-syarat dasar untuk mengalami perubahan watak. Atas dasar ini, apakah pemahaman dan perubahan yang dicapai orang dapat dianggap sebagai perubahan watak? Mereka masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, engkau harus memiliki pengakuan tentang identitas Sang Pencipta, dan juga memiliki sikap bertanggung jawab terhadap tugasmu sendiri. Selain itu, engkau harus memiliki sikap mampu menerima dan tunduk pada kebenaran. Setelah memiliki sifat-sifat ini, Tuhan kemudian akan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran atas dirimu. Proses diselamatkan dimulai dari titik ini. Ada orang-orang yang berkata, "Jika kami memiliki sifat-sifat ini, apakah itu berarti watak kami sudah berubah? Setelah mengalami banyak perubahan, apa lagi yang bisa dihakimi dan dihajar oleh Tuhan?" Apa yang dihakimi dan dihajar oleh Tuhan? Esensi natur manusia, yaitu watak rusak mereka. Jika orang memiliki keempat syarat ini dan mampu memenuhinya, aspek manakah dari watak rusak mereka yang telah berubah sepenuhnya? Tak satu pun darinya. Hanya ada sedikit perubahan perilaku, tetapi itu tidak cukup. Belum ada perubahan mendasar. Dengan kata lain, sebelum Tuhan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya atasmu, pengenalan dirimu akan selalu dangkal dan hanya di permukaan. Itu tidak akan sesuai dengan esensi rusakmu; perbedaannya jauh dari itu, kesenjangannya cukup signifikan. Oleh karena itu, sebelum Tuhan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya, betapa pun baiknya, jujurnya, dan taat aturannya dirimu, atau betapa tunduknya sikapmu, engkau harus mengetahui satu hal: watakmu belum secara resmi mulai berubah. Cara penerapanmu dan metodemu itu hanya menunjukkan perubahan perilaku, dan merupakan dasar kemanusiaan yang harus dimiliki oleh orang yang akan diselamatkan oleh Tuhan. Kejujuran, ketundukan, kemampuan untuk berbalik, kesetiaan, inilah hal-hal yang harus ada dalam kemanusiaan orang. Tentu saja, ini juga mencakup hati nurani dan nalar; engkau harus memiliki sifat-sifat ini sebelum Tuhan melaksanakan pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya. Setelah seseorang memiliki keempat syarat ini—melaksanakan tugas secara memadai, mentalitas ketundukan, bersikap jujur, dan hati yang bertobat, Tuhan akan memulai pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya atas orang tersebut.
Sekarang, engkau semua seharusnya telah memiliki konsep tertentu dalam pikiranmu tentang bagaimana Tuhan secara spesifik melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran atas manusia. Sebagai contoh, mengenai kejahatan, orang sering kali menguji Tuhan, tanpa alasan yang jelas ingin memeriksa Dia, dan memendam kecurigaan, keraguan, dan pertanyaan tentang firman Tuhan. Mereka berspekulasi tentang apa sebenarnya sikap Tuhan terhadap manusia, selalu ingin mengetahui hal ini. Bukankah ini jahat? Apakah orang-orang saat ini mengetahui keadaan atau perilaku mereka yang mana yang memperlihatkan watak seperti ini? Orang-orang tidak jelas. Selama masa dirimu dihakimi dan dihajar, Tuhan akan membuatmu membuka diri serta menyingkapkan dirimu dan berbagai keadaanmu sehingga engkau memperoleh kejelasan tentang hal-hal tersebut di dalam hatimu. Tentu saja, saat membuka dirimu, engkau tidak akan merasa terlalu malu; setidaknya, ini akan membuatmu memahami mengapa Tuhan menghakimi dan menghajarmu. Engkau akan melihat bahwa firman penghakiman Tuhan dan penyingkapan-Nya adalah fakta, meyakinkanmu sepenuhnya dan membuatmu melihat bahwa firman itu akurat tanpa kesalahan. Kemudian, akan menjadi jelas bagimu bahwa semua ini adalah hal-hal yang ada di dalam dirimu; itu bukan sekadar perilaku atau penyingkapan sesaat, melainkan watakmu sendiri. Selanjutnya, selama masa ketika Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran-Nya, engkau akan disingkapkan secara terus-menerus dan dipangkas karena watak rusakmu, menyebabkan engkau menderita dan mengalami pemurnian. Sebagai contoh, bersikap curiga terhadap Tuhan merupakan suatu ungkapan kejahatan. Orang sering kali curiga terhadap Tuhan tetapi tidak pernah menyadari bahwa hal ini jahat; masalah ini harus dibereskan. Saat Tuhan menghakimi dan menghajarmu, jika engkau curiga terhadap Tuhan, Dia akan memberitahumu bahwa hal itu jahat. Engkau hidup dalam watak yang jahat, menggunakan watak jahat itu untuk memperlakukan Tuhan yang kaupercayai, bersaing dengan Tuhanmu, dan menaruh kecurigaan terhadap Tuhanmu—dan hatimu akan terasa sakit. Engkau tidak ingin melakukannya, tetapi engkau tidak mampu menahan dirimu. Karena engkau memiliki watak yang rusak ini, Tuhan akan mengatur keadaan-keadaan untuk memurnikanmu, membuatmu tanpa sadar meninggalkan gagasan dan imajinasimu, pemikiran logismu, dan pemikiran serta ide-idemu. Pada saat itu, engkau akan menderita; inilah pemurnian sejati, dan karena watak rusak inilah engkau dimurnikan. Bagaimana pemurnian bisa terjadi? Jika menurutmu itu bukan watak yang rusak, meyakini bahwa engkau tidak memiliki perwujudan atau keadaan seperti itu, dan bukan orang yang semacam itu, dan jika engkau merasa aspek dari watak rusak ini tidak bersemayam dalam dirimu, maka jika Tuhan menghakimimu, akankah engkau dimurnikan? (Tidak.) Ketika engkau mengakui bahwa engkau telah memperlihatkan watak yang rusak, dan engkau mengetahui bahwa Tuhan telah menghakimimu, dan engkau dapat mencocokkan watak rusakmu dengan penghakiman-Nya, tetapi engkau masih mencari-cari alasan dan tetap hidup dalam watak rusak itu, serta tidak mampu membebaskan diri, maka pemurnian bisa terjadi. Engkau tahu bahwa Tuhan tidak menyukai dan membenci watakmu yang rusak, dan engkau jauh dari memenuhi tuntutan Tuhan; engkau tahu betul bahwa engkau salah dan Tuhan benar, tetapi engkau tidak mampu menerapkan kebenaran, dan engkau juga tidak mampu mengikuti jalan Tuhan, rasa sakitmu muncul pada saat itu. Apakah sekarang engkau semua merasakan rasa sakit yang seperti itu? (Tidak.) Itu berarti setidaknya, engkau semua belum mengalami pemurnian dalam watak rusakmu; engkau hanya mengalami sedikit rasa sakit karena ditegur dan didisiplinkan ketika engkau melakukan kesalahan atau pelanggaran, tetapi ini sama sekali bukan pemurnian. Misalkan engkau semua dapat masuk ke dalam kehidupan seperti itu, memulai di jalan seperti itu, dan engkau berkata, "Aku tidak lagi menderita dalam hal kasih sayang atau status, tetapi aku benar-benar mengalami pemurnian. Aku sadar bahwa aku benar-benar tidak sesuai dengan Tuhan, watak rusakku telah berakar begitu dalam, dan aku tidak mampu menyingkirkannya. Biarkan Tuhan memurnikan dan menyingkapkan diriku." Ketika engkau hidup dalam keadaan seperti itu, engkau sedang berada di jalan menuju keselamatan. Jadi, engkau semua mungkin mendambakan dan menantikan datangnya hari itu, tetapi Aku tidak tahu berapa banyak dari antaramu yang dapat benar-benar cukup diberkati untuk menikmati perlakuan seperti itu. Ini adalah hal yang sangat baik dan merupakan berkat yang sangat besar. Diselamatkan tidaklah mudah. Jika Sang Pencipta benar-benar menghargaimu, memilihmu, dan membiarkanmu menjadi pengikut-Nya, itu hanyalah langkah pertama untuk diselamatkan. Jika Sang Pencipta menghargaimu dan berkata bahwa engkau memenuhi syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran-Nya, itu baru langkah kedua. Jika engkau mampu keluar dari penghakiman dan hajaran Tuhan, mencapai keadaan di mana watakmu berubah, dan menjadi sesuai dengan Sang Pencipta, menempuh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, itulah hasil akhirnya. Sekarang, siapa di antaramu yang akan cukup diberkati untuk mencapai hari itu, siapa yang akan diberkati untuk menerima keselamatan seperti itu? Dapatkah itu dilihat dari penampilan orang? Dari kualitas orang? Dari tingkat pendidikan orang? (Tidak.) Dapatkah hal ini ditentukan oleh tugas apa yang dilaksanakan orang saat ini? Atau, ditentukan oleh di keluarga mana orang itu dilahirkan? Tak satu pun dari faktor-faktor ini yang dapat menyingkapkannya. Ada orang-orang yang berkata, "Keluargaku telah percaya kepada Tuhan selama tiga generasi; aku menjadi orang percaya saat aku masih berada dalam kandungan ibuku, jadi aku pasti akan diselamatkan." Ini adalah perkataan yang konyol dan sangat bodoh; Tuhan tidak melihat hal-hal semacam itu. Orang Farisi percaya kepada Tuhan selama beberapa generasi, dan apa yang terjadi dengan mereka sekarang? Tuhan bahkan tidak menginginkan mereka menjadi pengikut-Nya; mereka telah sepenuhnya disingkirkan; mereka tidak relevan dengan pekerjaan penyelamatan Tuhan dan tidak memiliki bagian di dalamnya.
Dapat atau tidaknya orang menerima penghakiman dan hajaran Tuhan berkaitan langsung dengan masalah utama perubahan watak. Namun, manusia cenderung memiliki banyak gagasan tentang penghakiman dan hajaran Tuhan. Penting untuk sering mempersekutukan kebenaran berdasarkan firman Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Ini adalah hal yang terpenting. Mengapa Tuhan menghakimi dan menghajar manusia? Sampai sejauh mana manusia telah menjadi rusak? Masalah-masalah apa sajakah yang hendak diselesaikan dengan penghakiman dan hajaran, dan hasil-hasil apa yang mereka capai? Standar apa yang Tuhan tuntut dari manusia? Jika kebenaran-kebenaran ini tidak dipahami, tidaklah mudah bagi orang untuk menerima penghakiman dan hajaran; mereka akan dengan mudah memiliki gagasan tentang Tuhan, serta memberontak dan menentang, dan mereka bahkan mungkin menghujat Tuhan dan menjadi musuh-Nya. Bagaimana cara Tuhan menyelamatkan manusia? Siapa yang dapat menerima penghakiman dan hajaran Tuhan? Siapa yang dapat memulai jalan mengejar kebenaran dan disempurnakan? Siapa yang akan disingkirkan oleh pekerjaan Tuhan pada akhir zaman? Jika kebenaran-kebenaran ini dipersekutukan dengan jelas, bukankah gagasan manusia tentang penghakiman dan hajaran akan terselesaikan? Setidaknya, masalah-masalah tersebut pada dasarnya akan selesai. Masalah apa pun yang masih ada hanya dapat diselesaikan melalui pengalaman orang sendiri; masalah-masalah itu akan dengan sendirinya terselesaikan ketika kebenaran dipahami. Ada orang-orang yang berkata, "Dosa-dosa kami telah diampuni, lalu mengapa kami masih perlu mengalami penghakiman dan hajaran?" Diampuni dari dosa-dosa adalah kasih karunia Tuhan; itu membuat manusia memenuhi syarat untuk datang ke hadapan Tuhan. Namun, penghakiman dan hajaran bertujuan untuk menyelamatkan manusia sepenuhnya dari dosa dan pengaruh Iblis; keduanya tidak bertentangan. Pada Zaman Kasih Karunia, Tuhan menebus manusia dan mengampuni dosa-dosa mereka; pada Zaman Kerajaan, Tuhan menghakimi manusia dan mentahirkan watak rusak mereka. Inilah dua tahap pekerjaan Tuhan. Banyak orang-orang konyol dalam agama yang selalu memiliki gagasan tentang penghakiman dan hajaran; mereka dengan kaku berpaut pada ungkapan "pembenaran melalui iman setelah dosa-dosa diampuni", dan sama sekali tidak mau menerima penghakiman dan hajaran Tuhan. Haruskah kita berdebat dengan orang-orang semacam itu? Jika engkau semua bertemu orang-orang semacam itu, dan jika mereka mampu menerima firman Tuhan dan kebenaran, engkau dapat mempersekutukan kebenaran kepada mereka dan membacakan firman Tuhan kepada mereka. Jika mereka sama sekali tidak mau menerima kebenaran, engkau tidak perlu memedulikan mereka; mereka sama sekali bukan penerima keselamatan dari Tuhan. Tuhan hanya menyelamatkan mereka yang mampu menerima firman-Nya dan kebenaran; bagi mereka yang sama sekali tidak mampu menerima firman Tuhan dan kebenaran, Tuhan sama sekali tidak akan menyelamatkan mereka. Orang-orang yang mampu menerima kebenaran dapat dengan mudah meluruskan gagasan mereka, sebanyak apa pun gagasan yang mungkin mereka miliki; mereka hanya perlu lebih banyak membaca firman Tuhan dan lebih banyak mencari kebenaran. Orang yang mampu menerima kebenaran adalah mereka yang memiliki kemanusiaan serta mereka yang memiliki hati nurani dan nalar. Sebelum manusia menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, mereka akan memiliki banyak gagasan dan banyak pemikiran yang keliru, serta beberapa keadaan negatif. Pernyataan negatif yang paling umum adalah, "Aku telah mengorbankan diriku untuk Tuhan dan melaksanakan tugasku, aku seharusnya dilindungi dan diberkati oleh Tuhan dalam segala hal. Mengapa bencana menimpaku?" Ini adalah keadaan yang paling umum. Ada juga keadaan lain: ketika melihat orang lain hidup dalam kondisi yang baik dan bersenang-senang, sementara mendapati dirinya sendiri hidup dalam kesulitan dan kemiskinan, dia mengeluh tentang Tuhan yang tidak adil. Bahkan, bisa jadi dia melihat orang lain memperoleh hasil yang lebih baik dalam pelaksanaan tugas mereka, lalu dia menjadi iri serta negatif. Jika keluarga orang lain harmonis dan bersatu, jika orang lain memiliki kualitas yang lebih baik daripada dirinya, jika melaksanakan tugasnya melelahkan, atau jika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya, dia juga menjadi negatif. Singkatnya, dalam keadaan apa pun yang tidak sesuai dengan gagasan dan imajinasinya, dia menjadi negatif. Jika orang ini memiliki kualitas tertentu dan mampu menerima kebenaran, dia seharusnya dibantu. Asalkan dia memahami kebenaran, masalah sikap negatifnya dapat dengan mudah dibereskan. Jika dia tidak mencari kebenaran dan tetap bersikap negatif, selalu memiliki gagasan tentang Tuhan, Tuhan akan mengesampingkannya dan tidak memedulikannya, karena Roh Kudus tidak melakukan pekerjaan yang sia-sia. Orang-orang semacam itu terlalu keras kepala, tidak menerima kebenaran, selalu memiliki gagasan tentang Tuhan, dan selalu memiliki tuntutan mereka sendiri; ini sangat tidak masuk akal dan membuat mereka agak tidak bernalar. Mereka mampu memahami kebenaran tetapi tidak menerimanya. Bukankah ini seperti melakukan pelanggaran dengan sengaja? Oleh karena itu, Tuhan tidak memedulikan mereka. Ada orang-orang yang berkata, "Aku sering bersikap negatif, dan Tuhan mengabaikanku. Ini berarti Tuhan tidak mengasihiku!" Pernyataan seperti itu tidak masuk akal. Tahukah engkau siapa yang Tuhan kasihi? Tahukah engkau bagaimana kasih Tuhan diwujudkan? Tahukah engkau siapa yang tidak Tuhan kasihi dan siapa yang Tuhan disiplinkan? Kasih Tuhan memiliki prinsip-prinsip; itu tidak seperti yang manusia bayangkan, selalu menanggung penderitaan manusia dan menunjukkan belas kasihan dan kasih karunia kepada mereka. Siapa pun mereka, Tuhan akan menyelamatkan semua manusia. Apa pun dosa yang mereka lakukan, Tuhan akan mengampuni semua manusia dan pada akhirnya membawa semua orang ke dalam Kerajaan Tuhan tanpa terkecuali. Bukankah ini hanya gagasan dan imajinasi manusia? Jika memang demikian, Tuhan tidak perlu melakukan pekerjaan penghakiman. Ada prinsip tentang bagaimana Tuhan bersikap terhadap orang yang seringkali negatif. Jika orang selalu bersikap negatif, ada masalah di sini. Tuhan telah begitu banyak berfirman, mengungkapkan begitu banyak kebenaran, dan jika orang benar-benar percaya kepada Tuhan, maka setelah membaca firman Tuhan dan memahami kebenaran, hal-hal negatif di dalam dirinya akan makin berkurang. Jika orang selalu negatif, pasti mereka sama sekali tidak menerima kebenaran, sehingga begitu mereka menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan gagasan mereka sendiri, mereka akan menjadi negatif. Mengapa mereka tidak mencari kebenaran dalam firman Tuhan? Mengapa mereka tidak menerima kebenaran? Itu pasti karena mereka memiliki gagasan dan kesalahpahaman tentang Tuhan, dan terlebih lagi, mereka tak pernah mencari kebenaran. Jadi, apakah Tuhan tetap akan memperhatikan mereka padahal mereka memperlakukan kebenaran dengan cara seperti ini? Bukankah orang-orang semacam itu keras kepala? Bagaimana sikap Tuhan terhadap orang yang keras kepala? Dia menyingkirkan dan mengabaikan mereka. Engkau bisa percaya dengan cara apa pun yang kauinginkan; apakah engkau percaya atau tidak, itu terserah padamu; jika engkau benar-benar percaya dan mengejar kebenaran, engkau akan mendapatkan kebenaran; jika engkau tidak mengejar kebenaran, engkau tidak akan mendapatkannya. Tuhan memperlakukan setiap orang dengan adil. Jika engkau tidak memiliki sikap yang mau menerima kebenaran, jika engkau tidak memiliki sikap ketundukan, jika engkau tidak berusaha untuk memenuhi tuntutan Tuhan, maka silakan percaya sesukamu; juga, jika engkau lebih suka pergi, engkau dapat segera melakukannya. Jika engkau tidak ingin melaksanakan tugasmu, rumah Tuhan tidak akan memaksamu; engkau bisa pergi ke mana pun kausuka. Tuhan tidak mendesak orang-orang semacam itu untuk tinggal. Itulah sikap-Nya. Jelas-jelas engkau adalah makhluk ciptaan, tetapi engkau tidak pernah ingin menjadi makhluk ciptaan. Engkau selalu ingin menjadi penghulu malaikat, tidak mau tunduk kepada Tuhan, dan selalu ingin menjadi setara dengan Tuhan. Ini berarti dengan berani menentang Tuhan; ini adalah sesuatu yang menyinggung watak Tuhan. Jelas-jelas engkau hanyalah manusia biasa, tetapi engkau selalu menginginkan perlakuan khusus, ingin memiliki status dan identitas, ingin menjadi lebih baik daripada orang lain dalam segala hal, menerima berkat yang besar, dan melampaui semua orang. Hal ini memperlihatkan bahwa engkau tidak bernalar. Bagaimana pandangan Tuhan terhadap orang yang tidak bernalar? Bagaimana Tuhan menilai mereka? Orang-orang semacam ini tidak bernalar. Ada orang-orang yang berkata, "Jika Engkau berkata aku tidak bernalar, aku tidak akan lagi berjerih payah untukmu!" Siapa yang memintamu untuk berjerih payah? Jika engkau tidak bersedia melakukannya, Tuhan tidak akan memaksamu; cepatlah pergi, rumah Tuhan tidak akan menahanmu. Sekalipun engkau bersedia berjerih payah, rumah Tuhan memiliki persyaratan. Jika hasil jerih payahmu di bawah standar dan pelaksanaan tugasmu membawa terlalu banyak masalah ke dalam rumah Tuhan, lebih banyak merugikan daripada membawa manfaat, rumah Tuhan pasti akan menyingkirkanmu; sekalipun engkau ingin berjerih payah, rumah Tuhan tidak akan menginginkanmu. Jika orang bersedia memberikan pelayanan, mampu menerima kebenaran, dan menerima diri mereka dipangkas, maka mereka memenuhi syarat untuk tinggal di rumah Tuhan. Jika mereka mampu mengejar kebenaran, menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, serta dapat diselamatkan dan disempurnakan, ini adalah berkat yang sangat besar. Jangan berpikir Tuhan sedang memohon kepadamu dan bahwa Dia perlu menghakimi dan menghajarmu; Tuhan tidak akan memohon kepadamu. Tuhan menyelamatkan dan menyempurnakan manusia secara selektif, dengan target tertentu, dan dengan prinsip-prinsip, tidak semua orang yang percaya kepada Tuhan dapat diselamatkan oleh-Nya. Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih. Engkau harus memenuhi beberapa standar Tuhan, yaitu melaksanakan tugasmu secara memadai, memiliki mentalitas ketundukan, bersikap jujur, serta memiliki hati yang bertobat, dan baru setelah itulah Tuhan akan secara resmi mulai menghakimi dan menghajar, menyucikan, dan menyempurnakanmu. Ada orang-orang yang berkata, "Mengalami penghakiman dan hajaran berarti menderita!" Meskipun memang benar bahwa engkau akan menderita, engkau harus memenuhi syarat untuk itu. Jika engkau tidak memenuhi syarat, engkau bahkan tidak layak untuk menderita! Apakah menurutmu pekerjaan Tuhan dan penyempurnaan-Nya terhadap manusia sesederhana itu? Mereka yang menolak menerima penghakiman dan hajaran, atau yang lari dari penghakiman dan hajaran, pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka. Siapa pun dia, atau seperti apa pun sikapnya terhadap Tuhan, jika sikap ini tidak sesuai dengan yang Tuhan tuntut, Tuhan tidak akan ikut campur dan membiarkan dia menempuh jalannya sendiri. Firman Tuhan ada di sana; jika engkau mampu melakukan apa yang Dia firman, maka lakukanlah. Jika engkau bersedia melakukannya, maka lakukanlah. Jika engkau tidak bersedia atau tidak mampu melakukannya, Tuhan tidak akan memaksamu. Apakah menurutmu Tuhan akan memohon kepadamu? Apakah menurutmu Tuhan akan mendisiplinkanmu? Yakinlah, Tuhan sama sekali tidak akan melakukan hal itu. Tuhan akan berkata, "Jika kau tidak suka menerima kebenaran, jika kau menolak penghakiman dan hajaran Tuhan, silakan saja. Kau telah menikmati sedikit kasih karunia, jadi cepatlah kembali ke dunia, cepatlah pergi; kau tidak akan dipaksa. Kau tidak memenuhi syarat untuk menikmati berkat Kerajaan Surga, dan kau tidak dapat memperolehnya sekalipun kau menginginkannya." Apa maksudnya Tuhan tidak memaksa manusia untuk menerima penghakiman dan hajaran-Nya? Maksudnya, jika manusia tidak menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, Tuhan tidak akan mendisiplinkan, menghajar, mengingatkan, ataupun menasihati; tidak akan ada pencerahan atau penerangan dari Roh Kudus. Di luarnya, orang-orang ini tampak hidup cukup nyaman. Mereka tidak didisiplinkan karena melaksanakan tugas mereka dengan asal-asalan, atau karena sikap negatif mereka dalam bekerja, atau karena mereka dengan seenaknya menghakimi Tuhan. Bahkan ketika mereka salah paham terhadap Tuhan, mengeluh tentang Tuhan, dan menentang Tuhan, mereka tidak merasakan apa pun di dalam hati mereka, hingga mereka melakukan kejahatan besar seperti mencuri atau menyalahgunakan uang persembahan, tetapi mereka tetap tidak menyadarinya. Orang-orang yang melakukan kejahatan besar seperti itu menghabiskan waktu bertahun-tahun tanpa merenungkan diri mereka sendiri, tanpa ada sedikit pun pertobatan, tanpa firasat apa pun tentang hukuman atau akibat apa yang akan menimpa mereka. Orang normal seharusnya memiliki semacam firasat, tetapi mereka tidak memilikinya karena Tuhan sama sekali tidak melakukan apa pun di dalam diri mereka. Diamnya Tuhan adalah suatu sikap. Apa yang direpresentasikan dari sikap ini? Dapatkah engkau semua membayangkan apa yang sedang Tuhan pikirkan di dalam hati-Nya? Dia sudah benar-benar menganggap bahwa orang-orang semacam itu tidak ada harapan. Mengapa Tuhan menganggap orang-orang semacam itu tidak ada harapan? Dia membenci orang-orang semacam itu, mereka tidak penting dibandingkan dengan sebuah bulu atau seekor semut, mereka tidak layak disebutkan, dan dengan demikian, kesudahan mereka sudah ditentukan. Suatu hari, ketika orang semacam itu berkata, "Aku ingin menjadi makhluk ciptaan Tuhan, aku menerima-Mu sebagai Tuhanku," akankah Tuhan menginginkan dia? Tuhan tidak akan menginginkan dia. Ada orang-orang yang berkata, "Aku menyesalinya, sekarang aku berbalik." Apakah sudah terlambat bagi mereka? Sudah terlambat. Karena natur mereka adalah natur setan dan tidak akan pernah berubah, Tuhan tidak menyelamatkan orang-orang semacam itu. Betapa pun menyesalnya mereka, betapa pun getirnya mereka menangis, dapatkah mereka berubah? Dapatkah mereka benar-benar bertobat? Sama sekali tidak. Jadi, entah engkau mengejar kebenaran atau tidak, selama engkau benar-benar percaya kepada Tuhan, engkau harus memahami ketetapan administratif rumah Tuhan. Engkau sama sekali tidak boleh memiliki rencana terhadap persembahan milik Tuhan; bahkan berpikir untuk mencuri atau menggunakannya pun tidak dapat diterima. Sekali engkau mengambil tindakan seperti itu, engkau akan mendatangkan bencana besar, yang memengaruhi kesudahanmu. Begitu kesudahanmu sudah ditentukan, memikirkan kembali apa yang telah Tuhan katakan atau apa tuntutan Tuhan, dan merasa menyesal tidak akan ada gunanya, itu akan sangat terlambat. Saat ini, pekerjaan Tuhan belum selesai, tetapi ada kesudahan orang-orang yang telah ditentukan. Tuhan tidak mengumumkan hal ini, dan Dia juga tidak memberi tahu siapa pun. Orang-orang ini masih mengira bahwa mereka baik-baik saja, masih membuang-buang waktu mereka. Bahkan ketika kematian sedang mendekat, mereka sama sekali tidak menyadarinya; mereka adalah sekelompok orang yang bingung dan tidak berguna.
Aku akan melanjutkan dengan dua kasus lainnya. Kasus sebelumnya membahas seorang pria, sedangkan dua tokoh utama dalam kasus ini adalah dua orang pemimpin wanita. Mendengar sebutan ini, orang dapat langsung memahami bahwa status mereka tidaklah rendah; tetapi, orang-orang yang memiliki status seperti itu mampu melakukan kejahatan besar. Salah seorang dari kedua wanita ini pernah berurusan dengan seorang tidak percaya yang bisnisnya di ambang kebangkrutan karena modal yang tidak mencukupi. Karena wanita ini melayani sebagai pemimpin di gereja dan memiliki kendali atas sumber keuangan, orang tidak percaya tersebut ingin meminjam uang darinya. Tanpa berkonsultasi dengan Yang di Atas, dia secara sepihak setuju untuk meminjamkan ratusan juta rupiah. Uang milik manusia boleh dipinjamkan, tetapi uang Tuhan adalah uang persembahan, dan siapa pun yang menyentuh persembahan milik Tuhan harus menghadapi hukuman. Dia diam-diam menyalahgunakan uang persembahan tersebut, dan jumlahnya tidak sedikit. Setelah mengetahui penyalahgunaan uang persembahan, gereja mengambil tindakan terhadapnya, mengharuskan dia bekerja untuk mengembalikan uang tersebut. Beginilah cara gereja menanganinya; itu adalah metode manusia. Dia mampu mengembalikan uang tersebut, dan sikapnya dari luar terlihat baik. Apakah ini menandakan bahwa dia telah berbalik? (Tidak.) Tindakannya cukup lancang, seperti orang bodoh yang sembrono, yang menunjukkan watak dan sikapnya terhadap Tuhan. Mampukah orang semacam itu memahami kebenaran secara murni? Dapatkah dia bertindak dengan nalar? Dia berani menyentuh persembahan milik Tuhan, memperlakukannya sebagai uangnya sendiri. Tuhan tidak memberitahunya bagaimana cara mendistribusikan persembahan tersebut, dan Dia juga tidak menyuruhnya untuk tidak menyentuhnya, wanita itu tidak memiliki prinsip ataupun batasan di dalam hatinya. Dia menganggap bahwa sebagai seorang pemimpin, dia memiliki hak untuk mengendalikan uang tersebut, dan berani menyalahgunakannya. Setelah penyalahgunaan tersebut, bagaimana Tuhan menanganinya? Tuhan bahkan tidak perlu melakukan apa pun; gerejalah yang menghukumnya. Hanya ratusan juta rupiah inilah yang menentukan kesudahannya, dia selamanya ditinggalkan oleh Tuhan dan dibuang. Mengapa Tuhan melakukan hal ini? Ini merepresentasikan murka Tuhan; tentu saja, ini juga merupakan aspek dari watak Tuhan. Tuhan tidak menoleransi pelanggaran; jika engkau menyinggung watak Tuhan, engkau telah melewati batas. Apakah hal ini diatur dalam ketetapan administratif? (Ya.) Umat pilihan Tuhan jelas tentang hal ini: menyalahgunakan uang persembahan merupakan pelanggaran terhadap watak Tuhan. Ketika wanita ini menyalahgunakan uang persembahan, apakah Tuhan tidak ikut campur? Tuhan tidak ikut campur, tidak menghentikannya, dan tidak mengatakan apa pun. Dia juga tidak mengekang, menegur, atau memperingatkannya ketika dia mengambil tindakan. Uang itu dipinjamkan begitu saja. Dia merasa cukup puas akan dirinya sendiri sebelum masalah tersebut tersingkap, dan gereja menanganinya. Dia mulai menangis tersedu-sedu, lalu segera mulai bekerja untuk mengembalikan uang tersebut. Sebenarnya, apakah uang yang Tuhan pedulikan? Tidak, yang Dia pedulikan bukanlah uangnya, melainkan sikap yang diperlihatkan wanita itu kepada-Nya dalam hal ini. Inilah yang Tuhan pedulikan. Orang menyinggung watak Tuhan justru karena uang. Bukankah ini pantas dihukum mati? Ini disebut hukuman yang setimpal! Jika engkau merasa sedikit negatif atau lemah, atau terkadang ada sedikit ketidakmurnian saat melaksanakan tugasmu, atau terkadang memiliki posisi dengan status tertentu dan menikmati manfaatnya, Tuhan melihat ini sebagai penyingkapan watak yang rusak. Namun, jika engkau menyentuh persembahan milik Tuhan tanpa berkonsultasi dengan-Nya, atau menyalahgunakannya tanpa seizin-Nya, masalah macam apakah itu? Ini berarti mencuri uang persembahan. Dan watak macam apa yang ditunjukkan oleh hal ini? Itu adalah watak sang penghulu malaikat, watak Iblis. Bukankah mencuri persembahan milik Tuhan merupakan suatu pengkhianatan? (Ya.) Apa yang Iblis lakukan yang dianggap pengkhianatan oleh Tuhan? (Dia berusaha untuk menjadi Tuhan.) Sedangkan wanita yang sedang kita diskusikan, dia ingin mengendalikan persembahan milik Tuhan. Dia pikir dia itu siapa? (Dia pikir dia adalah Tuhan.) Tepat sekali, dia melihat dirinya sebagai Tuhan, dan di situlah letak kesalahannya. Itulah sebabnya kita berkata dia menyinggung watak Tuhan. Apakah natur ini serius? (Ya.) Apakah penggambaran kita akurat? (Akurat.) Dia tidak lagi memiliki kesudahan. Dia tidak memiliki kesudahan, seperti itulah yang terlihat sekarang. Dalam hal definisi Tuhan, dalam hal hukuman apa yang akan dia alami setelahnya, ini adalah masalah masa depan. Inilah kisah wanita yang pertama. Dia benar-benar lancang, mampu menipu orang-orang di atas dan di bawahnya, bertindak dengan ceroboh tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, bodoh dan kurang ajar. Apakah dia memiliki sedikit pun ketundukan atau keinginan untuk mencari? (Tidak.) Dia ingin mengendalikan persembahan milik Tuhan, harta milik Tuhan, tanpa persetujuan siapa pun dan tanpa berdiskusi atau bersekutu mengenai hal ini dengan orang lain. Dia berinisiatif menangani hal ini secara sepihak, dan inilah konsekuensinya. Ada orang-orang yang mungkin berkata, "Apakah sekadar menyentuh persembahan milik Tuhan berarti orang menyinggung watak-Nya?" Benarkah demikian? Tidak. Gereja memiliki prinsip-prinsip dalam mendistribusikan persembahan milik Tuhan, dan jika engkau bertindak berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Tuhan tidak akan campur tangan. Jika engkau telah memiliki prinsip-prinsipnya dan engkau tidak mengikutinya, tetapi bersikeras bertindak dengan ceroboh dan melakukan segala sesuatunya sesuai keinginanmu sendiri, dan menangani hal ini seorang diri, engkau menyinggung watak Tuhan. Itulah kisah wanita yang pertama.
Kisah pemimpin wanita yang kedua juga berkaitan dengan persembahan. Beginilah kisahnya. Gereja membeli sebuah rumah yang memerlukan beberapa renovasi untuk dijadikan tempat ibadah. Renovasi ini melibatkan perancangan dan pembelian bahan bangunan, yang membutuhkan biaya. Karena ini adalah pekerjaan rumah Tuhan yang melibatkan pengelolaan Tuhan, maka uang yang dikeluarkan tentu saja berasal dari rumah Tuhan, dan itu adalah uang persembahan milik Tuhan. Uang ini digunakan secara wajar, sah dan benar berdasarkan prinsip-prinsip rumah Tuhan. Pada waktu itu, wanita ini adalah seorang pemimpin dan bertanggung jawab atas proyek ini. Dia memilih seorang petobat baru, yang tidak dikenal siapa pun, untuk datang dan mengawasi proyek tersebut. Pria ini seperti orang yang tidak percaya. Belakangan, wanita ini bersekongkol dengan orang tidak percaya ini, membeli banyak barang mewah dan memboroskan banyak uang. Bukankah ini menipu uang rumah Tuhan? Ini adalah penggelapan dan pemborosan persembahan milik Tuhan! Orang tidak percaya ini menghasilkan cukup banyak uang darinya. Apakah ini ada hubungannya dengan wanita itu? (Ya.) Dia yang memfasilitasi hal ini, memungkinkan orang tidak percaya tersebut untuk melakukan hal-hal seperti itu. Ketika seseorang mengetahui masalah ini dan ingin melaporkannya, dia dengan keras menghalangi dan mengancam orang itu. Wanita ini mengkhianati kepentingan rumah Tuhan, merugikan kepentingan tersebut dan juga menyebabkan hilangnya banyak persembahan. Selama masa ini, apakah Tuhan menegurnya? (Tidak.) Dia tidak menyadarinya. Bagaimana kita bisa tahu dia tidak sadar? Ada beberapa fakta yang membuktikannya; dia dapat melihat dengan jelas apa yang direncanakan oleh orang tidak percaya itu sejak awal, tetapi tidak menghentikannya, malah menuruti dan diam-diam menyetujuinya, terus-menerus mengucurkan uang. Akibatnya, biayanya membengkak, dan hasil akhirnya di bawah standar. Dia jelas-jelas menyadarinya, tetapi terus mengucurkan banyak uang. Apakah Tuhan bertindak pada saat itu? Tuhan tidak bertindak. Bagaimana gagasan dan imajinasi orang mengenai masalah ini? Orang-orang menganggap bahwa Tuhan seharusnya bertanggung jawab atas uang milik-Nya sendiri dan seharusnya telah menghentikan wanita itu. Ini adalah gagasan manusia, tetapi Tuhan tidak bertindak seperti itu. Setelah renovasi selesai dan saat diselidiki, rumah Tuhan mendapati bahwa banyak uang persembahan yang hilang. Apa yang harus dilakukan terhadap wanita ini? Tuhan tidak melakukan apa pun; gereja yang menanganinya, dan wanita lain mulai mengembalikan uang tersebut. Apa natur dari tindakan wanita pertama? Sebagai seorang pemimpin, dia bukan saja tidak bertanggung jawab dan tidak memeriksa pengeluaran uang persembahan, tetapi juga bersekongkol dengan pihak luar untuk menipu rumah Tuhan dan menggelapkan uang persembahan milik Tuhan. Kasus ini bahkan lebih parah daripada kasus sebelumnya. Jadi, apa kesudahan orang semacam itu di mata Tuhan? Kehancuran; apakah dia dihukum atau tidak, itu adalah masalah di masa depan. Orang semacam itu mungkin suatu hari akan ditempatkan oleh Tuhan di tempat kediaman roh-roh jahat dan setan-setan najis, tubuh fisiknya dihancurkan dalam kehidupan ini, dan jiwanya dicemari serta dinodai oleh setan-setan najis dan roh-roh jahat; sedangkan kehidupan selanjutnya, itu terlalu jauh untuk dibicarakan. Seperti itulah kesudahannya. Mengapa Tuhan menangani orang semacam itu dengan cara ini? Karena dia menyinggung watak Tuhan. Setelah menyinggung watak Tuhan, mungkinkah Tuhan masih mengasihinya? Tidak ada kasih yang tersisa, tidak ada belas kasihan, tidak ada kasih setia, yang ada hanyalah murka. Ketika tindakannya disebutkan, Tuhan membenci dan jijik terhadapnya. Mengapa Tuhan sangat membencinya sampai taraf ini? Itu karena wanita ini dengan sengaja melakukan dosa, padahal dia mengetahui jalan yang benar. Bukan saja tidak ada lagi korban penghapus dosa baginya, dia juga harus menghadapi hukuman dari murka Tuhan. Tidak ada kesudahan, tempat tujuan, atau kesempatan untuk diselamatkan. Dia tidak memiliki semua ini. Inilah yang dimaksud dengan menyinggung watak Tuhan; inilah yang terjadi ketika orang menyinggung watak Tuhan.
Katakan kepada-Ku, apakah mudah untuk menyinggung watak Tuhan? Sebenarnya, tidak ada banyak kesempatan dan tidak ada banyak situasi di mana hal ini bisa terjadi. Peluangnya sedikit, kemungkinannya kecil; tetapi mengapa orang masih bisa menyinggung watak Tuhan dengan peluang yang begitu langka dan kemungkinan yang rendah? Kedua wanita ini masing-masing telah percaya kepada Tuhan selama lebih dari dua puluh tahun, telah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun, dan telah lama melayani sebagai pemimpin dan pekerja. Mengapa mereka dapat melakukan kesalahan yang begitu serius? Dari perspektif kemanusiaan, mereka tidak memiliki kemanusiaan, hati nurani, dan rasionalitas; dari perspektif iman mereka kepada Tuhan, mereka tidak memiliki iman yang sejati, tidak ada Tuhan di dalam hati mereka. Bagaimana ketiadaan Tuhan di dalam hati mereka terlihat? Dalam tindakan mereka, tidak ada rasa takut, tidak ada garis batasnya; mereka tidak memikirkan, "Apa yang akan terjadi padaku setelah aku melakukan ini? Akankah ada akibatnya? Orang-orang mungkin tidak mengetahuinya, tetapi apa yang akan terjadi jika Tuhan mengetahuinya? Aku harus bertanggung jawab atas hal ini, karena ini menyangkut kesudahanku." Mereka tidak memikirkan hal-hal ini. Bukankah itu menyusahkan? Jika mereka tidak memikirkan hal-hal ini, apakah mereka memiliki hati nurani atau nalar? (Tidak.) Oleh karena itu, mereka mampu menyinggung watak Tuhan, mampu melakukan kesalahan besar seperti itu. Jika seseorang memiliki pemikiran manusia yang normal, dia akan memiliki mentalitas ini; ketika seseorang ingin meminjam uang, mereka akan mempertimbangkan: "Meminjam uang? Ini adalah uang milik Tuhan. Jika kupinjamkan uang milik Tuhan hanya untuk mendapatkan penghargaan sesaat, bagaimana jika dia tidak mampu mengembalikannya? Bagaimana aku akan menebus uang ini? Sekalipun aku bisa menebusnya, perilaku macam apa yang kuperlihatkan dengan meminjamkan uang ini? Bolehkah uang milik Tuhan disentuh dengan seenaknya? Uang milik Tuhan tidak boleh disentuh dengan seenaknya; jika aku menyentuhnya, akan seperti apa natur dari tindakan ini?" Mereka akan mempertimbangkan hal-hal ini, dan tidak akan meminjamkan uang secara spontan hanya karena seseorang memintanya. Jika mereka tidak mempertimbangkannya, atau sekalipun mereka mempertimbangkannya, tetapi belum mempertimbangkan konsekuensinya, apa pandangan mereka terhadap Tuhan dari tindakan tersebut? Bagaimana kepercayaan mereka? Mereka pada dasarnya tidak mengakui keberadaan Tuhan, dan ini sangat mengerikan! Karena mereka tidak mengakui keberadaan Tuhan, mereka tidak mengakui bahwa Tuhan akan menentukan kesudahan mereka, dan tidak mengakui bahwa Tuhan akan menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap mereka; mereka tidak takut akan hal ini, mereka tidak percaya pada hukuman yang setimpal. Umumnya, jika seseorang percaya sebanyak lima puluh hingga enam puluh persen, mereka akan bertindak dengan hati-hati dan menunjukkan pengendalian diri. Jika mereka percaya sebanyak tiga puluh persen, mereka mungkin juga agak mengendalikan diri, tetapi begitu ada peluang, mereka akan tetap melakukannya; atau, jika peluangnya kecil atau terlalu dini, mereka akan mampu mengendalikan diri dan sedikit membatasi diri. Namun, mereka yang tidak memiliki unsur percaya apa pun akan berani melakukan segala macam hal buruk, bertindak dengan ceroboh tanpa mempertimbangkan konsekuensinya; ini sama saja dengan binatang buas. Di luarnya, mereka tampak seperti manusia, tetapi yang mereka lakukan bukanlah apa yang seharusnya dilakukan manusia; setidaknya, dapat dikatakan bahwa mereka adalah binatang buas, dan yang lebih parah lagi, mereka mungkin adalah setan-setan najis dan roh-roh jahat yang datang untuk mengganggu dan mengacaukan pekerjaan Tuhan, yang mengkhususkan diri untuk menyabotase pekerjaan Tuhan. Apakah cara Tuhan menggolongkan orang-orang semacam itu akurat? (Ya.) Ini sangat akurat; semua tindakan Tuhan tidak ada yang salah, semua yang Tuhan lakukan tepat. Selain itu, tindakan Tuhan, penentuan Tuhan atas kesudahan manusia tidak didasarkan pada kinerja sesaat. Kedua wanita ini sudah percaya kepada Tuhan selama dua puluh tahun, tetapi entah bagaimana berakhir pada titik ini, memeteraikan kesudahan mereka sendiri dengan cara seperti ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Ini bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Dari perspektif pengejaran iman dan jalan yang mereka pilih, mereka bukanlah orang-orang yang mengejar kebenaran; itu salah satu aspeknya. Aspek lain adalah mereka sama sekali tidak tertarik pada kebenaran. Seandainya mereka memiliki minat secuil saja, kemanusiaan mereka pasti telah mengalami perubahan. Dan apa dampak perubahan kemanusiaan seperti itu terhadap mereka? Itu berarti mereka akan bertindak dengan pengendalian diri dan mematuhi batasan, memiliki standar untuk menilai, serta mengukur segala sesuatunya dengan nalar dan proses berpikir manusia yang normal. Jika mereka menyadari bahwa suatu tindakan tidaklah pantas, mereka tidak akan melakukannya. Namun, kedua wanita ini tidak pernah mengejar kebenaran; mereka bahkan tidak memiliki batasan dasar dan cara berpikir ini. Mereka berani melakukan apa pun, dan natur inilah yang menuntun mereka pada kehancuran, bahkan menuju kematian mereka. Itulah sebabnya perjalanan kepercayaan mereka kepada Tuhan berakhir dengan cara seperti itu.
Apa pendapat engkau semua setelah mendengar kedua kasus ini? Ada orang-orang yang berkata: "Aku telah memperoleh banyak hal hari ini. Aku telah memperoleh kebenaran tertinggi, yaitu jangan menyentuh milik Tuhan; bahkan memiliki pemikiran seperti itu pun jangan, jangan merusak milik Tuhan. Jika engkau merusaknya, akibatnya pasti akan buruk." Benarkah demikian? Apakah ini kebenarannya? (Tidak.) Yang penting bukanlah apakah engkau merusak milik Tuhan atau tidak, tetapi bagaimana sikapmu terhadap Tuhan di dalam hatimu. Jika engkau takut akan Tuhan dan merasa gentar terhadap-Nya, benar-benar percaya akan keberadaan-Nya, dan sungguh-sungguh mempertimbangkan kesudahanmu sendiri, ada hal-hal yang tidak akan kaulakukan; engkau bahkan tidak akan memikirkannya. Oleh karena itu, engkau tidak akan terkena pencobaan seperti ini; itu tidak akan pernah menimpamu. Apakah ketakutan berguna? Ketakutan tidak ada gunanya. Apa yang Tuhan lakukan ketika kedua wanita tadi melakukan hal-hal ini? Tuhan membiarkan segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya, menempatkan kedua setan ini—dua orang yang tidak manusiawi ini, yang hatinya sama sekali tidak takut akan Tuhan—ke dalam pencobaan Iblis, sehingga mereka dapat disingkapkan dan dihancurkan sepenuhnya. Bukankah begini sikap Tuhan? Ini adalah watak benar Tuhan, dan ini tidak boleh dianggap enteng! Orang menggunakan cara manusia untuk menangani dan menghukum pada orang lain, yaitu membalas kejahatan dengan kejahatan. Namun, Tuhan tidak melakukan hal itu; Tuhan memiliki batasan yang jelas, prinsip-prinsip, dan cara-Nya sendiri. Ketika Tuhan menghukum seseorang, Dia membuatnya sehingga mereka tidak merasakan apa pun; mereka tidak menyadarinya, tetapi di mata Tuhan, masalah tersebut telah terselesaikan. Bertahun-tahun kemudian, penderitaan berikutnya akan muncul sedikit demi sedikit. Setelah Tuhan melucuti orang tersebut dari kasih karunia, berkat, pencerahan, penerangan, dan semua perlakuan yang Tuhan berikan kepada manusia normal, mereka menjadi benar-benar tidak manusiawi; di mata Tuhan, mereka bukan lagi makhluk ciptaan, melainkan binatang buas, mereka adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Tuhan berfirman, "Ia membuat matahari-Nya bersinar untuk orang yang jahat dan orang yang baik." Apakah orang-orang ini baik, atau jahat? Mereka bukan kedua-duanya. Di mata Tuhan, dalam catatan-Nya, orang-orang semacam ini telah diusir; mereka sudah tidak ada, mereka adalah orang yang tidak manusiawi. Apa yang dimaksud dengan orang yang tidak manusiawi? (Orang-orang kasar, binatang buas yang berpakaian manusia.) Ada orang-orang yang bahkan mungkin merasa iri terhadap mereka dan berkata, "Mereka bekerja dan mencari uang di luar, hidup bersama orang-orang tidak percaya; hidup mereka jauh lebih nyaman daripada menderita di gereja, melaksanakan tugas dari fajar hingga senja." Kukatakan kepadamu, hari-hari penderitaan mereka belum tiba. Jika engkau merasa iri terhadap mereka, engkau boleh meniru mereka; rumah Tuhan tidak melarangnya. Penderitaan tidak terbatas pada rasa sakit fisik dari penyakit; jika penderitaan batin orang mencapai taraf tertentu, hal itu tidak dapat terlukiskan, seperti pukulan terhadap jiwa seseorang, khususnya ketika terkena hukuman Tuhan, itu lebih buruk daripada kematian, itu lebih menyiksa; itu seperti penderitaan mental. Kedua wanita ini berakhir dalam situasi seperti itu karena mereka menyinggung watak Tuhan melalui tindakan mereka yang ceroboh. Dalam gagasan manusia, tampaknya kesalahan apa pun yang orang lakukan atau apa pun mereka lakukan, asalkan mereka dapat kembali ke hadapan Tuhan untuk mengaku dan bertobat, Tuhan dapat mengampuni mereka; ini akan membuktikan bahwa kasih Tuhan itu sangat besar, bahwa Dia benar-benar mengasihi manusia. Ini adalah gagasan manusia, dan ini menunjukkan bahwa pemahaman manusia mengenai Tuhan dipenuhi dengan terlalu banyak imajinasi dan terlalu banyak kehendak manusia. Jika Tuhan dibatasi oleh gagasan manusia, tindakan Tuhan tidak akan berprinsip dan Tuhan tidak akan memiliki watak apa pun; Tuhan seperti itu tidak ada. Justru karena Tuhan benar-benar ada, hidup, dan sangat nyata, maka Dia memiliki perwujudan yang berbeda-beda. Perwujudan-perwujudan ini terlihat jelas dalam berbagai perbuatan dan sikap-Nya terhadap manusia, dan hal-hal tersebut merupakan bukti bahwa Dia benar-benar ada. Ada orang-orang yang berkata, "Orang-orang ini sendiri tidak sadar ketika mereka sedang ditangani, lalu bagaimana kita bisa melihat keberadaan Tuhan?" Kasus-kasus yang telah Kusebutkan saja memungkinkan orang untuk melihat sikap dan watak Tuhan, dan juga membuat orang melihat prinsip-prinsip Tuhan dalam melakukan segala sesuatu dan menangani manusia. Bukankah ini bukti bahwa Tuhan benar-benar ada? (Ya.) Jika Tuhan ini tidak ada, jika Dia sebenarnya hanya udara, apa pun tindakan-Nya tidak akan berprinsip atau ada batasannya; itu tidak akan terdeteksi, tak tersentuh, kosong, tidak terimplementasi dalam kehidupan orang, dan tidak relevan dengan kehidupan, tindakan, dan perwujudan orang. Itu hanya akan menjadi teori, argumen, dan omong kosong. Justru karena Tuhan ini ada, banyak hal yang Dia lakukan membuat manusia dapat melihat sikap-Nya.
Bagian utama dari berbagai gagasan dan imajinasi yang orang miliki tentang pekerjaan Tuhan pada dasarnya telah dibahas dalam persekutuan kita. Bagian utama ini berfokus pada hal apa? Yaitu berbagai gagasan, imajinasi, dan ide-ide yang orang miliki mengenai penghakiman dan hajaran Tuhan, serta berbagai gagasan dan imajinasi mereka tentang apa yang dimaksud dengan perubahan watak. Selain itu, orang juga memiliki banyak imajinasi tentang prinsip-prinsip di balik pekerjaan penghakiman dan hajaran Tuhan serta standar yang Tuhan tuntut dari manusia. Bagi orang, konsep-konsep ini umumnya kacau dan tidak jelas. Apa yang direpresentasikan dengan ketidakjelasan ini? Itu berarti bahwa orang tetap tidak memahami kebenaran, dan mereka juga tidak memahami kebenaran yang terlibat dalam pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri mereka. Melalui persekutuan hari ini, apakah engkau semua pada dasarnya memiliki definisi dasar tentang penghakiman dan hajaran, serta standar yang Tuhan tuntut dari manusia? (Ya.) Dengan pemahaman ini, apa yang harus engkau semua lakukan selanjutnya? Pertama-tama, engkau semua perlu menyadari bahwa Tuhan memiliki standar seperti itu. Apakah standar-standar ini fleksibel? Dapatkah standar-standar ini menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari yang sebenarnya? (Tidak.) Mengapa tidak? Sejak Zaman Kasih Karunia hingga sekarang, kita dapat melihat dari mereka yang telah Tuhan sempurnakan bahwa standar-standar ini sangat ketat dan jelas; Tuhan tidak akan pernah mengubahnya. Dia tidak mengubahnya dua ribu tahun yang lalu, dan Dia belum mengubahnya hingga sekarang. Hanya saja, saat ini akan makin banyak orang yang disempurnakan karena Tuhan telah banyak berfirman. Saat itu, Dia bekerja dalam skala yang lebih kecil dan tidak dengan gamblang mengungkapkan lebih banyak kebenaran kepada orang-orang. Sekarang, Dia telah mengungkapkan lebih banyak kebenaran kepada manusia dan membuat mereka makin sadar akan maksud-Nya, dan Tuhan telah mengungkapkan semua standar yang Dia tuntut dan kebenaran untuk diketahui manusia. Pada saat yang sama, Roh Tuhan juga bekerja bersama di antara manusia dengan cara seperti ini. Kedua aspek ini membuktikan bahwa selama masa ini, Tuhan bermaksud menyempurnakan lebih banyak orang, yaitu sekelompok orang, bukan hanya satu atau dua orang. Berdasarkan informasi ini, apakah sebagian besar darimu memiliki harapan untuk disempurnakan? Ada orang-orang yang berkata bahwa mereka tidak yakin, tetapi sekalipun kita tidak yakin, mari kita mencobanya; lebih baik gagal daripada memohon belas kasihan saat ini. Memohon belas kasihan pada saat ini merupakan perilaku macam apa? Ini adalah perilaku yang pengecut, tidak bernilai, tidak kompeten, hina, dan mempermalukan Tuhan. Engkau tidak boleh menjadi pengecut! Syarat dan standar untuk disempurnakan telah diberitahukan dengan jelas dan sederhana kepada manusia; yang tersisa hanyalah bagaimana cara menerapkan dan bagaimana cara bekerja sama dengan pekerjaan Tuhan. Berapa kali pun engkau gagal selama masa ini, selama engkau tidak menyinggung watak Tuhan, engkau tidak boleh berkecil hati atau menyerah; teruslah berjuang. Ada orang-orang yang berkata bahwa kualitas mereka buruk. Tidakkah Tuhan tahu bahwa kualitas mereka buruk? Pengakuan mereka akan kualitas mereka yang buruk sudah baik di mata Tuhan karena manusia yang rusak itu congkak dan merasa dirinya benar, dan sangat sedikit yang mengakui bahwa kualitas mereka buruk. Mengakui hal ini adalah hal yang baik, ungkapan yang bagus. Ada orang-orang yang bercerita tentang pengalaman mereka, menyadari bahwa kemanusiaan mereka buruk dan jahat. Mengapa orang lain tidak memiliki kesadaran ini? Mengakui kemanusiaanmu yang buruk, kemanusiaanmu yang jahat, menunjukkan bahwa engkau telah memahami firman Tuhan dan menghubungkannya dengan dirimu sendiri; ini menunjukkan bahwa engkau percaya pada pekerjaan penyelamatan Tuhan, bahwa engkau memiliki tekad dan kesediaan untuk memuaskan Tuhan. Setidaknya, engkau mampu mengakui pernyataan yang jujur ini. Siapa di antara orang-orang tidak percaya sekarang yang berkata bahwa mereka jahat? Sekalipun mereka jahat, mereka mengaku sebagai orang yang baik; mereka mengaku perbuatan jahat mereka adalah perbuatan baik yang agung dan perilaku yang berbudi luhur, secara terang-terangan memutarbalikkan yang benar dan yang salah. Oleh karena itu, apa pun kemunduran yang kauhadapi, apa pun kegagalan atau kejatuhan yang kaualami, engkau harus mampu melihat bahwa ada harapan di masa depan. Siapa yang di ada di masa depan? Itu adalah Tuhan! Dengan firman Tuhan yang membimbing dan menuntun, orang dapat memulai jalan yang benar.
Hari ini, tiga studi kasus telah dipersekutukan, memperjelas berbagai gagasan dan imajinasi orang tentang pekerjaan Tuhan. Apakah engkau semua memahami apa yang disampaikan? (Ya.) Kemampuanmu untuk memahami menunjukkan bahwa engkau semua memiliki kualitas dan kemampuan untuk menerima kebenaran. Ada harapan bagimu untuk memahami dan memperoleh kebenaran. Mengapa kebenaran ini tidak dapat diterangkan dengan jelas hanya dalam satu atau dua jam, atau dua atau tiga jam? Itu karena ada banyak pembahasan awal yang harus dipaparkan agar dapat membahas detail-detail selanjutnya. Tanpa menjelaskan dasar sebelumnya, engkau semua tidak akan mampu mengikuti pembahasan berikutnya. Jika Aku berbicara secara singkat tanpa pembahasan awal apa pun, akan sulit bagi engkau semua untuk mengikutinya. Jadi, Aku menyebutkan beberapa contoh, kemudian membahasnya dari sudut pandang yang positif dan negatif untuk membantu engkau semua memahami dan membedakan, mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dengan hal-hal ini, dan bagaimana orang harus memahaminya secara murni. Jika engkau semua dapat mencapai hal ini, perkataan-Ku tidaklah sia-sia. Sejak saat engkau mulai memiliki beberapa konsep dari kebenaran-kebenaran ini setelah mendengarnya, hingga pada titik di mana engkau memiliki pemahaman yang menyeluruh, saat engkau menyadari dari lubuk hatimu alasan Tuhan mengatakan hal-hal ini, bagian mana dari watak rusakmu yang berkaitan dengan kebenaran yang diucapkan oleh Tuhan ini, dan alasan Tuhan ingin memberitahumu hal-hal ini, diperlukan tahap tertentu untuk mencapai tingkat pemahaman ini. Engkau harus menghubungkan kebenaran-kebenaran ini dengan watak rusakmu, perkataan, perilaku, pemikiran, dan gagasanmu sendiri, yaitu, menerapkannya pada situasimu yang sebenarnya dan, tanpa sadar, engkau akan secara berangsur-angsur mulai memahami dan mengerti kebenaran-kebenaran ini. Jika engkau tidak membandingkannya dengan kasusmu sendiri, tetapi mencatatnya hari ini, meninjau dan menghafalkannya besok, dan kemudian memberitahukannya kepada mereka yang belum pernah mendengarnya, engkau mungkin mengira engkau telah memperolehnya, tetapi sebenarnya engkau belum memperolehnya. Dari saat engkau mampu mengkhotbahkan doktrin, kebenaran-kebenaran ini bukan lagi kebenaran bagimu, dan menjadi sulit bagimu untuk memahami kebenaran, seolah-olah kebenaran telah hilang sama sekali. Begitu kebenaran berubah menjadi sekadar doktrin bagimu, akan sulit bagi kebenaran tersebut untuk menghasilkan dampak pada dirimu. Engkau harus mengubah kebenaran menjadi kenyataanmu sendiri, secara berangsur-angsur menerapkan aspek nyata dari setiap kebenaran pada dirimu sendiri melalui pencarian dan persekutuan, serta akhirnya mulai memahami keadaan mana yang tercakup dalam kebenaran ini, dan apa saja yang tercakup di dalamnya, untuk memahami makna di balik diucapkannya perkataan ini oleh Tuhan. Ini adalah awal dari pemahaman akan kebenaran. Apa yang engkau semua pahami sekarang? (Doktrin.) Ketika orang pertama kali bersentuhan dengan kebenaran, yang mereka pahami adalah sejenis doktrin. Namun, memahami doktrin tidaklah sederhana; kualitas dan kemampuan tertentu juga dibutuhkan untuk memahaminya. Memahami doktrin juga mengharuskanmu memiliki hati yang tenang dan fokus, agar engkau dapat mendengarkan khotbah dengan perhatian yang tidak terbagi. Aku telah mendapati bahwa ada orang-orang yang, ketika mendengarkan khotbah, berpikir, "Apa yang sedang Engkau bicarakan tidak ada gunanya, aku tidak mau mendengarkan. Aku ingin mendengarkan khotbah, bukan mendengar tentang peristiwa." Mereka menganggap bahwa apa yang sedang Kubicarakan itu adalah tentang yang benar dan yang salah. Karena mereka memiliki sudut pandang ini, mereka tidak dapat menerima apa yang mereka dengar; mereka mengantuk, tidak memahami, dan tidak mampu mengikuti. Orang-orang semacam itu tidak memiliki kemampuan untuk memahami kebenaran; kualitas mereka kurang. Ada orang-orang yang menyebut diri mereka sebagai orang yang rohani, ketika mereka mendengar-Ku menceritakan kisah-kisah, mereka tidak mau mendengarkan. Mereka meminum air atau menguap, dan selalu gelisah. Mereka berpikir, "Kisah-kisah yang Engkau ceritakan adalah tentang hal-hal lahiriah; itu terlalu dangkal, aku tidak dapat menerimanya. Engkau seharusnya berbicara lebih banyak tentang alam roh; itu lebih sesuai dengan seleraku." Inilah sebenarnya sikap yang dimiliki sebagian orang. Ketika mereka telah menjadi pemimpin selama bertahun-tahun, mereka suka mengkhotbahkan doktrin yang muluk-muluk, teori-teori hebat, dan firman dari tingkat yang ketiga dari Surga; makin mereka berbicara, makin mereka bersemangat. Namun, jika kita berbicara tentang hal-hal di gereja, pengalaman nyata, atau khususnya menelaah dinamika jiwa manusia, mereka selalu menganggapnya dangkal dan membosankan. Watak macam apa ini? Apakah orang-orang ini memiliki kenyataan kebenaran? Mampukah orang-orang semacam itu menyelesaikan masalah nyata dalam pekerjaan mereka? Apakah engkau semua menyukai orang-orang semacam itu? Mempersekutukan kebenaran tidak dapat dipisahkan dari kenyataan. Dapatkah orang-orang yang tidak tertarik pada kenyataan mencintai kebenaran? Kurasa tidak; orang-orang semacam itu muak akan kebenaran, dan itu sangat berbahaya.
8 November 2018