Mengubah Watak yang Congkak

31 Januari 2022

Oleh Saudara Xiao Fan, Tiongkok

Pada Agustus 2019, aku melakukan tugas produksi video dan diminta memimpin pekerjaan itu. Pada waktu itu, pengalamanku di bidang ini paling sedikit dibandingkan siapa pun dalam tim. Aku tahu dipilih untuk memimpin adalah peninggian Tuhan terhadap diriku, jadi aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi tugas ini. Awalnya, aku melihat ada banyak pekerjaan dan pengetahuan profesional yang harus dipelajari dan dikuasai dalam tim, dan aku merasa sangat kurang kemampuan. Selama masa itu, aku sering bertanya kepada para saudari yang menjadi rekan sekerjaku, dan dapat dengan rendah hati menerima saran mereka. Namun, tak lama kemudian, aku menjadi familier dengan pekerjaan tim itu dan menguasai pengetahuan profesional. Aku mampu menemukan masalah ketika menyunting video. Ketika saudara-saudariku memiliki masalah teknis, aku juga mampu menyelesaikannya. Ketika rekan sekerjaku mengalami masalah yang tidak mampu mereka selesaikan, mereka meminta saran dariku. Aku tak hanya memiliki wawasan yang unik, aku juga sering menyelesaikan kesulitan mereka. Saudariku berkata bahwa aku belajar begitu cepat sehingga sulit dipercaya aku adalah pemula. Ketika mendengar hal ini, aku merasa sangat bangga pada diriku sendiri. Kupikir, "Pengalamanku yang paling sedikit dalam tim, yang lain telah melakukan ini lebih lama dariku, tetapi sekarang aku, pendatang baru, membimbing mereka. Berarti aku pasti memiliki kualitas yang lebih baik daripada mereka dan berbakat untuk pekerjaan ini." Ketika saudara-saudariku berada dalam berbagai keadaan buruk, persekutuanku juga membantu mereka menyelesaikan keadaan mereka. Terkadang mereka bahkan suka berkata, "Tanpa persekutuanmu, kami benar-benar takkan tahu bagaimana menyelesaikan masalah ini." Meskipun baru sebulan lebih bergabung dengan tim tetapi aku telah membuat kemajuan dalam aspek profesional dan menghasilkan begitu banyak hasil. Makin kupikirkan, makin aku merasa seperti orang yang tak tergantikan.

Lambat laun, sikapku mulai berubah. Aku tidak rendah hati seperti dahulu, dan tanpa sadar mulai menganggap diriku sebagai ujung tombak tim. Kupikir aku memiliki kualitas yang lebih tinggi dan lebih mampu daripada siapa pun. Ketika saudara-saudari mengajukan pertanyaan teknis kepadaku, biasanya aku berdiskusi dan berkomunikasi dengan para rekan sekerjaku, tetapi sekarang, aku langsung menjawab tanpa sama sekali berkonsultasi dengan mereka. Ketika kami sedang mendiskusikan pekerjaan, para saudari mengemukakan beberapa pendapat yang saling bertentangan. Aku menolak semuanya tanpa mencari dan menuntut mereka melakukan segala sesuatu dengan caraku. Aku juga mengatur tugas pekerjaan tanpa mendiskusikan segala sesuatu dengan mereka. Kupikir karena pernah menjabat sebagai pemimpin dan berpengalaman, aku mampu langsung mengatur segalanya. Terkadang para saudariku baru mengetahui tentang pengaturanku setelah itu dibuat. Pada waktu itu, seorang saudari menanganiku, mengatakan aku terlalu congkak, bertindak sesukaku tanpa mendiskusikan segala sesuatu dengan mereka, dan adalah mudah melakukan kesalahan saat melaksanakan tugasku dengan cara ini. Di luarnya aku setuju, tetapi dalam hati, aku berpikir, "Tidak ada yang salah dengan tidak membicarakan segala sesuatu denganmu. Pandanganku lebih baik daripada pandanganmu, dan setelah kita mendiskusikan segala sesuatu, akhirnya kau tetap akan melakukannya dengan caraku. Mengapa repot-repot membuang waktu dengan proses ini?" Dan dengan begitu saja, aku menolak menerima nasihat dan bantuan saudariku dan melakukan segala sesuatunya sesuka hatiku Seiring waktu, karena terus-menerus menolak saran para rekan sekerjaku, akhirnya aku sering kali membuat semua pengaturan kerja sendiri, dan ketika kami membahas pekerjaan lain, tak seorang pun yang mengemukakan pendapat mereka. Mereka bahkan mulai merasa tidak mampu melakukan tugas ini dan menjadi negatif, dan berkali-kali mengungkapkan bahwa mereka tidak mau bekerja sama denganku. Beberapa kali, sepulang dari pertemuan, mereka berkata, "Aku berharap tidak harus kembali ke tim itu. Berada di sana melelahkan. ..." Pada waktu itu, aku tidak merenungkan diriku sendiri. Aku berkata dengan nada mengejek, "Kalian berdua sangat lemah. Kalian benar-benar rapuh!" Karena aku selalu menjadi penentu keputusan dan tidak mendiskusikan segala sesuatu dengan para saudariku, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menjadi sangat negatif sehingga mereka ingin mengundurkan diri. Makin banyak masalah mulai muncul dalam tugasku. Aku tidak melihat masalah dalam video kami dan harus menyuntingnya kembali ketika orang lain menemukan masalah. Aku memberikan bimbingan profesional yang salah beberapa kali, yang juga menyebabkan pekerjaan harus diulang. Ada banyak kesalahan dalam pengaturan kerjaku, kerja tim makin kurang efektif, dan sekeras apa pun aku berusaha, aku tidak mampu membalikkannya. Aku merasa sangat tersiksa dengan kesulitanku, sampai-sampai ingin mengundurkan diri. Namun tepat pada waktunya, penghakiman dan hajaran Tuhan datang kepadaku.

Pemimpinku, setelah mengetahui tentang kinerjaku, menulis surat teguran keras untuk menyingkapkan dan menanganiku, "Sebagian besar saudara-saudarimu telah melaporkan bahwa kau congkak dan merasa diri benar dalam tugasmu, kau tidak dapat bekerja sama dengan rekan sekerjamu, kau tidak menerima saran dari saudara-saudarimu, kau memutuskan segalanya sendiri, dan kau yang berkuasa dalam tim. Ini perwujudan dari dominasi dan kesewenang-wenangan antikristus. Jika kau tidak segera merenungkan diri sendiri, konsekuensinya akan serius. ..." Ketika aku membaca tulisan pemimpinku, kepalaku berdengung, seolah-olah aku baru saja ditampar. Dalam surat itu juga tertera satu bagian firman Tuhan. "Perwujudan pertama dari bagaimana para antikristus menuntut agar orang-orang hanya menaati mereka—bukannya menaati kebenaran dan Tuhan—adalah, mereka tidak mampu bekerja dengan orang lain; mereka bertindak sekehendak hatinya. ... Mungkin saja beberapa antikristus tampak memiliki asisten atau rekan sekerja, tetapi ketika sesuatu benar-benar terjadi, apakah mereka mendengarkan apa yang orang lain katakan? Mereka bukan hanya tidak mendengarkan, mereka bahkan tidak mempertimbangkannya, apalagi mendiskusikannya; mereka sama sekali tidak memperhatikan, orang-orang ini sama saja seperti tidak ada di sana. Setelah yang lain berbicara, keputusan akhir antikristuslah yang harus tetap ditaati—perkataan orang lain tidak diperhatikan. Sebagai contoh, ketika dua orang bertanggung jawab atas sesuatu, dan salah satunya memiliki esensi antikristus, apa yang diperlihatkan dalam diri orang ini? Dalam hal apa pun, mereka sendirilah yang memulai, yang mengajukan pertanyaan, yang menyelesaikan masalah, yang memberikan solusi. Dan sering kali, mereka merahasiakannya dari rekan sekerja mereka. Apa pandangan antikristus terhadap rekan sekerja mereka? Di mata antikristus, orang-orang itu bukan wakil mereka, melainkan hanya hiasan. Di mata antikristus, orang-orang itu sama sekali bukanlah rekan sekerja mereka. Setiap kali ada masalah, antikristus memikirkannya dalam pikiran mereka, mereka merenungkannya, dan begitu mereka memutuskan suatu tindakan, mereka memberi tahu semua orang bahwa inilah cara hal tersebut harus dilakukan, dan tak seorang pun yang diizinkan untuk mempertanyakannya. Apa esensi dari kerjasama mereka dengan orang lain? Sebenarnya, merekalah yang menjadi penentu keputusan. Mereka bertindak sendiri, berbicara, memecahkan masalah, dan melakukan pekerjaan sendiri, rekan sekerja mereka hanyalah hiasan. Dan karena tidak mampu bekerja dengan siapa pun, apakah mereka mempersekutukan pekerjaan mereka dengan orang lain? Tidak. Dalam banyak kasus, orang lain baru mengetahuinya begitu mereka telah selesai atau telah menyelesaikannya. Orang lain memberi tahu mereka, 'Semua masalah harus didiskusikan dengan kami. Kapan engkau menangani orang itu? Bagaimana caramu menangani dia? Mengapa kami tidak mengetahuinya?' Mereka tidak memberikan penjelasan ataupun memperhatikan; bagi mereka, rekan sekerja mereka tidak ada gunanya. Ketika sesuatu terjadi, mereka memikirkannya dan mengambil keputusan sendiri, bertindak sesuka hati mereka. Sebanyak apa pun orang-orang yang ada di sekitar mereka, seolah-olah orang-orang ini tidak ada di sana; bagi antikristus, orang-orang ini dianggap sebagai angin lalu. Dengan demikian, apakah ada sesuatu yang nyata yang dihasilkan dari kerja sama mereka dengan orang lain? Tidak, mereka hanya bersikap asal-asalan, berpura-pura. Orang lain berkata kepada mereka, 'Mengapa engkau tidak bersekutu dengan orang lain ketika engkau menemukan masalah?' Yang mereka jawab, 'Apa yang mereka ketahui? Aku pemimpin tim, terserah aku untuk memutuskan.' Yang lain berkata, 'Dan mengapa engkau tidak bersekutu dengan rekan sekerjamu?' Mereka menjawab, 'Kukatakan kepadanya, dia tidak memiliki pendapat.' Mereka menggunakan rekan sekerja mereka yang tidak memiliki pendapat atau tidak dapat berpikir sendiri sebagai alasan untuk mengaburkan fakta bahwa mereka bertindak sebagai hukum bagi diri mereka sendiri. Dan ini tidak diikuti dengan perenungan sedikit pun, apalagi menerima kebenaran—itu tidak mungkin. Inilah masalah dengan natur antikristus" ("Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Penyingkapan Tuhan tentang antikristus terasa sangat menusuk dan menyakitkan. Aku teringat perilakuku selama periode itu, bagaimana setelah membuat sedikit kemajuan di tempat kerja kupikir aku memiliki kualitas dan kecakapan, dan lebih baik daripada dua rekan sekerjaku. Secara teori, kedua saudari ini adalah rekan sekerja dalam tugasku, tetapi sebenarnya, mereka berada di sana hanya sebagai dekorasi. Ketika mengatur pekerjaan, aku tidak pernah mendiskusikan segala sesuatunya bersama mereka. Aku melakukan apa pun yang menurutku baik, dan merasa bahwa pendapat mereka lebih buruk daripada pendapatku dan tidak layak dipertimbangkan. Dengan beberapa hal, meskipun kami mendiskusikannya, itu hanya asal-asalan karena aku telah memutuskan apa yang harus dilakukan sebelum kami berbicara. Oleh karena itu, setiap kali rekan sekerjaku memberi saran yang berbeda dari saranku, aku menolaknya begitu saja tanpa mencari dan membuat mereka melakukan segala sesuatu seperti yang kuinginkan. Gereja mengatur agar kami bekerja sama untuk melaksanakan tugas kami, tetapi aku bertindak seperti seorang tiran, ingin menjadi penentu keputusan dalam segala hal, sama sekali mengabaikan para saudariku, dan mendominasi semuanya. Bukankah itu sama dengan kediktatoran si naga merah yang sangat besar? Aku teringat tentang bagaimana aku membatasi para saudariku, menyebabkan mereka merasa negatif dan berusaha mengundurkan diri, dan bagaimana pekerjaan tim penuh dengan kesalahan. Aku tidak melakukan tugasku, aku sedang mengganggu pekerjaan rumah Tuhan. Ketika menyadari hal ini, aku merasa ketakutan. Aku telah mengganggu dan mengacaukan pekerjaan rumah Tuhan, serta menyebabkan saudara-saudariku menderita dan sengsara. Akankah aku disingkirkan dan dihukum atas apa yang kulakukan? Jadi, aku hidup dalam kenegatifan dan kesalahpahaman.

Suatu hari, secara kebetulan aku melihat satu bagian firman Tuhan, "Karena manusia memiliki watak yang rusak, dan semua perbuatan dan perilakunya serta semua yang dia perlihatkan adalah memusuhi Tuhan, dia tidak layak mendapatkan kasih Tuhan. Namun, Tuhan tetap memiliki perhatian dan kepedulian yang sedemikian terhadap manusia, dan Dia mengatur suatu lingkungan bagi manusia untuk menguji dan memurnikannya secara pribadi, sehingga memampukannya untuk mengalami perubahan; Dia membiarkan manusia, melalui lingkungan ini, untuk diperlengkapi dengan kebenaran, dan untuk mendapatkan kebenaran. Tuhan sangat mengasihi manusia, dengan kasih yang begitu nyata, dan Tuhan itu semata-mata setia. Engkau akan merasakan hal itu. Jika Tuhan tidak melakukan semua hal ini, tak seorang pun bisa mengatakan sejauh mana manusia telah jatuh! Manusia berusaha untuk mengatur kedudukannya sendiri, ketenaran dan kekayaannya sendiri, dan, pada akhirnya, setelah melakukan semua hal ini, dia membuat orang lain berpihak padanya dan membuat mereka tunduk di hadapannya—bukankah ini bertentangan dengan Tuhan? Konsekuensi dari terus-menerus melakukan cara ini sungguh tak terbayangkan! Tuhan melakukan pekerjaan yang sangat baik, menghentikan semua ini tepat pada waktunya! Meskipun apa yang Tuhan lakukan menyingkapkan manusia dan menghakiminya, hal itu juga menyelamatkannya. Inilah kasih yang nyata" ("Bagian Terpenting dari Percaya kepada Tuhan adalah Menerapkan Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ketika melihat bagian ini, aku merasakan kehangatan di hatiku, seolah-olah Tuhan ada di sisiku, menghibur dan menyemangatiku. Aku memahami bahwa pemangkasan dan penanganan yang kualami, meskipun disingkapkan dan dihakimi, itu adalah kasih Tuhan. Tuhan menghakimi dan menyingkapkanku untuk menghentikanku agar tidak melakukan lebih banyak kejahatan. Itu juga membuatku sadar akan watakku yang rusak dan jalan salah yang telah kutempuh. Jika kubiarkan diriku terus seperti ini, konsekuensinya takkan terbayangkan Aku teringat pernyataan Yunus kepada orang-orang Niniwe dalam Alkitab, "Empat puluh hari lagi, dan Niniwe akan ditunggangbalikkan" (Yunus 3:4). Tuhan mengutus Yunus menyatakan hal ini bukan untuk menyatakan maksud-Nya untuk memusnahkan mereka, tetapi untuk mengingatkan dan memperingatkan mereka, dan memberi kesempatan untuk bertobat. Watak Tuhan adalah benar dan megah, tetapi juga penuh kasih dan belas kasihan. Ini adalah watak benar Tuhan. Aku bahkan makin memahami dengan jelas bahwa Tuhan menghakimi dan menyingkapkanku, dan juga mengatur segala sesuatu, hal-hal dan orang untuk memperingatkanku. Maksud Tuhan bukan untuk menghukumku. Dia menggunakan ini sebagai cara untuk menyadarkanku dan membuatku bertobat. Begitu menyadari hal-hal ini, hatiku menjadi terang, dan tidak begitu sedih. Aku tahu aku harus bertobat, atau aku akan berada dalam bahaya. Aku berdoa kepada Tuhan berulang kali memohon bimbingan untuk merenungkan dan mengenal diriku sendiri.

Suatu hari, selama perenunganku, aku melihat satu bagian firman Tuhan. "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak yang congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk dari semuanya, mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan. Meskipun, secara lahiriah, beberapa orang mungkin tampak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan akalnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan. Jika orang-orang ingin sampai pada titik di mana mereka menghormati Tuhan, mereka harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah watak mereka yang congkak. Semakin teliti engkau menyelesaikan masalah watakmu yang congkak, semakin engkau akan memiliki rasa hormat kepada Tuhan, dan baru setelah itulah engkau mampu tunduk kepada-Nya dan mampu mendapatkan kebenaran dan mengenal Dia" (persekutuan Tuhan). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa aku bertindak sewenang-wenang dan tidak mampu bekerja sama dengan orang lain karena memiliki terlalu banyak natur yang congkak. Aku sadar itu karena aku dipilih untuk memimpin, menguasai banyak pengetahuan profesional, menghasilkan beberapa hasil dalam tugasku, dan mampu menyelesaikan beberapa masalah. aku kehilangan kendali dan merasa bangga pada diriku sendiri. Aku merasa aku berbakat dan tak seorang pun yang secakap diriku, seolah-olah tak seorang pun yang memiliki kualitas lebih tinggi atau lebih cakap pada pekerjaan ini, jadi aku menempatkan diriku di atas yang lain dan mendominasi mereka. Dalam tugasku, aku melakukan apa pun yang kuinginkan dan sama sekali tidak berdiskusi atau berkomunikasi dengan orang lain. Aku bahkan tidak mendengarkan saran rekan sekerjaku. Apa pun yang mereka katakan, kupikir aku memiliki pendapat terbaik. Aku membenci mereka di hatiku dan memperlakukan rekan sekerjaku hanya sebagai dekorasi. Rekan-rekan sekerjaku berulang kali mengingatkanku untuk mendiskusikan segala sesuatu dengan mereka. Ini adalah pengaturan dan penataan Tuhan. Aku selalu melakukan kesalahan dan menghadapi kesulitan dalam tugasku, di mana ini adalah Tuhan yang menangani dan mendisiplinkanku. Namun, ketika hal-hal ini terjadi padaku, aku tidak mencari atau merenungkannya. Bagaimana bisa kukatakan bahwa aku memiliki ketaatan atau takut akan Tuhan? Aku teringat betapa congkaknya penghulu malaikat. Takut akan Tuhan tidak ada di hatinya. Tuhan menciptakan manusia, tetapi dia ingin mengatur manusia, dan ingin menjadi setara dengan Tuhan. Kecongkakan dan sikap merasa diri benar adalah watak iblis yang khas. Aku memiliki natur jahat seperti ini, jadi bagaimana mungkin aku takut atau menaati Tuhan? Bagaimana mungkin aku menerapkan kebenaran atau hidup dalam kemanusiaan yang normal? Saat inilah ketika aku sadar bahwa menyelesaikan watak congkakku adalah kunci untuk mencapai perubahan watak! Ini juga merupakan sumber penyebab mengapa aku tak mampu bekerja sama dengan rekan sekerjaku.

Kemudian, aku teringat bagian lain firman Tuhan. "Yang Tuhan tuntut dari manusia bukanlah kemampuan untuk menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau menyelesaikan pekerjaan besar apa pun, Dia juga tidak membutuhkan mereka untuk merintis usaha besar apa pun. Yang Tuhan inginkan adalah agar manusia dapat melakukan semua yang mereka mampu lakukan dengan kerendahhatian, dan hidup sesuai dengan firman-Nya. Tuhan tidak membutuhkanmu untuk menjadi besar atau terhormat, juga tidak membutuhkanmu untuk melakukan mukjizat apa pun, Dia juga tidak ingin melihat kejutan yang menyenangkan di dalam dirimu. Dia tidak membutuhkan hal-hal seperti itu. Yang Tuhan butuhkan hanyalah agar engkau dengan tekun melakukan penerapan sesuai dengan firman-Nya. Ketika engkau mendengarkan firman Tuhan, lakukanlah apa yang telah kaumengerti, lakukanlah apa yang telah kaupahami, ingatlah apa yang telah kaulihat, dan kemudian jika waktunya tepat, terapkanlah sebagaimana yang Tuhan firmankan, sehingga firman Tuhan dapat menjadi sesuatu yang engkau hidupi, dan menjadi hidupmu. Dengan demikian, Tuhan akan dipuaskan. Engkau selalu mencari kebesaran, kemuliaan, dan kehormatan; engkau selalu mencari peninggian. Bagaimana perasaan Tuhan saat Dia melihat ini? Dia membencinya, dan tidak mau melihatnya. Semakin engkau mengejar hal-hal seperti kebesaran; kemuliaan; dan menjadi lebih unggul daripada orang lain, terhormat, terkemuka, dan penting, semakin Tuhan menganggapmu menjijikkan. Jika engkau tidak merenungkan dirimu sendiri dan bertobat, Tuhan akan membencimu dan meninggalkanmu. Pastikan untuk tidak menjadi orang yang Tuhan anggap menjijikkan; jadilah orang yang Tuhan kasihi. Jadi, bagaimana orang bisa memperoleh kasih Tuhan? Dengan menerima kebenaran dengan kerendahhatian, dengan berdiri pada posisi makhluk ciptaan, dengan teguh bersandar pada firman Tuhan untuk menjadi orang yang jujur dan melaksanakan tugasnya, dan dengan hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati. Ini sudah cukup" ("Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan membuatku memahami bahwa Tuhan tidak melihat seberapa banyak yang kita capai atau seberapa banyak pekerjaan yang kita lakukan, Dia juga tidak melihat bakat dan kualitas kita. Tuhan melihat apakah kita dapat mendengarkan firman-Nya, menaati-Nya, hidup dalam kemanusiaan yang normal berdasarkan tuntutan-Nya, bekerja sama dengan orang lain, dan melaksanakan tugas kita. Inilah yang dilihat Tuhan dan mendapatkan perkenanan-Nya. Namun, aku tidak memahami tuntutan Tuhan. Aku mampu melakukan beberapa pekerjaan dan memiliki sedikit kualitas dan bakat, jadi aku menjadi congkak, mengira aku berbakat, merasa lebih baik daripada siapa pun, menempatkan diriku di atas semua orang, dan membuat mereka mendengarkanku. Aku benar-benar tak bernalar. Aku teringat Paulus pada Zaman Kasih Karunia. Dia memiliki kualitas dan bakat, banyak menderita karena memberitakan Injil, melakukan banyak pekerjaan, serta membuat orang lain mengagumi dan menghormatinya, tetapi selama bertahun-tahun bekerja, dia tidak mencapai perubahan dalam watak hidupnya, dia meninggikan dirinya dan pamer, dan akhirnya mengucapkan perkataannya yang paling congkak, "Sebab bagiku hidup adalah Kristus dan mati berarti untung" (Filipi 1:21). Akibat semua ini, Paulus akhirnya tidak mendapat perkenanan Tuhan dan dihukum selamanya oleh Tuhan. Apa pun bakat atau kualitas yang dimiliki seseorang atau status atau apa pun yang mungkin mereka miliki di antara manusia, jika mereka tidak mengejar kebenaran atau mencapai perubahan watak, tidak ada gunanya. Hal-hal ini bukanlah kebenaran atau modal untuk keselamatan manusia. Tuhan tidak menyelamatkan atau menyempurnakan manusia berdasarkan hal-hal ini. Aku merasa memiliki kualitas, karunia, dan bakat, tetapi tidak mampu hidup dalam kemanusiaan yang normal yang paling dasar sekali pun, tidak memiliki rasa hormat yang mendasar terhadap saudara-saudariku, dan tidak mampu menerima nasihat yang benar. Aku sama sekali tidak memperlihatkan perubahan dalam watakku. Saudara-saudariku mengingatkan dan membantuku berkali-kali, dan Tuhan menghajar dan mendisiplinkanku, tetapi aku tidak merenungkan diriku sendiri. Dibutuhkan pemangkasan dan penanganan yang keras bagiku untuk merenungkan diriku sendiri. Aku terlalu mati rasa! Aku memiliki kualitas yang buruk! Orang yang memiliki kualitas yang baik akan mencari kebenaran ketika sesuatu terjadi dan mampu memahami kehendak Tuhan dan memetik pelajaran dari keadaan yang Tuhan atur. Melihat diriku sendiri, aku sadar bahwa aku sangat congkak. Aku sama sekali tak bernalar dan tidak hidup dalam keserupaan dengan manusia, jadi bagaimana mungkin aku mendapat perkenanan Tuhan? Aku juga berpikir kedua rekan sekerjaku telah melakukan tugas ini lebih lama daripadaku, tetapi tak pernah kulihat mereka membual tentang kualifikasi mereka. Mereka masih mencari dan berdiskusi denganku ketika mereka memiliki masalah, dan ketika aku memandang rendah dan meremehkannya, mereka selalu toleran dan sabar, dan dengan penuh kasih membantuku. Aku merasa bersalah dan malu melihat kemanusiaan yang mereka jalani. Aku menyadari nalar dan kemanusiaanku sangat buruk. Aku sama sekali tidak memiliki kesadaran diri! Aku menyebabkan begitu banyak kerusakan dan hambatan pada pekerjaan tim video, dan begitu banyak kerugian terhadap rekan sekerjaku. Mengingat tindakanku, aku tidak layak untuk tugas yang begitu penting. Ketika menyadari hal ini, aku merasakan perasaan menyalahkan diri sendiri. Aku berjanji pada diriku sendiri, entah diberhentikan atau tidak atau kesudahan apa pun yang kuhadapi kelak, aku akan mengejar kebenaran, menyelesaikan watakku yang rusak, dan tidak lagi bersikap congkak dan sewenang-wenang.

Kemudian, aku melihat bagian firman Tuhan lainnya yang menargetkan masalahku. "Untuk dapat bekerja sama secara harmonis, engkau harus membiarkan orang lain mengutarakan pendapat mereka dan memperbolehkan mereka untuk memberikan saran alternatif, dan itu berarti belajar bagaimana menerima bantuan dan petunjuk orang lain. Terkadang, orang tidak mengatakan apa pun, dan engkau harus mendorong mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Apa pun masalah yang kauhadapi, engkau harus mencari kebenaran prinsip dan berusaha untuk mencapai permufakatan. Melakukan segala sesuatu dengan cara ini akan menghasilkan kerjasama yang harmonis. Sebagai seorang pemimpin atau pekerja, jika engkau selalu menganggap dirimu lebih unggul daripada orang lain, dan menikmati tugasmu seperti pejabat pemerintah, selalu ingin menikmati berkat status, selalu membuat rencanamu sendiri, selalu mengurus urusanmu sendiri, selalu berjuang untuk kesuksesan dan promosi, maka ini adalah masalah: bertindak seperti pejabat pemerintah seperti ini sangat berisiko. Jika engkau selalu bertindak seperti ini dan engkau tidak mau bekerja sama dengan siapa pun, tidak mau mengalihkan otoritasmu kepada orang lain, tidak mau pujian orang terhadapmu diterima orang lain, tidak mau pancaran kemuliaan direnggut darimu—jika yang kauinginkan hanyalah memiliki segalanya untuk dirimu sendiri, engkau adalah antikristus. Namun, jika engkau sering mencari kebenaran, jika engkau berpaling dari daging, berpaling dari motivasi dan rancanganmu sendiri, dan jika engkau dapat mengambil inisiatif dalam bekerja sama dengan orang lain, sering membuka hatimu untuk berkonsultasi dengan orang lain dan meminta nasihat mereka, jika engkau dapat menerima saran orang lain dan mendengarkan pemikiran serta perkataan mereka dengan saksama, itu berarti engkau sedang berada di jalan yang benar, pada arah yang benar. Buanglah sikapmu yang congkak dan keras kepala, dan kesampingkanlah gelarmu. Jangan pedulikan hal-hal ini, anggaplah semuanya tidak penting, dan jangan memandangnya sebagai simbol status, sebagai kehormatan. Percayalah dalam hatimu bahwa engkau dan orang lain adalah setara; belajarlah untuk menempatkan dirimu setara dengan orang lain, bahkan mampu merunduk untuk meminta pendapat orang lain. Mampukan diri untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh, saksama, dan penuh perhatian pada apa yang orang lain katakan. Dengan cara ini, engkau akan melahirkan kerja sama yang damai antara dirimu sendiri dan orang lain. Lalu, apa manfaat dari kerja sama yang damai? Manfaatnya sangat besar. Engkau akan mendapatkan hal-hal yang belum pernah kaumiliki sebelumnya, hal-hal baru, hal-hal dari alam yang lebih tinggi; engkau akan menemukan kebajikan orang lain dan belajar dari kelebihan mereka. Dan masih ada hal lainnya juga, yakni aspek yang ada dalam gagasanmu di mana engkau menganggap orang lain gila, bodoh, tolol, lebih rendah daripada dirimu—ketika engkau mendengarkan saran orang lain, atau ketika orang lain membuka hati mereka untuk berbicara kepadamu, tanpa kausadari engkau mulai memahami bahwa tak seorang pun yang bodoh, bahwa semua orang, siapa pun mereka, memiliki beberapa pemikiran yang perlu diperhatikan. Dan dengan demikian, engkau akan berhenti menjadi orang yang bertindak seolah-olah engkau tahu segalanya, engkau tidak akan lagi menganggap dirimu lebih pandai dan lebih baik daripada orang lain. Ini membuatmu tidak selalu hidup secara narsis dan memuji-muji diri sendiri. Ini berfungsi untuk menjaga dirimu, bukan? Seperti itulah hasil dan manfaat dari bekerja dengan orang lain" ("Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa tak seorang pun yang sempurna dan tak seorang pun yang mampu melihat masalah dengan begitu jelas. Kesalahan dan penyimpangan dalam tugas kita tidak dapat dihindari, tetapi selama kita belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan belajar dari kelebihan satu sama lain, kita dapat menghindari masalah-masalah ini, dan hanya dengan cara demikianlah tugas kita dapat menjadi lebih baik. Makin kita bekerja sama dengan rekan sekerja kita, makin kita dapat menemukan kelebihan orang lain, memperlakukan semua orang dengan adil, tidak meremehkan dan memandang rendah orang lain. Itu juga mencegah kita hidup dalam kecongkakan dan sikap merasa diri benar, bertindak seperti seorang tiran, melakukan segala sesuatu dengan sewenang-wenang, atau menempuh jalan antikristus. Namun dalam tugasku, aku menjadi congkak, mengira mereka lebih rendah dariku. Aku selalu ingin menjadi penentu keputusan. Aku tidak bekerja sama dengan saudara-saudariku, dan akhirnya, aku tak hanya merugikan diriku sendiri, aku membuat mereka mengalami banyak penderitaan dan kesengsaraan, dan menunda pekerjaan rumah Tuhan. Baru pada saat itulah aku menyadari pentingnya bekerja sama dengan saudara-saudariku!

Kemudian, aku menemukan kesempatan untuk membuka diri kepada rekan-rekan sekerjaku. Aku memberi tahu mereka betapa merasa diri benar dan congkaknya diriku dalam tugasku, kerugian yang kuakibatkan terhadap mereka, dan semua masalah yang kukenali setelah merenung. Aku juga meminta maaf kepada mereka dan meminta pengawasan mereka. Jika mereka melihatku bersikap congkak atau merasa diri benar, atau tidak menerima saran mereka, mereka dapat menunjukkannya, serta memangkas dan menanganiku atau melaporkanku jika aku tidak menerimanya. Seseorang yang congkak dan merasa dirinya benar sepertiku membutuhkan perlakuan khusus seperti ini. Melakukan penerapan dengan cara ini, aku merasa sangat mantap, seperti pasien kanker yang akhirnya menemukan obat. Setiap hari, kubawa masalahku ke hadapan Tuhan dan berdoa memohon perlindungan dan pendisiplinan-Nya agar jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak masuk akal seperti itu. Tanpa disadari, aku menjadi jauh lebih saleh. Sebelum melakukan apa pun, aku juga secara aktif berdiskusi dan berkomunikasi dengan rekan-rekan sekerjaku, dan ketika mereka mengemukakan pendapat yang berbeda, daripada menolaknya secara membabi buta, aku mampu mencari dan merenung untuk melihat apakah pandangan mereka sesuai dengan prinsip dan apa kelebihannya, yang juga mencegahku menuntut untuk menjadi penentu keputusan.

Aku teringat suatu kali, kami sedang mendiskusikan pemindahan personel. Aku menyarankan untuk memindahkan seorang saudari ke kelompok lain, tetapi para rekan sekerjaku tidak menyarankan untuk memindahkan orang terlalu banyak. Mereka berkata kami harus memilih dan melatih orang baru. Ketika mendengar pendapat yang berbeda dari rekan sekerjaku, aku ingin menekankan bahwa pandanganku benar, tetapi sadar bahwa aku akan bertindak dengan watak congkakku. Dalam hati, aku segera berdoa kepada Tuhan, memohon Dia untuk membantuku menyangkali diriku sendiri. Pada waktu itu, tiba-tiba aku teringat firman Tuhan, "Perbedaan pendapan tidak boleh dianggap enteng; engkau harus menganggap segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaanmu dengan sangat serius. Jangan hanya mengabaikannya dan berkata, 'Apakah engkau yang lebih tahu tentang hal ini atau aku? Aku telah melakukan hal ini sejak lama—bagaimana mungkin aku tidak tahu lebih banyak darimu? Apa yang kauketahui? Tidak ada!' Ini adalah watak yang buruk" ("Mereka yang Tidak Dapat Selalu Hidup Di hadapan Tuhan Adalah Orang yang Tidak Percaya" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Ya. Rekan-rekan sekerjaku telah mengajukan keberatan, jadi aku harus merenungkannya, dan tidak terlalu bersikeras memaksakan pandanganku. Bagaimana jika pandanganku tentang hal itu bermasalah? Apa yang baik dari saran mereka, dan apa manfaatnya bagi pekerjaan rumah Tuhan? Ketika memikirkannya seperti itu, aku menyadari saran mereka sebenarnya lebih bermanfaat bagi pekerjaan kami. Membina bakat baru akan mengurangi sumber masalah kekurangan personel. Ketika dibandingkan, pandanganku agak sepihak. Akhirnya, kami melaksanakan saran mereka. Aku merasa damai. Kupikir akhirnya aku telah menjadi orang yang masuk akal, menyangkali diriku sendiri, dan menaati kebenaran. Rasanya luar biasa menjadi seperti itu.

Setelah beberapa waktu bekerja sama dengan rekan-rekan sekerjaku, aku mendapati dua saudariku mempertimbangkan masalah lebih menyeluruh daripada diriku. Banyak saranku yang sangat tidak tepat, tetapi saran mereka melengkapi kekuranganku. Ketika bekerja sama dengan rekan sekerja, kita harus belajar dari kelebihan satu sama lain, serta membantu, mengawasi, dan membatasi satu sama lain, itulah caranya kita menjadi makin baik dalam tugas kita. Aku juga menyadari bahwa tak seorang pun dari antara kita yang lebih baik daripada yang lain. Masing-masing dari kita memiliki kelebihan dan kekurangan, dan tak seorang pun yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sendirian. Kita harus bekerja sama dengan rekan sekerja dan saling melengkapi. Itulah satu-satunya cara untuk melakukan tugas kita dengan sebaik-baiknya dan menghindari menempuh jalan yang salah. Tanpa penghakiman, hajaran, pemangkasan, dan penanganan firman Tuhan, aku pasti tetap bertindak dari watak congkakku dan menempuh jalan antikristus, dan akhirnya, aku akan disingkirkan dan dihukum oleh Tuhan. Bahwa sekarang aku memiliki pemahaman dan perubahan ini adalah hasil dari penghakiman dan hajaran firman Tuhan, dan aku bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkanku!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Kerugian Akibat Iri Hati

Oleh Saudari Yi Ning, Tiongkok Belum lama ini, aku terpilih sebagai pemimpin gereja, memimpin pekerjaan beberapa gereja. Tak lama kemudian,...