Bagaimana Bersikap Licik Merugikanku

16 September 2022

Oleh Saudari Dan Yi, Jepang

Suatu kali, ketika kami merangkum pekerjaan kami, seorang pemimpin gereja berkata pekerjaan penginjilan kami tidak berjalan dengan baik di awal bulan itu dan memintaku menyampaikan penyebabnya. Saat itu aku baru sadar belakangan ini produktivitas kami telah menurun. Aku segera menyelidikinya setelah pertemuan dan mendapati produktivitas kami telah menurun setengahnya sejak bulan sebelumnya. Aku agak cemas. Jika itu terus berlanjut, jika kami terus bekerja dengan buruk, akankah aku diberhentikan? Jadi, aku segera mulai mencari penyebabnya agar dapat meningkatkan kembali produktivitas kami. Aku berbicara dengan saudara-saudari satu per satu, menanyakan tentang masalah atau kesulitan dalam tugas mereka. Dalam pertemuan, aku bersekutu secara khusus tentang masalah ini dan meminta orang-orang yang bekerja dengan baik menceritakan pengalaman mereka. Selama beberapa hari berikutnya, kami mulai bekerja sedikit lebih baik dan akhirnya bisa menenangkan hatiku. Jika segala sesuatunya berjalan seperti itu, kami akan bekerja sedikit lebih baik daripada bulan sebelumnya. Kupikir jika pekerjaanku makin baik, tidak melakukan kejahatan atau melakukan apa pun yang mengganggu, aku bisa tetap berada di gereja dan takkan dikeluarkan. Setelah itu, keteganganku mulai mereda. Menjelang akhir bulan, aku melihat hasil kerja kami sama seperti bulan sebelumnya. Kupikir jika kami bekerja dengan baik bulan itu, kami harus bekerja lebih baik pada bulan berikutnya agar terlihat aku membuat kemajuan, yang berarti aku harus berupaya lebih keras. Mengapa begitu menekan diri sendiri? Karena kami bekerja dengan baik bulan ini, aku pasti tak diberhentikan dan dikeluarkan. Aku benar-benar tenang ketika memikirkannya seperti itu dan merasa bebannya berkurang. Aku mulai hanya bekerja asal-asalan dan menjadi puas, Dan berhenti menindaklanjuti pekerjaan kami dengan saksama. Ketika saudara-saudari menyampaikan pergumulan mereka, aku tidak bersekutu untuk menyelesaikannya. Terkadang, aku tak melakukan apa pun ketika menemukan beberapa orang melanggar prinsip dalam tugas mereka, berpikir hanya beberapa orang yang memiliki masalah itu, dan itu tak masalah selama itu tidak memengaruhi efektivitas kami secara keseluruhan. Terkadang orang menjadi malas dalam tugas mereka dan tidak memiliki perasaan urgensi. Aku sadar itu masalah yang harus ditangani, tapi mengetahui hasil kami bulan ini bagus, kupikir bersikap malas adalah normal, jadi aku berpura-pura tidak melihatnya. Ketika hidup dalam keadaan itu, aku merasakan kegelapan rohani yang nyata. Aku tak mendapatkan pencerahan apa pun dari firman Tuhan atau menemukan masalah dalam pekerjaanku, dan bahkan mengantuk dan tertidur ketika merangkum pekerjaan kami. Aku baru mulai panik ketika melihat produktivitas kami terus menurun, kemudian bergegas mencari saudara-saudari untuk menemukan letak kesalahan kami.

Suatu kali, selama pertemuan seorang saudari berkata, beberapa orang takut diberhentikan ketika mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik, jadi mereka akan berupaya lebih keras. Kemudian, begitu mereka mendapatkan sedikit hasil, mereka menjadi rakus akan kenyamanan dan tidak terlalu terbeban. Dia berkata itu bersikap licik, dan merupakan tanda kelicikan. Ini membangkitkan beberapa perasaan bagiku. Mau tak mau aku merenungkan diri: ketika produktivitas kami menurun, aku bekerja lebih keras karena takut dipindahkan atau diberhentikan. Aku ingin mendapatkan hasil yang lebih baik. Ketika aku mendapatkan hasil yang lebih baik atau tetap sama, aku mendambakan kenyamanan dan tak merasakan urgensi sedikit pun dalam tugasku. Kupikir mendapatkan hasil yang konsisten setiap bulan dan tidak diberhentikan sudah cukup baik. Bukankah itu bersikap licik dan licin? Aku sadar itulah yang kulakukan setiap kali menghadapi situasi seperti itu. Aku selalu bertindak seperti itu. Saat itu aku merasa sedikit takut.

Aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan dalam perenunganku: "Saat ini, kesempatanmu untuk melaksanakan tugas tidak banyak, jadi engkau harus memanfaatkannya sebisa mungkin. Justru ketika dihadapkan dengan suatu tugaslah engkau harus mengerahkan dirimu; pada saat itulah, engkau harus mempersembahkan dirimu, mengorbankan dirimu untuk Tuhan, dan jika perlu, membayar harganya. Jangan menahan apa pun, menyimpan rencana apa pun, memberi ruang bagimu untuk mengatur siasat, atau mencadangkan jalan keluar untuk dirimu sendiri. Jika engkau memberi ruang bagimu sedikit saja untuk mengatur siasat, membuat perhitungan, atau bersikap licik dan curang, engkau pasti akan melakukan pekerjaan dengan buruk. Mungkin engkau berkata, 'Tak seorang pun melihatku berbuat licik. Keren sekali!' Pemikiran macam apa ini? Apakah menurutmu engkau telah menipu dan mengelabui orang, dan juga Tuhan? Namun kenyataannya, apakah Tuhan tahu atau tidak apa yang telah kaulakukan? Dia tahu. Sebenarnya, siapa pun yang berinteraksi denganmu selama beberapa waktu akan mengetahui kerusakan dan kejahatanmu, dan meskipun mereka mungkin tidak mengatakannya secara langsung, di dalam hatinya, mereka akan memiliki penilaian tentang dirimu di belakangmu. Ada banyak orang yang disingkapkan dan disingkirkan karena begitu banyak orang lain yang akhirnya mengenal mereka. Begitu semua orang mengetahui esensi mereka yang sebenarnya, mereka menyingkapkan siapa sebenarnya orang-orang itu dan mengeluarkan mereka. Jadi, entah orang mengejar kebenaran atau tidak, mereka haruslah melaksanakan tugas mereka dengan baik, dengan kemampuan terbaik mereka; mereka harus menggunakan hati nurani mereka untuk melakukan hal-hal nyata. Engkau mungkin memiliki kekurangan, tetapi jika engkau berhasil melaksanakan tugasmu, engkau tidak akan disingkirkan. Jika engkau selalu berpikir bahwa engkau baik-baik saja, bahwa engkau yakin tidak akan disingkirkan, dan engkau tetap tidak merenungkan dirimu atau berusaha mengenal dirimu sendiri, dan engkau mengabaikan tugas-tugasmu yang seharusnya, selalu ceroboh dan asal-asalan, maka ketika umat pilihan Tuhan benar-benar kehilangan kesabaran mereka terhadapmu, mereka akan menyingkapkan siapa dirimu yang sebenarnya, dan kemungkinan besar, engkau akan disingkirkan. Itu karena semua orang telah mengetahui dirimu yang sebenarnya dan engkau telah kehilangan martabat dan integritasmu. Jika tak seorang pun memercayaimu, mungkinkah Tuhan memercayaimu? Tuhan melihat lubuk hati kita yang terdalam: Dia sama sekali tidak bisa memercayai orang semacam itu" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan berkata sikap yang harus orang miliki dalam tugas adalah mengerahkan segenap hati mereka dan membayar harganya, mengerahkan seluruh tenaga mereka. Jika mereka mampu mendapatkan hasil yang baik dengan membayar harga sedikit lebih mahal tapi mereka menahan diri, puas dengan hanya mencapai sedikit dalam tugas mereka, itu artinya bermain-main dengan Tuhan, bersikap licik. Dan aku dapat memahami bahwa tentang perilakuku dalam tugas, aku puas mencapai sedikit hanya untuk memastikan aku tidak diberhentikan. Aku tak mencari cara untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan saudara-saudari, tapi bersikap asal-asalan ketika merangkum pekerjaan kami, dan ketika melihat orang melanggar prinsip dalam tugas mereka dan bersikap malas, kupikir itu tak masalah asalkan tidak memengaruhi pencapaian kami secara keseluruhan. Aku berpura-pura tidak melihatnya. Jelas, melakukan tugasku dengan sungguh-sungguh dan membayar harga sedikit lebih mahal dapat meningkatkan hasil kami, tapi aku tak mau menjadi lelah atau stres, jadi aku melakukan tipu muslihat. Dalam tugasku, aku bersikap licin, licik, dan menipu Tuhan. Itu benar-benar licik! Ketika meminta orang melakukan sesuatu, semua orang ingin menemukan orang yang jujur dan dapat diandalkan. Mereka dapat diandalkan dan menenangkan pikiran orang. Namun, jika kau memercayakan sesuatu kepada orang yang licin dan penuh tipu muslihat, mereka bukan saja takkan menyelesaikan tugas, tapi mereka dapat merusaknya jika mereka melakukan pekerjaan yang buruk. Orang semacam itu tak punya hati nurani atau nalar, atau standar perilaku dasar. Mereka tak layak dipercaya atau dipercayakan dengan apa pun. Aku melihat diriku sama seperti itu. Aku menerima amanat tapi tak mengerahkan segenap kemampuanku. Aku bermain-main dengan Tuhan dan licik. Sepertinya aku mendapatkan beberapa hasil dalam tugasku, dan orang lain tak melihat ada masalah, tapi Tuhan melihat semuanya, dan jika terus bersikap ceroboh dalam waktu lama, aku akan disingkapkan dan disingkirkan pada akhirnya. Itu membuatku teringat beberapa firman dari Tuhan: "Tuhan Yesus pernah berkata, 'Karena barang siapa yang memiliki, kepada dia akan diberikan, dan dia akan memilikinya lebih melimpah; tetapi barang siapa yang tidak memiliki, apa pun yang dia miliki akan diambil darinya' (Matius 13:12). Apa maksud dari perkataan ini? Maksudnya adalah jika engkau bahkan tidak melaksanakan atau mendedikasikan dirimu pada tugas atau pekerjaanmu sendiri, Tuhan akan mengambil apa yang pernah menjadi milikmu. Apa maksudnya 'mengambil'? Bagaimana rasanya, sebagai manusia? Mungkin engkau gagal mencapai apa yang bisa kaucapai dengan kualitas dan karuniamu, dan engkau tidak merasakan apa pun, dan sama seperti orang tidak percaya. Itulah artinya mengalami segalanya diambil oleh Tuhan. Jika, dalam tugasmu, engkau lalai, tidak membayar harga, dan tidak bersungguh-sungguh, Tuhan akan mengambil apa yang pernah menjadi milikmu, Dia akan mengambil kembali hak untuk melaksanakan tugasmu, Dia tidak akan memberimu hak ini" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Hanya dengan Bersikap Jujur Orang Dapat Hidup sebagai Manusia Sejati). Tuhan itu adil. Aku bersikap licik dan ceroboh dalam tugasku, tidak melakukan apa yang seharusnya kulakukan, apa yang mampu kulakukan, jadi Tuhan mengambil apa yang kumiliki sebelumnya—aku tak mampu menemukan masalah yang dahulu mampu kulihat, aku selalu mengantuk dalam tugasku, dan produktivitasku menurun. Ini Tuhan yang menyingkapkan watak-Nya kepadaku. Aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa, siap bertobat kepada-Nya, memohon Dia membimbingku mengenal diriku lebih baik.

Kemudian, suatu kali dalam pertemuan, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang sangat menyentuhku. Firman Tuhan katakan: "Tuhan mencintai orang yang jujur, tetapi membenci orang yang curang dan licik. Jika engkau bertindak sebagai orang yang curang dan berusaha melakukan tipu muslihat, bukankah Tuhan akan membencimu? Akankah rumah Tuhan membiarkanmu lolos begitu saja? Cepat atau lambat, engkau akan dimintai pertanggungjawaban. Tuhan menyukai orang yang jujur dan tidak menyukai orang yang curang. Semua orang harus memahami hal ini dengan jelas, dan berhentilah menjadi bingung dan melakukan hal-hal bodoh. Ketidaktahuan sesaat dapat dimengerti, tetapi sama sekali menolak untuk menerima kebenaran berarti dengan keras kepala menolak untuk berubah. Orang yang jujur dapat memikul tanggung jawab. Mereka tidak memikirkan keuntungan dan kerugian mereka sendiri, melainkan melindungi pekerjaan dan kepentingan rumah Tuhan. Mereka memiliki hati yang baik dan jujur seperti sebuah mangkuk berisi air jernih yang dapat orang lihat dasarnya dalam sekilas pandang. Juga ada transparansi dalam tindakan mereka. Orang yang curang selalu melakukan tipu muslihat, selalu menyamarkan segala sesuatu, menyembunyikan, dan mengemas diri mereka dengan begitu rapat sehingga tak seorang pun mengetahui diri mereka yang sebenarnya. Orang tidak dapat mengetahui pemikiran terdalammu yang sebenarnya, tetapi Tuhan dapat melihat hal-hal terdalam di lubuk hatimu. Jika Tuhan melihat bahwa engkau bukan orang yang jujur, bahwa engkau licik, bahwa engkau tidak pernah menerima kebenaran, bahwa engkau selalu berusaha untuk menipu-Nya dan engkau tidak menyerahkan hatimu kepada-Nya, maka Tuhan tidak akan mengasihimu, Dia akan membenci dan meninggalkanmu. Semua orang makmur di antara orang-orang tidak percaya—orang-orang yang fasih berbicara dan cerdas—orang macam apakah mereka? Apakah ini jelas bagimu? Apa esensi mereka? Dapat dikatakan bahwa mereka semua luar biasa cerdik, sangat licik dan licin, mereka adalah benar-benar Iblis si setan. Dapatkah Tuhan menyelamatkan orang seperti ini? Tidak ada yang lebih Tuhan benci selain setan-setan ini—orang-orang yang licik dan curang. Tuhan sama sekali tidak akan menyelamatkan orang-orang seperti itu, jadi apa pun yang engkau lakukan, jangan menjadi orang semacam ini. ... Bagaimana sikap Tuhan terhadap orang yang licik dan curang? Dia menolak mereka, Dia mengesampingkan mereka, dan tidak memedulikan mereka, Dia menganggap mereka sekelas dengan hewan. Di mata Tuhan, orang-orang seperti itu hanya mengenakan kulit manusia; pada dasarnya, mereka adalah sejenis Iblis si setan, mereka adalah mayat berjalan, dan Tuhan tidak akan pernah menyelamatkan mereka. Jadi, bagaimana keadaan orang-orang ini sekarang? Ada kegelapan di dalam hati mereka, mereka tidak memiliki iman yang sejati, dan mereka tidak pernah dicerahkan atau diterangi ketika sesuatu terjadi pada mereka; ketika menghadapi bencana dan kesengsaraan, mereka berdoa kepada Tuhan tetapi Tuhan tidak ada, mereka tidak memiliki ketergantungan sejati di dalam hati mereka. Demi diberkati, mereka berusaha berpura-pura, tetapi mereka tak mampu menahan diri, karena mereka tidak memiliki hati nurani atau akal sehat; mereka tak mampu menjadi orang baik meskipun mereka menginginkannya, mereka tak mampu menahan diri meskipun mereka ingin berhenti melakukan hal-hal buruk, mereka harus melakukan hal-hal ini. Mungkinkah mereka mampu mengenal diri mereka sendiri setelah mereka dikeluarkan dan disingkirkan? Meskipun mereka tahu bahwa mereka pantas mendapatkannya, mulut mereka tidak akan mengakuinya, dan meskipun kelihatannya mereka mampu melaksanakan beberapa tugas, mereka tetap berusaha untuk melakukan tipu muslihat, dan hampir tidak produktif. Jadi bagaimana menurutmu: apakah orang-orang ini mampu sungguh-sungguh bertobat? Sama sekali tidak. Karena mereka tidak memiliki hati nurani atau akal sehat, mereka tidak mencintai kebenaran. Tuhan tidak menyelamatkan orang yang licik dan jahat seperti itu. Harapan apa yang dimiliki orang-orang semacam itu dalam kepercayaan kepada Tuhan? Kepercayaan mereka kehilangan makna penting, dan mereka ditakdirkan untuk tidak mendapatkan apa pun. Jika, selama kepercayaan mereka kepada Tuhan, orang tidak mengejar kebenaran, maka seberapa pun lamanya mereka telah menjadi orang percaya; pada akhirnya, mereka tidak akan mendapatkan apa pun" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 4, Tanggung jawab para pemimpin dan pekerja). Melihat Tuhan menyebutkan "orang yang curang", "luar biasa cerdik", "sekelas dengan hewan", "Tuhan tidak akan pernah menyelamatkan mereka", dan "mereka ditakdirkan untuk tidak mendapatkan apa pun", benar-benar menghunjam hatiku. Aku merasa seperti itulah Tuhan mendefinisikan pendekatanku yang ceroboh dan licik terhadap tugasku. Aku selalu berpikir kau tak boleh terlalu jujur, dan harus berhitung dan punya rencana rahasia. Aku hidup dengan falsafah Iblis bahwa kau harus mengambil keuntungan, bukan dimanfaatkan, mempertimbangkan apakah aku akan mendapat manfaat atau tidak sebelum melakukan sesuatu, dan berharap mendapatkan hasil terbesar dengan upaya terkecil. Itulah yang disebut orang cerdas. Aku terus menjalankan falsafah hidup itu setelah percaya kepada Tuhan. Kupikir aku tak boleh terlalu jujur dalam tugasku atau mengerahkan segenap tenagaku, bahwa itu adalah kebodohan. Jika akhirnya aku tak diberkati, itu akan menjadi kerugian yang sangat besar bagiku, dan aku tak sanggup mengalami kerugian. Aku ingin berupaya sedikit tapi mendapatkan berkat yang besar, berpikir itulah arti cerdas. Jadi aku akan selalu berusaha dengan segenap kekuatan dalam tugasku dengan kesembronoan, membaca situasi, dan berhitung. Ketika produktivitas tinggi, aku menikmati beberapa hari istirahat. Bahkan ketika melihat ada masalah dalam pekerjaan, jika itu tidak memengaruhi keefektifan kami dan aku takkan diberhentikan atau dikeluarkan, aku tak punya perasaan urgensi, dan hanya mengalir melewati hari-hari. Jika kami bekerja dengan buruk dan aku akan menanggung konsekuensinya, aku akan bekerja keras, mencari penyebabnya, dan menyelesaikan masalah. Setelah kami mendapatkan beberapa hasil, kecemasanku akan hilang dan aku akan mulai menikmati kenyamananku dan beristirahat lebih banyak. Aku sangat licik! Bagaimana itu bisa dikatakan melakukan tugas atau setia kepada Tuhan? Kupikir aku cerdas, dan bermain-main dengan Tuhan, tapi Tuhan melihat semuanya. Tuhan pasti tak mau menyelamatkan orang yang selalu licik dalam tugas mereka. Tuhan menyukai orang yang jujur—orang jujur membuka hati mereka kepada Tuhan. Mereka bersungguh-sungguh dalam tugas. Mereka memenuhi tanggung jawab mereka dan memberikan segala yang mereka miliki, dan tidak mencadangkan jalan keluar untuk diri mereka sendiri atau memikirkan apakah mereka akan diberkati atau tidak. Tuhan akan memberkati orang semacam itu. Sebagai pemimpin pekerjaan penginjilan, aku bersikap licik, ceroboh, dan tidak peduli untuk membuat kemajuan menyebabkan orang lain tidak menyelesaikan keadaan negatif mereka tepat waktu dan produktivitas kerja mereka menurun. Itu bukan saja merugikan saudara-saudari, tapi juga menghambat pekerjaan penginjilan. Aku merasa sangat menyesal dan mencela diri sendiri ketika memikirkan hal itu. Aku berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan dan berjanji di hadapan-Nya bahwa aku akan mengerahkan segenap tenagaku dalam tugasku sejak saat itu, dan berhenti bersikap licik dan ceroboh.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dalam perenunganku yang membantuku memahami arti melaksanakan tugas. Firman Tuhan katakan: "Tugas apa pun yang manusia lakukan, adakah yang lebih pantas daripada hal ini? Ini adalah hal yang paling indah dan benar di antara manusia. Makhluk ciptaan harus melaksanakan tugas mereka untuk menerima perkenanan Sang Pencipta. Makhluk ciptaan hidup di bawah kekuasaan Tuhan, dan mereka menerima semua yang disediakan oleh Tuhan dan segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, jadi mereka harus memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka. Ini ditetapkan oleh surga dan diakui oleh bumi; ini adalah ketetapan Tuhan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa bagi orang yang melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, itu adalah hal yang lebih benar, lebih indah, dan lebih mulia daripada apa pun juga sementara hidup di dunia manusia; tidak ada yang lebih bermakna atau berharga di antara manusia, dan tidak ada yang lebih bermakna dan bernilai bagi kehidupan makhluk ciptaan selain melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan. Di bumi, hanya kelompok orang yang sungguh-sungguh dan dengan tulus melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaanlah yang menaati Sang Pencipta. Kelompok ini tidak mengikuti tren dunia luar; mereka menaati pimpinan dan tuntunan Tuhan, mereka hanya mendengarkan firman Sang Pencipta, mereka menerima kebenaran yang diungkapkan Sang Pencipta, mereka hidup berdasarkan firman Sang Pencipta. Ini adalah kesaksian yang paling benar, paling meyakinkan, dan ini adalah kesaksian iman yang terbaik kepada Tuhan. Dalam hal makhluk ciptaan mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan, mampu memuaskan Sang Pencipta, itu adalah hal yang paling menakjubkan, dan merupakan sesuatu yang harus dipuji di antara umat manusia. Apa pun yang dipercayakan oleh Sang Pencipta kepada makhluk ciptaan haruslah diterima oleh mereka tanpa syarat; bagi umat manusia, ini adalah sesuatu yang diberkati dan mulia, dan bagi semua orang yang melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan, tidak ada yang lebih menakjubkan atau layak untuk dirayakan—itu adalah sesuatu yang positif. ... Hal yang begitu indah dan begitu besar diubah oleh para antikristus menjadi sebuah transaksi, di mana mereka meminta mahkota dan upah dari tangan Sang Pencipta. Transaksi semacam itu mengubah sesuatu yang paling indah dan benar menjadi sesuatu yang paling buruk dan jahat. Bukankah ini yang para antikristus lakukan? Dilihat dari sudut pandang ini, apakah para antikristus itu jahat? Mereka memang sangat jahat! Ini hanyalah perwujudan dari salah satu aspek kejahatan mereka" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 3, Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Tujuh)). Membaca firman Tuhan yang menyingkapkan memiliki dampak yang besar bagiku. Tuhan secara diam-diam memberikan segalanya untuk menyelamatkan manusia yang rusak, membekali kita dengan apa yang kita butuhkan dan memberi kita kesempatan untuk melakukan tugas sehingga dalam prosesnya, kita dapat mencari kebenaran dan menyelesaikan watak rusak kita, tunduk kepada Tuhan, setia kepada-Nya, dan memperoleh keselamatan-Nya. Melakukan tugas di rumah Tuhan adalah tanggung jawab kita, tugas kita, dan itu Tuhan sedang memberi kita kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan diselamatkan. Ini tugas terindah dan paling tulus yang dapat dilakukan orang. Namun, antikristus mengambil hal yang indah dan benar ini dan mengubahnya menjadi sesuatu yang transaksional. Mereka berpegang pada harapan untuk diberkati dalam iman dan tugas mereka. Mereka tak mungkin memiliki iman yang sejati, atau menderita dan membayar harga. Mereka orang tidak percaya yang khas dan oportunis. Melihat caraku bertindak dalam tugasku, bukankah aku sama seperti mereka? Aku tidak memikirkan kehendak Tuhan dalam tugasku, tapi selalu menyembunyikan sesuatu. Ingin menukar pemberian kecil dengan keuntungan besar, bermain-main dengan Tuhan dan berhitung. Bukankah aku mengubah tugasku menjadi sesuatu yang transaksional? Aku bukan orang percaya. Dahulu aku selalu berpikir, asalkan aku berhasil dalam tugasku, dapat tetap berada di gereja, dan tidak diberhentikan, aku dapat diselamatkan. Namun akhirnya aku sadar itu adalah gagasan dan imajinasiku sendiri yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Tuhan tak pernah berkata menyelesaikan sedikit dalam tugasmu, tidak melakukan kejahatan atau diberhentikan dan dikeluarkan berarti kau akan diselamatkan. Tuhan menentukan apakah orang dapat diselamatkan atau tidak berdasarkan apakah mereka mengejar kebenaran, apakah mereka masuk ke dalam kebenaran dalam tugas mereka, dan apakah mereka menyelesaikan watak rusak mereka atau tidak. Tidak ada jalan pintas lainnya. Tuhan ingin orang bersikap tulus. Jika orang selalu licik dan ceroboh dalam tugas mereka, meskipun mencapai beberapa hal, Tuhan membenci watak semacam itu. Mereka akhirnya akan disingkapkan dan disingkirkan Tuhan. Aku teringat sesuatu yang Tuhan Yesus katakan: "Jadi karena engkau suam-suam kuku dan tidak panas atau dingin, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku" (Wahyu 3:16). Aku tidak memikirkan kemajuan dalam tugasku, tapi melakukannya dengan pengulangan, Bukankah sikap tidak panas atau dingin itu hanyalah suam-suam kuku? Akankah Tuhan memuntahkanku dari mulut-Nya? Mengetahui bahwa watak Tuhan tidak menoleransi pelanggaran, itu menakutkan bagiku. Aku berdoa, "Tuhan, aku mau bertobat. Mulai sekarang aku akan berupaya sebaik mungkin dalam pekerjaanku, dan kumohon disiplinkan aku jika aku asal-asalan."

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku jalan penerapan. "Ketika orang melaksanakan tugas mereka, mereka sebenarnya sedang melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika engkau melakukannya di hadapan Tuhan, jika engkau melaksanakan tugasmu dan tunduk kepada Tuhan dengan sikap yang jujur dan dengan hatimu, bukankah sikap ini jauh lebih tepat? Jadi, bagaimana seharusnya engkau menerapkan sikap ini dalam kehidupanmu sehari-hari? Engkau harus membuat 'menyembah Tuhan dengan hati dan kejujuran' menjadi kenyataanmu. Setiap kali engkau ingin kendur dan bersikap asal-asalan, setiap kali engkau ingin bertindak dengan cara yang licin dan malas, dan setiap kali engkau teralihkan atau lebih suka bersenang-senang, engkau harus pikirkan hal ini baik-baik: 'Dengan berperilaku seperti ini, apakah aku tidak dapat dipercaya? Apakah aku sedang bersikap sepenuh hati dalam melakukan tugasku? Apakah aku sedang bersikap tidak setia dengan melakukan hal ini? Dengan melakukan hal ini, apakah aku gagal untuk hidup sesuai dengan amanat yang telah Tuhan percayakan kepadaku?' Beginilah caranya engkau harus merenungkan dirimu sendiri. Jika engkau akhirnya dapat mengetahui bahwa engkau selalu ceroboh dan asal-asalan dalam tugasmu, dan tidak setia, dan bahwa engkau telah menyakiti Tuhan, apa yang harus kaulakukan? Engkau harus berkata, 'Pada saat itu, aku merasa ada sesuatu yang salah di sini, tetapi aku tidak menganggapnya masalah; aku hanya mengabaikannya dengan ceroboh. Baru sekarang kusadari bahwa aku sebenarnya telah bersikap ceroboh dan asal-asalan, bahwa aku tidak memenuhi tanggung jawabku. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani dan nalar!' Engkau telah menemukan masalahnya dan mulai sedikit mengenal dirimu sendiri—jadi sekarang, engkau harus berbalik! Sikapmu dalam melakukan tugasmu salah. Engkau ceroboh dengan itu, seperti dengan pekerjaan tambahan, dan engkau tidak mengerahkan segenap hatimu ke dalamnya. Jika engkau kembali ceroboh dan asal-asalan seperti ini, engkau harus berdoa kepada Tuhan dan memohon agar Dia mendisiplinkan dan menghajarmu. Orang haruslah memiliki keinginan seperti itu ketika melaksanakan tugas mereka. Hanya dengan cara demikianlah mereka dapat sungguh-sungguh bertobat. Orang membalikkan dirinya hanya jika hati nurani mereka bersih dan sikap mereka terhadap pelaksanaan tugas mereka berubah. Dan ketika orang bertobat, mereka juga harus sering merenungkan apakah mereka benar-benar telah mengerahkan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan mereka untuk melaksanakan tugas mereka; kemudian, dengan menggunakan firman Tuhan sebagai ukuran dan menerapkannya pada diri mereka sendiri, mereka akan mengetahui masalah apa yang masih ada dalam pelaksanaan tugas mereka. Dengan selalu menyelesaikan masalah dengan cara seperti ini, berdasarkan firman Tuhan, bukankah orang melaksanakan tugas mereka dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan mereka berkaitan dengan kenyataan? Bukankah orang yang melakukan tugas mereka seperti ini melaksanakannya dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan mereka?" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Hanya dengan Sering Membaca Firman Tuhan dan Merenungkan Kebenaran, Ada Jalan ke Depan). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan yang jelas. Aku harus menggunakan hatiku dan bersikap jujur dalam tugasku, rela membayar harga, penuh perhatian dan bertanggung jawab, dan mengerahkan segenap tenagaku agar dapat melakukan tugasku dengan baik dan memuaskan Tuhan. Selain itu, ketika ingin bersikap ceroboh dan malas, aku harus berdoa, meninggalkan daging, dan memohon pendisiplinan dan hajaran Tuhan. Dengan begitu, aku takkan mengikuti keinginan daging.

Aku mengikuti firman Tuhan setelah itu. Aku memikirkan bagaimana melakukan tugasku dengan baik dan menjadi lebih produktif. Aku tahu semua saudara-saudari dalam tim memiliki kelebihan dan kekurangan mereka. Aku memikirkan tentang bagaimana mengatur pekerjaan semua orang untuk membuat kelebihan mereka berkembang, dan membantu mereka di bidang yang mereka kurang mampu. Selain itu, sebelumnya, aku merasa aku adalah pengawas, Asalkan aku mampu menangani pekerjaan dengan baik dan orang lain melakukan tugasnya dengan baik, itu berarti aku melakukannya dengan baik, jadi aku bisa menikmati sedikit waktu luang. Sekarang, aku menetapkan tujuan bagi diriku untuk melakukan tugasku dengan kemampuan terbaikku. Jadwalku menjadi sangat penuh setiap hari, lebih sibuk dari sebelumnya, dan terkadang aku sangat lelah, tapi aku merasa benar-benar tenang, damai. Dan di luar dugaan, bulan berikutnya produktivitas kami meningkat secara signifikan. Aku sangat senang. Aku dapat memahami Tuhan ingin kita bersikap tulus. Ketika aku mengubah perspektifku dan benar-benar bekerja sama dengan Tuhan, aku bisa melihat berkat-Nya. Syukur kepada Tuhan!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Kesadaran Yang Terlambat

Oleh Saudari Lin Min, Tiongkok Tahun 2013, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Saat itu, aku sangat antusias. Aku...