91. Yang Sebenarnya di Balik Kecerobohan

Oleh Saudara Victor, Korea Selatan

Pada bulan Oktober 2021, kami selesai memproduksi sebuah video. Kami mengerahkan banyak upaya mengerjakannya dan mencurahkan banyak waktu dan energi, tetapi yang mengejutkan, ketika pemimpin memeriksanya, dia menunjukkan banyak masalah dalam hal detail. Dia berkata video ini tidak dikerjakan dengan baik, bahwa itu bukan perbaikan dari video sebelumnya dan harus diulang. Mendengar ini, aku terkejut. Tak pernah kubayangkan akan ada masalah besar seperti itu. Bukankah itu berarti semua upaya dan sumber daya kami telah sia-sia? Itu tampak seperti pemborosan besar.

Aku agak bingung. Tak tahu bagaimana memahami situasi itu, atau pelajaran apa yang perlu kupetik. Kupikir video itu telah melalui beberapa tahap penyuntingan, selama waktu itu pemimpin telah menontonnya, tetapi tak pernah menyebutkan masalah-masalah itu. Kurasa aku kurang berkualitas, jadi wajar bila masalah seperti itu terlewatkan olehku. Namun aku terus memikirkannya, dan sesuatu tentang itu terasa aneh. Apakah masalah besar seperti itu terjadi hanya karena aku kurang berkualitas? Aku begitu buruk dalam tugasku; apa penyebab masalah ini? Lalu aku ingat sesuatu yang pernah dikatakan pemimpin sebelumnya, bahwa dia baru memeriksa video dalam hal konsep dan kesinambungannya, tetapi bukan berarti tidak ada masalah. Dia menyuruh kami memikirkan detailnya, memeriksanya secara menyeluruh, dan memperbaiki setiap masalah yang kami temukan. Namun bukan itu yang kulakukan. Kupikir karena pemimpin telah menonton video itu, seharusnya tidak ada masalah, jadi selama produksi aku tidak meninjaunya dengan saksama atau banyak memikirkannya. Sikapku benar-benar ceroboh dan asal-asalan. Jadi ketika masalah muncul, aku berkata pemimpin sudah meninjaunya. Bukankah itu berarti aku mengabaikan tanggung jawab? Itu sangat tidak masuk akal bagiku. Kemudian kupikir pasti ada pelajaran untukku dalam hal ini, jadi aku berdoa dan mencari, memohon agar Tuhan membimbingku dalam mengenal diriku sendiri.

Beberapa hari kemudian, saudari yang bekerja sama denganku memintaku meninjau video yang sudah selesai bersamanya. Aku berbicara tentang beberapa masalah yang kuperhatikan dalam ulasanku, tetapi dia berkata bahwa pemimpin telah menontonnya, dan berkata bahwa dia menyukai konsepnya, dan kami harus segera menyelesaikannya. Aku punya beberapa saran untuk merevisinya, tetapi tidak berani menyebutkannya setelah mendengar bahwa pemimpin telah menontonnya dan berkata dia menyukainya. Aku takut penilaianku salah, dan kami membuat beberapa perubahan yang ternyata salah. Jadi aku hanya akan menghalangi. Namun aku melihat ada beberapa masalah dalam video itu, jadi aku meminta saudara lain untuk menontonnya, dan dia sependapat dengan apa yang kurasakan. Kupikir aku harus mengemukakan lagi hal ini. Namun kemudian kupikir, jika kami merevisinya dan pengeditan yang kusarankan itu sangat rumit, kemudian ketika pemimpin bertanya siapa yang mengerjakannya, bukankah itu akan menjadi tanggung jawabku? Bukankah aku akan dipangkas? Jika kami lanjutkan dan bertanya kepada pemimpin, dan dia bilang tak ada masalah, video itu tidak perlu diedit lagi. Itu berarti kami tak perlu repot-repot, dan tak perlu terus memikirkannya. Jadi kusarankan kepada saudari yang bekerja sama denganku agar kami bertanya kepada pemimpin, sehingga pikiran kami bisa tenang. Namun begitu aku selesai berbicara, aku merasa ada yang tidak beres. Situasi ini terasa sangat akrab bagiku, yaitu tanggapanku hanya satu setiap kali mendengar pendapat yang berbeda: tanyakan pada pemimpin dan biarkan dia yang memutuskan. Jika pemimpin memberikan persetujuannya, kami tak perlu khawatir tentang hal itu dan bisa melanjutkannya; sebaliknya, jika dia mengatakan ada masalah, artinya kami perlu mengeditnya. Itu yang kami lakukan setiap saat. Sebenarnya, bukan berarti kami tidak mengetahui dengan baik tentang prinsip dan persyaratan membuat video. Kami bisa mencari kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip untuk masalah semacam itu, dan pemimpin telah menjelaskan bahwa ulasannya hanyalah agar tampilan video lebih besar, sementara kami perlu memeriksa dan memperbaiki masalah yang lebih kecil. Itu adalah tanggung jawab yang harus kupenuhi, dan itu adalah pekerjaanku. Jadi mengapa aku sama sekali tidak melakukannya dengan segenap hati? Dalam menghadapi berbagai masalah atau perbedaan pendapat, aku tidak mencari prinsip dengan saudara-saudari untuk mencapai kesepakatan dan memikul tanggung jawab, alih-alih aku menyerahkannya kepada pemimpin, dan tidak melaksanakan tugasku. Kemudian aku teringat beberapa firman Tuhan: "Ada orang-orang yang selalu sangat pasif dalam tugas mereka, selalu duduk, menunggu dan mengandalkan orang lain. Sikap macam apakah itu? Itu adalah sikap yang tidak bertanggung jawab. ... Engkau hanya membicarakan kata-kata dan doktrin serta hanya mengatakan hal-hal yang terdengar menyenangkan, tetapi engkau tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun. Jika engkau tak ingin melaksanakan tugasmu, engkau harus mengundurkan diri. Jangan pertahankan kedudukanmu sembari tidak melakukan apa pun di situ. Bukankah melakukan demikian berarti merugikan umat pilihan Tuhan dan membahayakan pekerjaan gereja? Dalam caramu berbicara, tampaknya engkau memahami segala macam doktrin, tetapi ketika diminta melaksanakan suatu tugas, engkau bersikap asal-asalan, dan sama sekali tidak teliti. Seperti itukah mengorbankan diri dengan tulus untuk Tuhan? Engkau tidak tulus dalam sikapmu terhadap Tuhan, tetapi engkau berpura-pura tulus. Apakah engkau mampu menipu Dia? Dalam caramu biasanya berbicara, tampaknya ada keyakinan yang begitu besar; engkau ingin menjadi sokoguru di gereja dan menjadi batu karangnya. Namun, ketika engkau melaksanakan tugas, engkau kurang berguna dibandingkan sebatang korek api. Bukankah engkau secara sadar sedang menipu Tuhan? Tahukah engkau apa akibatnya jika engkau mencoba menipu Tuhan? Dia akan membenci dan menolakmu serta menyingkirkanmu! Semua orang tersingkap ketika melaksanakan tugas mereka—begitu orang diberi suatu tugas, tak lama kemudian akan tersingkap apakah dia orang yang jujur atau orang yang licik dan suka menipu, dan apakah dia mencintai kebenaran atau tidak. Mereka yang mencintai kebenaran mampu melaksanakan tugas mereka dengan tulus dan menjunjung tinggi pekerjaan rumah Tuhan; mereka yang tidak mencintai kebenaran sama sekali tidak menjunjung tinggi pekerjaan rumah Tuhan, dan mereka tidak bertanggung jawab ketika melaksanakan tugas mereka. Hal ini segera terlihat dengan jelas oleh mereka yang berpandangan jernih. Siapa pun yang melaksanakan tugas mereka dengan buruk bukanlah orang yang mencintai kebenaran atau orang yang jujur; orang-orang semacam itu semuanya akan disingkapkan dan disingkirkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang Jujur yang Mampu Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati"). Tuhan berfirman kita harus bertanggung jawab dalam tugas kita dan melakukan pekerjaan praktis. Itulah satu-satunya cara melaksanakan tugas kita dengan baik. Jika kita tidak melaksanakan tugas kita dengan segenap hati, dan malah mengacaukannya, tanpa bersikap serius tentang masalah ataupun memikul tanggung jawab, selalu ingin memaksakannya pada orang lain, dan hanya melaksanakan pekerjaan yang terlihat di luarnya saja, artinya kita tidak bisa melaksanakan tugas kita dengan baik, dan Tuhan tidak akan puas. Di mata Tuhan, orang-orang seperti itu tidak berguna, dan tidak layak untuk melaksanakan tugas. Aku sadar aku persis seperti apa yang Tuhan singkapkan. Ketika menghadapi masalah dalam tugasku, jika kucurahkan segenap hatiku ke dalamnya, berdoa, mencari, dan bersekutu tentang prinsip dengan saudara-saudari lainnya, maka kami akan mencapai kesepakatan dan menemukan solusi. Namun kupikir itu merepotkan, dan aku tidak mau berusaha. Jadi aku ingin langsung menemui pemimpin, berpikir bahwa tidak akan terlalu merepotkan jika dia saja yang mengambil keputusan. Kami tak perlu repot-repot sama sekali. Jika tidak, kami hanya akan lama berkutat dalam masalah, dan mungkin tetap tidak menemukan jawaban. Jadi aku menyerahkan banyak masalah kepada pemimpin. Sebagai ketua tim, aku tidak memikul tanggung jawab atau membayar harga yang seharusnya kubayarkan. Selain itu, dalam diskusi kerja kami, terkadang aku mendapati masalah atau mendapatkan sedikit pencerahan Roh Kudus, tetapi setelah kujelaskan, jika seorang saudara atau saudari menyatakan pendapat berbeda, aku akan diam saja. Aku takut orang lain akan mengatakan aku congkak, dan yang lebih menakutkan bagiku adalah jika ada masalah, aku harus bertanggung jawab. Aku hanya merasa, karena aku telah menyampaikan pendapatku, terserah bagaimana mereka mempertimbangkannya, dan jika kami tidak bisa mencapai kesepakatan, kami bisa bertanya kepada pemimpin. Dengan begitu, jika masalah muncul, setidaknya tidak semuanya menjadi tanggung jawabku. Aku tidak mencari cara agar aku dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, apalagi memikirkan apa yang bermanfaat bagi gereja. Aku tidak ingin membayar harga sedikit pun, dan tidak bertanggung jawab. Di luarnya, aku terlihat mendeteksi dan mengemukakan berbagai masalah, tetapi aku tidak menyelesaikannya. Aku selalu membiarkan orang lain yang menjadi penentu keputusan, dan aku tidak mau mengambil keputusan. Bukankah itu berarti aku menipu, bersikap egois dan hina? Aku tidak menjunjung tinggi kepentingan gereja. Sebelumnya, setiap kali kami menghadapi masalah, aku pasti selalu bertanya kepada pemimpin, berpikir bahwa masuk akal bila bertanya ketika aku tidak mengerti, daripada memercayai diri sendiri secara membabi buta. Dengan penyingkapan firman Tuhan, aku dapat melihat bahwa aku tidak bertanggung jawab, ceroboh dalam tugasku, dan tidak setia. Sekarang setelah menyadarinya, aku sadar bahwa aku benar-benar dungu dan mati rasa. Dalam menghadapi situasi ini, aku tak pernah mencari kebenaran atau memetik pelajaran. Aku selalu saja menyepelekan tugasku, tidak melaksanakannya dengan bertanggung jawab. Itu adalah cara yang berbahaya untuk melaksanakan tugasku. Sekarang aku menemukan masalah dan rekan kerjaku memiliki gagasan berbeda. Jika aku tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran bersamanya agar mencapai kesepakatan atau mencari solusi, tetapi hanya bergegas bertanya kepada pemimpin, itu jelas mengacau. Kusadari bahwa aku harus mengubah keadaanku, jika aku terus mengambil jalan tengah dan tidak bertanggung jawab, aku sedang melakukan kesalahan secara sadar. Jadi kusarankan kepada rekan kerjaku agar kami membuat versi lain dan membandingkan keduanya, kemudian meminta pemimpin agar meninjau versi yang menurut kami lebih baik. Saudari itu mengungkapkan persetujuannya pada pengaturan ini. Setelah melakukannya, aku benar-benar merasa tenang.

Kemudian aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Apakah orang yang takut memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya adalah pengecut, atau apakah ada masalah dengan watak mereka? Engkau harus bisa membedakannya. Sebenarnya ini bukan masalah kepengecutan. Jika orang itu mengejar kekayaan atau melakukan sesuatu untuk kepentingannya sendiri, mengapa dia bisa begitu berani? Dia mau mengambil risiko apa pun. Namun, ketika dia melakukan sesuatu untuk gereja, untuk rumah Tuhan, dia sama sekali tak mau mengambil risiko. Orang-orang semacam itu egois dan keji, yang paling curang dari semuanya. Siapa pun yang tidak memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya berarti tidak sedikit pun tulus kepada Tuhan, apalagi memiliki kesetiaan. Orang macam apa yang berani memikul tanggung jawab? Orang macam apa yang memiliki keberanian untuk menanggung beban yang berat? Orang yang bertindak sebagai pemimpin dan maju dengan berani pada saat paling genting dalam pekerjaan rumah Tuhan, yang tidak takut memikul tanggung jawab yang berat dan menanggung kesukaran besar, ketika mereka melihat pekerjaan yang paling penting dan krusial. Seperti itulah orang yang setia kepada Tuhan, prajurit Kristus yang baik. Apakah dalam hal ini semua orang yang takut memikul tanggung jawab dalam tugas mereka bersikap seperti itu karena mereka tidak memahami kebenaran? Tidak; itu adalah masalah dalam kemanusiaan mereka. Mereka tidak memiliki rasa keadilan atau tanggung jawab, mereka adalah orang-orang yang egois dan keji, bukan orang-orang yang percaya kepada Tuhan dengan hati yang tulus, dan mereka tidak menerima kebenaran sedikit pun. Karena alasan inilah, mereka tidak dapat diselamatkan. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan harus banyak membayar harga untuk memperoleh kebenaran, dan mereka akan menemui banyak rintangan ketika menerapkan kebenaran. Mereka harus meninggalkan segala sesuatu, meninggalkan kesenangan daging mereka dan menanggung sedikit penderitaan. Hanya dengan cara demikian, mereka akan mampu menerapkan kebenaran. Jadi, dapatkah orang yang takut memikul tanggung jawab menerapkan kebenaran? Mereka pasti tidak mampu menerapkan kebenaran, apalagi memperolehnya. Mereka takut menerapkan kebenaran, takut menimbulkan kerugian bagi kepentingan mereka; mereka takut dihina, diremehkan, dan dikritik, dan mereka tidak berani menerapkan kebenaran. Akibatnya mereka tidak mampu memperolehnya, dan seberapapun lamanya mereka percaya kepada Tuhan, mereka tidak dapat memperoleh keselamatan-Nya. Mereka yang mampu melaksanakan tugas di rumah Tuhan haruslah orang-orang yang terbeban untuk pekerjaan gereja, yang bertanggung jawab, yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran, dan yang mampu menderita dan membayar harga. Jika orang kurang dalam area-area ini, berarti mereka tidak layak untuk melaksanakan tugas, dan mereka tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas. Ada banyak orang yang takut memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Ketakutan mereka terwujud dalam tiga cara utama. Yang pertama, mereka memilih tugas yang tidak menuntut tanggung jawab. Jika seorang pemimpin gereja mengatur agar mereka melaksanakan sebuah tugas, mereka pertama-tama bertanya apakah mereka harus bertanggung jawab untuk itu: jika harus bertanggung jawab, mereka tidak mau menerimanya. Jika tugas itu tidak menuntut mereka untuk mengambil tanggung jawab dan mempertanggungjawabkannya, mereka menerimanya dengan enggan, tetapi tetap harus melihat apakah pekerjaan itu melelahkan, menyusahkan atau tidak, dan sekalipun mereka menerima tugas itu dengan enggan, mereka tidak termotivasi untuk melaksanakannya dengan baik, tetap memilih untuk bersikap asal-asalan. Kenyamanan, tanpa perlu bekerja keras, dan tidak ada kesulitan fisik—inilah prinsip mereka. Yang kedua, ketika kesulitan menimpa mereka atau mereka menghadapi masalah, upaya pertama mereka adalah melaporkannya kepada pemimpin dan meminta pemimpin untuk menangani dan menyelesaikannya, dengan harapan dia dapat membuat mereka merasa tenang. Mereka tidak peduli bagaimana pemimpin menangani masalah ini dan tidak memedulikan hal ini—selama mereka tidak harus mempertanggungjawabkannya, maka semuanya baik-baik saja bagi mereka. Apakah pelaksanaan tugas seperti itu setia kepada Tuhan? Ini disebut mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain, pengabaian terhadap tugas, melakukan tipu muslihat. Semua hanya bicara; mereka tidak melakukan apa pun yang nyata. Mereka berpikir, 'Jika ini adalah tugas yang harus kuselesaikan, bagaimana jika akhirnya aku melakukan kesalahan? Jika mereka menyelidiki siapa yang harus disalahkan, bukankah mereka akan menanganiku? Bukankah akulah yang terlebih dahulu dianggap orang yang harus bertanggung jawab?' Inilah yang mereka khawatirkan. Namun, apakah engkau percaya bahwa Tuhan memeriksa segala sesuatu? Semua orang melakukan kesalahan. Jika seseorang yang niatnya benar belum punya pengalaman dan belum pernah menangani hal semacam itu sebelumnya, tetapi mereka telah melakukan yang terbaik, itu terlihat oleh Tuhan. Engkau harus percaya bahwa Tuhan memeriksa segala sesuatu dan memeriksa hati manusia. Jika orang bahkan tidak memercayai hal ini, bukankah mereka adalah pengikut yang bukan orang percaya? Apa gunanya orang semacam itu melaksanakan tugas? ... Ada satu cara lagi orang mewujudkan ketakutannya untuk mengambil tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Ketika melaksanakan tugas, ada orang-orang yang hanya melakukan sedikit pekerjaan yang remeh dan sederhana, pekerjaan yang tidak memerlukan tanggung jawab. Untuk pekerjaan yang mengandung kesulitan dan memerlukan tanggung jawab, mereka melemparkannya kepada orang lain, dan jika terjadi kesalahan, mereka melemparkan kesalahan kepada orang-orang itu dan menjauhkan diri mereka sendiri dari masalah. ... Jika mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas mereka, bagaimana mereka mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik? Orang yang tidak sungguh-sungguh mengorbankan diri mereka untuk Tuhan tidak akan mampu melaksanakan tugas apa pun dengan baik, dan orang yang takut memikul tanggung jawab hanya akan menunda segala sesuatu ketika mereka melaksanakan tugas mereka. Orang-orang semacam itu tidak dapat dipercaya atau diandalkan; mereka hanya melaksanakan tugas mereka untuk mendapatkan makanan di mulut mereka" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Delapan: Mereka Akan Menyuruh Orang Lain Hanya Tunduk kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)"). Firman Tuhan benar-benar menyentuh hatiku, dan aku merasa ini adalah Tuhan yang menjelaskan keadaanku saat itu. Dalam melaksanakan tugas yang gereja percayakan kepadaku, aku tidak bekerja berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran atau bersandar kepada Tuhan untuk melakukan yang terbaik. Sebaliknya, aku melarikan diri dari masalah dan melalaikan tanggung jawab, membebankan hal-hal di pundak pemimpin supaya dia bisa menanganinya. Aku akan melakukan apa pun yang pemimpin katakan, berpikir bahwa jika pada akhirnya hal itu tidak dilaksanakan dengan baik, aku tidak akan bertanggung jawab untuk itu, dan aku tidak akan dipangkas. Bukankah itu berarti menipu? Aku bahkan yakin bahwa ini adalah cara yang cerdas untuk melakukan sesuatu. Namun dalam firman Tuhan, aku mengerti bahwa itu berarti melepaskan diri dari tanggung jawab, mengabaikan tugasku, dan bersikap curang. Aku menjadi licik dan curang terhadap Tuhan dalam tugasku. Aku selalu menyisakan jalan keluar untuk diriku, sehingga aku bisa menghindari tanggung jawab. Aku tidak tulus atau membayar harga yang sebenarnya, juga tidak berusaha melaksanakan semua yang bisa kulakukan. Aku hanya menyepelekan dan bersikap tidak jujur, dan sekalipun aku berjerih payah, aku tidak setia. Aku tidak layak mendapatkan tugas. Aku sadar bahwa, setiap kali kami selesai membuat video, selama pemimpin mengatakan tidak ada masalah dalam tinjauan awal, aku tidak serius mengulasnya atau benar-benar memikirkannya. Sekalipun orang-orang lain memberi saran selama proses produksi, aku tidak terlalu menghiraukan mereka. Aku hanya akan melihatnya sekilas dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Aku benar-benar tidak bertanggung jawab. Alhasil, beberapa video yang sudah selesai mengalami banyak masalah dan harus kembali direvisi. Terkadang tim tidak mencapai kesepakatan tentang video, padahal aku melihat masalahnya, tetapi tidak mengatakan apa pun dengan tegas, sebaliknya aku hanya menyerahkannya kepada pemimpin agar dia yang mengambil keputusan. Terkadang kami benar-benar tidak memahami prinsip suatu masalah, tidak bisa memastikan segala sesuatunya telah dilaksanakan sesuai standar, dan membutuhkan bimbingan pemimpin untuk membantu kami memperbaiki kesalahan. Namun beberapa masalah jelas berada dalam jangkauan kami, tetapi aku hanya menghindar dari masalah, tanpa melakukan sesuatu yang mampu kulakukan. Aku tidak membayar harga atau memikirkan masalah itu sebagaimana seharusnya, dan sebaliknya hanya mengambil jalan keluar yang mudah. Aku tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran atau benar-benar mempertimbangkan masalah yang kulihat. Aku juga tidak mencoba meringkas atau memetik pelajaran dari berbagai penyimpangan dan kegagalan. Sudah menjadi kebiasaan melakukan hal-hal seperti ini. Aku bahkan berpikir bahwa setiap orang melakukan kesalahan dalam tugas mereka, jadi jika aku mengabaikan beberapa masalah, itu karena aku kurang berkualitas. Mengesampingkan apakah aku bisa melihat masalahnya atau tidak, aku bahkan tidak memiliki rasa tanggung jawab yang seharusnya kumiliki. Demi melindungi diri, aku bersikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugasku, dan aku bahkan menyerahkan tanggung jawab kepada pemimpin ketika masalah muncul. Aku memutarbalikkan kebenaran, membuat segalanya menjadi masalah orang lain. Sekarang aku mengerti bahwa itu bukan masalah kualitas, tetapi masalah kemanusiaanku.

Kemudian aku membaca bagian lain dari firman Tuhan: "Jika engkau melindungi dirimu sendiri setiap kali sesuatu menimpamu dan menyediakan jalan keluar, atau pintu belakang bagimu sendiri, apakah engkau sedang menerapkan kebenaran? Ini bukanlah menerapkan kebenaran—ini berarti bersikap licik. Sekarang ini engkau sedang melaksanakan tugasmu di rumah Tuhan. Apa prinsip pertama melaksanakan tugas? Pertama-tama, engkau harus melaksanakan tugas dengan segenap hatimu, mengerahkan segenap upayamu, dan melindungi kepentingan rumah Tuhan. Ini adalah prinsip kebenaran, prinsip yang harus kauterapkan. Melindungi diri dengan menyediakan jalan keluar, pintu belakang bagi dirinya sendiri adalah prinsip penerapan yang diikuti orang-orang tidak percaya, dan merupakan falsafah tertinggi mereka. Mengutamakan diri sendiri dalam segala hal dan mendahulukan kepentingan sendiri di atas segalanya, tidak memikirkan orang lain, tidak ada kaitannya dengan kepentingan rumah Tuhan dan kepentingan orang lain, mengutamakan kepentingan sendiri dan kemudian memikirkan jalan keluar—bukankah seperti inilah orang tidak percaya itu? Seperti inilah tepatnya orang tidak percaya itu. Orang semacam ini tidak layak untuk melaksanakan tugas" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Delapan: Mereka Akan Menyuruh Orang Lain Hanya Tunduk kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)"). Firman Tuhan benar-benar menyentuh hatiku. Tak pernah kubayangkan bahwa sudut pandangku dalam melaksanakan tugasku adalah sudut pandang orang tidak percaya. Ketika menghadapi masalah, aku selalu mempertimbangkan kepentinganku sendiri terlebih dahulu, merasa takut kalau masalah hanya akan menimpaku. Jadi di luarnya aku tampak melaksanakan tugasku, tetapi kenyataannya aku tak pernah mengerahkan segenap kemampuanku, mencari kebenaran, atau bertindak menurut prinsip, aku juga tidak mempertimbangkan kepentingan gereja. Selain itu, aku senang hanya mengerahkan beberapa upaya dalam tugasku, mengerjakan dengan asal-asalan setiap hari. Bukankah itu sama seperti orang tidak percaya yang bekerja untuk seorang bos? Ketika aku dan rekan kerjaku memiliki perbedaan pendapat, mengapa aku ingin pemimpin yang memutuskan? Itu adalah masalah keenggananku untuk bertanggung jawab. Jadi sekalipun aku jelas melihat beberapa masalah nyata, aku menyerahkan masalah itu kepada pemimpin agar dia yang memutuskan, dan aku bahkan merasa itu baik-baik saja. Aku sadar bahwa tidak memikul tanggung jawab telah menjadi penyingkapan alami dari naturku. Aku benar-benar licik dan egois, dan sama sekali tidak dapat diandalkan. Aku mempermainkan, bersikap licik, dan sama sekali tidak memiliki ketulusan hati. Orang-orang seperti itu benar-benar tidak layak untuk memenuhi tugas. Firman Tuhan katakan: "Ada orang-orang yang tidak memikul tanggung jawab apa pun ketika melaksanakan tugas, mereka selalu bersikap asal-asalan. Meskipun mereka dapat melihat masalahnya, mereka tidak mau mencari penyelesaian dan takut menyinggung orang-orang, dan karena itu mereka hanya terburu-buru menyelesaikan segala sesuatu, yang mengakibatkan pekerjaan harus dikerjakan ulang. Karena engkau sedang melaksanakan tugas ini, engkau harus bertanggung jawab atasnya. Mengapa engkau tidak menganggapnya serius? Mengapa engkau bersikap asal-asalan? Dan apakah engkau lalai dalam tanggung jawabmu ketika engkau melaksanakan tugasmu dengan cara ini? Siapa pun yang memikul tanggung jawab utama, semua orang bertanggung jawab untuk mengawasi segala sesuatu, setiap orang harus memiliki beban dan rasa tanggung jawab ini—tetapi tak seorang pun di antaramu yang memperhatikan, engkau benar-benar acuh tak acuh, tidak memiliki kesetiaan, engkau semua lalai dalam tugasmu! Ini bukan karena engkau tidak dapat melihat masalahnya, tetapi karena engkau tidak mau bertanggung jawab. Selain itu, ketika engkau benar-benar melihat adanya masalah, engkau juga sama sekali tidak ingin ambil pusing tentang hal itu, dan engkau merasa puas menerima hasil yang 'cukup baik'. Bukankah bersikap asal-asalan seperti ini adalah upaya untuk menipu Tuhan? Jika pada saat Aku bekerja dan mempersekutukan kebenaran kepadamu, Aku merasa bahwa 'cukup baik' adalah dapat diterima, maka sesuai dengan kualitas dan pengejaran setiap orang di antaramu, apa yang mampu kauperoleh dari itu? Jika Aku memiliki sikap yang sama dengan sikapmu, engkau semua tidak dapat memperoleh apa pun. Mengapa Aku mengatakan ini? Sebagian karena engkau semua tidak melakukan apa pun dengan sungguh-sungguh, dan sebagian lagi karena kualitasmu sangat buruk, engkau sangat mati rasa. Karena Aku melihatmu mati rasa dan tidak mencintai kebenaran, serta tidak mengejar kebenaran, dan kualitasmu juga buruk, maka Aku harus berbicara secara terperinci. Aku harus mengeja semuanya, dan memilahnya menjadi beberapa bagian dalam khotbah-Ku, dan berbicara tentang segala sesuatu dari setiap sudut pandang, dan dengan segala cara. Hanya dengan begitu, engkau semua akan mengerti sedikit. Jika Aku asal-asalan denganmu, dan berbicara sedikit tentang topik apa pun, kapan pun Aku mau, tidak memikirkannya dengan hati-hati atau tanpa bersusah payah, tanpa hati-Ku di dalamnya, tidak berbicara ketika Aku tidak menginginkannya, apa yang bisa kaudapatkan? Dengan kualitas seperti yang kaumiliki, engkau tidak akan memahami kebenaran. Engkau tidak akan mendapatkan apa pun, apalagi mendapatkan keselamatan. Namun, Aku tidak bisa melakukannya, sebaliknya Aku harus berbicara secara mendetail. Aku harus terus berbicara secara mendetail dan memberikan contoh mengenai keadaan setiap jenis orang, sikap yang orang miliki terhadap kebenaran, dan setiap jenis watak yang rusak; hanya dengan cara demikian, engkau akan memahami apa yang Kukatakan, dan mengerti apa yang kaudengarkan. Aspek kebenaran apa pun yang Kupersekutukan, Aku berbicara melalui berbagai cara, dengan gaya persekutuan untuk orang dewasa maupun anak-anak, juga dalam bentuk penalaran dan cerita, menggunakan teori dan praktik, dan berbicara tentang pengalaman, agar orang dapat memahami kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan. Dengan cara ini, orang yang memiliki kualitas dan punya hati akan memiliki kesempatan untuk memahami dan menerima kebenaran serta diselamatkan. Namun sikapmu terhadap tugasmu selalu asal-asalan, sikap yang menunda-nunda, dan engkau tak peduli berapa lama penundaan yang kausebabkan. Engkau tidak merenungkan tentang bagaimana mencari kebenaran untuk memecahkan masalah, tidak memikirkan bagaimana cara melaksanakan tugasmu dengan benar agar dapat bersaksi tentang Tuhan. Ini berarti mengabaikan tugasmu. Jadi, hidupmu bertumbuh dengan sangat lambat, tetapi engkau tidak merasa kesal dengan berapa banyak waktu yang telah engkau sia-siakan. Sebenarnya, jika engkau semua melaksanakan tugasmu dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, engkau bahkan tak perlu menghabiskan dahulu lima atau enam tahun sebelum mampu menyampaikan pengalamanmu dan memberikan kesaksian tentang Tuhan, dan berbagai pekerjaan akan terlaksana dengan hasil luar biasa—tetapi engkau tidak bersedia mempertimbangkan maksud Tuhan, engkau juga tidak berupaya ke arah kebenaran. Ada hal-hal tertentu yang engkau semua tidak tahu bagaimana cara melakukannya, jadi Aku memberimu petunjuk yang tepat. Engkau semua tidak perlu berpikir, engkau hanya perlu mendengarkan dan melakukannya. Hanya inilah sedikit tanggung jawab yang harus kaupikul—tetapi bahkan ini pun terlampau sukar bagimu. Di manakah kesetiaanmu? Tidak terlihat di mana pun! Yang engkau semua lakukan hanyalah mengatakan hal-hal yang terdengar menyenangkan. Dalam hatimu, engkau tahu apa yang seharusnya kaulakukan, tetapi engkau sama sekali tidak menerapkan kebenaran. Ini adalah pemberontakan terhadap Tuhan, dan pada dasarnya, ini berarti tidak adanya cinta akan kebenaran. Engkau tahu betul di dalam hatimu bagaimana bertindak sesuai dengan kebenaran—tetapi engkau tidak menerapkannya. Ini adalah masalah serius; engkau memandang kebenaran tanpa menerapkannya. Engkau sama sekali bukan orang yang tunduk kepada Tuhan. Untuk melaksanakan tugas di rumah Tuhan, yang harus kaulakukan paling tidak adalah mencari dan menerapkan kebenaran dan bertindak sesuai prinsip. Jika engkau tidak dapat menerapkan kebenaran dalam pelaksanaan tugasmu, lalu di mana engkau dapat menerapkannya? Dan jika engkau tidak menerapkan kebenaran apa pun, itu berarti engkau adalah pengikut yang bukan orang percaya. Apa sebenarnya tujuanmu, jika engkau tidak menerima kebenaran—apalagi menerapkan kebenaran—dan hanya menjalaninya tanpa tujuan di rumah Tuhan? Apa kauingin menjadikan rumah Tuhan sebagai rumah pensiunmu, atau rumah sedekah? Jika demikian, engkau keliru—rumah Tuhan tidak mengurus para pendompleng, orang-orang tak berguna. Siapa pun yang memiliki kemanusiaan yang buruk, yang tidak melaksanakan tugasnya dengan senang hati, yang tidak layak untuk melaksanakan suatu tugas, semuanya harus dikeluarkan; semua pengikut yang bukan orang percaya yang sama sekali tidak menerima kebenaran harus disingkirkan. Ada orang-orang yang memahami kebenaran, tetapi tidak mampu menerapkannya dalam pelaksanaan tugas mereka. Ketika mereka melihat masalah, mereka tidak menyelesaikannya, dan sekalipun mereka tahu bahwa itu adalah tanggung jawab mereka, mereka tidak mengerahkan semua kemampuan mereka. Jika engkau bahkan tidak melaksanakan tanggung jawab yang mampu kaulakukan, lalu nilai atau efek apa yang mungkin terjadi dengan engkau melaksanakan tugasmu? Apakah ada maknanya, percaya kepada Tuhan dengan cara ini? Orang yang memahami kebenaran, tetapi tidak dapat menerapkannya, yang tidak dapat menanggung kesulitan yang seharusnya mereka tanggung—orang seperti itu tidak layak untuk melakukan suatu tugas" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Aku merasa sangat malu setelah membaca firman Tuhan. Tuhan benar-benar tulus dalam memperlakukan orang-orang. Untuk menyelamatkan kita, Dia menggunakan segala macam cara untuk bersekutu dengan kita, memberi kita persekutuan yang sangat terperinci tentang berbagai aspek kebenaran, dan Dia sangat sabar saat melakukannya. Dia memberi kita banyak contoh untuk menuntun kita jika kita tidak mengerti, dan selalu mempersekutukan kebenaran untuk menyirami dan memelihara kita, dan telah membayar harga paling mahal. Aku merenungkan sikapku dalam melaksanakan tugasku, dan menyadari bahwa gereja sedang memercayakan kepadaku tugas yang sedemikian pentingnya, tetapi aku tidak bertanggung jawab. Aku menjalaninya dengan sembarangan, bermalas-malasan di mana pun aku bisa melakukannya, menipu dan bersikap licik. Di manakah kemanusiaanku? Tuhan begitu tulus kepada kita, tetapi balasanku kepada-Nya hanyalah penipuan. Sebelumnya aku telah membaca firman Tuhan tentang beberapa orang dengan kemanusiaan yang buruk, tetapi aku tidak mengaitkannya dengan diriku. Kemudian aku sadar bahwa aku memang memiliki kemanusiaan yang buruk, dan tidak memiliki hati nurani. Tampaknya aku melaksanakan tugasku setiap hari dan membayar sedikit harga, dan mengerjakan semuanya dengan asal-asalan. Namun hatiku tidak mengarah kepada Tuhan. Aku tidak berusaha melaksanakan semua yang bisa kulakukan dalam tugasku, mengerahkan segenap diriku ke dalamnya, menjadi bijaksana dan teliti. Sebaliknya aku bersikap acuh tak acuh dan asal-asalan. Aku tidak sedang melakukan tugas—aku bahkan tidak memenuhi standar untuk berjerih payah. Aku tahu aku tak mampu membayar kerugian yang kusebabkan pada pekerjaan karena sikapku yang tidak bertanggung jawab. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku kesempatan untuk bertobat, dan sejak itu kuputuskan untuk mengubah sikap dalam tugasku. Aku tidak bisa terus begitu ceroboh.

Kemudian aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Karena orang memiliki watak yang rusak, mereka sering bersikap asal-asalan saat melaksanakan tugas mereka. Ini adalah salah satu masalah yang paling serius. Jika orang ingin melaksanakan tugas mereka dengan benar, mereka harus terlebih dahulu menangani masalah sikap yang asal-asalan ini. Selama mereka memiliki sikap yang asal-asalan, mereka tidak akan mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik, yang berarti bahwa membereskan masalah sikap yang asal-asalan sangat penting. Jadi, bagaimana mereka harus menerapkannya? Pertama, mereka harus menyelesaikan masalah keadaan pikiran mereka; mereka harus memperlakukan tugas mereka dengan benar, dan melakukan segala sesuatu dengan serius dan dengan rasa tanggung jawab. Mereka tidak boleh bermaksud untuk bersikap licik atau asal-asalan. Orang melaksanakan tugas mereka adalah untuk Tuhan, bukan untuk seorang manusia pun; jika orang mampu menerima pemeriksaan Tuhan, mereka akan memiliki keadaan pikiran yang benar. Selain itu, setelah melakukan sesuatu, orang harus memeriksanya dan merenungkannya, dan jika mereka merasa sedikit gelisah di dalam hati mereka, dan setelah pemeriksaan yang saksama, mereka mendapati bahwa memang ada masalah, mereka harus melakukan perubahan; setelah perubahan ini dilakukan, hati mereka akan merasa tenang. Ketika orang merasa gelisah, ini membuktikan ada masalah, dan mereka harus dengan rajin memeriksa apa yang telah mereka lakukan, terutama pada tahap-tahap penting. Ini adalah sikap yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas. Jika orang mampu bersikap serius, bertanggung jawab, dan mencurahkan segenap hati dan kekuatan mereka, pekerjaan akan terlaksana dengan baik. Terkadang, engkau sedang berada dalam keadaan pikiran yang salah, dan tidak bisa mendapati atau menemukan kesalahan yang jelas seperti terang di siang hari. Jika engkau berada dalam keadaan pikiran yang benar, maka dengan pencerahan dan bimbingan Roh Kudus, engkau akan mampu mengenali masalahnya. Jika Roh Kudus membimbingmu dan memberimu suatu kesadaran, memungkinkanmu untuk merasakan kejelasan dalam hatimu dan mengetahui di mana letak kesalahannya, engkau akan mampu memperbaiki penyimpangan itu dan berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip kebenaran. Jika keadaan pikiranmu salah, dan engkau bingung dan ceroboh, akan mampukah engkau melihat kesalahan tersebut? Tidak akan. Menunjukkan apa hal ini? Ini menunjukkan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, sangatlah penting untuk orang bekerja sama; kerangka berpikir mereka sangat penting, dan ke mana mereka mengarahkan pemikiran dan gagasan mereka sangatlah penting. Tuhan memeriksa dan dapat melihat bagaimana keadaan pikiran orang, dan berapa banyak tenaga yang mereka kerahkan saat mereka melaksanakan tugas mereka. Sangatlah penting bagi orang untuk mencurahkan segenap hati dan segenap kekuatan mereka dalam apa yang mereka lakukan. Kerja sama mereka merupakan unsur yang sangat penting. Jika orang berusaha untuk tidak menyesali tugas yang telah mereka selesaikan dan hal-hal yang telah mereka lakukan, dan tidak berutang kepada Tuhan, barulah mereka akan bertindak dengan segenap hati dan kekuatan mereka. Jika engkau selalu gagal mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu untuk melaksanakan tugasmu, jika sikapmu selalu asal-asalan, dan menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap pekerjaan, dan jauh dari hasil yang Tuhan tuntut darimu, maka hanya satu hal yang dapat terjadi pada dirimu: engkau akan disingkirkan. Dan masih adakah waktu bagimu untuk menyesal? Tidak. Tindakan-tindakan ini akan menjadi penyesalan abadi, suatu noda! Selalu bersikap asal-asalan adalah suatu noda, itu adalah pelanggaran serius—benar atau tidak? (Benar.) Engkau harus berusaha keras untuk melaksanakan kewajibanmu dan semua yang harus kaulakukan, dengan segenap hati dan kekuatanmu, engkau tidak boleh bersikap asal-asalan, atau meninggalkan penyesalan. Jika engkau mampu melakukan itu, tugas yang kaulaksanakan akan diingat oleh Tuhan. Hal-hal yang diingat oleh Tuhan adalah perbuatan baik. Lalu, hal-hal apa sajakah yang tidak diingat oleh Tuhan? (Tuhan tidak mengingat pelanggaran dan perbuatan yang jahat.) Engkau mungkin tidak menerima bahwa sesuatu adalah perbuatan jahat jika hal itu dijelaskan sekarang, tetapi, bila saatnya tiba ketika hal itu menimbulkan akibat yang serius, dan menimbulkan pengaruh negatif, engkau akan merasakan bahwa hal itu bukan hanya pelanggaran perilaku, tetapi perbuatan yang jahat. Ketika engkau menyadari hal ini, engkau akan menyesal, dan berpikir dalam hatimu: 'Aku seharusnya telah melakukan tindakan pencegahan! Dengan pemikiran dan upaya yang sedikit lebih banyak di awal, akibat ini seharusnya bisa dihindari.' Tidak ada yang akan menghapus noda abadi ini dari hatimu, dan jika itu membuatmu berada dalam utang yang permanen, engkau berada dalam masalah. Jadi sekarang ini, engkau semua harus berusaha keras untuk mencurahkan segenap hati dan kekuatanmu untuk melaksanakan amanat yang Tuhan berikan kepadamu, melaksanakan setiap tugas dengan hati nurani yang murni, tanpa penyesalan, dan dengan cara yang diingat oleh Tuhan. Apa pun yang kaulakukan, janganlah bersikap asal-asalan. Jika engkau tiba-tiba melakukan kesalahan dan itu merupakan pelanggaran yang serius, ini akan menjadi noda abadi. Sekali engkau memiliki penyesalan, engkau tidak akan mampu menebusnya, dan itu akan menjadi penyesalan yang permanen. Kedua jalan ini seharusnya terlihat jelas. Manakah yang harus kaupilih untuk mendapatkan perkenan Tuhan? Melaksanakan tugasmu dengan segenap hati dan kekuatanmu, serta mempersiapkan dan mengumpulkan perbuatan baik, tanpa penyesalan apa pun. Apa pun yang kaulakukan, jangan melakukan kejahatan yang akan mengganggu orang lain dalam pelaksanaan tugas mereka, jangan lakukan apa pun yang bertentangan dengan kebenaran dan yang menentang Tuhan, dan jangan menimbulkan penyesalan seumur hidup. Apa yang terjadi jika orang telah melakukan terlalu banyak pelanggaran? Pelanggaran itu menambah kemarahan Tuhan terhadap mereka di hadirat-Nya! Jika engkau makin banyak melanggar, dan murka Tuhan terhadapmu menjadi jauh lebih besar, maka, pada akhirnya, engkau akan dihukum" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Sebelumnya, aku telah mengakui bahwa aku bersikap asal-asalan dalam tugasku, tetapi aku tidak pernah menyadari konsekuensinya terhadap diriku, atau bagaimana Tuhan akan melihat dan mendefinisikan seseorang seperti itu. Sekarang aku mengerti dari firman Tuhan bahwa di luarnya orang-orang seperti itu tampaknya tidak melakukan kejahatan besar, tetapi sikap mereka terhadap tugas mereka menjijikkan bagi Tuhan, dan jika mereka tidak bertobat, pada akhirnya mereka akan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Tersingkapnya diriku dalam situasi ini, membuatku sadar betapa seriusnya masalahku yang mengacaukan tugas dan tidak bertanggung jawab. Karena sikapku yang tidak bertanggung jawab video tersebut harus menjalani pengeditan lebih lanjut, sehingga semua pekerjaan kami menjadi tertunda. Itu adalah pelanggaran. Jika aku tidak segera memperbaiki keadaanku, terus bersikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab, aku bisa menyinggung watak Tuhan dan disingkirkan kapan saja, pada saat itu penyesalan akan terlambat. Dari firman Tuhan, kami menemukan jalan penerapan untuk mengatasi kecerobohan dalam tugas kami. Pertama, kami harus memiliki pola pikir yang benar, memikul tanggung jawab, dan menerima pemeriksaan Tuhan. Kemudian kami harus berhati-hati meninjau segala sesuatu dan tidak mengabaikan masalah yang kami temui.

Kemudian, kami melakukan firman Tuhan. Kami menyimpulkan alasan kegagalan kami, dan dengan rajin memeriksa video berdasarkan prinsip, tanpa melewatkan satu detail pun. Kami mencari prinsip-prinsip kebenaran bersama dan mencari cara untuk melakukan pengeditan. Persekutuan dan diskusi dengan saudara-saudari membantu kami lebih memahami prinsip-prinsip ini, dan kami sadar bahwa walaupun kami telah meninjau beberapa video berkali-kali, karena sekarang kami lebih menyadarinya, kami menemukan lebih banyak masalah yang melibatkan detail. Ini menunjukkan dengan lebih jelas betapa seriusnya masalah sikap asal-asalan kami dalam menjalankan tugas di masa lalu. Kemudian kami menganalisis bagaimana kami harus mengedit video ini berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, menyelesaikan semua pengeditan yang mampu kami kerjakan, kemudian menyerahkannya kepada pemimpin untuk ditinjau setelah kami tidak dapat melihat masalah apa pun. Semua orang merasa jauh lebih tenang setelah kami melakukan hal ini. Setelah mengedit video itu, kami menyerahkannya kepada pemimpin untuk ditinjau. Pemimpin berkata, "Ini lumayan bagus, dan kulihat tidak ada masalah. Kamu mengerjakannya dengan baik kali ini." Ketika pemimpin mengatakan itu, aku bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku. Aku tahu itu bukan karena kami telah melakukan pekerjaan yang baik. Sebaliknya, Tuhan menuntun dan mencerahkan kami jika kami sedikit rela untuk berbalik dan bertobat, dan tidak lagi bersikap begitu ceroboh. Pengalaman ini benar-benar menunjukkan kepadaku bahwa hanya jika kita melakukan tugas dengan segenap hati, barulah itu akan bermakna dan kita akan merasakan damai sejahtera. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: 90. Tugasmu Bukan Kariermu

Selanjutnya: 92. Pilihan yang Menyakitkan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

40. Kembali ke Rumah

Oleh Saudari Muyi, Korea Selatan"Kasih Tuhan yang berlimpah dengan bebas dianugerahkan kepada manusia dan mengelilingi manusia; manusia...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini