Membebaskan Diri dari Kubangan Kekayaan dan Ketenaran

22 Februari 2025

Saat aku masih muda, keluargaku miskin dan orang-orang sering meremehkan kami. Jadi kupikir, "Saat aku dewasa nanti, aku harus menghasilkan banyak uang agar mereka bisa menghormatiku." Lalu, aku menikah, tetapi keluarga suamiku juga miskin. Aku mencari berbagai cara untuk mendapatkan uang di mana pun kubisa dan tidak pernah melepaskan kesempatan apa pun. Kami mencoba mengemudikan taksi dan menjual sayuran, tetapi tidak menghasilkan banyak uang. Namun, aku tidak menyerah. Aku melihat sepupuku menghasilkan banyak uang dari budi daya jamur tiram dan membangun rumah yang bagus dengan sangat cepat. Jadi, aku memutuskan untuk belajar bertani jamur darinya. Kami bekerja keras dari musim gugur hingga musim semi, tetapi ketika jamur kami beredar di pasaran, terjadi kelebihan pasokan, dan jamur ada di mana-mana. Kami akhirnya tidak menghasilkan uang. Usaha kami selama setengah tahun sia-sia. Selama berjam-jam membungkuk saat melakukan pekerjaan menyebabkan saraf terjepit. Aku menghabiskan banyak uang untuk mencari pengobatan medis ke mana-mana, sehingga memperburuk situasi keuangan kami yang sudah buruk. Tetap saja, aku tidak menyerah. Suatu hari, aku melihat laporan berita tentang sebuah peternakan merpati besar yang menghasilkan jutaan yuan per tahun. Mataku berbinar, "Jutaan! Tidak ada peternakan merpati di sekitar sini. Jika aku memulainya sekarang, aku mungkin menjadi bos dalam beberapa tahun." Jadi, kami mengambil pinjaman untuk mulai beternak merpati. Melihat burung merpati berkembang biak membuatku merasa sangat bersemangat dan termotivasi. Namun, saat kami siap untuk menjual ternak pertama kami, wabah flu burung melanda, dan kami kehilangan lebih dari 20.000 yuan. Memikirkan kehilangan uang setelah bekerja keras selama setahun rasanya seperti pisau yang menyayat hatiku. Pada malam hari, sambil berbaring di tempat tidur, aku menangis dan bertanya pada diri sendiri, "Mengapa nasibku begitu kejam? Mengapa begitu sulit bagiku untuk menghasilkan uang ketika orang lain tampak begitu mudah melakukannya?" Stres tersebut berdampak pada kesehatanku. Aku tidak bisa tidur atau makan dan perutku sakit. Berat badanku turun menjadi sedikit di atas empat puluh kilogram dan aku terhuyung-huyung saat berjalan. Meskipun begitu, aku menolak untuk menyerah dan berpikir, "Aku memiliki otak dan dua tangan seperti orang lain. Aku tidak kalah pintar dari orang lain. Aku tidak percaya bahwa aku tidak bisa menghasilkan uang! Aku harus mencobanya lagi!" Belakangan, aku mendengar bahwa menjual barbeku itu menguntungkan. Walaupun kesehatanku buruk, aku pergi ke kota lain untuk mempelajari keterampilan itu. Setelah pulang ke rumah, aku membuka restoran barbeku. Karena persaingan yang ketat, bisnis itu tidak bertahan lama sebelum aku terpaksa menutupnya. Aku tidak mengerti mengapa orang lain bisa sukses dalam bisnis yang sama, menghasilkan 3.000 yuan per malam, sementara aku tidak bisa menghasilkan sepeser pun. Aku ingat ibuku sering mengatakan padaku bahwa aku memiliki "ambisi yang besar tetapi nasib yang rapuh". Aku memikirkan bagaimana saudariku menghasilkan banyak uang dalam beberapa tahun dengan bisnis sayurannya dan membangun rumah yang bagus, dengan tabungan ratusan ribu, sementara aku telah berjuang dan gagal selama lebih dari satu dekade. Apakah itu benar-benar nasibku? Makin aku memikirkannya, makin aku merasa tertekan. Aku terpuruk dalam keputusasaan, merasa tidak ada harapan, dan sakit selama berhari-hari, tidak ingin bergerak, berharap aku bisa tidur selamanya, dan tidak bangun lagi. Hidup ini terlalu berat. Suamiku juga melampiaskan kesedihannya dengan minum alkohol setiap hari.

Setelah itu, kami memulai bisnis sarapan kami. Tak disangka, bisnis ini berjalan dengan sangat baik. Kami harus bangun jam satu pagi setiap hari dan bekerja sampai jam sepuluh pagi sebelum kami sendiri bisa sarapan. Kelaparan seperti ini memperburuk masalah perutku, dan aku menderita asam lambung serta gula darah rendah. Hal ini juga menyebabkan spondilosis servikal pada suamiku, yang menyebabkan lengannya mati rasa dan nyeri. Dokter menyarankannya agar mengambil cuti beberapa hari untuk menjalani terapi intravena. Namun, dia merasa dipasangi infus setiap hari sangat membuang-buang waktu, dan sangat disayangkan jika harus melewatkan pendapatan harian sebesar seribu yuan. Dia memilih obat pereda nyeri sebagai gantinya, dan berencana untuk mencari pengobatan yang tepat ketika bisnis mulai melambat. Kondisinya memburuk seiring berjalannya waktu. Dia membutuhkan makin banyak obat pereda nyeri, mulai dari satu pil sekali minum menjadi dua atau tiga pil. Saat rasa sakitnya makin parah, dia akan memakiku, dan emosinya menjadi makin mudah tersinggung. Kami menjadi hampir tidak pernah lagi berkomunikasi, selain bertengkar. Rasa sakit fisik dan tekanan pada pikiran dan jiwaku membuatku merasa tersesat. Apa gunanya semua kerja keras ini? Aku merasa seperti mesin, bekerja dari pagi hingga malam. Aku sangat kelelahan sampai-sampai pinggangku terasa nyeri dan punggungku sakit. Kami mendapatkan uang, tetapi tidak memiliki waktu untuk menikmatinya. Kami sering mengatakan bahwa uang akan membawa kebahagiaan, tetapi mengapa aku merasa lebih menderita walaupun memiliki uang?

Setahun kemudian, kami kembali ke kampung halaman untuk membangun rumah baru. Aku merasakan sebuah pencapaian, memikirkan bagaimana kami akhirnya bisa hidup di rumah yang bagus setelah berjuang selama belasan tahun atau lebih. Tetangga, kerabat, dan teman-teman kami memuji kemampuan serta keberanian kami, dan mereka bahkan secara proaktif membantu kami mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembangunan. Sekretaris cabang Partai di desa tersebut juga memberi kami bantuan khusus dengan mendapatkan persetujuan untuk pekerjaan pembangunan kami. Aku merasa berbeda karena memiliki banyak uang dan semuanya tampak berjalan lebih lancar. Namun kemudian, ketika segala sesuatunya mulai membaik bagi kami, tragedi melanda. Setelah kami merobohkan rumah lama kami, suamiku mengeluhkan sakit leher yang parah dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit desa. Pada saat aku tiba, dokter segera memberitahuku, "Kau datang tepat waktu! Suamimu dalam kondisi kritis!" Pikiranku mendadak kosong. "Ini tidak mungkin," pikirku, "Suamiku selalu dalam keadaan sehat dan bahkan jarang sekali terserang flu sejak kami menikah. Bagaimana bisa dia sekarat sekarang?" Aku bergegas ke bangsal dan melihat suamiku terbaring di sana. Raut wajahnya gelap dan matanya terpejam. Aku meraih tangannya dan terisak, memanggil namanya, tetapi dia tidak pernah bangun lagi. Dokter menjelaskan bahwa suamiku menderita stroke akut, kemungkinan berhubungan dengan kondisi tulang belakang lehernya yang menekan pembuluh darahnya dan dengan demikian menghambat peredaran darahnya. Kematian suamiku yang mendadak membuatku linglung. "Bagaimana seorang wanita dengan dua anak sepertiku bisa bertahan hidup?" Kupikir, "Yang aku inginkan hanyalah meningkatkan kehidupan kami dan tidak diremehkan. Setelah bertahun-tahun bekerja keras, tepat ketika keadaan mulai membaik, suamiku tiba-tiba meninggal dunia. Mengapa semua yang kuharapkan tampak begitu jauh dan di luar jangkauan?" Aku mengurung diri di kamar dan terus-menerus menangis. Para saudari yang khawatir bahwa aku mungkin melukai diriku sendiri, bergantian mengunjungiku setiap hari. Namun, mereka hanya bisa mengucapkan beberapa kata penghiburan, yang sepenuhnya tidak mampu menghilangkan kesedihan di hatiku.

Lalu, seorang kerabat mengajak seorang saudari untuk membagikan Injil kepadaku. Saudari itu membacakan sebuah bagian firman Tuhan kepadaku: "Yang Mahakuasa berbelas kasihan kepada orang-orang yang sudah sangat menderita ini; pada saat yang sama, Dia sangat membenci orang-orang yang tidak memiliki kesadaran ini, karena Dia harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan jawaban dari umat manusia. Dia ingin mencari, mencari hati dan rohmu, untuk membawakanmu air dan makanan, serta membangunkanmu, agar engkau tidak akan haus dan lapar lagi. Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya ketandusan yang suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu setiap saat. Dia berjaga di sisimu, menantikanmu untuk berbalik. Dia menantikan hari ketika engkau tiba-tiba memperoleh kembali ingatanmu: ketika engkau menyadari bahwa engkau berasal dari Tuhan, bahwa, entah kapan, engkau kehilangan arah, entah kapan, engkau kehilangan kesadaran di jalan, dan entah kapan, engkau mendapatkan seorang 'bapa'; selanjutnya, ketika engkau menyadari bahwa Yang Mahakuasa selama ini selalu berjaga, menantikan di sana sangat lama untuk kedatanganmu kembali. Dia telah menanti dengan penuh kerinduan, menunggu respons tanpa jawaban. Penjagaan dan penantian-Nya begitu tak ternilai, dan semua itu adalah demi hati manusia dan roh manusia. Mungkin penjagaan dan penantian ini tidak berbatas waktu, dan mungkin semua itu sudah berakhir. Namun, engkau harus tahu persis di mana hati dan rohmu berada saat ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keluhan Yang Mahakuasa"). Begitu aku mendengar "Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya ketandusan yang suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. ... Dia berjaga di sisimu, menantikanmu untuk berbalik." air mata mengalir di wajahku tanpa kusadari. Aku merenungkan kesukaran yang telah kutanggung selama bertahun-tahun, dan siksaan menyakitkan tak terlukiskan yang telah kualami. Orang tuaku telah meninggal dunia dan suamiku juga telah tiada. Kepada siapa aku dapat mengungkapkan kepedihan batinku? Siapa yang bisa memahami? Firman Tuhan menyentuh hatiku dan batinku terasa hangat. Aku ingin sekali mengungkapkan semua kepedihan yang telah menumpuk di hatiku, tetapi aku tidak tahu harus mulai dari mana. Aku hanya terus menangis. Saudari itu berkata, "Aku memahami apa yang kau rasakan. Apa yang kami katakan hanya dapat menghiburmu, tetapi kami tidak benar-benar bisa mengatasi kepedihanmu. Hanya Tuhan yang dapat mengatasi kepedihan kita." Aku bertanya, "Dari mana asal semua kepedihan ini? Bisakah Tuhan benar-benar mengatasinya?" Saudari itu kemudian membacakan sebuah bagian dari firman Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku: "Ada rahasia yang sangat besar di dalam hatimu, yang belum pernah kausadari, karena selama ini engkau telah hidup dalam dunia tanpa cahaya. Hati dan rohmu telah direnggut si jahat. Matamu dikaburkan oleh kegelapan, dan engkau tidak dapat melihat baik matahari di langit maupun bintang yang berkelap-kelip di malam hari. Telingamu tersumbat dengan kata-kata yang menipu, dan engkau tidak mendengar suara Yahweh seperti deru guruh ataupun bunyi air bah yang mengalir dari takhta. Engkau telah kehilangan segala sesuatu yang seharusnya menjadi milikmu, semua yang dianugerahkan Yang Mahakuasa kepadamu. Engkau telah memasuki lautan penderitaan tak bertepi, tanpa kekuatan untuk menyelamatkan dirimu sendiri, tanpa harapan untuk bertahan hidup, dan satu-satunya yang kaulakukan hanyalah berjuang dan bergerak dengan terburu-buru .... Sejak saat itu dan seterusnya, engkau ditakdirkan untuk disiksa oleh si jahat, jauh dari berkat-berkat Yang Mahakuasa, berada jauh dari perbekalan Yang Mahakuasa, menapaki jalan tanpa bisa kembali. Jutaan panggilan pun sulit membangunkan hati dan rohmu. Engkau tertidur lelap di tangan si jahat, yang telah memikatmu ke dalam alam tanpa batas, tanpa arah, dan tanpa petunjuk jalan. Selanjutnya, engkau kehilangan kemurnian dan kesucianmu yang mula-mula, dan mulai menjauhi pemeliharaan Yang Mahakuasa. Di dalam hatimu, si jahat mengarahkanmu dalam segala hal dan dia telah menjadi hidupmu. Engkau tidak lagi takut terhadapnya, menghindarinya, atau meragukannya; engkau justru memperlakukannya sebagai tuhan di dalam hatimu. Engkau mulai memuja dan menyembahnya, kalian berdua menjadi tidak terpisahkan bagaikan tubuh dan bayangannya, berkomitmen untuk hidup dan mati bersama-sama. Engkau tidak tahu dari mana asalmu, alasan engkau dilahirkan, atau alasan engkau akan mati. Engkau memandang Yang Mahakuasa sebagai sosok asing; engkau tidak mengetahui asal-usul-Nya, apalagi segala sesuatu yang telah Dia lakukan untukmu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keluhan Yang Mahakuasa"). Saudari itu bersekutu denganku, "Tuhan telah menyingkapkan akar penyebab penderitaan manusia. Pada mulanya, Tuhan menciptakan manusia dan menuntun mereka untuk hidup di Taman Eden. Saat itu, manusia mendengarkan Tuhan, hidup tanpa beban, dan tidak mengalami penderitaan serta masalah ini. Namun, setelah dicobai dan dirusak oleh Iblis, manusia mengkhianati Tuhan, menyimpang dari pemeliharaan serta perlindungan-Nya, dan berada di bawah kuasa Iblis. Sekarang manusia hidup dalam dosa, berkomplot, saling menipu, berkelahi, dan menjebak satu sama lain demi uang, status, ketenaran, serta keuntungan, dan bahkan ada yang berpikir untuk bunuh diri. Semua penderitaan ini disebabkan oleh Iblis. Selama ribuan tahun, Iblis telah menanamkan banyak falsafah kepada manusia tentang cara berinteraksi dengan orang lain dan banyak kekeliruan, seperti 'Uang membuat dunia berputar,' 'Ciptakan kehidupan yang lebih baik dengan tanganmu sendiri,' dan 'Nasib seseorang berada di tangannya sendiri'. Orang-orang lebih memilih untuk memercayai perkataan setan si Iblis daripada kedaulatan Tuhan, hidup dan mengejar berdasarkan aturan-aturan kelangsungan hidup Iblis. Tanpa kepemimpinan dan bimbingan Tuhan, orang secara pasif mengikuti tren masyarakat yang jahat, dengan susah payah mengejar uang, status, ketenaran, dan keuntungan tahun demi tahun, tanpa memahami makna kehidupan, atau dari mana mereka berasal atau ke mana mereka akan pergi. Semua ini membuat mereka merasa hampa dan sangat sedih. Meskipun manusia telah mengkhianati Tuhan, Dia tidak menyerah untuk menyelamatkan manusia. Tuhan telah memimpin dan menyelamatkan manusia selama 6.000 tahun Dia telah melakukan pekerjaan-Nya, menunggu manusia untuk kembali kepada-Nya. Pada akhir zaman, Tuhan Yang Mahakuasa, sang Juruselamat, telah turun langsung ke bumi, mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan manusia. Hanya dengan menerima kebenaran yang Tuhan ungkapkan, manusia bisa mengenali rencana jahat Iblis, dan melarikan diri dari kerusakan serta siksaan Iblis." Saat mendengarkan para saudari, aku merasa sangat tersentuh. Bukankah ini persis seperti situasiku? Aku telah bekerja tanpa lelah siang dan malam, hanya untuk mendapatkan lebih banyak uang dengan harapan bahwa suatu hari nanti aku bisa melampaui yang lain serta mendapatkan rasa hormat dari orang-orang, dan berakhir dengan kelelahan dan penyakit, masih merasa hampa dan sedih setelah semua itu. Namun, aku tidak pernah mempertanyakan apakah hidup seperti ini salah atau tidak. Karena itu sudah terjadi turun-temurun, bukan? Bagaimana bisa aku menjadi pengecualian? Baru sekarang aku memahami bahwa semua penderitaan ini disebabkan oleh kerusakan dan siksaan Iblis. Jika bukan karena Tuhan Yang Mahakuasa yang menyingkapkan gambaran sebenarnya tentang kerusakan Iblis terhadap manusia, aku tidak akan pernah menyadari semua ini dan akan terus disesatkan oleh Iblis, serta berjuang dalam kepedihan.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Karena orang tidak mengetahui pengaturan Tuhan dan kedaulatan Tuhan, mereka selalu menghadapi nasib dengan menentang dan dengan sikap memberontak, dan mereka selalu ingin melepaskan diri dari otoritas dan kedaulatan Tuhan dan hal-hal yang telah ditentukan sebagai nasib mereka, berharap dengan sia-sia untuk mengubah keadaan mereka saat ini dan mengubah nasib mereka. Namun, mereka tidak pernah bisa berhasil dan mereka gagal pada setiap kesempatan. Pergumulan ini, yang terjadi jauh di dalam jiwa mereka, menyebabkan rasa sakit ini menusuk ke dalam tulang-tulang mereka, dan pada saat yang sama membuat mereka menyia-nyiakan hidup mereka. Apa penyebab penderitaan ini? Apakah karena kedaulatan Tuhan, ataukah karena seseorang dilahirkan tidak beruntung? Jelaslah bahwa keduanya tidak benar. Pada dasarnya, ini disebabkan oleh jalan yang orang ambil, cara-cara yang mereka pilih untuk menjalani hidup mereka. ... jika orang tidak dapat benar-benar menyadari fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia dan atas segala hal yang berkenaan dengan manusia, jika mereka tidak dapat benar-benar tunduk pada kekuasaan Sang Pencipta, akan sulit bagi mereka untuk tidak dikendalikan dan dibelenggu oleh gagasan bahwa 'nasib orang berada di tangannya sendiri'. Akan sulit bagi mereka untuk menyingkirkan kepedihan dari pergumulan hebat mereka melawan nasib dan otoritas Sang Pencipta, dan tentu saja, akan sulit bagi mereka untuk menjadi benar-benar bebas dan dimerdekakan, untuk menjadi orang-orang yang menyembah Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Saat aku membaca firman Tuhan, air mata mengalir di wajahku, dan pengalaman masa laluku terputar kembali dengan jelas dalam benakku. Agar tidak dipandang rendah, aku memutar otak dan berusaha mati-matian untuk menghasilkan uang, percaya bahwa melalui ketekunan dan kerja keras saja, aku bisa mengubah takdirku dengan tanganku sendiri. Setiap kali aku gagal, aku tetap mempertahankan mentalitas yang menantang, berpikir bahwa jika orang lain yang memiliki otak dan dua tangan bisa menjadi kaya, aku pun bisa jika berusaha keras. Lagi pula, aku memiliki otak dan dua tanganku sendiri, serta tidak kalah pintarnya dari mereka. Kupikir kegagalanku di masa lalu disebabkan oleh tidak adanya pengalaman atau tidak memiliki kesempatan yang tepat. Aku telah memperlakukan kekeliruan seperti "Kau harus menanggung penderitaan yang sangat besar agar bisa unggul dari yang lain," dan "Ubahlah takdirmu dengan tanganmu sendiri" sebagai pepatah bijak, dan tidak peduli berapa kali pun aku gagal, aku terus-menerus berjuang melawan nasibku dengan mentalitas pantang menyerah, dengan keyakinan bahwa kerja keras bisa mengubah takdir, dan terus-menerus berusaha untuk menjadi lebih unggul daripada orang lain. Hal ini telah membuatku menderita beragam penyakit dan bahkan merenggut nyawa suamiku. Semua ini terjadi karena kerusakan dan siksaan Iblis! Di masa lalu, aku sering menyalahkan nasib karena tidak adil kepadaku. Baru sekarang aku menyadari bahwa itu bukan karena Tuhan memperlakukanku dengan tidak baik atau karena nasibku buruk. Sebaliknya, pilihan jalan dan cara hidupkulah yang salah. Aku tidak mengakui kedaulatan Tuhan dan tidak bisa tunduk kepada pengaturan dan penataan-Nya. Aku selalu ingin mengubah situasi dan takdirku saat ini dengan tanganku sendiri. Demi uang, ketenaran, dan keuntungan, aku telah berjuang dan menderita selama lebih dari satu dekade. Baru sekarang aku menyadari bahwa semua penderitaan ini berasal dari kerusakan dan siksaan oleh Iblis karena aku mengabaikan kebenaran. Sejak saat itu, setiap kali aku memiliki waktu, aku akan membaca firman Tuhan, selalu bersemangat untuk memahami lebih banyak kebenaran.

Suatu hari, aku membaca sebuah bagian firman Tuhan: "Sebenarnya, seluhur apa pun cita-cita manusia, serealistis apa pun keinginan manusia, atau seberapa pantas tampaknya hal-hal tersebut, semua yang ingin dicapai manusia, semua yang dicari manusia, terkait erat dengan dua kata. Kedua kata ini sangat penting bagi kehidupan setiap orang, dan kedua kata ini adalah hal-hal yang ingin Iblis tanamkan dalam diri manusia. Apakah kedua kata ini? Kedua kata ini adalah 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Iblis menggunakan metode yang sangat ringan semacam ini, sebuah metode yang sangat selaras dengan gagasan manusia, yang sama sekali tidak radikal, yang melaluinya menyebabkan orang tanpa sadar menerima cara hidup Iblis, aturan-aturan Iblis untuk dijalani, dan untuk menetapkan tujuan hidup serta arah dalam kehidupan mereka, dan tanpa disadari mereka juga memiliki ambisi dalam kehidupan. Sebesar apa pun tampaknya ambisi kehidupan ini, semua itu terkait erat dengan 'ketenaran' dan 'keuntungan'. Segala sesuatu yang diikuti oleh orang hebat atau terkenal mana pun—sebenarnya, oleh semua orang—dalam kehidupan, hanya terkait dengan dua kata ini: 'ketenaran' dan 'keuntungan'. Orang mengira setelah memiliki ketenaran dan keuntungan, mereka kemudian dapat memanfaatkan hal-hal tersebut untuk menikmati status yang tinggi dan kekayaan yang besar, serta menikmati hidup. Mereka menganggap ketenaran dan keuntungan adalah semacam modal yang bisa mereka gunakan untuk memperoleh kehidupan yang penuh pencarian akan kesenangan dan kenikmatan daging yang sembrono. Demi ketenaran dan keuntungan yang begitu didambakan umat manusia ini, orang-orang bersedia, meskipun tanpa sadar, menyerahkan tubuh, pikiran mereka, semua yang mereka miliki, masa depan, dan nasib mereka kepada Iblis. Mereka melakukannya dengan tulus tanpa keraguan sedikit pun, tanpa pernah tahu akan perlunya memulihkan semua yang telah mereka serahkan. Dapatkah orang tetap memegang kendali atas diri mereka sendiri setelah mereka berlindung kepada Iblis dengan cara ini dan menjadi setia kepadanya? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali dan sepenuhnya dikendalikan oleh Iblis. Mereka telah sama sekali dan sepenuhnya tenggelam dalam rawa, dan tidak mampu membebaskan dirinya" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa uang, ketenaran, dan keuntungan adalah cara-cara yang digunakan Iblis untuk merusak manusia. Iblis menggunakan pengaruh masyarakat dan didikan keluarga untuk menanamkan banyak keyakinan yang salah dalam diriku, seperti "Manusia bergelut ke atas; air mengalir ke bawah," "Berusahalah untuk menonjol dan unggul," dan "Uang adalah yang utama". Tumbuh besar dalam keadaan miskin dan didiskriminasi, aku dengan mudah mengadopsi pandangan ini, percaya bahwa dengan uang, ketenaran, dan keuntungan, aku akan dipandang dan dihormati, bisa berbicara dengan percaya diri, serta menjalani kehidupan yang bermartabat dan berharga. Untuk mendapatkan ketenaran dan keuntungan, aku memutar otak untuk menemukan peluang bisnis, bekerja meskipun sedang sakit, dan bahkan meninggalkan anakku yang berusia satu tahun untuk bepergian sejauh ribuan mil demi mempelajari sebuah keterampilan. Demi ketenaran dan keuntungan, meskipun terlalu sibuk untuk makan, serta menjadi pusing dan pingsan karena kelaparan, yang merusak kesehatanku, aku tidak pernah ragu untuk berkorban. Suamiku, yang terdorong dengan keinginan yang sama, tidak mau meninggalkan bisnis, lebih memilih untuk minum obat pereda nyeri daripada mencari pengobatan medis. Dia akhirnya menjadi kaya, tetapi nyawanya melayang. Bukankah semua penderitaan ini disebabkan oleh pengejaran uang, ketenaran, dan keuntungan? Tanpa memahami kebenaran dan memiliki penilaian, aku salah mengartikan kesesatan dan kekeliruan yang Iblis gunakan untuk merusak manusia sebagai hukum kelangsungan hidup dan tujuan hidup. Aku sungguh bodoh dan buta! Setelah memahami hal ini, aku memutuskan untuk mengabdikan diriku untuk memercayai Tuhan dan mengejar kebenaran, daripada mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan seperti yang kulakukan di masa lalu. Aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca firman Tuhan setiap hari dan secara aktif berpartisipasi dalam persekutuan. Tiga bulan kemudian, aku mengemban tugasku di gereja, menerapkan penyiraman untuk orang-orang percaya baru.

Kerabatku yang menyadari bahwa aku telah berhenti menjalankan bisnisku, mengungkapkan kekhawatiran mereka, mengatakan bahwa dengan anak-anak masih kecil dan banyaknya pengeluaran di masa depan, aku harus melanjutkan bisnis sarapan. Pemilik tempat juga meneleponku, mengatakan bahwa banyak orang yang menikmati makanan kami dan berharap aku akan membuka kembali toko tersebut, serta dia dan keluarganya akan membantuku jika aku tidak bisa melakukannya sendiri. Perkataan mereka menggugah pikiranku, "Itu benar. Dengan dua anak yang masih bersekolah, gajiku hampir tidak mencukupi biaya hidup sehari-hari. Jika aku tidak mendapatkan lebih banyak uang, aku dan anak-anakku akan terus dipandang rendah. Bisnis sarapan bisa menghasilkan ribuan yuan sehari. Sulit untuk melepaskannya. Mungkin aku bisa mempekerjakan seseorang untuk membantu dan memulai kembali bisnis itu?" Aku mulai merencanakan dan mempertimbangkan pilihan ini. Namun, aku tahu bahwa membuka kembali bisnis sarapan akan membutuhkan usaha yang besar, menyisakan sedikit waktu bagiku untuk melaksanakan tugas-tugasku di gereja. Akan cukup baik bagiku untuk memastikan bahwa aku bergabung dalam persekutuan. Menjalankan bisnis selalu membutuhkan perhatianku. Akan sangat sulit untuk fokus membaca firman Tuhan dan mengejar kebenaran, serta kehidupan rohaniku pasti akan mengalami kerugian. Aku merasa bimbang dan bingung, tidak bisa tidur selama beberapa hari itu. Suatu hari, aku membaca firman Tuhan: "Kebanyakan orang memiliki keinginan berikut: bekerja lebih sedikit tetapi berpenghasilan lebih banyak, tidak berjerih lelah di bawah terik matahari dan hujan, berpakaian bagus, nampak gemilang dan bersinar ke mana pun mereka pergi, berkedudukan lebih tinggi dibanding orang lain, dan membawa kehormatan bagi leluhur mereka. Manusia mengharapkan kesempurnaan, tetapi saat mereka mengambil langkah pertama dalam perjalanan hidupnya, mereka berangsur-angsur menyadari betapa tidak sempurnanya nasib manusia, dan untuk pertama kalinya mereka benar-benar memahami fakta bahwa, meskipun orang dapat membuat rencana yang berani untuk masa depannya dan meskipun orang dapat memiliki banyak khayalan muluk, tidak seorang pun yang punya kemampuan atau kuasa untuk mewujudkan impian mereka sendiri, dan tidak seorang pun mampu untuk mengendalikan masa depan mereka. Akan selalu ada jarak antara mimpi seseorang dan kenyataan yang harus dihadapinya; segala sesuatu tidak pernah menjadi seperti yang orang inginkan, dan dihadapkan pada kenyataan seperti itu, orang tidak akan pernah mencapai kepuasan atau kesenangan. Sebagian orang akan melakukan apa pun yang terbayangkan oleh mereka, akan mengerahkan segala upaya dan mengorbankan banyak hal demi penghidupan dan masa depan mereka, dalam upaya mengubah nasib mereka sendiri. Namun, pada akhirnya, sekalipun mereka dapat mewujudkan mimpi dan keinginan mereka melalui kerja keras mereka sendiri, mereka tidak pernah bisa mengubah nasib mereka, dan segigih apa pun mereka berusaha, mereka tidak pernah dapat melampaui nasib yang telah ditentukan bagi mereka. Terlepas dari perbedaan dalam kemampuan, kecerdasan, dan tekad, semua orang adalah setara di hadapan nasib, yang tidak membedakan antara yang besar dan yang kecil, yang tinggi dan yang rendah, yang terpandang dan yang rata-rata. Pekerjaan apa pun yang dikejar seseorang, apa yang orang lakukan untuk mencari nafkah, dan berapa banyak kekayaan yang orang kumpulkan dalam hidup ini, itu tidaklah ditentukan oleh orang tua, talenta, upaya, ataupun ambisi seseorang, melainkan telah ditentukan dari semula oleh Sang Pencipta" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Jika orang bersikap positif terhadap kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, maka ketika mereka mengingat kembali perjalanan mereka, ketika mereka benar-benar mengalami kedaulatan Tuhan, mereka akan memiliki keinginan yang lebih sungguh-sungguh untuk tunduk pada semua yang telah Tuhan atur, dan akan lebih bertekad dan beriman untuk membiarkan Tuhan mengatur nasib mereka, tidak lagi memberontak terhadap Tuhan. Sebab mereka melihat bahwa jika orang tidak memahami nasib, jika orang tidak memahami kedaulatan Tuhan, orang meraba-raba jalan mereka ke depan dengan semaunya, sempoyongan dan terhuyung melalui kabut; perjalanan mereka terlalu sulit, terlalu memilukan. Jadi, ketika orang mengakui kedaulatan Tuhan atas nasib manusia, mereka yang pintar akan memilih untuk menyadari hal itu dan menerimanya, mengucapkan selamat tinggal pada hari-hari pedih ketika mereka mencoba membangun kehidupan yang baik dengan kedua tangan mereka sendiri, dan berhenti bergumul melawan nasib dan mengejar apa yang mereka sebut sebagai 'tujuan hidup' dengan cara mereka sendiri. Jika orang tidak memiliki Tuhan, jika orang tidak bisa melihat-Nya, jika mereka tidak bisa dengan jelas mengenali kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, menyedihkan. Di mana pun seseorang berada, apa pun pekerjaannya, cara hidup dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa akhir, sampai-sampai mereka tidak tahan ketika mengingat masa lalunya" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Setelah membaca firman Tuhan, aku menangis tersedu-sedu. Merenungkan hari-hari menyakitkan ketika aku berjuang melawan nasib sebelum mengenal Tuhan, aku menyadari bahwa penderitaanku berasal dari tidak mengakui kedaulatan Tuhan dan menentang nasibku dengan watak rusak. Siksaan karena tidak mencapai apa yang kuinginkan masih teringat jelas dalam ingatanku. Orang lain bisa menghasilkan jutaan dari bisnis yang sama, sementara aku tidak mendapatkan apa-apa, malah menanggung kerugian besar. Hal ini menunjukkan bahwa berapa banyak uang yang dapat diperoleh seseorang dan apakah orang itu kaya atau miskin telah ditentukan oleh Tuhan. Hal ini bukanlah sesuatu yang dapat dicapai hanya dengan usaha seseorang. Di dunia saat ini, bencana makin parah. Jika aku memprioritaskan untuk mencari uang, ketenaran, keuntungan, dan status, melepaskan kesempatan untuk mengejar kebenaran serta mendapatkan keselamatan, bukankah aku akan menjadi orang yang bodoh dan dungu? Sekalipun bisnis sarapan dapat menghasilkan ribuan yuan sehari, kehampaan dan penderitaan karena jauh dari Tuhan tidak bisa digantikan dengan uang. Aku mungkin tidak kaya sekarang, tetapi aku masih bisa menjalani kehidupan yang normal. Yang lebih penting lagi, aku mulai memahami beberapa kebenaran dan makna kehidupan. Aku juga bisa melaksanakan tugas-tugasku di gereja, yang memberikan kedamaian dan sukacita bagiku. Dengan kesadaran ini, aku memutuskan untuk melepaskan bisnis itu dan berfokus pada tugas-tugasku. Aku menjual peralatan dapur di tokoku dengan harga murah kepada orang lain.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Jika orang tidak dapat benar-benar menyadari fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia dan atas segala hal yang berkenaan dengan manusia, jika mereka tidak dapat benar-benar tunduk pada kekuasaan Sang Pencipta, akan sulit bagi mereka untuk tidak dikendalikan dan dibelenggu oleh gagasan bahwa 'nasib orang berada di tangannya sendiri'. Akan sulit bagi mereka untuk menyingkirkan kepedihan dari pergumulan hebat mereka melawan nasib dan otoritas Sang Pencipta, dan tentu saja, akan sulit bagi mereka untuk menjadi benar-benar bebas dan dimerdekakan, untuk menjadi orang-orang yang menyembah Tuhan. Namun, ada cara yang sangat sederhana untuk membebaskan diri seseorang dari keadaan ini, yakni mengucapkan selamat tinggal pada cara hidupnya yang lama, pada tujuan hidupnya yang lama; merangkum dan menganalisis gaya hidup, pandangan hidup, pengejaran, hasrat, dan cita-cita mereka yang sebelumnya; lalu kemudian membandingkan hal-hal tersebut dengan maksud dan tuntutan Tuhan terhadap manusia, dan melihat apakah ada dari hal-hal tersebut yang sejalan dengan maksud dan tuntutan Tuhan, apakah ada dari hal-hal tersebut yang menyampaikan nilai-nilai hidup yang benar, yang menuntun orang pada pemahaman yang lebih baik akan kebenaran, dan memampukan orang untuk hidup dengan kemanusiaan dan keserupaan dengan seorang manusia. Ketika engkau berulang kali menyelidiki dan dengan saksama membedah berbagai tujuan yang dikejar orang dalam hidup beserta berbagai cara-cara hidup mereka, engkau akan mendapati bahwa tidak ada satu pun dari semua itu yang sesuai dengan maksud mula-mula Sang Pencipta ketika Dia menciptakan umat manusia. Semua itu menjauhkan orang dari kedaulatan dan pemeliharaan Sang Pencipta; semua itu adalah perangkap yang menyebabkan orang menjadi bejat, dan yang menuntun mereka ke neraka. Setelah engkau mengakui ini, tugasmu adalah menyingkirkan pandangan hidupmu yang lama, menjauhi berbagai perangkap, membiarkan Tuhan mengendalikan hidupmu dan membuat pengaturan bagimu; tugasmu hanyalah berusaha untuk tunduk pada pengaturan dan bimbingan Tuhan, untuk hidup tanpa memiliki pilihan pribadi, dan menjadi seseorang yang menyembah Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Mereka yang berupaya mengenal Tuhan mampu menyingkirkan keinginan mereka, bersedia tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan mereka berusaha menjadi jenis orang yang bersedia tunduk pada otoritas Tuhan dan yang memenuhi maksud Tuhan. Orang-orang seperti ini hidup dalam terang dan di tengah berkat Tuhan, dan mereka pasti akan dipuji oleh Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Jika engkau semua tidak menyembah Tuhan tetapi hidup dalam dagingmu yang kotor, lalu bukankah engkau hanyalah binatang buas yang mengenakan pakaian manusia? Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Di dunia ini, manusia mengenakan pakaian setan, makan makanan dari setan, serta bekerja dan melayani di bawah kendali iblis, menjadi sangat terinjak-injak dalam kotorannya. Jika engkau tidak memahami makna kehidupan atau mendapatkan jalan yang benar, lalu apa artinya hidup seperti ini? Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (2)"). Firman Tuhan menyingkapkan kepadaku pengejaran apa yang benar-benar bermakna dan berharga dalam hidup. Sekarang aku beruntung dapat bertemu dengan pekerjaan Sang Pencipta untuk menyelamatkan manusia, yang merupakan kesempatan sekali seumur hidup, dan mendengar suara Sang Pencipta adalah sesuatu yang diimpikan oleh banyak orang. Jadi aku memutuskan untuk tidak lagi mengejar uang, ketenaran, dan keuntungan, tetapi tunduk pada kedaulatan Tuhan dan hidup sesuai dengan tuntutan-Nya. Aku teringat akan Petrus. Setelah mendengar panggilan Tuhan Yesus, dia meninggalkan jalanya tanpa keraguan untuk mengikuti-Nya, dan akhirnya mengenal, tunduk, dan mengasihi Tuhan. Ayub juga kehilangan segalanya, tetapi tetap memuji Tuhan, memberikan kesaksian yang indah bagi Tuhan di hadapan Iblis, dan pada akhirnya diberkati untuk melihat penampakan Tuhan. Sepanjang sejarah, banyak orang kudus yang telah meninggalkan segalanya, bahkan kehidupan mereka untuk menyebarkan Injil Tuhan, yang merupakan cara hidup yang paling bermakna dan berharga. Dengan mengingat contoh-contoh ini, aku tahu aku harus berpuas diri dengan memiliki pakaian dan makanan, serta mencurahkan lebih banyak energi untuk mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku. Berusaha mengenal Tuhan adalah hal yang paling berharga. Setelah benar-benar melepaskan bisnisku, selain bekerja dan melaksanakan tugas-tugasku, aku menghabiskan sisa waktuku dengan membaca firman Tuhan dan menyanyikan lagu-lagu pujian untuk memuji Tuhan bersama anak-anakku. Setiap hari, aku merasa damai serta tenang, dan itu menyenangkan. Beberapa bulan kemudian, penyakit perut yang sudah lama kuderita pun sembuh, yang kutahu itu adalah belas kasihan Tuhan. Anak-anakku menjadi lebih mandiri dalam belajar dan menjalani rutinitas sehari-hari mereka. Mereka sangat patuh dan bijaksana. Dengan makan dan minum firman Tuhan, serta melaksanakan tugasku, aku merasakan pencerahan dan bimbingan Tuhan. Aku perlahan-lahan memahami beberapa kebenaran. Aku memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, bagaimana Iblis merusak manusia, dan bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia. Aku juga belajar tentang bagaimana orang seharusnya hidup dan pengejaran apa yang benar-benar bermakna dan berharga. Gejolak batinku berkurang secara signifikan. Aku sangat bersyukur atas keselamatan dari Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pilihan yang Benar

Oleh Saudara Shunyi, TiongkokAku dilahirkan di desa pegunungan terpencil, di tengah keluarga yang dari generasi ke generasi berprofesi...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh