11. Cara mengatasi masalah menguji Tuhan

Firman Tuhan Yang Mahakuasa pada Akhir Zaman

Mencobai Tuhan adalah ketika orang tidak mengetahui cara Tuhan bertindak, dan tidak mengetahui atau memahami Dia, sehingga mereka sering mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal terhadap-Nya. Misalnya, ketika seseorang jatuh sakit, dia mungkin berdoa agar Tuhan menyembuhkannya. "Aku tidak akan berobat—mari kita lihat apakah Tuhan akan menyembuhkanku atau tidak." Jadi setelah berdoa cukup lama tanpa adanya tindakan dari Tuhan, dia lalu berkata, "Karena Tuhan belum melakukan apa pun, aku akan minum obat dan melihat apakah Dia akan mencegahku meminumnya atau tidak. Jika obatnya tersangkut di tenggorokanku, atau jika aku menumpahkan air, itu mungkin cara Tuhan untuk menghalangiku dan mencegahku untuk meminumnya." Seperti itulah mencobai itu. Atau misalkan, engkau diminta untuk menyebarkan Injil. Dalam keadaan normal, semua orang memutuskan melalui persekutuan dan musyawarah hal apa yang menjadi tugasmu dan apa yang harus kaulakukan, dan kemudian engkau bertindak pada saat yang tepat. Jika sesuatu terjadi saat engkau melakukannya, itu adalah kedaulatan Tuhan—jika Tuhan bermaksud mencegahmu, Dia akan melakukannya secara proaktif. Namun, katakanlah engkau berkata dalam doamu, "Ya Tuhan, aku akan pergi hari ini untuk menyebarkan Injil. Apakah sesuai dengan maksud-Mu bahwa aku harus pergi? Aku tidak tahu apakah calon penerima Injil pada hari ini akan dapat menerimanya atau tidak, atau bagaimana tepatnya Engkau akan mengatur hal ini. Aku memohon pengaturan-Mu, bimbingan-Mu, agar Engkau menunjukkan hal-hal ini kepadaku." Setelah berdoa, engkau duduk di sana, tidak bergerak, lalu berkata, "Mengapa Tuhan tidak mengatakan apa pun tentang hal ini? Mungkin karena firman-Nya yang kubaca tidak cukup banyak, sehingga Dia tidak dapat menunjukkan hal-hal itu kepadaku. Kalau begitu, aku akan pergi saja sekarang. Jika aku jatuh terjerembap di sana, berarti Tuhan mencegahku untuk pergi, dan jika semuanya berjalan lancar dan Tuhan tidak mencegahku, berarti Tuhan mungkin mengizinkanku untuk pergi." Seperti itulah mencobai itu. Mengapa kita menyebutnya mencobai? Pekerjaan Tuhan itu nyata; tidak apa-apa bagi orang untuk melakukan saja tugas-tugas yang seharusnya mereka lakukan, mengatur kehidupan mereka sehari-hari, dan menjalani kehidupan dalam kemanusiaan normal mereka dengan cara yang sesuai dengan prinsip. Tidak perlu menyelidiki bagaimana Tuhan akan bertindak atau bimbingan apa yang akan Dia berikan. Engkau hanya perlu melakukan saja apa yang seharusnya kaulakukan; jangan selalu memiliki pemikiran tambahan, seperti, "Apakah Tuhan akan membiarkanku melakukan hal ini, atau tidak? Jika aku melakukan ini, bagaimana Tuhan akan memperlakukanku? Apakah benar bagiku untuk melakukannya dengan cara seperti ini?" Jika sesuatu jelas-jelas benar, maka lakukan saja itu, jangan memikirkan ini dan itu. Tentu saja engkau boleh berdoa memohon bimbingan-Nya, agar Dia menuntun hidupmu pada hari ini, agar Dia membimbingmu dalam tugas yang kaulaksanakan pada hari ini. Cukuplah bagi manusia untuk memiliki hati dan sikap yang tunduk. Sebagai contoh, engkau tahu jika engkau menyentuh listrik dengan tanganmu, engkau akan tersengat listrik, dan mungkin akan kehilangan nyawamu. Namun, engkau memikirkannya lebih jauh: "Tak perlu khawatir, Tuhan sedang melindungiku. Aku akan mencoba menyentuhnya untuk melihat apakah Tuhan akan melindungiku, dan untuk melihat seperti apa rasanya perlindungan Tuhan itu." Lalu engkau menyentuhnya dengan tanganmu, dan akibatnya, engkau tersengat listrik—seperti itulah mencobai itu. Ada hal-hal yang jelas salah dan tidak boleh dilakukan. Jika engkau tetap melakukannya, untuk melihat akan seperti apa reaksi Tuhan, itu berarti mencobai. Seseorang berkata, "Tuhan tidak suka orang berdandan cantik dan mengenakan riasan tebal. Jadi aku akan melakukannya, dan melihat seperti apa rasanya ketika Tuhan menegurku dalam hatiku." Jadi, setelah selesai berdandan, orang itu melihat sekilas dirinya di cermin: "Astaga, aku terlihat seperti hantu hidup, tetapi aku hanya merasa sedikit jijik dan tidak sanggup melihat pantulanku di cermin. Tidak ada tambahan perasaan selain itu—aku tidak merasakan kebencian Tuhan, dan aku tidak merasakan firman-Nya langsung turun untuk memukulku dan menghakimiku." Perilaku macam apa ini? (Mencobai.) Jika engkau terkadang bersikap asal-asalan dalam tugasmu, dan engkau tahu jelas bahwa engkau sedang bersikap seperti itu, cukuplah bagimu untuk bertobat dan mengubah dirimu. Namun, engkau selalu berdoa, "Ya Tuhan, aku telah bersikap asal-asalan—kumohon agar Engkau mendisiplinkanku!" Apa tujuan hati nuranimu? Jika engkau memiliki hati nurani, engkau seharusnya bertanggung jawab atas perilakumu sendiri. Engkau harus mengendalikannya. Jangan mendoakannya kepada Tuhan—doa tersebut akan menjadi tindakan mencobai. Menganggap hal yang sangat serius dan menjadikannya bahan tertawaaan, bahan untuk mencobai, adalah sesuatu yang Tuhan benci. Saat orang berdoa kepada Tuhan dan mencari Dia ketika menghadapi masalah, dan juga dalam beberapa sikap, tuntutan, dan cara bertindak mereka dalam memperlakukan Tuhan, beberapa tindakan mencobai akan sering muncul. Keinginan apa yang terutama ada dalam tindakan mencobai? Engkau ingin melihat bagaimana Tuhan akan bertindak, atau apakah Tuhan mampu melakukan sesuatu atau tidak. Engkau ingin menyelidiki Tuhan; engkau ingin menggunakan hal ini untuk memastikan seperti apa Tuhan itu, untuk memastikan firman mana yang Tuhan ucapkan yang benar dan akurat, mana yang dapat menjadi kenyataan, dan mana yang mampu Dia laksanakan. Semua ini adalah tindakan mencobai. Apakah di dalam dirimu engkau semua sering melakukan tindakan seperti ini? Katakanlah ada sesuatu yang tidak kauketahui apakah engkau telah bertindak dengan benar, atau apakah itu sesuai dengan prinsip kebenaran atau tidak. Di sini, ada dua cara yang dapat memastikan apakah hal yang telah kaulakukan dalam masalah ini adalah tindakan mencobai, atau apakah itu positif atau tidak. Salah satu caranya adalah dengan memiliki hati yang rendah hati dan mencari kebenaran, dengan berkata, "Beginilah caraku menangani dan memandang hal yang terjadi padaku ini, dan bagaimana keadaannya sekarang, ini adalah hasil dari penangananku dengan cara seperti itu. Aku tidak yakin apakah ini benar-benar yang seharusnya kulakukan." Bagaimana menurutmu sikap seperti ini? Ini adalah sikap yang mencari kebenaran—tidak ada tindakan mencobai di dalamnya. Misalkan engkau berkata, "Semua orang memutuskan hal ini bersama-sama setelah bersekutu." Seseorang bertanya, "Siapa penanggung jawab hal ini? Siapa pengambil keputusan utama?" Dan engkau berkata: "Semua orang." Niatmu adalah: "Jika mereka menganggap hal ini telah ditangani berdasarkan prinsip, aku akan katakan bahwa akulah yang melakukannya. Jika mereka menganggap hal itu tidak ditangani berdasarkan prinsip, aku akan mulai dengan tidak memberitahukan siapa yang melakukannya dan siapa yang membuat keputusan. Dengan cara seperti ini, sekalipun mereka terus mendesak dan berusaha menyalahkan, mereka tidak akan menyalahkan aku, dan jika ada yang dipermalukan, itu bukan hanya aku." Jika engkau berbicara dengan niat seperti itu, itu berarti mencobai. Seseorang mungkin berkata, "Tuhan benci jika manusia mengikuti tren-tren duniawi. Dia membenci hal-hal seperti hari peringatan dan hari raya manusia." Jadi karena engkau mengetahui hal ini, engkau berusaha sebaik mungkin untuk menghindari hal-hal tersebut, sejauh keadaannya memungkinkan. Namun, misalkan engkau dengan sengaja mengikuti hal-hal duniawi saat melakukan sesuatu selama hari raya, dan saat engkau melakukannya, niatmu adalah ini: "Aku hanya ingin melihat apakah Tuhan akan mendisiplinkanku karena melakukannya atau tidak, apakah Dia akan memperhatikanku atau tidak. Aku hanya ingin melihat akan seperti apa sebenarnya sikap-Nya terhadapku, akan sedalam apa kebencian-Nya. Mereka berkata Tuhan membenci hal ini, mereka berkata Dia kudus dan membenci kejahatan, jadi aku akan melihat bagaimana Dia membenci kejahatan dan bagaimana Dia akan mendisiplinkanku. Jika saat aku melakukan hal-hal ini, Tuhan membuatku memuntahkan isi perutku, membuatku sangat pusing, tidak mampu bangun dari tempat tidurku, maka tampaknya Tuhan benar-benar membenci hal-hal ini, Dia bukan sekadar berbicara—tetapi fakta akan membuktikannya." Jika engkau selalu ingin melihat pemandangan seperti ini, perilaku dan niat apa yang kaumiliki? Engkau sedang mencobai. Manusia sama sekali tidak boleh mencobai Tuhan. Ketika engkau mencobai Tuhan, Dia akan bersembunyi darimu dan menutupi wajah-Nya darimu, dan doa-doamu tidak ada gunanya. Seseorang mungkin bertanya, "Apakah tidak akan berhasil sekalipun aku benar-benar tulus?" Ya, sekalipun engkau benar-benar tulus. Tuhan tidak akan membiarkan manusia mencobai diri-Nya; Dia membenci kejahatan. Jika engkau memiliki ide dan pemikiran yang jahat ini, Tuhan akan bersembunyi darimu. Dia tidak akan lagi mencerahkanmu, tetapi akan menyingkirkanmu, dan engkau akan terus melakukan hal-hal yang bodoh, mengacaukan dan mengganggu ini sampai engkau memperlihatkan dirimu yang sebenarnya. Inilah akibatnya jika manusia mencobai Tuhan.

—Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Sepuluh: Mereka Merendahkan Kebenaran, dengan Lancang Melanggar Prinsip, dan Mengabaikan Pengaturan Rumah Tuhan (Bagian Satu)"

Apa saja perwujudan ujian? Pendekatan atau pemikiran yang manakah yang mewujudkan keadaan atau esensi ujian? (Jika aku melakukan suatu pelanggaran atau melakukan sesuatu yang jahat, aku selalu ingin bertanya kepada Tuhan, menuntut sebuah jawaban yang jelas, dan memastikan bahwa aku mendapatkan kesudahan yang baik atau tempat tujuan yang baik.) Hal ini berhubungan dengan pemikiran; jadi, secara umum, manakala seseorang berbicara atau bertindak, atau ketika mereka menghadapi sesuatu, perwujudannya yang manakah yang merupakan ujian? Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran dan merasa bahwa Tuhan akan mengingat atau mengutuk pelanggaran mereka, dan mereka sendiri tidak yakin, tidak mengetahui apakah Tuhan akan benar-benar mengutuk mereka atau tidak, mereka mencari cara untuk mengujinya, untuk melihat bagaimana sesungguhnya sikap Tuhan. Mereka mulai dengan berdoa, dan jika tidak ada penerangan atau pencerahan, mereka akan mempertimbangkan untuk sama sekali menghentikan metode-metode pengejaran yang mereka lakukan sebelumnya. Pada awalnya, mereka selalu melakukannya dengan asal-asalan, hanya menghabiskan 30% dari upayanya, padahal mereka mampu menggunakan 50%, atau 10%, padahal mereka mampu menggunakan 30%. Sekarang, jika mereka mampu menggunakan 50% dari upayanya, mereka akan melakukannya. Mereka akan mengambil pekerjaan-pekerjaan kotor atau melelahkan yang dihindari orang lain, selalu mengerjakannya terlebih dahulu, dan memastikan sebagian besar saudara-saudari melihatnya. Terutama, mereka ingin mengetahui bagaimana Tuhan memandang hal ini dan apakah pelanggaran yang mereka lakukan dapat ditebus. Ketika dihadapkan pada kesulitan atau hal-hal yang tidak dapat diatasi oleh kebanyakan orang, mereka ingin melihat apa yang akan Tuhan lakukan, apakah Dia akan memberikan pencerahan dan bimbingan kepada mereka. Jika mereka dapat merasakan kehadiran dan kemurahan Tuhan yang istimewa, mereka yakin bahwa Tuhan tidak mengingat atau mengutuk pelanggaran yang mereka lakukan, membuktikan bahwa pelanggaran tersebut dapat diampuni. Jika mereka telah mengorbankan diri seperti ini dan membayar harga sebesar itu, jika sikap mereka berubah secara signifikan, tetapi masih tidak merasakan kehadiran Tuhan, dan tidak merasakan perbedaan yang nyata dari sebelumnya, mungkin saja Tuhan mengutuk pelanggaran mereka sebelumnya dan Tuhan tidak menginginkan mereka lagi. Karena tuhan tidak menginginkan mereka, ke depannya, mereka tidak akan berusaha segenap hati dalam menjalankan tugas. Jika Tuhan masih menginginkan mereka, tidak mengutuk mereka, dan masih ada harapan bagi mereka untuk menerima berkat, mereka akan menyertakan ketulusan dalam menjalankan tugas. Apakah perwujudan dan pemikiran demikian adalah bentuk ujian? ...

Sebagian orang tetap saja kurang memiliki pengetahuan ataupun pengalaman tentang kemahakuasaan Tuhan dan pemeriksaan-Nya yang seksama akan kedalaman hati manusia. Mereka juga kurang memiliki persepsi sejati tentang pemeriksaan Tuhan yang seksama akan hati manusia, jadi wajarlah mereka dipenuhi keraguan mengenai perkara ini. Walaupun dalam harapan subjektif mereka, mereka ingin mempercayai bahwa Tuhan memeriksa dengan seksama kedalaman hati manusia, mereka tidak memiliki bukti yang meyakinkan. Konsekuensinya, mereka merencanakan hal-hal tertentu dalam hati mereka dan seketika itu juga mulai menjalankan dan melaksanakannya. Ketika melaksanakan rencana-rencana itu, mereka terus-menerus mengamati apakah Tuhan benar-benar mengetahuinya, apakah perkara-perkara itu akan terbuka, dan jika mereka tetap bungkam, apakah ada orang yang bisa menerkanya, atau apakah Tuhan bisa mengungkapnya lewat lingkungan tertentu. Tentu saja, orang-orang biasa bisa memiliki ketakpastian lebih kurang tentang kemahakuasaan Tuhan dan pemeriksaan-Nya yang seksama akan kedalaman hati manusia, tetapi para antikristus bukan sekadar merasa tak pasti—mereka dipenuhi keraguan, sekaligus waspada sepenuhnya terhadap Tuhan. Oleh karena itu, mereka mengembangkan banyak pendekatan untuk menguji Tuhan. Karena mereka meragukan pemeriksaan Tuhan akan hati manusia dan, lebih-lebih lagi, karena mereka menyangkal fakta bahwa Tuhan memeriksa hati manusia dengan seksama, maka mereka sering berpikir tentang perkara-perkara tertentu. Kemudian, dengan sedikit ketakutan atau suatu perasaan ngeri yang tak terjelaskan, mereka diam-diam menyebarkan pikiran-pikiran itu sehingga menyesatkan orang-orang tertentu. Sementara itu, mereka terus saja mengeskspos argumen-argumen dan ide-ide mereka sedikit demi sedikit. Seiring mereka mengekspos argumen dan ide tersebut, mereka mengawasi apakah Tuhan akan menghalangi atau mengungkap perilaku mereka itu. Jika Tuhan mengungkap atau membatasinya, mereka cepat-cepat mundur, lalu berganti ke pendekatan lain. Jika tampaknya tidak ada orang yang tahu tentang hal itu, dan tak ada orang yang bisa melihat apa sesungguhnya di balik mereka atau ke dalam diri mereka, maka mereka menjadi makin yakin sepenuhnya dalam hati mereka bahwa intuisi mereka benar, bahwa pengetahuan mereka tentang Tuhan itu benar. Dalam pandangan mereka, pemeriksaan Tuhan yang seksama akan hati manusia itu pada dasarnya tidak ada. Pendekatan macam apakah itu? Itulah pendekatan pengujian.

—Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Enam: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Tiga)"

Pada masa lalu, ada sebuah peraturan di rumah Tuhan: Mengenai orang-orang yang telah dikeluarkan atau disingkirkan, jika setelah itu mereka memanifestasikan pertobatan yang sebenarnya dan terus membaca firman Tuhan, menyebarkan Injil, dan menjadi saksi bagi Tuhan, benar-benar bertobat, maka mereka dapat diizinkan masuk kembali ke dalam gereja. Pernah terjadi bahwa ada seseorang yang memenuhi kriteria ini setelah disingkirkan, kemudian gereja mengutus seseorang untuk menemuinya, melakukan persekutuan dengannya, dan mengatakan kepadanya bahwa dia telah diizinkan untuk kembali ke gereja. Mendengar kabar ini, dia sangat senang, tetapi kemudian bertanya-tanya dalam hati, "Apakah penerimaan ini murni, ataukah ada ide tertentu di belakangnya? Apakah Tuhan telah benar-benar melihat pertobatanku? Apakah Dia benar-benar telah menunjukkan belas kasih kepadaku dan mengampuniku? Apakah perbuatan-perbuatanku pada masa lalu sudah tidak dihiraukan?" Dia tidak mempercayainya, dan dia berpikir, "Walaupun mereka menginginkanku kembali, aku harus bertahan dan tidak buru-buru setuju, aku sebaiknya tidak berlaku seolah-olah aku sangat menderita dan menyedihkan sepanjang tahun-tahun ini setelah aku dikeluarkan. Aku perlu berlaku sedikit diam dan tidak bertanya-tanya—segera setelah aku diizinkan kembali—mengenai di mana aku bisa berpartisipasi dalam kehidupan gereja atau tugas apa yang dapat aku lakukan. Aku tidak boleh terlihat terlalu bersemangat. Walau aku merasa sangat bahagia dalam hati, aku perlu tetap tenang dan melihat apakah rumah Tuhan benar-benar menginginkanku kembali atau sedang berlaku tidak tulus agar bisa memanfaatkanku untuk tugas-tugas tertentu." Dengan semua itu di benaknya, dia berkata, "Selama masa setelah aku dikeluarkan, aku merenung dan menyadari bahwa kesalahan-kesalahan yang telah kulakukan terlalu signifikan. Kerugian-kerugian yang kuakibatkan bagi kepentingan rumah Tuhan sangat besar, dan aku tidak akan pernah bisa menebusnya. Aku benar-benar setan dan Iblis yang dikutuk Tuhan. Namun, perenunganku masih belum lengkap. Karena rumah Tuhan menginginkanku kembali, aku perlu makan dan minum lebih banyak lagi firman Tuhan dan merenung dan mengenali diriku lebih dalam. Sekarang ini, aku tidak berharga untuk kembali ke rumah Tuhan, tidak berharga untuk menjalankan tugasku di rumah Tuhan, tidak berharga untuk bertemu saudara-saudariku, dan tentu saja aku terlalu malu untuk menghadap Tuhan. Aku akan kembali ke gereja hanya ketika aku merasa bahwa pencarian diri dan perenunganku sudah cukup sehingga semua orang dapat mengesahkanku." Saat mengatakan ini, dia juga cemas, seraya berpikir, "Aku hanya pura-pura mengatakan ini. Bagaimana jika para pemimpin setuju untuk tidak membiarkanku kembali ke gereja? Bukankah aku akan habis?" Pada kenyataannya, dia sangat gelisah, tetapi dia merasa masih harus berbicara seperti itu dan berpura-pura tidak begitu bergairah untuk kembali ke gereja. Apa yang dia maksudkan dengan mengatakan hal-hal ini? (Dia sedang menguji apakah gereja benar-benar akan menerimanya kembali.) Apakah itu perlu? Bukankah itu adalah hal yang akan dilakukan Iblis dan setan? Apakah orang yang normal akan berlaku seperti ini? (Tidak.) Orang yang normal tidak akan berlaku seperti itu. Dengan adanya kesempatan yang sangat baik tersebut, bahwa dia bisa-bisanya mengambil langkah seperti itu berarti jahat. Diizinkan kembali ke gereja adalah ungkapan sayang dan belas kasih Tuhan, dan dia seharusnya merenungkan dan mengenali kerusakan serta kekurangan-kekurangannya sendiri, dan mencari cara untuk menebus kesalahan-kesalahan pada masa lalu. Jika seseorang masih bisa menguji Tuhan dengan cara ini dan memperlakukan belas kasih Tuhan dengan cara seperti ini, maka dia benar-benar gagal menghargai kemurahan-Nya! Manusia sampai bisa mengembangkan ide-ide dan pendekatan-pendekatan seperti itu karena didorong oleh esensi jahatnya. Secara esensial, ketika orang menguji Tuhan, apa yang mereka manifestasikan dan tunjukkan secara teoretis selalu berkaitan dengan pengujian pikiran Tuhan maupun pandangan-pandangan-Nya tentang, antara lain, manusia. Jika orang mencari kebenaran, mereka akan memberontak terhadap—dan melepaskan diri dari—penerapan-penerapan seperti itu, dengan bertindak dan berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Akan tetapi, individu-individu yang memiliki esensi watak antikristus bukan hanya tidak bisa melepaskan penerapan seperti itu dan tidak mendapati penerapan tersebut sebagai hal yang memuakkan, melainkan mereka sering menghargai diri mereka sendiri karena memiliki cara-cara dan metode-metode seperti itu. Mereka bisa berpikir, "Lihatlah betapa pintarnya aku. Aku tidak seperti kalian, orang-orang dungu yang hanya tahu cara untuk tunduk dan patuh kepada Tuhan dan kebenaran—aku sama sekali tidak seperti kalian! Aku berusaha menggunakan cara-cara dan metode-metode untuk mencari tahu tentang hal-hal ini. Kalaupun aku harus tunduk dan patuh, aku masih akan mencari tahu sebab musabab berbagai hal. Jangan kira kalian bisa menyembunyikan sesuatu dariku atau menipu dan mengelabuiku." Inilah pikiran dan sudut pandang mereka. Para antikristus tidak pernah menunjukkan ketundukan, rasa takut, ataupun ketulusan, apalagi kesetiaan dalam perlakuan mereka terhadap inkarnasi Tuhan.

—Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Enam: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Tiga)"

Apa watak paling jahat yang ditunjukkan manusia di hadapan Tuhan? Menguji Tuhan. Sebagian orang khawatir bahwa mereka mungkin tidak memiliki tempat tujuan yang baik, dan bahwa hasil mereka mungkin tidak terjamin karena mereka telah tersesat, melakukan kejahatan, dan melakukan banyak pelanggaran setelah percaya kepada Tuhan. Mereka khawatir akan masuk neraka, dan selalu takut akan hasil dan tempat tujuan mereka. Mereka selalu cemas, dan selalu merenung, "Apakah hasil dan tempat tujuanku di masa depan akan baik atau buruk? Apakah aku akan jatuh ke neraka atau naik ke surga? Apakah aku termasuk umat atau pelaku pelayanan Tuhan? Apakah aku akan binasa atau diselamatkan? Aku perlu mencari tahu firman Tuhan yang membahas hal ini." Mereka melihat bahwa firman Tuhan semuanya adalah kebenaran, dan semuanya mengungkapkan watak manusia yang rusak, dan mereka tidak menemukan jawaban yang mereka cari, sehingga mereka terus-menerus berpikir di mana lagi dapat menanyakan hal ini. Nantinya, ketika mereka menemukan kesempatan untuk dipromosikan dan ditempatkan pada peran penting, mereka ingin menguji Yang di Atas, berpikir: "Apa pendapat Yang di Atas tentangku? Jika pendapatnya baik, itu membuktikan bahwa Tuhan tidak mengingat kejahatan yang kulakukan di masa lalu dan pelanggaranku. Itu membuktikan bahwa Tuhan masih akan menyelamatkanku, bahwa aku masih memiliki harapan." Kemudian, sesuai dengan ide mereka, mereka langsung berkata, "Di tempat kami, sebagian besar saudara-saudari tidak begitu mahir dalam profesi mereka, dan mereka baru percaya kepada Tuhan dalam waktu singkat. Aku percaya kepada Tuhan paling lama. Aku pernah jatuh dan gagal, aku sudah memiliki beberapa pengalaman dan memetik pelajaran. Jika diberi kesempatan, aku bersedia memikul tanggung jawab berat dan menunjukkan perhatian pada maksud Tuhan." Mereka menggunakan kata-kata ini sebagai ujian untuk melihat apakah Yang di Atas bermaksud mempromosikan mereka, atau apakah Yang di Atas telah meninggalkan mereka. Sebenarnya, mereka tidak benar-benar ingin mengambil tanggung jawab atau beban itu; tujuan mereka mengatakan kata-kata itu semata-mata untuk menguji situasi, dan melihat apakah mereka masih memiliki harapan untuk diselamatkan. Ini adalah pengujian. Apa watak di balik pendekatan pengujian ini? Watak jahat. Terlepas dari berapa lama pendekatan ini terungkap, bagaimana mereka melakukannya, atau sebanyak apa penerapannya, bagaimanapun juga, watak yang mereka tunjukkan sudah pasti jahat, karena mereka memiliki banyak pikiran, keraguan, dan kekhawatiran selama melakukannya. Ketika mereka menunjukkan watak jahat itu, apa yang mereka lakukan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang memiliki kemanusiaan dan mampu menerapkan kebenaran, dan memastikan bahwa mereka hanya memiliki watak rusak dan bukan esensi jahat? Setelah melakukan dan mengucapkan hal-hal seperti itu, mereka yang memiliki hati nurani, nalar, integritas, dan martabat merasa tidak nyaman dan sakit di hati. Mereka tersiksa, berpikir, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun; bagaimana aku bisa menguji Tuhan? Bagaimana aku masih bisa fokus pada tempat tujuanku sendiri, dan menggunakan metode seperti itu untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan dan membuat Tuhan memberiku jawaban yang pasti? Ini sangat tercela!" Mereka merasa gelisah dalam hati, tetapi perbuatan telah dilakukan, dan kata-kata telah diucapkan—mereka tidak dapat menariknya kembali. Mereka kemudian mengerti, "Meskipun aku mungkin memiliki kehendak baik dan rasa keadilan, aku masih mampu melakukan hal-hal yang sangat tercela; ini adalah tindakan orang yang jahat! Bukankah ini adalah upaya untuk menguji Tuhan? Bukankah ini adalah pemerasan terhadap Tuhan? Ini benar-benar tercela dan tidak tahu malu!" Dalam situasi seperti itu, apa tindakan yang masuk akal? Apakah berdoa di hadapan Tuhan, mengakui dosa-dosa, atau tetap keras kepala berpegang pada pendekatan sendiri? (Berdoa dan mengakui.) Jadi, sepanjang keseluruhan proses, dari saat ide itu muncul hingga ke tindakan, dan lebih jauh lagi ke doa dan pengakuan, tahap manakah yang merupakan pengungkapan normal dari watak yang rusak, tahap manakah yang merupakan pengaruh dari hati nurani mereka, dan tahap manakah yang merupakan penerapan kebenaran? Dari tahap konsepsi hingga tindakan diatur oleh watak jahat. Jadi, bukankah tahap introspeksi diatur oleh pengaruh dari hati nurani mereka? Mereka mulai memeriksa diri sendiri, merasa bahwa apa yang mereka lakukan salah—ini diatur oleh pengaruh hati nurani mereka. Setelahnya doa dan pengakuan, yang juga diatur oleh pengaruh integritas, hati nurani, dan karakter mereka; mereka mampu merasakan penyesalan, bertobat, dan merasa berutang kepada Tuhan, dan mereka juga mampu merenungkan dan memahami kemanusiaan dan watak mereka yang rusak, dan mencapai titik di mana mereka dapat menerapkan kebenaran. Bukankah semua ini ada tiga tahap? Dari pengungkapan watak yang rusak hingga pengaruh hati nurani mereka, dan kemudian hingga kemampuan untuk meninggalkan kejahatan yang mereka lakukan, bertobat, melepaskan keinginan dan pikiran daging mereka sendiri, melawan watak yang rusak, dan menerapkan kebenaran—tiga tahap ini adalah apa yang seharusnya dicapai oleh orang-orang biasa dengan kemanusiaan dan watak yang rusak. Karena memiliki kesadaran hati nurani, dan kemanusiaan yang relatif baik, orang-orang ini dapat menerapkan kebenaran. Mampu menerapkan kebenaran menunjukkan bahwa orang-orang seperti ini memiliki harapan untuk diselamatkan. Dengan kata lain, kemungkinan untuk diselamatkan relatif tinggi bagi orang yang memiliki kemanusiaan yang baik.

—Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Lima: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Dua)"

Pengujian adalah manifestasi yang relatif nyata dari esensi watak jahat. Orang-orang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan, untuk memperoleh kepastian, dan kemudian mencapai kedamaian hati. Ada banyak cara untuk menguji, misalnya menggunakan kata-kata untuk mengulik berbagai hal dari Tuhan, menggunakan berbagai hal untuk menguji-Nya, berpikir dan menimbang-nimbang berbagai hal dalam pikiran mereka. ... Tak peduli metode apa yang orang gunakan untuk memperlakukan Tuhan, kalau kata hati mereka merasa bersalah mengenai hal itu, dan kemudian mendapatkan pengetahuan tentang tindakan dan watak tersebut dan bisa seketika membuat mereka berbalik, maka masalahnya tidak begitu signifikan—ini adalah watak rusak yang normal. Namun, jika seseorang bisa terus-menerus melakukan hal ini dengan keras kepala kendati dia tahu bahwa itu salah dan dibenci Tuhan, tetapi terus saja melakukan hal tersebut, tidak pernah memberontak terhadap hal itu ataupun berhenti melakukannya, maka itu adalah esensi antikristus. Esensi watak seorang antikristus itu berbeda dengan orang biasa dalam hal bahwa mereka tidak pernah bercermin pada diri mereka sendiri ataupun mencari kebenaran, tetapi terus saja dan dengan keras kepala menggunakan berbagai metode untuk menguji Tuhan, menguji sikap-Nya terhadap orang-orang, kesimpulan-Nya mengenai individu, serta apa pikiran-pikiran dan ide-ide-Nya tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan seseorang. Mereka tidak pernah mencari tahu maksud Tuhan, kebenaran, dan terutama bukan bagaimana tunduk kepada kebenaran untuk mencapai perubahan dalam watak mereka. Maksud di balik semua tindakan mereka adalah menyelidiki pikiran-pikiran dan ide-ide Tuhan—ini adalah antikristus. Watak antikristus ini jelas jahat. Ketika mereka terlibat dalam tindakan-tindakan ini dan menunjukkan manifestasi-manifestasi ini, tidak ada tanda-tanda rasa bersalah atau penyesalan. Kalaupun mereka mengaitkan diri mereka dengan rasa bersalah atau penyesalan, mereka tidak menunjukkan pertobatan ataupun niat untuk berhenti, melainkan tetap saja dengan cara mereka. Dalam hal perlakuan mereka terhadap Tuhan, sikap mereka, dan pendekatan mereka, sudah jelas bahwa mereka memandang Tuhan sebagai lawan mereka. Dalam pikiran dan sudut pandang mereka, tidak ada ide ataupun sikap untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, tunduk kepada Tuhan, ataupun takut akan Tuhan; mereka hanya ingin mendapatkan informasi yang mereka inginkan dari Tuhan dan menggunakan metode serta cara mereka sendiri untuk mendapatkan sikap dan definisi yang akurat dari Tuhan. Yang lebih serius adalah, meskipun mereka menyelaraskan pendekatan-pendekatan mereka dengan firman Tuhan tentang pewahyuan, kalaupun ada sedikit kesadaran bahwa perilaku itu dibenci Tuhan dan tidak seharusnya dilakukan seseorang, mereka tidak akan pernah menghentikannya.

—Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Enam: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Tiga)"

Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis lagi, jangan Engkau mencobai Tuhanmu." Adakah kebenaran dalam perkataan yang Yesus ucapkan? Pasti ada kebenaran di dalamnya. Selintas, perkataan ini adalah sebuah perintah yang harus manusia ikuti, sebuah kalimat sederhana, sekalipun demikian, baik manusia maupun Iblis telah sering kali melanggar perkataan ini. Jadi, Tuhan Yesus berkata kepada Iblis: "Jangan engkau mencobai Tuhanmu," karena inilah yang sering Iblis lakukan, dan dia melakukan segala upaya untuk melakukannya. Dapat dikatakan bahwa Iblis melakukan ini dengan berani dan tanpa rasa malu. Sudah menjadi esensi natur Iblis bahwa dia tidak takut akan Tuhan dan tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Bahkan ketika Iblis berada di samping Tuhan dan bisa melihat-Nya, dia tidak dapat menahan dirinya untuk mencobai Tuhan. Karena itu, Tuhan Yesus berkata kepada Iblis: "Jangan engkau mencobai Tuhanmu." Ini adalah perkataan yang sering Tuhan katakan kepada Iblis. Jadi, apakah kalimat ini masih berlaku untuk masa sekarang? (Ya, karena kita juga sering mencobai Tuhan.) Mengapa orang sering mencobai Tuhan? Apakah karena manusia penuh dengan watak Iblis yang rusak? (Ya.) Jadi, apakah perkataan Iblis di atas adalah sesuatu yang sering orang katakan? Dan dalam keadaan apa orang mengatakan perkataan ini? Bisa dikatakan bahwa orang mengatakan hal-hal seperti ini terlepas dari waktu dan tempat mereka berada. Ini membuktikan bahwa watak manusia tidak berbeda dari watak rusak Iblis. Tuhan Yesus mengucapkan beberapa patah kata sederhana, perkataan yang merepresentasikan kebenaran, perkataan yang manusia butuhkan. Namun, dalam situasi ini apakah Tuhan Yesus berbicara sedemikian rupa untuk berdebat dengan Iblis? Adakah sesuatu yang konfrontatif dalam apa yang Dia katakan kepada Iblis? (Tidak.) Bagaimana perasaan Tuhan Yesus di dalam hati-Nya mengenai pencobaan Iblis ini? Apakah Dia merasa muak dan jijik? Tuhan Yesus merasa muak dan jijik, tetapi Dia tidak berdebat dengan Iblis, apalagi mengatakan tentang prinsip besar apa pun. Mengapa demikian? (Karena Iblis selalu seperti ini, dia tidak akan pernah berubah.) Dapatkah kita katakan bahwa Iblis tidak masuk akal? (Ya.) Dapatkah Iblis mengakui bahwa Tuhan adalah kebenaran? Iblis tidak akan pernah mengakui bahwa Tuhan adalah kebenaran dan tidak akan pernah menerima bahwa Tuhan adalah kebenaran; inilah naturnya. Ada aspek lain dari natur Iblis yang menjijikkan. Apakah itu? Dalam upayanya mencobai Tuhan Yesus, Iblis berpikir bahwa sekalipun dia tidak berhasil, dia bagaimanapun akan tetap mencobanya. Meskipun dia akan dihukum, dia tetap akan melakukannya. Meskipun dia tidak akan mendapatkan keuntungan dari perbuatannya itu, dia tetap akan berusaha melakukannya, bersikukuh dalam upayanya dan terus menentang Tuhan sampai akhir. Natur seperti apakah ini? Bukankah ini natur yang jahat?

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V"

Akhirnya, Aku ingin memberimu tiga butir nasihat: Yang pertama, jangan menguji Tuhan. Sebanyak apa pun pemahamanmu tentang Tuhan, sebanyak apa pun engkau mengetahui tentang watak-Nya, engkau sama sekali tidak boleh menguji Dia. Yang kedua, jangan melawan Tuhan demi status. Status seperti apa pun yang Tuhan berikan kepadamu atau pekerjaan apa pun yang Dia percayakan kepadamu, tugas apa pun yang Dia munculkan untuk engkau laksanakan, dan sebanyak apa pun engkau telah mengorbankan dirimu dan berkorban bagi Tuhan, engkau sama sekali tidak boleh melawan Tuhan demi status. Yang ketiga, jangan melawan Tuhan. Tidak peduli apakah engkau mengerti atau apakah engkau mampu tunduk pada apa yang Tuhan lakukan dengan dirimu, apa yang Dia aturkan bagimu, dan hal-hal yang Dia bawa kepadamu, engkau sama sekali tidak boleh melawan Tuhan. Jika engkau mampu melaksanakan ketiga butir nasihat ini, engkau akan cukup aman, dan engkau tidak akan cenderung membuat Tuhan marah.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III"

Meskipun esensi Tuhan mengandung unsur kasih, dan Dia memiliki belas kasih terhadap tiap-tiap orang, orang telah mengabaikan dan melupakan fakta bahwa esensi-Nya juga mengandung unsur martabat. Dia memiliki kasih, tetapi itu bukan berarti bahwa orang dapat dengan bebas menyinggung-Nya tanpa membangkitkan perasaan atau reaksi dalam diri-Nya, demikian juga fakta bahwa Dia memiliki belas kasih bukan berarti bahwa Dia tidak memiliki prinsip dalam cara Dia memperlakukan orang. Tuhan itu hidup; Dia benar-benar ada. Dia bukanlah boneka imajiner atau suatu hal lain. Berhubung Dia memang ada, kita harus senantiasa mendengarkan suara hati-Nya secara saksama, memperhatikan sikap-Nya baik-baik, dan memahami perasaan-Nya. Kita tidak boleh menggunakan imajinasi manusia untuk mendefinisikan Tuhan, dan kita tidak seharusnya memaksakan pemikiran atau keinginan manusia kepada-Nya, yang membuat Tuhan memperlakukan orang dengan cara manusia berdasarkan imajinasi manusia. Jika engkau melakukan ini, engkau sedang membuat Tuhan marah, mencobai murka-Nya, dan menantang martabat-Nya! Karena itu, begitu engkau semua bisa memahami tingkat keparahan perkara ini, Aku mendorong setiap orang dari antaramu agar berhati-hati dan bijaksana dalam tindakanmu. Berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam perkataanmu juga—sehubungan dengan cara engkau memperlakukan Tuhan, semakin engkau berhati-hati dan bijaksana, semakin baik! Ketika engkau tidak memahami seperti apa sikap Tuhan, berhentilah berkata-kata dengan ceroboh, jangan ceroboh dalam tindakanmu, dan jangan sembarangan memberi label. Terlebih penting lagi, jangan membuat sembarang kesimpulan. Sebaliknya, engkau harus menunggu dan mencari; tindakan seperti ini juga merupakan ungkapan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di atas segalanya, jika engkau dapat mencapai hal ini dan di atas segalanya, jika engkau memiliki sikap ini, maka Tuhan tidak akan menyalahkanmu karena kebodohanmu, ketidaktahuanmu, dan kurangnya pemahamanmu tentang alasan di balik berbagai hal. Sebaliknya, oleh karena sikapmu yang takut menyinggung Tuhan, rasa hormatmu akan niat-Nya, dan kerelaanmu untuk tunduk kepada-Nya, Tuhan akan mengingatmu, membimbing dan mencerahkanmu, atau menoleransi ketidakmatangan dan ketidaktahuanmu. Sebaliknya, andaikata sikapmu terhadap-Nya tanpa rasa hormat—menghakimi-Nya sesuka hatimu atau sembarangan menebak dan mendefinisikan gagasan-Nya—Tuhan akan mengutukmu, mendisiplinkanmu, dan bahkan menghukummu; atau, Dia mungkin memberi komentar tentang dirimu. Mungkin, komentar ini akan melibatkan kesudahanmu. Oleh karena itu, Aku ingin menekankan sekali lagi: engkau masing-masing harus berhati-hati dan bijaksana tentang apa pun yang berasal dari Tuhan. Jangan berbicara dengan ceroboh, dan jangan ceroboh dalam tindakanmu. Sebelum engkau mengatakan apa pun, engkau harus berhenti dan berpikir: apakah tindakanku ini membuat Tuhan marah? Dengan melakukannya, apakah aku takut akan Tuhan? Bahkan dalam perkara sederhana, engkau tetap harus berusaha memikirkan pertanyaan ini, dan meluangkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkannya. Jika engkau benar-benar dapat melakukan pengamalan berdasarkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal, dalam segala sesuatu, dan setiap saat, serta menerapkan sikap sedemikian rupa, terutama saat engkau tidak memahami sesuatu, Tuhan akan senantiasa membimbingmu, dan memberimu jalan untuk diikuti. Bagaimanapun hebatnya orang memamerkan diri, Tuhan melihat mereka semua secara jelas dan terang, dan Dia akan memberikan evaluasi yang akurat dan pantas untuk penampilanmu ini. Setelah engkau melewati ujian terakhir, Tuhan akan menilai semua perilakumu dan merangkumnya secara lengkap untuk menentukan kesudahanmu. Hasil ini akan meyakinkan tiap-tiap orang tanpa sedikit pun keraguan. Hal yang ingin Aku katakan kepadamu di sini adalah ini: setiap perbuatanmu, setiap tindakanmu, dan setiap pikiranmu akan menentukan nasibmu.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya"

Orang-orang yang percaya kepada Tuhan harus memahami kebenaran, mereka harus lebih banyak membaca firman Tuhan, dan mulai mengetahui natur manusia dan memahami yang sebenarnya tentang esensi manusia melalui penyingkapan Tuhan. Penyingkapan firman Tuhan menunjukkan natur manusia, mengajar orang tentang apa esensi mereka, dan membiarkan mereka memahami yang sebenarnya tentang esensi kerusakan mereka. Ini sangat penting. Iblis adalah makhluk yang membingungkan, dan perkataan jahat yang dia ucapkan sulit untuk dipahami. Tuhan bertanya kepadanya, "Dari mana engkau?" Iblis menjawab, "Dari berkeliling ke sana ke mari di bumi, dan dari menjelajahinya ke atas ke bawah" (Ayub 1:7). Pikirkan dengan saksama jawaban yang Iblis berikan. Apakah maksudnya dia itu datang atau pergi? Maksud perkataannya sulit untuk dimengerti, itulah sebabnya Kukatakan perkataannya ini membingungkan. Berdasarkan perkataan ini, dapat dilihat bahwa Iblis itu membingungkan. Ketika manusia dirusak oleh Iblis, mereka juga menjadi bingung. Mereka tak mampu bersikap moderat, tidak memiliki standar, dan tidak memiliki prinsip dalam apa pun yang mereka lakukan. Oleh karena itulah, setiap orang dapat dengan mudahnya tersesat. Iblis memikat Hawa dengan berkata, "Mengapa engkau tidak makan buah dari pohon itu?" Hawa menjawab, "Tuhan berfirman jika kita makan buah dari pohon itu, kita akan mati." Lalu Iblis berkata, "Kau belum tentu mati jika makan buah dari pohon itu." Dalam perkataan ini, terkandung niat untuk mencobai Hawa. Bukannya mengatakan dengan pasti bahwa dia pasti tidak akan mati jika makan buah dari pohon itu, Iblis justru mengatakan bahwa dia belum tentu mati, sehingga Hawa berpikir, "Jika aku belum tentu mati, berarti aku dapat memakannya!" Karena tak mampu menahan godaan, dia pun memakan buah itu. Dengan cara inilah, Iblis mencapai tujuannya memikat Hawa untuk berbuat dosa. Iblis tidak dapat disalahkan atas hal ini, karena dia tidak memaksa Hawa untuk memakannya. Di dalam diri setiap manusia, terdapat watak Iblis; setiap hati mereka mengandung sangat banyak racun yang Iblis gunakan untuk mencobai Tuhan dan memikat manusia. Terkadang, perkataan mereka mengandung suara dan nada bicara Iblis, dan mengandung niat untuk mencobai dan memikat. Gagasan dan pemikiran manusia dipenuhi dengan racun Iblis dan mengeluarkan bau busuk Iblis. Terkadang, penampilan atau tindakan manusia mengandung bau busuk yang sama yang mencobai dan memikat seperti ini. Ada orang-orang yang berkata, "Jika aku sekadar mengikuti Tuhan seperti ini, aku yakin akan mendapatkan sesuatu. Aku akan mengikuti Tuhan sampai akhir, sekalipun aku tidak mengejar kebenaran. Aku meninggalkan segalanya dan dengan sungguh-sungguh mengorbankan diriku bagi Tuhan. Aku memiliki kekuatan untuk bertahan hingga akhir. Sekalipun aku melakukan sedikit pelanggaran, Tuhan akan berbelas kasihan kepadaku dan tidak akan meninggalkanku." Mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka katakan. Ada begitu banyak hal rusak dalam diri manusia—jika mereka tidak mengejar kebenaran, bagaimana mereka bisa berubah? Berdasarkan tingkat kerusakan mereka, jika Tuhan tidak melindungi manusia, mereka bisa saja jatuh dan mengkhianati Tuhan setiap saat. Percayakah engkau bahwa ini bisa saja terjadi? Sekalipun engkau memaksa dirimu, engkau tidak akan mampu bertahan hingga akhir, karena tahap terakhir pekerjaan Tuhan ini adalah untuk membentuk sekelompok pemenang. Apakah melakukan ini benar-benar semudah yang kaupikirkan? Perubahan terakhir ini tidak menuntut orang untuk berubah 100 persen atau bahkan 80 persen, melainkan hanya setidaknya 30 atau 40 persen. Setidaknya, engkau harus menganalisis, membersihkan, dan mengubah hal-hal dalam dirimu yang menentang Tuhan, yang telah berakar sangat kuat di lubuk hatimu. Hanya setelah itulah, engkau akan memperoleh keselamatan. Hanya setelah engkau berubah 30 hingga 40 persen sebagaimana yang Tuhan tuntut, atau lebih baik lagi, berubah 60 hingga 70 persen, barulah itu akan menunjukkan bahwa engkau telah memperoleh kebenaran, dan engkau pada dasarnya telah sesuai dengan Tuhan. Engkau tidak akan cenderung menentang Tuhan atau menyinggung watak-Nya ketika suatu saat sesuatu menimpamu. Hanya dengan cara inilah, engkau dapat disempurnakan dan memperoleh perkenanan Tuhan.

—Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Memilih Jalan yang Benar adalah Bagian Terpenting dalam Kepercayaan kepada Tuhan"

Lagu Pujian Terkait

Tiga Peringatan Tuhan kepada Manusia

Sebelumnya: 7. Cara mengatasi masalah bersikap seenaknya dan tidak terkendali

Selanjutnya: 12. Cara mengatasi masalah mendefinisikan dan menghakimi Tuhan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Hubungi kami via Messenger