51. Aku telah Melihat Kebenaran dari Menjadi Orang yang Selalu Ingin Menyenangkan Orang Lain
Dahulu, aku berupaya keras untuk mempertahankan hubungan pribadi dalam interaksiku dengan teman, keluarga, dan tetangga. Aku menoleransi hampir semua hal dan membiarkan orang melakukan apa yang mereka inginkan agar tak seorang pun berkata yang tidak baik mengenai aku. Aku tidak pernah berdebat dengan siapa pun. Bahkan ketika aku menyadari bahwa seseorang memiliki masalah, aku tetap tidak akan mengatakan apa pun. Seiring waktu, semua orang menganggapku sebagai orang baik. Aku terus menerapkan filosofi hidup ini dalam urusanku dan dalam interaksiku dengan orang lain bahkan setelah menjadi orang percaya. Aku ingat, tidak lama setelah memperoleh imanku, aku memperhatikan bahwa Saudara Tian, yang bertanggung jawab atas pertemuan kelompok kami, selalu sangat lembut dalam berbicara dan persekutuannya tentang firman Tuhan mencerahkan. Kapan pun sesuatu terjadi denganku atau aku mengalami kesulitan, aku senang mencari dia untuk membantuku menyelesaikannya, dan dia selalu sangat sabar saat bersekutu denganku. Kami rukun. Kami berdua terpilih sebagai pemimpin gereja beberapa tahun kemudian, dan aku sangat senang memiliki kesempatan melaksanakan tugas bersamanya. Namun, setelah beberapa saat, aku perhatikan Saudara Tian tidak benar-benar memikul beban dalam tugasnya, lalu saat saudara-saudari menjadi negatif dan lemah, dia hanya bekerja sekenanya dan membagikan persekutuan sederhana. Dia tidak terlalu peduli apakah ada yang dihasilkan dari itu atau tidak. Aku berpikir, "Tidakkah dia ceroboh dalam menjalankan tugasnya? Ini sudah pasti akan menunda jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Aku harus bersekutu dengannya. Namun, dia telah melakukan tugas ini lebih lama dariku dan lebih berpengalaman dalam pekerjaan ini. Aku baru saja mulai menjalankan tugasku sebagai pemimpin. Apa pendapatnya tentangku jika aku memberitahunya bahwa dia tidak menanggung beban dalam pekerjaannya?" Seperti kata orang, "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain." Jadi, untuk menjaga hubungan kami, aku hanya berbicara dengannya dan tak terlalu mementingkan masalahnya.
Dalam salah satu pertemuan kami, beberapa saudara-saudari mengemukakan kesulitan yang mereka temui dalam membagikan Injil, berharap kami bisa membantu mereka mengatasi masalah ini. Aku berbicara dengan Saudara Tian tentang pergi bersama, tetapi dia membuat alasan pekerjaan Injil bukanlah keahliannya, jadi dia tidak ingin pergi. Aku bersekutu dengannya, mengatakan saudara-saudari kita mengalami kesulitan dalam tugas mereka, jadi kita harus mengerahkan segenap daya untuk membantu mereka. Kita juga tidak bisa melakukan tugas hanya berdasarkan preferensi kita. Dia menjawab dengan diam, jadi aku pikir itu adalah persetujuan tanpa kata darinya. Yang mengejutkanku, dia bahkan tidak muncul keesokan harinya. Aku merasa sedikit kecewa kepadanya—bukankah dia tidak bertanggung jawab, seorang pemimpin gereja tidak membantu untuk menyelesaikan masalah saudara-saudari? Aku tahu harus membicarakan ini dengannya.
Aku segera pergi untuk berbicara dengan Saudara Tian setelah pertemuan itu dan memikirkan bagaimana bersekutu dengannya di sepanjang perjalanan. Namun, dia begitu hangat dan ramah kepadaku saat aku sampai di rumahnya, dan aku mulai merasa sedikit segan. Aku pikir, "Saudara Tian tersenyum dan bahkan menyajikan teh untukku. Bagaimana aku bisa mengatakan ini kepadanya? Jika aku berkata dia tidak bertanggung jawab dalam tugasnya, dan dia dalam keadaan berbahaya, bukankah itu benar-benar memalukan baginya? Seperti kata orang, 'Jangan mengonfrontasi wajah yang tersenyum.' Kami selalu akur. Bagaimana kami bisa terus bekerja sama jika aku merusak hubungan kami? Kami bertemu sepanjang waktu, itu akan sangat canggung!" Jadi, aku berkata kepadanya dengan sangat lembut, "Kita perlu mengembangkan rasa beban terhadap tugas kita. Kita tidak bisa melakukan apa pun berdasarkan preferensi pribadi." Saat dia menundukkan kepala dan tidak mengatakan apa pun, aku merasa tidak enak untuk berbicara lebih banyak. Aku berpikir tentang bagaimana aku baru saja memulai sebagai pemimpin gereja dan belum mengetahui pekerjaan gereja dengan baik. Aku butuh bantuannya dalam banyak hal, dan seperti kata pepatah lama, "Jangan bakar jembatan menuju seseorang." Aku merasa tidak bisa terlalu keras kepadanya, jadi aku tidak mengatakan apa-apa lagi.
Kemudian ada pesan dari para pemimpin kami yang memberi tahu tentang sebuah pertemuan, lalu aku dan Saudara Tian memutuskan kami masing-masing akan memberi tahu beberapa saudara-saudari. Aku bertanya kepadanya apakah dia sudah menyampaikan kabar itu saat kami bertemu keesokan harinya, tetapi dengan tidak peduli dia berkata bahwa dia sibuk melakukan hal lain dan lupa tentang itu. Melihat wajahnya yang tanpa ekspresi, aku tidak bisa menahan diri dan menegurnya. Aku berkata, "Melakukan tugasmu dengan cara ini tidaklah bertanggung jawab dan itu bisa menunda pekerjaan gereja." Aku terkejut saat dia memasang ekspresi masam di wajahnya, mengambil kunci miliknya, dan pergi begitu saja. Melihat antipati darinya, aku tidak berani mengatakan apa-apa lagi, takut itu akan merusak hubungan kami sepenuhnya.
Aku telah melihat Saudara Tian tidak memikul beban apa pun dalam tugasnya, bahwa dia ceroboh, sering menyebabkan penundaan, dan kurang pengenalan diri saat menghadapi masalah. Saat orang lain bersekutu atau menunjukkan masalah pada dirinya kepada dia, dia tidak mau menerimanya. Bukankah semua itu menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin palsu, tidak bisa menerima kebenaran atau melakukan pekerjaan nyata? Jika dia tetap menjadi pemimpin, itu akan menghambat pekerjaan gereja. Aku tahu harus memberi tahu para pemimpin tentang masalah pada dirinya. Namun, aku berpikir tentang bagaimana para pemimpin pasti akan memangkas dan menangani dia saat mereka tahu tentang semua itu, dan dia mungkin akan kehilangan posisinya. Jika Saudara Tian tahu akulah yang melaporkannya, dia akan berkata aku tidak berperasaan, bahwa aku telah mengkhianati seorang teman lama. Bagaimana aku bisa menghadapi dia setelah itu? Pemikiran ini membuatku tidak yakin harus melakukan apa. Setelah memikirkannya dengan matang, aku akhirnya memutuskan untuk menunda melaporkan dia. Aku baru saja mengungkap masalah pada dirinya, mungkin dia akan merenungkan diri dan memahami masalah pada dirinya, lalu bertobat. Dia telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun dan cukup bertanggung jawab dalam tugas sebelumnya. Jadi, aku memutuskan untuk mengawasi beberapa hari lagi, dan jika dia masih tidak berubah, aku bisa melaporkannya.
Setelah itu, kami memiliki calon petobat yang memiliki kemanusiaan yang baik dan tertarik mempelajari pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, tetapi dia harus ke luar kota untuk bekerja dalam beberapa hari. Kami harus menemukan seseorang untuk berbagi Injil dengannya secepat mungkin. Kami membahasnya dan memutuskan untuk mengutus Saudara Tian. Namun, tanpa diduga, dia salah melihat tanggal dan tidak pergi pada hari yang ditentukan. Aku sangat marah saat tahu tentang itu. Aku sudah memperingatkannya berkali-kali, tetapi dia tidak pernah berubah, dan dia benar-benar mengacaukan sesuatu yang penting pada saat itu. Tercetus dalam benakku bahwa aku tahu betul Saudara Tian telah cukup lama bekerja asal-asalan dalam tugasnya dan tidak memiliki rasa tanggung jawab, tetapi aku hanya memedulikan hubungan kami. Aku takut menyinggung perasaannya, jadi aku tidak memberi tahu para pemimpin tentang masalah pada dirinya. Itu telah menghambat pekerjaan gereja berkali-kali. Bukankah aku melakukan kejahatan? Aku kesal dan dipenuhi penyesalan diri atas pemikiran ini.
Malam itu, aku berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku untuk memahami masalahku sendiri. Aku kemudian membaca ini dalam firman Tuhan: "Kebanyakan orang ingin mengejar dan menerapkan kebenaran, tetapi seringkali mereka hanya memiliki tekad dan keinginan untuk melakukannya; mereka tidak memiliki kehidupan kebenaran di dalam diri mereka. Akibatnya, saat mereka bertemu kekuatan jahat atau menghadapi orang-orang keji dan jahat yang melakukan perbuatan jahat, atau para pemimpin palsu dan antikristus melakukan sesuatu dengan cara yang melanggar prinsip—sehingga menyebabkan pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian, dan membahayakan umat pilihan Tuhan—mereka kehilangan keberanian untuk berdiri dan angkat bicara. Apa artinya saat engkau tidak punya keberanian? Apakah itu berarti bahwa engkau malu atau sukar berbicara? Atau apakah engkau tidak memahami hal itu sepenuhnya, dan karenanya tidak memiliki kepercayaan diri untuk berbicara? Tidak satu pun dari hal-hal ini; ini berarti bahwa engkau sedang dikendalikan oleh beberapa jenis watak yang rusak. Salah satu watak ini adalah kelicikan. Engkau memikirkan dirimu sendiri terlebih dahulu, berpikir, 'Jika aku berbicara, apa manfaatnya bagiku? Jika aku berbicara dan membuat seseorang tidak senang, bagaimana kami bisa rukun di masa depan?' Ini adalah mentalitas yang licik, bukan? Bukankah ini adalah hasil dari watak yang licik? Yang lainnya adalah watak yang jahat dan egois. Engkau berpikir, 'Apa hubungan antara kehilangan minat akan kepentingan rumah Tuhan dengan diriku? Mengapa aku harus peduli? Itu tidak ada hubungannya denganku. Bahkan jika aku melihatnya dan mendengar hal itu terjadi, aku tidak perlu melakukan apa pun. Itu bukan tanggung jawabku—aku bukanlah pemimpin.' Hal-hal semacam itu ada di dalam dirimu, seolah-olah hal itu telah muncul dari pikiran bawah sadarmu, dan seolah-olah hal itu menempati posisi permanen di dalam hatimu—semua itu adalah watak manusia yang rusak dan jahat. Watak yang rusak tersebut mengendalikan pikiran-pikiranmu dan menguasai, serta mengendalikan mulutmu. Ketika engkau mau mengucapkan sesuatu di dalam hatimu, kata-kata itu sudah mencapai bibirmu tetapi engkau tidak mengucapkannya, atau, jika engkau mengucapkannya, perkataanmu berputar-putar, memberi ruang bagimu untuk mengatur siasat—engkau sama sekali tidak berbicara dengan jelas. Orang lain tidak merasakan apa pun setelah mendengarmu, dan apa yang telah kauucapkan tidak menyelesaikan masalah. Dalam hati engkau berpikir: 'Yang penting aku sudah berbicara. Hati nuraniku sudah tenang. Aku telah memenuhi tanggung jawabku.' Sebenarnya, di dalam hatimu engkau tahu bahwa engkau belum mengatakan apa yang seharusnya, bahwa apa yang telah kaukatakan tidak berdampak, dan bahwa kerusakan pada pekerjaan rumah Tuhan tetap berlangsung. Engkau belum memenuhi tanggung jawabmu, tetapi engkau berkata secara terang-terangan bahwa engkau telah memenuhi tanggung jawabmu, atau bahwa apa yang sedang terjadi tidak jelas bagimu. Maka bukankah engkau sepenuhnya berada di bawah kendali watak rusakmu yang jahat?" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setiap kata dalam firman Tuhan menyambarku seperti petir, seolah-olah aku bertatap muka dengan-Nya saat Dia menghakimi dan menyingkapku. Aku merasa sangat bersalah. Aku telah melihat dengan sangat jelas bahwa Saudara Tian tidak memikul beban apa pun dalam tugasnya dan itu menghambat pekerjaan gereja, tetapi aku hanya memainkan peran orang baik agar bisa melindungi hubunganku dengannya, menutup mata. Aku telah mengumpulkan keberanian untuk menunjukkan masalah pada dirinya, tetapi aku justru menahan diri, tidak berani berbicara tentang esensi dan konsekuensi berbahaya dari tindakannya. Aku juga membodohi diriku dengan berpikir aku menerapkan kebenaran. Aku melihat dampak buruk seorang pemimpin palsu terhadap pekerjaan rumah Tuhan, tetapi demi mempertahankan diri, aku tidak menyingkap dan melaporkan dia. Aku lebih rela menyinggung Tuhan daripada menyinggung perasaan seseorang. Tindakan itu menjadikanku antek Iblis, berdiri di sisi seorang pemimpin palsu, berkubang dalam lumpur bersamanya, menghambat pekerjaan gereja. Ini menjijikkan dan dibenci Tuhan. Tuhan mengangkat aku, mengizinkan aku mengemban tugas sebagai pemimpin gereja, dengan harapan aku akan bersekutu tentang kebenaran, menyelesaikan masalah saudara-saudari, dan menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Namun, sebaliknya, aku hanya melindungi hubungan pribadiku dan memanjakan pemimpin palsu sementara dia mengganggu pekerjaan gereja. Aku melihat pengabdianku dalam tugas benar-benar kurang. Bukan hanya gagal menerapkan kebenaran, aku telah melakukan pelanggaran. Aku benar-benar mengecewakan upaya keras Tuhan. Aku akhirnya melihat orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain sebenarnya bukan orang baik, tetapi egois dan licik. Menyadari hal ini benar-benar membuatku kesal dan aku merasa sangat buruk tentang diriku sendiri. Aku tahu tidak boleh menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain lagi, tetapi aku harus menerapkan kebenaran dan menyingkap Saudara Tian karena tidak melakukan kerja nyata. Aku harus memberi tahu para pemimpin kebenaran tentang masalah pada dirinya dan berhenti menutupi dia.
Malam itu juga aku menulis kepada para pemimpin tentang kinerja Saudara Tian. Aku merasa sangat lega dan damai setelah menyelesaikan suratku dan merasa akhirnya mulai memiliki rasa keadilan, bahwa aku tidak begitu hina dan tercela seperti sebelumnya. Seperti firman Tuhan: "Jika engkau dapat memenuhi tanggung jawabmu, melakukan kewajiban dan tugasmu, mengesampingkan keinginanmu yang egois, mengesampingkan niat dan motifmu sendiri, memiliki pertimbangan terhadap kehendak Tuhan, dan mengutamakan kepentingan Tuhan dan rumah-Nya, maka setelah mengalami hal ini selama beberapa saat, engkau akan merasa bahwa ini adalah cara yang baik untuk hidup. Ini adalah menjalani hidup dengan jujur dan tulus, tanpa menjadi orang yang tercela atau tak berguna, dan hidup secara adil dan terhormat, bukan berpikiran sempit atau jahat; engkau akan merasa bahwa inilah cara seseorang harus hidup dan bertindak. Lambat laun, keinginan di dalam hatimu untuk memuaskan kepentinganmu sendiri akan berkurang" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Saat bertemu Saudara Tian keesokan harinya, aku bersekutu dengannya, membedah masalah dalam tugasnya, serta berbicara tentang natur dan konsekuensi bertindak begitu ceroboh dan asal-asalan. Setelah mendengarkanku, dia mengakui bahwa dia punya masalah. Pemimpin kami kemudian memutuskan berdasarkan kinerja umumnya bahwa dia tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun dan dia adalah pemimpin palsu, serta dicopot. Meskipun dia kehilangan posisinya, aku masih memiliki tanggung jawab nyata atas kerusakan yang telah dia sebabkan terhadap pekerjaan gereja. Aku bersumpah tidak akan pernah menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain lagi dan tidak akan menghalangi pekerjaan gereja lagi.
Tak lama, aku mulai bekerja bersama Saudara Li yang telah menjadi pemimpin gereja. Kami berbagi persekutuan dan membahas kesulitan yang kami temui dalam pekerjaan kami. Saat aku dalam keadaan buruk, dia membantuku lewat persekutuan. Kami sangat akur. Namun, setelah beberapa saat, terlihat jelas bahwa Saudara Li tidak melakukan pekerjaan nyata dalam tugasnya. Dia hanya bekerja sekenanya dalam pertemuan dan tidak menyelesaikan kesulitan dalam kehidupan nyata saudara-saudari. Aku berpikir Saudara Li tidak terlalu bertanggung jawab dan aku harus memberinya persekutuan. Beberapa saat kemudian, aku membicarakan masalah ini dengannya dan mengungkap natur dan konsekuensi dari cara dia menjalankan tugasnya.
Aku perhatikan meskipun beberapa waktu telah berlalu, Saudara Li masih belum menyesuaikan sikapnya terhadap tugasnya, lalu di atas semua itu, dia selalu mengejar nama dan status. Saat dia tidak mencapai apa pun dalam pekerjaannya dan tidak memperoleh penghargaan dari orang lain, dia menjadi negatif dan tidak memedulikan pekerjaan gereja. Aku bersekutu dengannya lagi dan meminta dia untuk merenungkan diri dan mencoba memahami motifnya dalam tugasnya. Pada saat itu, dia mengakui sudut pandangnya tentang pengejaran salah arah, tetapi setelah itu keadaannya tidak berubah sama sekali. Aku sadar pekerjaan gereja akan dirugikan jika dia terus melakukan tugas itu, jadi aku memutuskan untuk memberi tahu para pemimpin. Namun, begitu mengambil pena dan bersiap untuk menulis surat, aku berpikir, "Jika para pemimpin tahu tentang perilaku Saudara Li, mereka pasti akan bertindak sesuai prinsip dan mencopot dia. Saudara Li sangat menjunjung reputasinya, bukankah dia akan membenciku jika dicopot? Saat aku memulai tugasku, dia selalu berbagi persekutuan dan membantuku, jadi jika aku melaporkan masalah pada dirinya sekarang, bukankah dia akan berpikir aku tidak berperasaan? Bagaimana aku bisa menghadapi dia setelah itu?" Lalu, aku sadar aku akan menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain lagi dan aku tidak menjunjung pekerjaan rumah Tuhan. Aku merasa agak bersalah dalam hal ini, jadi aku segera berdoa. "Ya Tuhan, aku telah melihat masalah Saudara Li dan ingin melaporkan dia, tetapi aku takut membuatnya tidak senang. Aku sadar betul akan kebenarannya, tetapi tidak bisa menerapkannya. Itu bukan tindakan menjunjung pekerjaan rumah Tuhan. Ya Tuhan, tolong bimbing aku untuk mengenal diriku sendiri agar aku bisa bertobat dan berubah."
Aku membaca ini dalam firman Tuhan setelah berdoa. "Iblis merusak manusia melalui pendidikan dan pengaruh pemerintah nasional serta melalui orang-orang terkenal dan hebat. Perkataan jahat mereka telah menjadi natur kehidupan manusia. 'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri' adalah pepatah iblis terkenal yang telah ditanamkan dalam diri semua orang, dan itu telah menjadi kehidupan manusia. Ada beberapa perkataan falsafah hidup lainnya yang juga seperti ini. Iblis mendidik manusia melalui setiap budaya tradisional bangsa yang indah, menyebabkan manusia jatuh dan ditelan oleh jurang kebinasaan yang tak berdasar, dan pada akhirnya manusia dimusnahkan oleh Tuhan karena mereka melayani Iblis dan menentang Tuhan. ... Masih ada banyak racun iblis dalam hidup manusia, dalam perilaku dan perbuatannya; mereka sama sekali tidak memiliki kebenaran. Sebagai contoh, falsafah hidup mereka, cara-cara mereka melakukan segala sesuatu, dan pepatah keberhasilan mereka semuanya dipenuhi dengan racun si naga merah yang sangat besar, dan semuanya berasal dari Iblis. Dengan demikian, segala sesuatu yang mengalir dalam tulang dan darah manusia adalah hal-hal yang berasal dari Iblis. ... Manusia telah dirusak terlalu dalam oleh Iblis. Racun Iblis mengalir dalam darah setiap orang, dan dapat dilihat bahwa natur manusia itu rusak, jahat dan reaksioner, dipenuhi dan dibenamkan dalam falsafah Iblis—secara keseluruhan, itu merupakan natur yang mengkhianati Tuhan. Inilah sebabnya manusia menentang dan berlawanan dengan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia").
Melalui firman Tuhan, aku bisa memahami bahwa aku menjadi orang yang selalu menyenangkan orang lain berakar pada sikap terlalu egois, hina, curang, dan licik. Aku selalu mengutamakan kepentinganku sendiri dalam segala hal. Aku berpedoman pada hukum iblis untuk bertahan hidup dan sudut pandang seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri," "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," "Berpikirlah sebelum berbicara lalu bicaralah dengan berhati-hati," dan "Jangan pernah mengucapkan hal yang terlalu pribadi." Aku tutup mulut tentang masalah orang lain, tidak peduli dengan siapa aku berurusan, berpikir itu akan membuatku disenangi orang lain, bahwa mereka akan menyukaiku. Aku melindungi hubungan interpersonalku di setiap kesempatan. Melindungi citraku di mata orang lain. Motif dan pemalsuanku tercampur dalam segala hal yang kulakukan, seperti skema licik Iblis. Aku tahu Saudara Tian tidak merasa bertanggung jawab atas tugasnya dan dia mengganggu serta menghambat pekerjaan gereja berulang kali, tetapi aku masih tidak menjelaskan secara mendetail masalah pada dirinya atau melaporkannya kepada pemimpin kami, aku takut menyinggung perasaannya dan berharap citraku di matanya tidak berubah. Ini merugikan pekerjaan gereja. Lalu, yang terbaru, aku melihat Saudara Li hanya berfokus mengejar nama dan status dalam tugasnya, juga tidak bertanggung jawab atas pekerjaan gereja. Aku juga tahu dia tidak benar-benar memahami dirinya sendiri, bahwa dia tidak cocok untuk posisi itu, dan aku harus segera memberi tahu para pemimpin untuk melindungi pekerjaan rumah Tuhan. Namun, aku khawatir dia akan membenciku serta kepentingan dan reputasiku sendiri terancam. Jadi, aku ingin mengambil peran sebagai orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain sekali lagi. Aku sadar aku berpedoman pada filosofi hidup iblis di setiap kesempatan, menempatkan kepentingan dan reputasiku sendiri di atas segalanya tanpa memperhitungkan pekerjaan gereja sama sekali. Aku benar-benar egois dan tercela. Aku melihat semua ini terjadi karena aku hidup sebagai orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain yang berpedoman pada filosofi hidup iblis.
Aku dahulu berpikir hubungan yang harmonis dengan semua orang dan tidak pernah menyakiti perasaan siapa pun menjadikanku orang baik. Namun, kenyataan menunjukkan kepadaku meskipun orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain tampak tidak pernah menyakiti orang lain, saat mereka melihat seseorang hidup dalam watak rusak, disakiti oleh Iblis, dan merugikan kepentingan gereja, yang mereka pedulikan hanyalah melindungi kepentingan pribadi dan hubungan pribadi mereka. Mereka tidak bisa berdiri di sisi kebenaran untuk membantu dan mendukung saudara-saudari, serta menjunjung pekerjaan gereja. Orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain mungkin tampak seperti orang baik yang adil dan pengertian, tetapi semua itu kedok. Jauh di lubuk hati, mereka hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Mereka bahkan bergeming tanpa memiliki keraguan saat pekerjaan gereja dirugikan dan kemajuan saudara-saudari dalam hidup tertunda. Mereka mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan orang lain. Di mana kemanusiaan dalam hal itu? Sangat jelas mereka adalah orang munafik yang culas, berakal busuk, licik, dan hina. Aku merasa sangat malu saat menyadari hal ini. Aku telah menikmati semua yang berasal dari Tuhan, tetapi saat dihadapkan pada masalah, aku berdiri di sisi Iblis sebagai orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain. Bagaimana itu disebut melakukan tugasku? Aku mendukung musuh dan menggigit tangan yang memberiku makan. Aku adalah salah satu antek Iblis, mengganggu pekerjaan gereja, melakukan kejahatan, dan menentang Tuhan!
Kesadaran ini sangat menakutkan bagiku. Aku langsung datang ke hadapan Tuhan dalam doa, "Ya Tuhan, aku telah melakukan begitu banyak kejahatan. Aku pantas menerima hukuman-Mu sejak dahulu, tetapi Engkau masih memberiku kesempatan untuk melakukan tugasku. Aku sangat berterima kasih atas belas kasih-Mu. Ya Tuhan, aku ingin bertobat. Tolong bimbing dan tuntun aku agar bisa menemukan jalan penerapan."
Aku kemudian membaca ini dalam firman Tuhan. "Jika kebenaran memegang kendali di dalam hatimu dan telah menjadi hidupmu, maka, ketika engkau melihat sesuatu yang pasif, negatif, atau menimbulkan kejahatan, reaksi di dalam hatimu sama sekali berbeda. Pertama, engkau merasakan teguran dan perasaan gelisah, yang segera diikuti dengan perasaan ini: 'Aku tidak bisa tidak berbuat apa-apa dan menutup mata. Aku harus berdiri dan berbicara, aku harus berdiri dan memikul tanggung jawab.' Kemudian engkau dapat berdiri dan menghentikan perbuatan-perbuatan jahat ini, menyingkapkannya, berusaha untuk menjaga kepentingan rumah Tuhan dan mencegah agar pekerjaan Tuhan tidak diganggu. Engkau tidak hanya akan memiliki keberanian dan tekad ini, dan engkau tidak hanya akan mampu untuk memahami hal ini sepenuhnya, tetapi engkau juga akan memenuhi tanggung jawab yang seharusnya engkau pikul bagi pekerjaan Tuhan dan bagi kepentingan rumah-Nya, dan dengan demikian tugasmu akan terpenuhi. Bagaimana tugasmu akan terpenuhi? Tugasmu akan terpenuhi melalui kebenaran yang mengerahkan pengaruhnya dalam dirimu dan menjadi hidupmu" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Di gereja, berdirilah teguh dalam kesaksianmu kepada-Ku, tegakkan kebenaran; benar adalah benar dan salah adalah salah. Jangan mencampuradukkan hitam dan putih. Engkau akan berperang melawan Iblis dan harus sepenuhnya menaklukkannya sehingga Iblis tidak pernah bangkit lagi. Engkau harus mengorbankan segalanya untuk melindungi kesaksian-Ku. Ini akan menjadi tujuan dari tindakanmu—jangan lupakan ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 41"). Membaca firman Tuhan membantuku memahami bahwa dalam tugasku, aku harus memperhatikan kehendak Tuhan dan selalu mengutamakan kepentingan gereja. Jika menemukan sesuatu yang melanggar prinsip kebenaran, aku tidak boleh melindungi hubunganku karena sentimentalitas dan mengamankan kepentingan pribadiku, sebaliknya aku harus berani mengungkap hal-hal negatif, melakukan hal-hal yang sejalan dengan prinsip, dan menjunjung pekerjaan rumah Tuhan. Inilah satu-satunya cara memenuhi tugas dan tanggung jawabku. Saudara Li adalah pemimpin gereja, jadi jika aku melihat masalah dalam cara dia melakukan tugasnya, tetapi tidak mengungkitnya, itu tak hanya akan merugikan pekerjaan rumah Tuhan, tetapi juga merugikan Saudara Li. Aku tahu apa pun pendapatnya tentangku atau bagaimana dia memperlakukanku setelah itu, aku harus menegakkan kebenaran dan melaporkan masalah pada dirinya. Tepat saat aku bersiap untuk menulis surat itu, para pemimpin mengatur pertemuan untuk kami. Dalam pertemuan itu, aku menceritakan semua tentang kinerja Saudara Li. Setelah para pemimpin memverifikasi semuanya keesokan harinya dan memastikan Saudara Li tidak bisa melakukan pekerjaan nyata, dia dibebaskan dari tugasnya. Melakukan hal ini membuatku merasa sangat nyaman dan damai.
Aku tidak pernah mengenal diriku sebelumnya. Aku selalu menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain yang berpedoman pada filosofi iblis dalam segala hal. Aku melindungi kepentinganku sendiri, takut tergelincir dan merusak hubunganku dengan orang lain. Aku tutup mulut bahkan saat tahu orang lain telah bertindak salah. Aku tidak bisa menegakkan prinsip-prinsip kebenaran dan tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan. Aku telah hidup tanpa martabat atau integritas. Dengan melepaskan hasrat egoisku, memiliki hati yang menghormati Tuhan dalam tugasku, serta berpegang pada prinsip dan melindungi pekerjaan rumah Tuhan, aku sekarang merasa benar-benar damai. Aku merasa ini adalah satu-satunya cara untuk hidup dengan keserupaan manusia. Aku sangat bersyukur atas penyelamatan Tuhan!