Menyelesaikan Kecuranganku

10 April 2022

Oleh Saudara Li Xiang, Filipina

Aku selalu menganggap diriku sebagai orang yang jujur. Kupikir aku dapat dipercaya dalam perkataan dan perbuatan, dan orang-orang yang mengenalku juga mengatakan hal yang sama tentang diriku. Aku merasa aku orang jujur dan dapat dipercaya. Setelah percaya kepada Tuhan, aku hampir tidak pernah berbohong kepada saudara-saudari atau menipu orang lain. Jadi, aku selalu yakin bahwa meskipun aku bukan orang yang sepenuhnya jujur, setidaknya aku bukan orang yang licik dan licin. Kemudian, melalui penghakiman dan hajaran firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku memiliki natur yang licik dan benar-benar melihat diriku yang sebenarnya.

Aku ingat pernah, rekan sekerjaku, Saudari Li, mengirimiku pesan yang menanyakan tentang kemajuan pekerjaan tertentu. Aku menyadari belakangan ini aku tidak menindaklanjutinya, jadi aku tidak tahu semua detailnya. Awalnya aku berpikir akan mengatakan yang sebenarnya, tetapi kemudian ragu-ragu. Kupikir, aku selalu memberi kesan dapat diandalkan, jadi jika langsung menjawab bahwa aku lupa menindaklanjuti segala sesuatunya, akankah dia berpikir aku tidak bertanggung jawab dalam tugasku? Aku akan meninggalkan kesan negatif kepadanya dan kemudian aku pasti kehilangan kredibilitas di matanya. Aku memutuskan untuk tidak langsung menjawabnya, tetapi bertanya kepada saudari yang memimpin pekerjaan itu, dan baru menjawab Saudari Li. Maka bagaimanapun kemajuannya, setidaknya itu akan memperlihatkan semuanya masih dalam kendaliku. Jadi, aku berpura-pura seakan tidak melihat pesannya dan baru menjawab setelah menindaklanjutinya. Saudari Li tidak mengatakan apa pun kepadaku pada waktu itu, tetapi aku terus merasa gelisah dan cemas. Kemudian, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Firman Tuhan membuatku malu. Kelihatannya aku tidak berbohong, tetapi apa yang kutunjukkan melalui pemikiranku dan tujuan pribadiku dalam tindakanku adalah untuk menutupi, menyembunyikan kelalaianku dalam tugas, takut Saudari Li akan melihat diriku yang sebenarnya. Aku berpura-pura tidak melihat pesannya, lalu bergegas untuk mendapatkan informasi sebelum menjawab, agar mengira semuanya masih dalam kendaliku. Aku menciptakan kesan yang palsu, menipu, yang memperlihatkan bahwa aku licik. Aku menyadari betapa rumitnya pemikiranku tentang masalah kecil seperti itu, bahwa aku memendam motif dan menggunakan taktik untuk menyembunyikan kebenaran. Bagaimana itu bisa dikatakan jujur? Aku tidak bisa dipercaya. Menyadari hal ini, aku sadar aku tidak sejujur seperti yang kukira, bahwa aku penuh tipu daya dan suka menipu. Kupikir, lain kali aku harus mengatakan yang sebenarnya, dan tidak boleh terus menyembunyikan segala sesuatu.

Namun, hanya beberapa hari kemudian, Saudari Li memberitahuku bahwa dua hari lagi, pemimpin kami akan memeriksa pekerjaan kami. Mendengar ini membuat jantungku berdegup kencang. Kupikir pemimpin biasanya tidak secara tiba-tiba mencari kami, jadi aku bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang sedang terjadi, apakah ada masalah dalam pekerjaan kami. Kupikir aku telah sibuk dengan pekerjaan penyiraman dan belum menindaklanjuti atau mencapai banyak hal dalam produksi video yang kupimpin. Apa yang harus kukatakan jika pemimpin bertanya kepadaku tentang hal itu? Aku mulai menebak-nebak pertanyaan seperti apa yang mungkin dia tanyakan, situasi apa yang belum kuketahui agar aku bisa segera mengetahuinya. Jika ada pertanyaan yang tidak bisa kujawab, akan terlihat sepertinya aku tidak melakukan pekerjaan nyata. Aku agak khawatir dan cemas. Setelah merenungkannya aku menyadari adalah normal bagi pemimpin untuk memeriksa pekerjaan—mengapa pemikiranku begitu rumit? Aku berspekulasi tentang apa tujuan dari pemimpin itu dan memeras otakku untuk mencari cara menyembunyikan masalahku, takut dia akan mengetahui masalahku dan berkata bahwa aku tidak melakukan pekerjaan nyata dan adalah pemimpin palsu. Aku sedang berusaha menyamarkan diriku. Sebenarnya, wajar jika pemimpin bertanya tentang pekerjaan. Aku seharusnya bersikap jujur tentang hal itu dan membuat perubahan di area yang kurang. Mengapa pemikiranku begitu rumit? Aku sedang bersikap licik. Aku ingat Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Aku sangat menghargai orang-orang yang tidak menaruh curiga terhadap orang lain, dan Aku juga sangat menyukai mereka yang siap menerima kebenaran; terhadap kedua jenis manusia ini Aku menunjukkan perhatian yang besar, karena di mata-Ku mereka adalah orang-orang yang jujur" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Cara Mengenal Tuhan yang di Bumi"). Dan Tuhan Yesus berkata: "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak: Karena semua yang di luar itu datangnya dari si jahat" (Matius 5:37). Firman Tuhan sangat jelas. Orang jujur harus mengatakan yang sebenarnya, tetapi pemikiranku rumit. Aku mau menyembunyikan masalahku, jadi aku memunculkan pemikiran licik. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, memohon dia untuk membimbingku menerapkan kebenaran dan bersikap jujur, dan mengatakan yang sebenarnya apa pun yang pemimpin itu tanyakan.

Dalam pertemuan kami, pemimpin pertama-tama bertanya tentang pekerjaan produksi video, yang adalah tanggung jawabku, tetapi aku telah menghabiskan sebagian besar waktu dan tenagaku pada pekerjaan penyiraman. Aku tidak terlalu menindaklanjuti pekerjaan video. Setelah menjelaskan hal ini, dia mengkritikku karena tidak melakukan pekerjaan nyata, dan kemudian bertanya berapa banyak orang percaya baru yang tidak menghadiri pertemuan secara teratur. Aku agak panik dengan pertanyaan itu. Aku tidak memperhatikan detailnya, dan terkadang aku menanyakannya, tetapi tidak menganggapnya serius. Kupikir baru saja kukatakan bahwa sebagian besar tenagaku dicurahkan untuk pekerjaan penyiraman, jadi jika aku bahkan tak mampu menjawab berapa banyak pendatang baru yang tidak menghadiri pertemuan, apa yang akan dia pikirkan tentang diriku? Dia mungkin bertanya apa yang kukerjakan sepanjang hari sehingga bahkan tidak mengetahui hal itu, dan apakah aku telah melakukan pekerjaan nyata atau tidak. Dia sudah melihat begitu banyak masalah dalam pekerjaan video, jadi jika dia juga menemukan masalah dalam pekerjaan penyiraman, akankah dia langsung memberhentikanku? Aku hanya memberinya angka perkiraan. Menurutku, bukan masalah besar jika sedikit tidak tepat. Lagi pula, itu bukan angka pasti, jadi itu bukanlah suatu kebohongan. Setelah pertemuan kami, aku menyelidiki detailnya dan ternyata jumlahnya cukup jauh dari perkiraanku. Aku sangat prihatin ketika menyadari hal ini. Waktu itu aku bersikap sangat tidak jujur dan telah terang-terangan berbohong. Mengapa aku tak berdaya menahan diriku untuk tidak berbohong? Dalam doa, aku jelas memiliki iman untuk menjadi orang yang jujur. Mengapa aku tak mampu menahan diriku ketika sesuatu terjadi? Aku merasa sangat buruk tentang hal itu. Selama beberapa waktu, kata "curang" terus bermunculan di benakku. Aku merasa telah melakukan sesuatu yang memalukan.

Aku berdoa kepada Tuhan tentang hal itu dan membaca beberapa bagian firman Tuhan dalam perenunganku. "Bukankah hidup itu melelahkan bagi orang yang licik? Menghabiskan sepanjang waktu berbohong, berbohong lebih banyak untuk menutupi kebohongan mereka, dan bersikap curang sangat melelahkan bagi orang yang licik—jadi mengapa masih ada orang yang ingin bersikap licik dan tidak mau bersikap jujur? Pernahkah engkau semua merenungkan pertanyaan ini? Inilah akibatnya jika manusia dimanipulasi oleh natur jahat mereka; itu menghentikan mereka untuk mampu meninggalkan kehidupan semacam ini, untuk mampu melepaskan diri dari watak semacam ini. Mereka senang menerima manipulasi semacam ini dan senang hidup di dalamnya; mereka tidak mau menerapkan kebenaran dan menempuh jalan terang. Engkau berpikir bahwa hidup seperti ini melelahkan dan tidak perlu—tetapi mereka menganggapnya sangat perlu, mereka berpikir bahwa tidak hidup seperti ini akan merugikan kepentingan mereka, juga citra dan reputasi mereka. Mereka sudah pasti kehilangan terlalu banyak, kerugiannya tentu saja terlalu besar. Mereka menghargai hal-hal ini, mereka menghargai citra, reputasi, dan status mereka sendiri—yang merupakan jati diri yang sesungguhnya dari orang yang tidak mencintai kebenaran. Singkatnya, ketika orang tidak mau bersikap jujur atau tidak menerapkan kebenaran, itu adalah karena mereka tidak mencintai kebenaran; dalam hatinya, mereka selalu menghargai reputasi dan status, mereka selalu mengejar tren dunia, atau hidup di bawah pengaruh Iblis—hal mana merupakan masalah natur mereka. Sekarang ini, ada orang yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, yang telah mendengar banyak khotbah, dan mengetahui apa arti percaya kepada Tuhan, jadi mengapa mereka tetap tidak menerapkan kebenaran, mengapa tidak ada perubahan di dalam diri mereka? Karena mereka tidak mencintai kebenaran. Bahkan jika mereka memahami sedikit kebenaran, mereka tetap tidak mampu menerapkannya, dan dengan demikian tidak ada gunanya bagi mereka untuk percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun" ("Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman").

"Ada orang-orang yang tidak pernah mengatakan yang sebenarnya kepada siapa pun. Semuanya telah dipikirkan dan diproses dalam benak mereka sebelum mereka mengatakannya kepada orang-orang; engkau tidak bisa membedakan mana dari hal-hal yang mereka katakan benar, dan mana yang salah. Mereka mengatakan satu hal pada hari ini dan besok mengatakan hal yang lain, mereka mengatakan satu hal kepada satu orang, dan mengatakan hal yang lain kepada orang lain; semua yang mereka katakan saling bertentangan. Bagaimana orang semacam itu bisa dipercaya? Sangat sulit untuk mengetahui fakta-faktanya secara akurat; engkau tidak bisa mendapatkan apa pun yang akurat dari mereka. Watak apakah ini? Ini adalah kelicikan. Apakah watak licik mudah untuk diubah? Watak licik adalah yang paling sulit untuk diubah. Apa pun yang berkaitan dengan watak melibatkan natur manusia, dan tidak ada yang lebih sulit untuk diubah daripada hal-hal yang berkaitan dengan natur manusia. Ada pepatah yang mengatakan bahwa macan tutul tidak pernah mengubah bintik-bintiknya. Ini benar sekali. Apa pun yang mereka ucapkan atau lakukan, orang yang licik selalu menyembunyikan tujuan dan motif mereka sendiri. Jika mereka tidak memiliki tujuan atau motif, mereka tidak mengatakan apa pun. Jika engkau berusaha untuk memahami tujuan dan motif mereka, mereka tutup mulut; dan jika mereka secara tidak sengaja mengatakan yang sebenarnya, mereka akan berusaha keras memikirkan cara untuk memutarbalikkannya, membingungkanmu dan menghalangimu agar tidak mengetahui yang sebenarnya. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, mereka tidak membiarkan siapa pun mengetahui keadaan yang sebenarnya; berapa lama pun orang mengenal mereka, tak seorang pun yang tahu apa sebenarnya yang mereka pikirkan. Seperti itulah natur orang yang licik. Sebanyak apa pun orang licik berbicara, engkau tidak akan pernah tahu apa motif mereka, ataupun tujuan apa yang sedang berusaha mereka capai, atau apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Bahkan orang tua mereka pun mengalami kesulitan untuk mengetahui hal ini; berusaha memahami orang yang licik sangatlah sulit. Seperti inilah orang yang licik: bahkan sebelum melakukan sesuatu, mereka telah menyingkapkan kelicikan mereka. Ini adalah sejenis watak, bukan? Tidak peduli apakah engkau telah mengatakan sesuatu atau tidak, atau apakah engkau telah melakukan sesuatu atau tidak—watak ini ada di dalam dirimu, kapan pun dan di mana pun, watak ini mengendalikanmu, membuatmu melakukan tipu daya dan menipu, mempermainkan orang, menyembunyikan yang sebenarnya, dan menyamar. Inilah kelicikan itu" ("Enam Aspek Watak Rusak yang Harus Dipahami untuk Mencapai Perubahan Watak" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa aku tak berdaya selain berbohong dan menipu, dan menyembunyikan kebenaran karena aku licik dan menghargai reputasi dan statusku sendiri. Semua itu adalah hal-hal yang selalu kulindungi. Aku selalu memproses segala sesuatu yang kukatakan, dan betapapun melelahkannya hal itu, aku tak mau berterus terang. Aku teringat bagaimana aku berdoa kepada Tuhan untuk menolongku menjadi orang yang jujur, tetapi ketika pemimpin bertanya tentang pekerjaan yang tidak kupahami, kupikir jika langsung berkata aku tidak tahu, dia pasti berpikir aku tidak melakukan pekerjaan nyata dan tidak bisa dipercaya, dan paling buruk, mungkin memberhentikanku. Demi melindungi statusku, aku tidak ingin pemimpin melihat masalah dalam tugasku, jadi aku memikirkan cara untuk menyembunyikan yang sebenarnya. Aku sebenarnya tidak mengetahui detailnya, tetapi dengan licik membuat angka perkiraan agar dia berpikir aku memahami setiap aspek pekerjaanku dengan baik dan mampu melakukan beberapa pekerjaan nyata. Aku menyadari bahwa aku mau berbohong tentang sesuatu yang begitu sepele hanya demi melindungi reputasi dan statusku. Itu sangat jahat! Mengalami beberapa masalah dalam tugas adalah hal yang normal, jadi tidak perlu menyembunyikan segala sesuatu atau bersikap tidak jujur. Namun, dalam upayaku untuk melindungi citraku di hadapan pemimpin, aku berbohong dan menyembunyikan masalahku, mengorbankan martabatku begitu saja. Betapa bodohnya aku! Hal ini membuatku sadar bahwa meskipun kelihatannya aku sangat jujur, aku tidak jujur dalam perkataanku atau sederhana dalam pemikiranku. Yang kusingkapkan adalah watak jahat. Aku licik dan memalukan. Saat itulah aku sadar betapa licik, kotor dan rusaknya diriku. Aku merasa jijik pada diriku sendiri, jadi bagaimana mungkin Tuhan tidak merasa muak denganku? Aku selalu menganggap diriku sebagai orang yang jujur yang hampir tidak pernah menipu. Selain itu, aku tak pernah secara terang-terangan melakukan apa pun yang menentang Tuhan, jadi aku merasa Dia pasti memandangku sebagai orang yang baik dan jujur. Aku bahkan berpikir aku tidak perlu menerapkan kebenaran untuk menjadi jujur, tetapi bisa terus melakukan tugasku dan mengikuti Tuhan seperti itu, dan pada akhirnya aku pasti diselamatkan. Aku sangat menyedihkan dan buta. Jika bukan karena kenyataan yang memperlihatkan kepadaku fakta dan penghakiman firman Tuhan, aku pasti sama sekali tidak mengenal diriku sendiri. Akhirnya aku menyadari bahwa aku sangat jauh dari orang yang jujur, dan bahkan tidak mendekati itu.

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa. "Ketika antikristus tersingkap dan ditangani serta dipangkas, hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari berbagai alasan untuk membela diri, mencari berbagai macam alasan untuk berusaha membuat diri mereka terlepas dari masalah sehingga mencapai tujuan mereka untuk melalaikan tanggung jawab mereka dan mencapai tujuan mereka untuk diampuni kesalahannya. Yang paling antikristus takutkan adalah bahwa umat pilihan Tuhan akan mengetahui kepribadian mereka yang sebenarnya, mengetahui kelemahan dan kekurangan mereka, mengetahui kualitas dan kemampuan kerja mereka yang sebenarnya—dan karena itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk berpura-pura dan menutupi kekurangan, masalah, dan watak mereka yang rusak. Ketika perbuatan jahat mereka tersingkap, hal pertama yang mereka lakukan bukanlah mengakui atau menerima fakta ini, ataupun berusaha sekuat tenaga untuk menebus kesalahan semacam itu, melainkan berusaha memikirkan cara untuk menyembunyikannya, menipu dan membingungkan orang-orang yang mengetahui rahasia di balik tindakan mereka, tidak membiarkan umat pilihan Tuhan melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi, tidak membiarkan umat pilihan tahu betapa merugikannya tindakan mereka terhadap rumah Tuhan, betapa mereka telah mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja. Tentu saja, yang paling mereka takutkan adalah ketahuan oleh Yang di Atas, karena begitu seseorang melaporkan mereka kepada Yang di Atas, maka tamatlah riwayat mereka. Oleh karena itu, ketika sesuatu terjadi, hal pertama yang antikristus lakukan bukanlah merenungkan kesalahan mereka, prinsip apa yang mereka langgar, mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan, watak apa yang mengendalikan mereka, apa motif mereka, apa keadaan mereka pada waktu itu, apakah itu karena ketidakpatuhan atau karena motif yang tercemar; alih-alih menganalisis atau merenungkan hal-hal ini, apalagi merenungkannya, mereka malah memeras otak untuk mencari cara apa pun untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya, sembari berusaha keras membenarkan diri mereka di hadapan umat pilihan, untuk menipu mereka, berusaha meminimalkan kesalahan, untuk mengelabui orang—semuanya untuk mencapai ambisi liar dan tujuan mereka untuk terus melakukan kejahatan mereka di rumah Tuhan, untuk mempertahankan posisi yang mereka miliki di hati orang, agar tetap dapat memanipulasi orang dan membuat orang menghormati mereka, serta membuat orang melakukan apa yang mereka katakan" ("Mereka Tidak Menerima Penanganan dan Pemangkasan, Juga Tidak Memiliki Sikap Pertobatan Ketika Mereka Melakukan Kesalahan Apa pun" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Firman Tuhan benar-benar memperingatkanku. Terutama membaca kata-kata "antikristus", "menyembunyikan fakta yang sebenarnya", "penipu", dan "membingungkan", aku merasa Tuhan sedang menghakimi dan menyingkapkanku berhadapan muka. Aku teringat ketika Saudari Li bertanya apakah aku telah menindaklanjuti pekerjaan itu dan tidak segera mengakui bahwa aku belum menindaklanjutinya atau bahkan merenungkan diriku sendiri dan merenungkan perubahan seperti apa yang harus kubuat. Aku berpura-pura tidak melihat pesannya, lalu bergegas mencari jawaban dan baru menjawabnya. Dengan demikian Saudari Li tidak akan tahu bahwa aku tidak menindaklanjuti pekerjaan tersebut atau tidak cukup bertanggung jawab dalam tugasku. Dia pasti berpikir aku dapat diandalkan dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kemudian ketika pemimpin tingkat atas datang untuk memeriksa pekerjaanku, dia menemukan beberapa masalah dalam tugasku, dan memangkas dan menanganiku. Aku bukan hanya tidak menerima kebenaran atau merenungkan diri sendiri, mengakui bahwa aku tidak melakukan pekerjaan nyata dan bersikap sembrono dalam tugasku, tetapi aku juga berbohong dan menyembunyikan masalahku. Aku bahkan berpikir, aku harus bekerja lebih keras untuk memastikan kelak dapat dengan cepat menjawab pertanyaan pemimpin mana pun, agar dia takkan menemukan kesalahan atau kelalaian dalam pekerjaanku, tetapi selalu berpikir aku berorientasi pada detail dan bertanggung jawab. Aku memeras otakku untuk melindungi diriku sendiri, takut orang akan melihat diriku yang sebenarnya dan aku akan kehilangan citraku sebagai orang yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan. Tujuanku adalah memiliki tempat khusus di hati orang lain. Aku menyadari sebenarnya aku sedang menyingkapkan watak antikristus. Ketika antikristus dikritik atau disingkapkan, mereka tidak tunduk dan merenungkan diri sendiri, tetapi mereka berusaha keras untuk membenarkan diri sendiri, menghindari tanggung jawab dan menyembunyikan masalah mereka sendiri, sama sekali tak tahu malu. Antikristus tidak memperlihatkan keinginan sedikit pun untuk menerima kebenaran, tetapi hanya penuh akal bulus dalam berbicara dan bertindak untuk melindungi status mereka. Bukankah aku bertindak sama seperti itu? Aku tidak melakukan pekerjaan nyata atau setia pada tugasku, jadi seharusnya aku merasa bersalah. Namun, aku tak punya kesadaran diri, berusaha memikirkan berbagai cara untuk melindungi diriku sendiri. Aku sadar bahwa aku pada dasarnya licin, licik, dan jahat. Aku benar-benar merasa disingkapkan, bahwa tindakanku dihakimi dan dikutuk oleh Tuhan. Aku juga bisa merasakan kebenaran Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran, dan merasa sangat takut. Aku tahu aku harus bertobat dan segera melakukan perubahan.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa. "Hanya jika orang berusaha untuk jujur, barulah mereka dapat mengetahui seberapa dalam kerusakan mereka dan apakah mereka memiliki keserupaan dengan manusia atau tidak; hanya jika mereka menerapkan kejujuran, barulah mereka dapat menyadari seberapa banyak kebohongan yang mereka katakan dan sedalam apa tersembunyinya kecurangan dan ketidakjujuran mereka. Hanya ketika orang memiliki pengalaman menerapkan kejujuran, barulah mereka dapat secara berangsur-angsur mengetahui kebenaran tentang kerusakan mereka sendiri dan mengenali esensi dari natur mereka sendiri, dan baru pada saat itulah watak rusak mereka dapat terus-menerus disucikan. Hanya selama proses watak rusak mereka disucikan secara terus-menerus itulah, orang akan mampu memperoleh kebenaran. Luangkan waktumu untuk mengalami firman Tuhan ini. Tuhan tidak menyempurnakan orang yang curang. Jika hatimu tidak jujur—jika engkau bukan orang yang jujur—engkau tidak akan didapatkan oleh Tuhan. Demikian pula, engkau tidak akan mendapatkan kebenaran dan juga tak akan mampu mendapatkan Tuhan. Apa maksudnya engkau tidak mendapatkan Tuhan? Jika engkau tidak mendapatkan Tuhan dan engkau belum memahami kebenaran, engkau tidak akan mengenal Tuhan, dan karena itu engkau tidak mungkin bisa sesuai dengan Tuhan, di mana dalam hal ini, engkau adalah musuh Tuhan. Jika engkau tidak sesuai dengan Tuhan, dan Tuhan bukan Tuhanmu; dan jika Tuhan bukan Tuhanmu, engkau tidak dapat diselamatkan. Jika engkau tidak berusaha memperoleh keselamatan, mengapa engkau percaya kepada Tuhan? Jika engkau tidak dapat memperoleh keselamatan, engkau akan selamanya menjadi musuh sengit Tuhan, dan kesudahanmu akan ditetapkan. Jadi, jika orang ingin diselamatkan, mereka harus memulainya dengan bersikap jujur. Ada sebuah ciri yang menunjukkan orang-orang yang pada akhirnya akan didapatkan oleh Tuhan. Tahukah engkau apa ciri tersebut? Ada tertulis dalam kitab Wahyu, di Alkitab: 'Dan di dalam mulut mereka tidak ditemukan dusta; mereka tidak bercacat' (Wahyu 14:5). Siapakah 'mereka'? Mereka adalah orang-orang yang diselamatkan, disempurnakan dan didapatkan oleh Tuhan. Bagaimana Tuhan menggambarkan orang-orang ini? Apa karakteristik dan pengungkapan dari tindakan-tindakan mereka? Mereka tidak bercacat. Mereka tidak berkata dusta. Engkau semua mungkin dapat mengerti dan memahami apa artinya tidak berkata dusta: itu artinya bersikap jujur. 'Tidak bercacat': apa artinya tidak bercacat? Itu berarti tidak melakukan kejahatan. Dan di atas dasar apa tidak melakukan kejahatan dibangun? Tanpa ragu, itu dibangun di atas dasar takut akan Tuhan. Karena itu, tidak bercacat berarti takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bagaimana Tuhan mendefinisikan orang yang tidak bercacat? Di mata Tuhan, hanya orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan yang sempurna; jadi, orang yang tidak bercacat adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan hanya orang sempurna yang tidak bercacat. Ini sepenuhnya benar" ("Enam Indikator Kemajuan dalam Kehidupan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan sungguh benar. Tanpa berlatih menjadi orang yang jujur, aku pasti tidak pernah menyadari betapa banyaknya aku berbohong dan menipu, atau betapa seriusnya watak licikku. Tuhan berfirman: "Tuhan tidak menyempurnakan orang yang curang. Jika hatimu tidak jujur—jika engkau bukan orang yang jujur—engkau tidak akan didapatkan oleh Tuhan. Demikian pula, engkau tidak akan mendapatkan kebenaran dan juga tak akan mampu mendapatkan Tuhan" ("Enam Indikator Kemajuan dalam Kehidupan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Orang licik penuh dengan kebohongan. Mereka hidup dalam watak yang sepenuhnya jahat dan adalah musuh Tuhan. Mereka milik Iblis dan tidak dapat diselamatkan oleh Tuhan. Aku menyadari betapa berbahaya dan memalukannya semua kecuranganku. Aku tahu aku tak boleh terus seperti itu, tetapi harus mengakui kesalahanku dan menerapkan kebenaran untuk menjadi orang yang jujur.

Aku bersiap-siap untuk mengirim pesan kepada pemimpin untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi aku merasa agak ragu. Aku khawatir tentang apa yang akan pemimpin pikirkan tentang diriku jika aku membuka diri tentang ketidakjujuranku. Akankah dia berpikir aku terlalu licik, dan terlalu membuat rumit masalah yang begitu sepele serta bahkan berbohong tentang hal itu, bahwa aku tidak bisa dipercaya? Aku tidak mau membuka diri tentang hal itu, tetapi berpikir, lain kali aku pasti berterus terang dan bersikap jujur, dan itu pasti dianggap sebagai pertobatan. Aku terus menghibur diriku sendiri bahwa aku takkan pernah berbohong lagi, tetapi hati nuraniku merasa tertuduh, dan aku merasa bersalah. Kemudian, aku melihat satu bagian firman Tuhan. "Banyak masalah nyata akan bermunculan dalam pengalaman menjadi orang yang jujur. Terkadang mereka akan berbicara tanpa berpikir dan, karena diarahkan oleh pemikiran yang salah, motif atau tujuan tertentu, atau kesombongan, mereka akan berbohong, yang konsekuensinya adalah mereka kemudian harus terus berbohong lebih banyak untuk menyembunyikan kebohongan mereka sebelumnya, yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan mental—tetapi mereka tidak dapat menarik perkataannya kembali, mereka tidak punya keberanian untuk memperbaiki kesalahan mereka, untuk mengakui bahwa mereka telah berbohong, dan dengan demikian, kesalahan mereka terus berlanjut. Setelah ini, selalu ada seperti batu besar yang menekan hati mereka; mereka ingin mencari kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya, mengakui kesalahan mereka dan bertobat, tetapi mereka tidak pernah melakukannya; akhirnya, mereka merenungkannya dan berkata dalam hati, 'Aku akan menebusnya ketika melaksanakan tugasku kelak.' Mereka selalu berkata mereka akan menebusnya, tetapi mereka tidak pernah melakukannya. Ini tidaklah sesederhana meminta maaf setelah berbohong. Dapatkah engkau menebus kerugian dan konsekuensi dari berbohong dan bersikap curang? Jika, di tengah kebencian yang besar terhadap dirimu sendiri, engkau mampu melakukan pertobatan, dan tidak pernah melakukan hal semacam itu lagi, maka apa yang kaulakukan dapat diampuni, dan engkau dapat menerima toleransi dan belas kasihan Tuhan. Jika engkau mengatakan hal yang muluk-muluk dan mengatakan bahwa engkau akan menebusnya kelak, tetapi tidak benar-benar bertobat, dan kemudian terus berbohong dan bersikap curang—jika engkau dengan keras kepala tidak mau bertobat—maka engkau pasti akan disingkirkan. Hal ini seharusnya disadari oleh orang yang memiliki hati nurani dan nalar. Setelah berbohong dan bersikap curang, tidaklah cukup hanya berpikir untuk menebus kesalahan; yang terpenting adalah engkau harus sungguh-sungguh bertobat. Jika engkau ingin bersikap jujur, engkau harus mengatakan yang sebenarnya dan melakukan hal-hal yang nyata. Engkau harus menyelesaikan masalah berbohong dan bersikap curang; terkadang engkau mungkin kehilangan muka, ditangani, dan bahkan ditegur, tetapi hatimu akan tenang dan damai, dan engkau akan berkata dalam hatimu: 'Entah aku ditangani atau diganti, aku merasa tenang di dalam hatiku; aku adalah orang yang jujur dan selalu mengatakan yang sebenarnya; karena aku belum melaksanakan tugasku dengan benar, aku harus ditangani, dan aku harus bertanggung jawab untuk itu.' Inilah keadaan pikiran yang positif. Namun, apa konsekuensinya setelah engkau bersikap curang? Setelah bersikap curang, apa yang kaurasakan di dalam hatimu? (Gelisah.) Gelisah; engkau selalu merasakan rasa bersalah dan kerusakan di hatimu, engkau selalu merasa tertuduh: 'Bagaimana aku bisa bersikap curang? Bagaimana aku bisa kembali bersikap curang? Mengapa aku seperti ini?' Engkau merasa tidak bisa mengangkat kepalamu, seperti tidak bisa menghadap Tuhan. Khususnya, ketika orang diberkati oleh Tuhan, ketika mereka menerima kebaikan, belas kasihan, dan toleransi Tuhan, mereka merasa adalah memalukan untuk menipu Tuhan; di dalam hati, ada rasa bersalah yang semakin kuat—dan, selain itu, tidak dapat menemukan kedamaian atau sukacita. Membuktikan apa masalah ini? Ini membuktikan bahwa bersikap curang berarti memberontak, menentang Tuhan, itu adalah penyingkapan watak yang rusak, dan dengan demikian itu akan membuatmu menderita" ("Hanya dengan Bersikap Jujur, Orang Dapat Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ini benar-benar menggambarkan keadaanku. Aku merasa Tuhan mengatakan semua itu berhadapan muka, dan memahami bahwa bersikap curang dan menjadi orang yang jujur adalah jalan yang bertentangan. Bersikap curang bukanlah jalan yang benar, dan itu bukan kemanusiaan yang normal. Seseorang mungkin mencapai tujuan mereka dengan tipu daya mereka, tetapi akan kehilangan integritas dan martabat mereka, itu hanya membawa rasa bersalah dan kegelisahan, dan mereka akan hidup dalam kegelapan sebagai bahan tertawaan Iblis. Aku baru saja melihat diriku berbohong dan menipu, seperti setan kecil, tak tahu malu, dan sedang dipermainkan oleh Iblis dengan menyakitkan. Ketidakjujuranku memuaskan kesombonganku selama beberapa waktu, tetapi tidak diperkenan Tuhan. Bukankah aku bodoh? Pada setiap titik penting ketika aku harus mengatakan yang sebenarnya, aku mengakomodasi diriku sendiri, mengatakan "Lain kali, lain kali." Sebenarnya aku sedang memaafkan diriku sendiri, tidak menerapkan kebenaran yang kupahami, jadi aku tidak pernah hidup dalam kenyataan menjadi orang yang jujur. Kupikir aku tak boleh terus berbohong dan tidak peduli bagaimana orang memandangku, bahwa aku harus hidup di hadapan Tuhan, menerima pemeriksaan-Nya, dan memuaskan-Nya. Itulah yang terpenting. Sekalipun seseorang melihat diriku yang sebenarnya dan aku kehilangan muka, menerapkan kebenaran dan bersikap jujur berarti mendapatkan perkenanan Tuhan, dan itulah yang terpenting dan sangat berharga dan bermakna! Selain itu, aku selalu menyembunyikan masalah pribadiku, dan meskipun orang lain mungkin tidak mengetahui tentang hal itu atau mengkritikku, aku tetap tidak menyadari kerusakan dan kekuranganku sendiri, sehingga tidak mampu mengubah watakku yang rusak atau melakukan tugasku dengan lebih baik. Hal-hal itu tetap terkubur jauh di lubuk hatiku seperti tumor yang tidak mau berhenti bertumbuh, dan akhirnya tamatlah riwayatku. Namun, saudara-saudari yang terbuka dan sederhana selalu membuka diri tentang semua kesalahan atau penyimpangan dalam tugas mereka secara terbuka, dan terkadang mereka dikritik atau bahkan diberhentikan, tetapi itu benar-benar menyentuh hati mereka. Mereka mampu melihat masalah mereka lebih cepat dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya, dan itu memberikan kepada mereka kemajuan besar dalam hidup. Itu memalukan, tetapi mereka mendapat perkenanan Tuhan dari menerapkan kebenaran. Itu berarti bersikap cerdas. Dahulu kupikir aku penuh dengan gagasan, bahwa aku pintar, dan menganggap menipu dan mengelabui orang lain adalah kecerdikan, tetapi aku sama sekali bodoh, benar-benar idiot! Bukankah ini terobsesi pada hal-hal kecil sembari mengabaikan hal-hal yang lebih penting? Aku benar-benar bodoh. Kemudian aku berhenti memedulikan apa yang orang pikirkan tentang diriku dan hanya mau menerapkan kebenaran dan mempermalukan Iblis, dan tidak lagi mengecewakan Tuhan. Jadi, aku mengumpulkan keberanianku untuk mengatakan yang sebenarnya kepada pemimpin, termasuk alasanku berbohong. Aku merasakan kedamaian dan perasaan bebas setelah mengirim pesan itu. Pemimpin itu segera membalas pesanku, berkata, "Bagus sekali kau bersikap jujur. Aku juga memiliki watak yang licik dan harus menjalani penghakiman Tuhan." Melihat pesan itu, aku tersentuh dan sekaligus sangat malu. Upayaku untuk menjadi orang yang jujur benar-benar memperlihatkan kepadaku bahwa itulah satu-satunya jalan yang benar untuk menjadi manusia.

Setelah itu, aku mulai dengan sadar berlatih bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari dalam perkataan dan tindakanku, yang memperlihatkan bahwa aku tidak akurat atau objektif dalam banyak hal. Terkadang aku berbicara berdasarkan gagasanku dan tidak sesuai fakta, dan terkadang melebih-lebihkan. Terkadang aku sengaja berpura-pura ditipu. Menjadi makin jelas bahwa aku benar-benar seorang pembohong. Aku ingat suatu kali seorang pemimpin menanyakan perkembangan suatu pekerjaan dan kupikir aku tidak punya waktu untuk melihat bagaimana perkembangannya. Jadi, jika aku langsung menjawab tidak tahu dan harus bertanya, akankah dia berpikir aku tidak berfungsi dan tidak melakukan pekerjaan nyata? Aku bermaksud menghindari pertanyaan itu dan baru menjawabnya setelah memeriksanya, maka sekalipun pekerjaan itu belum selesai, pemimpin pasti tidak berpikiran buruk tentang diriku, dan itu pasti memperlihatkan bahwa setidaknya aku menindaklanjuti segala sesuatunya. Saat hendak melakukan itu, aku menyadari bahwa aku sedang menipu untuk melindungi reputasiku lagi. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, berkata, "Tuhan, aku mau meninggalkan motif licikku dan menerapkan kebenaran sebagai orang yang jujur. Kumohon bimbing dan tolong aku." Kemudian firman Tuhan Yang Mahakuasa ini muncul di benakku: "Dengan berbohong, engkau menjual integritas dan martabatmu. Kebohongan ini menyebabkan engkau kehilangan martabatmu dan tidak memiliki integritas di hadapan Tuhan. Tuhan tidak berkenan akan hal ini dan Dia membencinya" ("Hanya dengan Bersikap Jujur, Orang Dapat Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Perkataan "integritas" dan "martabat" benar-benar memacuku untuk mengatakan yang sebenarnya, untuk berhenti hidup seperti setan. Jadi, dengan terus terang aku langsung menjawab, "Aku tidak yakin dengan detailnya, aku harus memeriksanya terlebih dahulu." Aku merasakan kedamaian di hatiku setelah mengirim pesan itu. Aku makin merasa bahwa bersikap jujur adalah aspek paling mendasar dari kemanusiaan, menempuh jalan yang benar.

Selanjutnya: Persimpangan

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Mengapa Aku Begitu Congkak

Oleh Saudari Cheng Xin, Korea Suatu hari pimpinan gereja melaporkan masalah kepadaku. Kata mereka, Saudari Zhang, yang menangani pekerjaan...