Ketika Penyakit Mata Mendadak Menyerang

10 Agustus 2024

Oleh Saudari Mengnuan, Tiongkok

Pada awal tahun 2002, aku menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Tak lama kemudian, aku mulai mengabarkan Injil dan menyirami para pendatang baru, sepenuhnya beriman kepada Tuhan, dan secara konsisten melaksanakan tugasku hari demi hari. Tak peduli cuaca hujan atau cerah, berangin atau bersalju, tidak ada yang bisa menghentikan aku dalam melaksanakan tugasku. Aku ingat suatu saat ketika aku sedang mengabarkan Injil, calon penerima Injil itu bukan hanya menolakku, melainkan juga menunjuk ke arah hidungku, memarahiku, dan mengancam akan menghubungi polisi. Aku merasa sangat dipermalukan dan negatif pada saat itu, tetapi kemudian aku berpikir, "Jika aku dapat menanggung ejekan dan hinaan karena mengabarkan Injil, pasti Tuhan akan memberkatiku." Setelah berpikir demikian, aku merasa lebih baik dan melanjutkan tugasku. Tahun demi tahun telah berlalu, dan selama aku melaksanakan tugasku, meskipun dagingku menanggung penderitaan serta harga diriku terluka, aku juga menikmati banyak berkat dan kasih karunia dari Tuhan. Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, keluargaku telah merasakan kedamaian dan terhindar dari bencana atau kesukaran. Aku berpikir, "Tentu saja imanku kepada Tuhan itu tulus." Saat aku sedang merasa bahagia, terjadi sesuatu yang tidak terduga.

Saat itu bulan Juni 2008, dan pandanganku mendadak mulai menjadi agak kabur, seolah-olah tertutup sesuatu. Kupikir mungkin mataku hanya mengalami iritasi, jadi aku tidak terlalu memperhatikannya, dan terus melaksanakan tugasku seperti biasa. Aku yakin, karena aku percaya kepada Tuhan, Tuhan akan melindungiku, dan sekalipun aku sakit, aku tidak boleh berhenti melaksanakan tugasku. Mungkin mataku akan membaik dengan sendirinya. Namun di luar dugaan, kondisiku bukan membaik, malah memburuk. Penglihatanku menjadi makin kabur, dan saat memandang kejauhan, mataku tidak fokus dan aku merasa pusing. Saat ini, aku mulai merasa khawatir. Jika aku tidak segera berobat, bagaimana jika aku melewatkan waktu terbaik untuk pengobatan dan mataku menjadi buta? Aku buru-buru pergi ke rumah sakit daerah untuk menjalani pemeriksaan. Dokter berkata bahwa tidak ada masalah serius, dan aku akan sembuh setelah disuntik beberapa hari. Aku merasa lega setelahnya. Namun, setelah beberapa hari aku disuntik dan tak kunjung membaik, kekhawatiranku muncul kembali. Bagaimana jika mataku menjadi buta? Namun, lagi-lagi aku berpikir, "Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, aku telah mengabarkan Injil dan menyirami para pendatang baru. Tuhan tentu akan melindungiku, mengingat bahwa aku telah meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diriku sendiri. Mataku tidak akan menjadi buta; aku tidak boleh menakuti diriku sendiri. Terlebih lagi, dengan teknologi kedokteran yang canggih saat ini, penyakit mataku pasti akan bisa disembuhkan."

Belakangan, suamiku membawaku ke rumah sakit kota untuk menemui dokter spesialis mata dan menjalani CT scan mata. Dokter mendiagnosisku menderita edema makula. Awalnya, kondisi mataku tampak sedikit membaik setelah beberapa hari menjalani terapi cairan, tetapi itu tidak bertahan lama. Makin lama menjalani terapi cairan, kondisiku justru memburuk, dan karena dokter meresepkan obat hormon, seluruh tubuhku mulai membengkak. Penglihatanku memburuk dan menjadi sangat kabur sampai-sampai aku hampir tidak dapat mengenali siapa pun. Sudah lima kali aku pergi ke rumah sakit kota, dan setiap kalinya, kondisi mataku memburuk. Dokter merasa tidak bisa berbuat apa-apa dan bicara kepadaku dengan sangat serius, "Penyakit matamu ini sulit disembuhkan. Penyakit ini dapat kambuh beberapa kali dalam setahun dan jika ini sering kambuh, kedua matamu bisa menjadi buta. Terlebih lagi, seluruh rambutmu mungkin akan rontok, dan kau akan menjadi tuli. Selain itu, penggunaan obat hormon dalam jangka panjang dapat membuat tulangmu melemah. Jika kau jatuh, tulang-tulang di seluruh tubuhmu bisa patah." Ucapan dokter itu mengejutkanku bagai petir di siang bolong. Seluruh tubuhku terasa lemas, dan sulit bagiku untuk percaya bahwa hal yang dikatakan dokter itu benar. Aku bertanya lagi kepada dokter, dan memang demikian adanya. Saat itu, seluruh tubuhku mulai gemetar tak terkendali. Tamatlah sudah! Penyakitku tidak dapat disembuhkan! Setiba di rumah, aku merasa sangat sedih dan gelisah. Aku mulai berpikir bahwa Tuhan tidak melindungiku dan aku tidak ingin berdoa kepada Tuhan. Pandanganku makin kabur, membuatku sulit melihat dengan jelas. Suatu saat, sepupuku datang mengunjungiku. Jika dia tidak berbicara, aku tidak akan tahu siapa dia; aku hanya melihat satu bayangan gelap di hadapanku. Aku berpikir, "Aku masih sangat muda. Jika mataku benar-benar buta, bukankah aku akan menjadi tidak berguna? Bagaimana aku akan menjalani hidupku mulai sekarang?" Perlahan-lahan, aku mulai menarik diri, mengurung diri di rumah, dan menghindari orang lain. Aku sering menangis, dan setiap hari waktu terasa berjalan sangat lambat. Suamiku, yang sibuk dengan pekerjaan di ladang maupun di rumah, mulai menunjukkan sikap tidak sabar. Beberapa kali dia berkata kepadaku, "Kau bahkan tidak bisa melihat atau melakukan pekerjaan apa pun. Apa gunanya dirimu? Mungkin lebih baik kutinggalkan saja kau!" Ini membuatku merasa makin tertekan dan sedih. Dalam penderitaan dan ketidakberdayaanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, mengapa aku terkena penyakit ini? Kini aku tidak bisa melihat, bagaimana aku bisa terus percaya kepada-Mu dan melaksanakan tugasku? Jika mataku benar-benar menjadi buta, aku tidak akan bisa mengurus diriku sendiri, apalagi melakukan pekerjaan apa pun. Jika aku bergantung kepada suamiku dalam segala hal, dia pasti akan mengabaikanku. Aku selalu memiliki harga diri yang tinggi dan tidak pernah mau direndahkan orang lain. Bagaimana aku akan hidup mulai sekarang? Tuhan, sekalipun lengan atau kakiku menjadi tidak berguna, itu lebih baik daripada aku tidak mampu melihat! Tuhan, aku sangat menderita. Tolong hilangkan penyakit ini. Jika aku sembuh, aku akan melaksanakan tugas apa pun yang Engkau minta." Akhirnya, setelah berdoa kepada Tuhan selama beberapa waktu tanpa ada kemajuan, aku kehilangan iman dan berhenti berdoa. Aku percaya, karena Tuhan tidak akan melindungi atau menyelamatkanku, dan suamiku tidak menginginkanku, apa gunanya aku hidup? Aku mulai berpikir tentang kematian. Namun, kemudian aku berpikir, "Jika aku mati, apa yang akan terjadi pada putraku yang masih kecil?" Belakangan, aku mendengar tentang rumah sakit lain yang terkenal dalam mengobati penyakit mata, jadi aku dan suamiku segera naik mobil ke sana. Kami tinggal di rumah sakit selama lebih dari sepuluh hari selama aku menjalani pengobatan, tetapi pada akhirnya, penyakitku belum sembuh. Enam bulan telah berlalu, dan kami sudah menghabiskan seluruh tabungan kami. Kondisi mataku tidak membaik, bahkan justru memburuk. Aku benar-benar kehilangan harapan untuk menyembuhkan penyakit mataku.

Tepat ketika aku menderita dan putus asa, tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang saudari. Dia mengingatkanku, dan berkata, "Kau tak boleh terus hidup dalam penyakitmu. Kau harus mencari maksud Tuhan, merenungkan diri sendiri, dan memetik pelajaran dari penyakit ini." Kalimatnya itu membuatku tersadar, dan aku berpikir, "Memang benar. Sejak aku sakit, aku belum merenungkan diri sama sekali, dan tak ada tempat bagi Tuhan di dalam hatiku. Aku hanya fokus mencari dokter, berpikir bahwa hanya dokter dan teknologi kedokteran canggih yang dapat menyembuhkan mataku. Bagaimana bisa aku melupakan Tuhan?" Namun, aku ingin membaca firman Tuhan, dan sekuat apa pun aku berusaha menajamkan penglihatanku, aku tidak dapat melihatnya, dan itu membuatku merasa cemas. Aku harus berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk membimbingku. Kemudian, aku teringat akan firman Tuhan ini: "Ketika penyakit menimpa, itu adalah kasih Tuhan, dan pasti ada kehendak baik-Nya di baliknya. Sekalipun tubuhmu mengalami sedikit penderitaan, jangan dengarkan gagasan si Iblis. Pujilah Tuhan di tengah keadaan sakit dan nikmati Tuhan di tengah puji-pujianmu. Jangan tawar hati di hadapan sakit penyakit, tetaplah mencari dan jangan pernah menyerah, dan Tuhan akan menerangi dan mencerahkanmu. Seperti apa iman Ayub? Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tabib yang mahakuasa! Berdiam dalam penyakit berarti sakit, tetapi berdiam di dalam roh berarti sehat. Selama engkau masih mempunyai napas tersisa, Tuhan tak akan membiarkanmu mati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Ya, Tuhan Yang Mahakuasa adalah dokter yang mahakuasa. Selama waktu itu, aku hidup dalam penyakit dan kehilangan iman kepada Tuhan. Aku tidak mencari maksud Tuhan dalam penyakitku, aku juga tidak merenungkan diriku sendiri dan memetik pelajaran dari penyakitku. Aku benar-benar mati rasa! Penyakitku ada di tangan Tuhan, dan aku tidak boleh kehilangan iman kepada-Nya. Meskipun aku masih belum memahami maksud Tuhan, aku bersedia untuk lebih banyak berdoa dan memohon kepada-Nya untuk mencerahkanku dan membimbingku agar aku dapat benar-benar merenungkan dan mengenal diriku sendiri. Selama periode ini, aku hanya bisa mendengarkan beberapa bacaan firman Tuhan. Terkadang, ketika aku mendengarkan beberapa firman Tuhan tentang cara berdoa kepada-Nya dalam keadaan sakit, aku melatih diri untuk berdoa berdasarkan jalan penerapan dalam firman Tuhan. Aku berdoa, "Tuhan, doa-doaku yang sebelumnya tidak bernalar. Aku bahkan meminta-Mu untuk membiarkan aku kehilangan fungsi lengan dan kakiku daripada kehilangan penglihatanku. Aku juga meminta kepada-Mu untuk menghilangkan penyakit ini dan berjanji akan melaksanakan tugas apa pun jika aku sembuh. Tuhan, doa-doaku yang sebelumnya sungguh tidak masuk akal!"

Kemudian, aku mendengar satu bagian firman Tuhan: "Renungkan doa Yesus. Di taman Getsemani, Dia berdoa, 'Jikalau mungkin ....' Artinya, 'Jika itu bisa dilakukan.' Perkataan seperti ini biasanya merupakan bagian dari sebuah diskusi; Dia tidak berkata, 'Aku memohon kepada-Mu.' Dengan hati yang taat dan dalam keadaan tunduk, Dia berdoa, 'Jikalau mungkin, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku: tetapi bukan seperti yang Aku inginkan, melainkan seperti keinginan-Mu.' Dia tetap berdoa seperti ini untuk kedua kalinya, dan untuk yang ketiga kalinya Dia berdoa, 'Jadilah kehendak-Mu.' Setelah memahami keinginan Bapa, Dia berkata, 'Jadilah kehendak-Mu.' Dia mampu sepenuhnya tunduk tanpa membuat pilihan pribadi sama sekali. ... Namun, manusia sama sekali tidak berdoa seperti itu. Dalam doanya, orang selalu berkata, 'Tuhan, aku minta Engkau melakukan ini dan itu, dan aku minta Engkau membimbingku dalam hal ini dan itu, dan aku minta Engkau mempersiapkan keadaan tertentu untukku ....' Mungkin Tuhan tidak akan mempersiapkan keadaan yang cocok untukmu dan Dia akan membuatmu menderita kesukaran ini dan memberimu sebuah pelajaran. Jika Engkau selalu berdoa seperti ini—'Tuhan, aku minta Engkau untuk membuat persiapan bagiku dan untuk memberiku kekuatan'—itu sangat tidak masuk akal! Saat berdoa kepada Tuhan, engkau harus masuk akal, dan engkau harus berdoa kepada-Nya dengan hati yang tunduk. Jangan mencoba menentukan apa yang akan engkau lakukan. Jika engkau mencoba menentukan apa yang akan kaulakukan sebelum engkau berdoa, ini bukanlah ketundukan kepada Tuhan. Dalam berdoa, hatimu harus tunduk, dan engkau harus terlebih dahulu mencari dari Tuhan. Dengan cara ini, hatimu secara alami akan dicerahkan selama berdoa, dan engkau akan tahu apa yang tepat untuk kaulakukan. Beralih dari rencanamu sebelum berdoa ke perubahan yang dihasilkan dalam hatimu sesudah berdoa adalah hasil dari pekerjaan Roh Kudus. Jika engkau sudah membuat keputusanmu sendiri dan sudah menentukan apa yang akan kaulakukan, dan kemudian engkau berdoa untuk minta izin dari Tuhan atau minta Tuhan melakukan apa yang engkau inginkan, doa semacam ini tidak masuk akal. Sering kali, doa orang tidak dijawab Tuhan justru karena mereka sudah memutuskan apa yang akan mereka lakukan, dan mereka hanya meminta izin dari Tuhan. Tuhan berkata, 'Karena engkau sudah memutuskan apa yang akan kaulakukan, mengapa bertanya kepada-Ku?' Doa macam ini agak terasa seperti menipu Tuhan, dan karenanya, doa mereka kering" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Makna Penting Doa dan Penerapannya"). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa dalam doaku yang sebelumnya, aku hanya fokus meminta agar Tuhan menghilangkan penyakitku. Aku tidak bernalar! Bagaimana mungkin aku, seorang makhluk ciptaan belaka, berhak untuk menuntut agar Tuhan menyembuhkanku? Aku bahkan ingin Tuhan memenuhi kepentingan pribadiku sesuai dengan kehendakku sendiri. Aku sungguh tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan! Lalu, aku teringat akan doa Tuhan Yesus. Dia tahu bahwa dipakukan pada kayu salib sangatlah menyakitkan, tetapi di dalam doa-Nya, Dia tidak berusaha untuk menuntut Tuhan. Dia rela tunduk pada kehendak Bapa, sekalipun itu berarti penderitaan. Aku harus mencari maksud Tuhan dan tunduk kepada-Nya dalam penyakitku. Lalu, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku bersedia berdoa dengan hati yang tunduk dan mencari maksud-Mu. Aku menderita penyakit ini bukan secara kebetulan, tetapi aku masih belum memahami maksud-Mu. Aku tidak tahu pelajaran apa yang harus kupetik dari penyakit ini. Tuhan, tolong cerahkan dan bimbinglah aku." Jadi, aku terus berdoa kepada Tuhan seperti ini selama beberapa waktu, dan tanpa diduga, mataku perlahan-lahan mulai membaik. Ketika aku meninjau kembali firman Tuhan, aku dapat melihat segala sesuatu dengan lebih jelas.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan mendapat pemahaman yang lebih baik tentang keadaanku saat itu. Tuhan berfirman: "Bagi semua orang, pemurnian sungguh menyiksa, dan sangat sulit untuk diterima—tetapi, selama pemurnianlah Tuhan menyingkapkan watak-Nya yang benar kepada manusia, dan membuat tuntutan-Nya terhadap manusia terbuka, dan memberikan lebih banyak pencerahan, dan lebih banyak pemangkasan yang nyata; lewat pembandingan antara fakta dan kebenaran, Dia memberi kepada manusia pengetahuan yang lebih besar tentang dirinya sendiri dan tentang kebenaran, dan memberi kepada manusia pemahaman yang lebih besar tentang maksud-maksud Tuhan, sehingga manusia dapat memiliki kasih akan Tuhan yang lebih benar dan lebih murni. Itulah tujuan-tujuan Tuhan dalam menjalankan pemurnian. Semua pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan dalam diri manusia memiliki tujuan dan makna penting; Tuhan tidak melakukan pekerjaan yang tidak berarti, dan Dia juga tidak melakukan pekerjaan yang tidak bermanfaat bagi manusia. Pemurnian bukan berarti menyingkirkan manusia dari hadapan Tuhan, dan juga bukan berarti memusnahkan mereka di neraka. Sebaliknya, itu berarti mengubah watak manusia selama pemurnian, mengubah niat-niatnya, pandangan-pandangan lamanya, mengubah kasihnya kepada Tuhan, dan mengubah seluruh hidupnya. Pemurnian merupakan ujian nyata manusia, dan suatu bentuk pelatihan yang nyata, dan hanya selama pemurnianlah kasih manusia dapat memenuhi fungsinya yang inheren" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya dengan Mengalami Pemurnian, Manusia Dapat Memiliki Kasih Sejati"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa Tuhan menggunakan penyakit ini untuk menyingkapkan motivasi dan ketidakmurnian imanku kepada-Nya, terutama untuk mentahirkan dan mengubahku. Ini adalah maksud Tuhan. Selama bertahun-tahun beriman kepada Tuhan, aku selalu berpikir bahwa selama aku menanggung penderitaan dan membayar harga, aku akan diingat oleh Tuhan dan menerima berkat-Nya. Aku bahkan percaya bahwa kehidupan keluarga kami yang damai dan tanpa bencana atau kesukaran apa pun selama tahun-tahun itu tentu karena imanku yang baik, sehingga Tuhan memberikan perlindungan. Lalu tiba-tiba, mataku tidak bisa melihat dengan jelas lagi, dan aku berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan. Saat Tuhan tidak bertindak sesuai tuntutanku, aku kehilangan iman pada-Nya dan mulai mengandalkan dokter, percaya bahwa teknologi kedokteran yang canggih dapat menyembuhkan mataku. Namun, ketika para dokter pun tidak bisa berbuat apa-apa, aku terpuruk dalam keputusasaan dan berpikir tentang kematian. Selama waktu itu, aku tidak pernah mencari maksud Tuhan, apalagi merenungkan diriku sendiri. Kini, aku menyadari bahwa saat kupikir aku percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku, motifku tercemar. Aku memanfaatkan Tuhan, mengelabui-Nya, dan mencoba bertransaksi dengan-Nya. Syukur kepada Tuhan! Jika bukan karena penyingkapan melalui penyakit ini, aku tidak akan mengenali hal-hal ini dalam diriku.

Kemudian, aku membaca beberapa bagian firman Tuhan lagi dan mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang masalahku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup? Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). "Semua manusia yang rusak hidup untuk kepentingan mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Manusia percaya kepada Tuhan demi kepentingan mereka sendiri; ketika mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, tujuannya adalah untuk diberkati, dan ketika mereka loyal kepada-Nya, tujuannya adalah untuk mendapatkan upah. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan untuk diberkati, diberi upah, dan masuk ke dalam kerajaan surga. Di tengah masyarakat, orang bekerja untuk keuntungan diri mereka sendiri, dan di rumah Tuhan, mereka melaksanakan tugas dengan tujuan untuk diberkati. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: tidak ada bukti yang lebih kuat mengenai natur Iblis dalam diri manusia dibandingkan hal ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Segala sesuatu yang Tuhan singkapkan adalah fakta. Aku beriman kepada Tuhan hanya untuk mengejar kedamaian serta keselamatan bagi keluargaku, dan aku yakin bahwa itulah artinya percaya kepada Tuhan. Aku mengikuti racun Iblis "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri" dan "Jangan pernah bekerja tanpa upah". Jadi, aku percaya kepada Tuhan hanya untuk mencari berkat dan kedamaian bagi diriku sendiri, dan aku melaksanakan tugasku, meninggalkan segala sesuatu, serta mengorbankan diriku demi mendapatkan upah di kerajaan surga, melakukan segalanya demi keuntunganku sendiri. Ketika aku percaya kepada Tuhan dan melihat berkat-Nya serta kedamaian keluargaku, aku mampu meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diri demi Tuhan, berpikir bahwa aku adalah orang yang mencintai kebenaran, setia kepada Tuhan dan benar-benar percaya kepada-Nya. Namun, ketika aku jatuh sakit dan doaku untuk meminta kesembuhan tidak terkabul, aku menjauhkan diri dari Tuhan dan berhenti berdoa atau mengandalkan-Nya. Meskipun aku tidak bisa melihat dengan mataku, aku masih bisa mendengarkan bacaan firman Tuhan. Namun, bahkan saat sedang beristirahat dan bermalas-malasan, aku tidak mau mendengarkan firman Tuhan. Hatiku sepenuhnya tertutup bagi Tuhan, dan aku tidak mau mendekat kepada-Nya. Apa bedanya antara imanku kepada Tuhan dengan iman orang-orang beragama yang hanya mencari perut kenyang? Mereka percaya kepada Tuhan hanya untuk mencari keuntungan materiel dan kedamaian, mengharapkan cuaca yang bagus dan kesehatan bagi keluarga mereka sepanjang tahun. Saat mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan terkadang mereka menghadapi bencana, mereka menjauhkan diri dari Tuhan dan mengkhianati-Nya. Aku menyadari bahwa aku sama seperti mereka, egois dan tercela, tidak memiliki hati nurani atau nalar sama sekali! Tuhan telah mengungkapkan begitu banyak kebenaran, tetapi aku tidak mengejarnya, dan aku juga tidak mengejar penyucian ataupun perubahan. Lalu apa bedanya antara aku dengan hewan seperti babi dan anjing?

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan mendapat pemahaman tentang arti iman sejati kepada Tuhan dan pentingnya percaya kepada Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "'Percaya kepada Tuhan' berarti percaya bahwa Tuhan itu ada; ini adalah konsep paling sederhana tentang percaya kepada Tuhan. Selain itu, percaya bahwa Tuhan itu ada tidak sama dengan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan; sebaliknya, ini adalah sejenis keyakinan sederhana dengan nuansa agamawi yang kuat. Iman yang sejati kepada Tuhan berarti sebagai berikut: orang mengalami firman dan pekerjaan-Nya atas dasar kepercayaan bahwa Tuhan memegang kedaulatan atas segala sesuatu, membersihkan watak rusak orang, memenuhi maksud-maksud Tuhan, dan akhirnya mengenal Tuhan. Hanya perjalanan semacam inilah yang disebut 'iman kepada Tuhan'. Namun orang sering menganggap kepercayaan kepada Tuhan sebagai hal yang sederhana dan tidak penting. Orang-orang yang memercayai Tuhan dengan cara seperti ini telah kehilangan makna percaya kepada Tuhan, dan meskipun mereka mungkin terus percaya sampai akhir, mereka tidak akan pernah mendapatkan perkenanan Tuhan, karena mereka menempuh jalan yang salah. Saat ini, masih ada orang yang percaya kepada Tuhan berdasarkan kata-kata dan doktrin yang kosong. Mereka tidak tahu bahwa mereka tidak memiliki esensi kepercayaan kepada Tuhan, dan mereka tidak dapat menerima perkenanan Tuhan. Mereka tetap berdoa kepada Tuhan meminta berkat keamanan dan anugerah yang cukup. Marilah kita berhenti, menenangkan hati kita, dan bertanya kepada diri kita sendiri: mungkinkah percaya kepada Tuhan benar-benar adalah hal yang termudah di bumi? Mungkinkah percaya kepada Tuhan semata-mata berarti menerima banyak anugerah dari Tuhan? Apakah orang yang percaya kepada Tuhan tanpa mengenal-Nya atau yang percaya kepada Tuhan tetapi menentang-Nya benar-benar bisa memenuhi maksud-maksud Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kata Pengantar"). Dengan membaca firman Tuhan, aku memahami apa sesungguhnya yang dimaksud dengan percaya kepada Tuhan. Aku menyadari bahwa selama bertahun-tahun, samar-samar aku telah percaya kepada Tuhan dengan gagasan, berpikir bahwa tujuan percaya kepada Tuhan adalah semata-mata demi mendapatkan keuntungan seratus kali lipat dalam kehidupan ini dan hidup kekal di kehidupan yang akan datang. Sudut pandangku tentang percaya kepada Tuhan itu keliru, dan aku telah mengikuti jalan yang salah. Dengan cara ini, selama apa pun aku percaya kepada Tuhan, aku tak akan mengenal-Nya. Seseorang yang sungguh percaya kepada Tuhan mengalami firman Tuhan dan pekerjaan-Nya, mengenal Tuhan, membuang watak yang rusak, dan menjadi sesuai dengan-Nya, semua atas dasar pengakuan bahwa Tuhan-lah Yang Berdaulat atas segala sesuatu. Aku merenungkan iman Petrus pada Zaman Kasih Karunia: Jalan pengejarannya selaras dengan maksud Tuhan. Dia fokus mengejar kebenaran dan berusaha memahami maksud Tuhan bahkan dalam detail terkecil di kehidupan sehari-hari. Selain itu, Petrus berdiri di posisi makhluk ciptaan dan melaksanakan tugasnya. Dia mengejar kasih kepada Tuhan dan ketundukan kepada-Nya, pada akhirnya disalibkan secara terbalik bagi Tuhan serta memberikan kesaksian yang indah dan berkumandang. Aku benar-benar malu dan segan dibandingkan dengan Petrus. Aku berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan, "Tuhan, aku bersedia bertobat di hadapan-Mu. Selama sisa waktu yang kumiliki, aku ingin sungguh-sungguh mengejar kebenaran, mencari maksud-Mu saat melaksanakan tugasku, merenungkan diriku sendiri, dan berfokus pada jalan masuk kehidupanku." Setelah terkena penyakit mata, aku merenung dan mengerti sudut pandangku serta jalan yang telah kutempuh dalam imanku kepada Tuhan. Setelah aku memetik beberapa pelajaran, mataku berangsur sembuh.

Lebih dari sepuluh tahun telah berlalu, dan penyakit mataku tidak kambuh lagi. Meskipun aku hampir kehilangan penglihatanku dan menanggung penderitaan akibat penyakit, setelah melalui ini, aku mengalami maksud baik Tuhan dan mengerti dengan jelas kebenaran tentang bagaimana aku telah dirusak oleh Iblis. Aku juga mendapatkan pengetahuan praktis tentang cara pekerjaan Tuhan dan maksud-Nya yang bijaksana dalam menyelamatkan manusia. Inilah yang tidak pernah bisa kudapatkan dari lingkungan yang nyaman. Syukur kepada Tuhan atas keselamatan dari-Nya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Di Balik Diam

Oleh Saudara Li Zhi, YunaniAku bukan orang yang banyak bicara, dan aku jarang terbuka dan berbicara dari hati. Aku selalu berpikir itu...

Tinggalkan Balasan