Bagaimana Aku Menangani Kebohonganku

21 Januari 2022

Oleh Saudari Marinette, Prancis

Dahulu, aku berbohong dan menjilat orang tanpa ragu karena takut mengecewakan atau menyinggung orang dengan mengatakan yang sebenarnya. Aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman pada November 2018, dan memahami dari firman-Nya bahwa Dia membenci orang yang tidak jujur dan curang dan menyukai orang yang murni dan jujur. Aku memutuskan untuk menerapkan firman Tuhan dan menjadi orang yang jujur, dan setelah berlatih, aku jadi mampu berkata jujur hampir sepanjang waktu. Misalnya, saat harus membayar lebih dari 50 euro untuk obatku, tetapi apoteker salah hitung dan hanya meminta setengahnya, aku langsung menunjukkan kesalahan itu tanpa berpikir. Namun, lebih sulit untuk bersikap jujur ketika sesuatu memengaruhi reputasi atau kepentingan pribadiku.

Suatu siang, saat hendak tidur siang, rekan sekerjaku, Saudari Susan, tiba-tiba mengirimiku pesan yang berkata bahwa dia ingin membahas pekerjaan kami. Aku tidak terlalu senang melihat pesannya karena aku sangat sibuk sehingga kurang tidur, aku merasa lelah dan tidak mau membahas apa pun. Saat itu, yang bisa kupikirkan hanyalah ingin beristirahat, tetapi tidak berani mengatakannya secara langsung kepada Susan karena aku khawatir dia akan berpikir bahwa aku malas dan terlalu mementingkan kenyamanan fisik, dan khawatir dia akan memiliki kesan yang buruk tentang diriku. Jadi, demi citraku, aku hanya berkata, "Maaf, aku ada janji penting. Aku harus pergi ke dokter." Kebohongan itu keluar begitu saja dari mulutku bahkan tanpa berpikir. Setelah berbohong kepada Susan, aku sangat merasa bersalah sampai-sampai aku sama sekali tidak bisa tidur dan selalu merasa buruk. Tuhan menyukai orang yang jujur. Bagaimana aku bisa begitu mudah berbohong? Kalau begitu, bagaimana aku bisa dipercaya? Aku tahu berbohong untuk kenyamanan fisikku itu salah, bahwa Tuhan pasti tidak menyukai hal itu, dan bahwa aku seharusnya mengutamakan pekerjaan gereja. Aku segera menghubungi Susan. Dia bertanya apakah aku sudah pulang dari janji temuku. Aku tidak ingin terlihat buruk di depannya dan membuatnya berpikir aku adalah orang yang curang, jadi aku tidak mengatakan yang sebenarnya dan terus saja berbohong dengan berkata, "Dokterku membatalkan janji temu itu karena harus pergi ke klinik vaksin." Setelah itu, percakapan kami berubah membahas pekerjaan, tetapi aku merasa ada tuduhan. Aku telah membohonginya, lalu tidak mengakuinya, tetapi terus berbohong. Aku sadar betapa seriusnya watak jahatku dan merasa malu pada diriku sendiri. Aku hampir tidak bisa menatap matanya. Jadi, aku segera datang ke hadapan Tuhan untuk merenungkan diriku sendiri, dan dalam perenunganku, aku sadar bahwa aku sangat licin dalam hidupku. Suatu kali seorang pemimpin bertanya apakah aku telah memberi tahu Saudari Joey tentang pertemuan malam itu. Lalu aku sadar belum memberitahunya, tetapi aku tidak mengatakan yang sebenarnya kepada pemimpin itu, ingin melindungi citraku di hadapannya. Aku berbohong dengan berkata bahwa aku baru saja memberitahunya beberapa saat yang lalu. Lalu aku segera mengirim pesan kepada Joey, memberitahukan tentang pertemuan itu kepadanya. Selain itu, biasanya aku pergi berbelanja bahan makanan setiap Jumat pagi, jadi aku pasti tidak bisa ikut pertemuan mendadak pada waktu itu. Namun, aku tidak mengatakan yang sebenarnya dan memberi tahu pemimpinku bahwa aku ada pertemuan lain, atau janji temu, dan itulah sebabnya aku tidak bisa ikut. Aku bersilat lidah, bersikap licik dan menipu hanya untuk melindungi citraku yang baik di hadapannya dan membuat pemimpin itu berpikir aku selalu sibuk dengan tugasku. Aku sadar bahwa aku sama sekali tidak memenuhi tuntutan Tuhan untuk kejujuran. Jadi aku berdoa, "Tuhan Yang Mahakuasa, aku sungguh menyesali kebohongan dan kecuranganku. Aku tak mampu berhenti berbohong untuk melindungi citraku yang baik di hadapan orang lain. Aku sama sekali bukan orang yang jujur. Ya Tuhan, kumohon bimbinglah dan tolonglah aku untuk memahami kebenaran dan dibebaskan dari kerusakan ini."

Suatu hari, Aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Dalam kehidupan mereka sehari-hari, orang sering kali berbicara omong kosong, berbohong, dan mengatakan hal-hal yang dungu, bodoh, dan membela diri. Kebanyakan dari hal-hal tersebut diucapkan demi kesombongan dan harga diri, untuk memuaskan ego mereka sendiri. Mengatakan kebohongan seperti itu memperlihatkan watak rusak mereka. Jika engkau membereskan unsur-unsur rusak ini, hatimu akan disucikan, dan engkau akan secara berangsur menjadi makin suci dan makin jujur. Sebenarnya, semua orang tahu mengapa mereka berbohong. Demi keuntungan pribadi dan harga diri, atau demi kesombongan dan status, mereka berusaha bersaing dengan orang lain dan berpura-pura menjadi orang yang bukan diri mereka. Namun, kebohongan mereka akhirnya terungkap dan disingkapkan oleh orang lain, dan mereka akhirnya kehilangan muka, serta kehilangan martabat dan reputasi mereka. Semua ini disebabkan karena kebohongan yang berlebihan. Kebohonganmu sudah terlalu banyak. Setiap perkataan yang kauucapkan ditambah dan dikurangi serta tidak tulus, dan tak sepatah kata pun dapat dianggap benar atau jujur. Meskipun saat berbohong engkau tidak merasa telah kehilangan muka, jauh di lubuk hatimu, engkau merasa malu. Hati nuranimu menegurmu, dan engkau merasa betapa hinanya dirimu, berpikir, 'Mengapa aku menjalani kehidupan yang begitu menyedihkan? Apakah begitu sulit untuk mengatakan yang sebenarnya? Haruskah aku berbohong demi harga diriku? Mengapa hidupku begitu melelahkan?' Engkau tidak perlu menjalani kehidupan yang melelahkan. Jika engkau mampu melakukan penerapan menjadi orang yang jujur, engkau akan dapat menjalani kehidupan yang santai, bebas, dan merdeka. Namun, engkau memilih untuk melindungi harga diri dan kesombonganmu dengan berbohong. Akibatnya, engkau menjalani kehidupan yang melelahkan dan menyedihkan, yang disebabkan oleh perbuatanmu sendiri. Orang mungkin merasa bangga dengan berbohong, tetapi untuk apa perasaan bangga tersebut? Itu hanyalah sesuatu yang kosong, sesuatu yang sama sekali tidak berharga. Ketika orang berbohong, orang itu sedang merusak reputasi dan harga dirinya sendiri. Berbohong membuat orang kehilangan martabat dan reputasinya; berbohong membuat Tuhan tidak senang, dan Dia membenci itu. Apakah ini bermanfaat? Tidak. Apakah ini jalan yang benar? Tidak. Orang yang sering berbohong hidup berdasarkan watak Iblis dalam diri mereka; mereka hidup di bawah kuasa Iblis. Mereka tidak hidup dalam terang, juga tidak hidup dalam hadirat Tuhan. Engkau selalu memikirkan cara berbohong dan kemudian setelah berbohong, engkau harus memikirkan cara menutupi kebohongan tersebut. Dan ketika engkau tidak menutupinya dengan cukup baik dan kebohongan itu tersingkap, engkau harus memutar otak untuk berusaha meluruskan perkataanmu yang bertolak belakang dan menjadikannya terdengar masuk akal. Bukankah hidup dengan cara seperti ini melelahkan? Melelahkan. Apakah itu sepadan? Tidak, itu tidak sepadan. Memutar otak untuk berbohong lalu menutupinya, semua demi harga diri, kesombongan, dan status, apa gunanya semua itu? Akhirnya, engkau merenung dan berpikir, 'Apa gunanya? Terlalu melelahkan untuk berbohong dan harus menutupinya. Berperilaku dengan cara seperti ini sangat melelahkan; akan lebih mudah jika aku menjadi orang yang jujur.' Engkau ingin menjadi orang yang jujur, tetapi engkau tidak mampu melepaskan harga diri, kesombongan, dan kepentingan pribadimu. Jadi, engkau hanya bisa berbohong untuk melindungi hal-hal ini. ... Jika engkau mengira bahwa kebohongan dapat melindungi reputasi, status, kesombongan, dan harga diri yang kaudambakan, engkau salah besar. Sebenarnya, dengan berbohong, engkau bukan saja tidak melindungi kesombongan dan harga diri, serta martabat dan reputasimu, yang lebih parah lagi, engkau kehilangan kesempatan untuk menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Sekalipun engkau berhasil melindungi reputasi, status, kesombongan, dan harga dirimu pada saat itu, engkau telah mengorbankan kebenaran dan mengkhianati Tuhan. Ini berarti engkau telah benar-benar kehilangan kesempatanmu untuk diselamatkan dan disempurnakan oleh-Nya, yang merupakan kerugian terbesar dan penyesalan seumur hidup" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang Jujur yang Mampu Hidup dalam Keserupaan dengan Manusia Sejati"). Firman Tuhan menggambarkanku keadaanku dengan sempurna. Aku sadar bahwa aku sedang bersikap bengkok dan curang. Saat hanya ingin beristirahat, aku tidak bisa jujur tentang hal yang begitu sepele. Aku tidak langsung memberitahukan Susan bahwa aku perlu tidur siang dan bahwa aku akan berbicara dengannya nanti, dan aku malah memilih untuk berbohong. Motivasiku adalah melindungi reputasi dan statusku, melindungi pandangan orang lain tentang diriku. Tuhan membenci perilaku semacam itu, dan aku juga merasa bersalah karenanya. Sebagaimana firman Tuhan katakan: "Meskipun saat berbohong engkau tidak merasa telah kehilangan muka, jauh di lubuk hatimu, engkau merasa malu. Hati nuranimu menegurmu, dan engkau merasa betapa hinanya dirimu, berpikir, 'Mengapa aku menjalani kehidupan yang begitu menyedihkan? Apakah begitu sulit untuk mengatakan yang sebenarnya? Haruskah aku berbohong demi harga diriku? Mengapa hidupku begitu melelahkan?'" Aku benar-benar seperti yang dikatakan firman Tuhan ini. Berbohong untuk melindungi reputasiku adalah cara hidup yang melelahkan. Aku harus terus berbohong untuk menutupi kebohongan awalku. Hati nuraniku sangat merasa tertuduh setelah berbohong, aku menyesalinya dan menangis, dan aku merasa malu terhadap diriku yang berbohong. Namun, setelah itu, aku tak berdaya selain terus berbohong. Aku begitu rusak dan memalukan! Berbohong telah menjadi naturku. Aku teringat sesuatu yang Tuhan Yesus katakan: "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak: Karena semua yang di luar itu datangnya dari si jahat" (Matius 5:37). "Engkau adalah anak bapamu yang jahat dan keinginan bapamu itu yang engkau lakukan. Ia adalah pembunuh sejak awal, dan tidak hidup dalam kebenaran, karena tidak ada kebenaran di dalamnya. Ketika ia berbohong, ia berbicara dari dirinya sendiri: karena ia adalah pendusta, dan bapa dari segala dusta" (Yohanes 8:44). Benar. Kebohonganku yang terus-menerus memperlihatkan bahwa aku adalah milik iblis, dan aku melakukannya hanya untuk melindungi citra dan reputasiku. Namun, itu merenggut semua karakter dan martabatku. Aku sangat bodoh! Tuhan berharap aku akan menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur, menjadi kesaksian bagi Dia dan mempermalukan Iblis, tetapi aku teperdaya tipu muslihat Iblis, berbohong demi kesombongan dan reputasiku, menipu saudara-saudari dan menjadi bahan tertawaan Iblis. Perilakuku begitu mengecewakan Tuhan sehingga melukai hati-Nya. Aku bukan orang yang jujur, dan pada dasarnya aku adalah orang yang curang.

Kemudian, aku membaca ini dalam satu bagian firman Tuhan: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Dalam esensi-Nya, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya. Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Aku memahami bahwa bersikap jujur berarti tidak ada kecurangan di dalam hatimu, tidak ada kebohongan di lidahmu, dan tidak pernah menipu Tuhan atau manusia dalam hal apa pun. Aku telah sering kali bersikap licik dan menipu untuk melindungi citra dan kepentinganku sendiri. Aku merasa lelah dan ingin tidur siang, jadi tidak mau membahas pekerjaan gereja dengan Susan saat itu, tetapi untuk melindungi citraku di hadapannya, aku berbohong agar tidak perlu bertemu dengannya. Bahkan setelah menyadari kesalahanku, aku tidak segera mengakuinya, tetapi terus berbohong. Jelas ada beberapa pekerjaan yang belum kulakukan tetapi ketika pemimpinku bertanya, aku berbohong bahwa aku baru saja melakukannya. Aku mengatakan begitu banyak kebohongan untuk melindungi kesombongan dan reputasiku dan aku sadar aku memiliki natur yang licik dan curang. Aku tidak bisa jujur bahkan tentang hal-hal paling mendasar. Aku dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis, aku sama sekali bukan orang yang jujur.

Kemudian, ada bagian lain firman Tuhan yang kubaca: "Hanya jika orang berusaha untuk jujur, barulah mereka dapat mengetahui betapa rusaknya mereka, entah mereka benar-benar memiliki keserupaan dengan manusia atau tidak, dan entah mereka mengenal diri mereka sendiri dengan jelas atau menyadari kekurangan mereka sendiri atau tidak. Hanya jika mereka menerapkan kejujuran, barulah mereka dapat menyadari seberapa banyak kebohongan yang mereka katakan dan sedalam apa tersembunyinya kecurangan dan ketidakjujuran mereka. Hanya ketika orang memiliki pengalaman menerapkan kejujuran, barulah mereka dapat secara berangsur-angsur mengetahui kebenaran tentang kerusakan mereka sendiri dan mengetahui esensi dari natur mereka sendiri, dan baru pada saat itulah watak rusak mereka akan terus-menerus disucikan. Hanya selama proses watak rusak mereka disucikan secara terus-menerus itulah, orang akan mampu memperoleh kebenaran. Luangkan waktumu untuk mengalami firman Tuhan ini. Tuhan tidak menyempurnakan orang yang curang. Jika hatimu tidak jujur—jika engkau bukan orang yang jujur—engkau tidak akan didapatkan oleh Tuhan. Demikian pula, engkau tidak akan mendapatkan kebenaran dan juga tak akan mampu mendapatkan Tuhan. Apa maksudnya engkau tidak mendapatkan Tuhan? Jika engkau tidak mendapatkan Tuhan dan engkau belum memahami kebenaran, engkau tidak akan mengenal Tuhan, dan karena itu engkau tidak mungkin bisa sesuai dengan Tuhan, di mana dalam hal ini, engkau adalah musuh Tuhan. Jika engkau tidak sesuai dengan Tuhan, dan Tuhan bukan Tuhanmu; dan jika Tuhan bukan Tuhanmu, engkau tidak dapat diselamatkan. Jika engkau tidak berusaha memperoleh keselamatan, mengapa engkau percaya kepada Tuhan? Jika engkau tidak dapat memperoleh keselamatan, engkau akan selamanya menjadi musuh sengit Tuhan, dan kesudahanmu akan ditetapkan. Jadi, jika orang ingin diselamatkan, mereka harus memulainya dengan bersikap jujur. Pada akhirnya, orang-orang yang didapatkan oleh Tuhan memiliki suatu ciri. Tahukah engkau apa ciri tersebut? Ada tertulis dalam kitab Wahyu, di Alkitab: 'Dan di dalam mulut mereka tidak ditemukan dusta; mereka tidak bercacat' (Wahyu 14:5). Siapakah 'mereka'? Mereka adalah orang-orang yang diselamatkan, disempurnakan dan didapatkan oleh Tuhan. Bagaimana Tuhan menggambarkan orang-orang ini? Apa karakteristik dan pengungkapan dari tingkah laku mereka? Mereka tidak bercacat. Mereka tidak berkata dusta. Engkau semua mungkin dapat mengerti dan memahami apa artinya tidak berkata dusta: itu artinya bersikap jujur. Apa yang dimaksud dengan 'tidak bercacat'? Itu berarti tidak melakukan kejahatan. Dan di atas dasar apa tidak melakukan kejahatan dibangun? Tanpa ragu, itu dibangun di atas dasar takut akan Tuhan. Karena itu, tidak bercacat berarti takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bagaimana Tuhan mendefinisikan orang yang tidak bercacat? Di mata Tuhan, hanya orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan yang sempurna; jadi, orang yang tidak bercacat adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan hanya orang sempurna yang tidak bercacat. Ini sepenuhnya benar" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Merenungkan bagian ini sungguh membuatku takut karena Tuhan berfirman: "Jika engkau bukan orang yang jujur—engkau tidak akan didapatkan oleh Tuhan. Demikian pula, engkau tidak akan mendapatkan kebenaran dan juga tak akan mampu mendapatkan Tuhan" dan "Jika engkau tidak dapat memperoleh keselamatan, engkau akan selamanya menjadi musuh sengit Tuhan, dan kesudahanmu akan ditetapkan." Benar bahwa Tuhan tidak menyelamatkan orang yang curang. Aku tahu jika tidak bertobat, akhirnya aku akan disingkirkan oleh Tuhan. Berkat penyingkapan firman Tuhan, aku akhirnya mendapatkan pengenalan yang nyata tentang diriku sendiri dan menyadari bahwa kebohongan berasal dari setan. Dalam dunia yang dikendalikan oleh Iblis, didikan keluarga dan pengaruh masyarakat membuat orang semakin curang dan jahat. Sejak kecil, ibuku selalu berkata bahwa seburuk apa pun kelihatannya rambut atau pakaian seseorang, aku tetap harus mengatakan hal-hal baik agar tidak menyakiti perasaan mereka. Jika tidak, mereka pasti menolakku saat aku butuh bantuan. Dengan pengaruh dari didikan semacam itu, aku tidak punya nyali untuk bersikap jujur. Aku hanya selalu mengucapkan kata-kata palsu yang terdengar bagus agar orang akan berpikir bahwa aku baik dan penuh kasih. Namun kenyataannya, aku menjadi orang yang palsu dan curang. Itu mengingatkanku pada Ayub 1:7 dalam Alkitab: "Maka Yahweh bertanya kepada Iblis: 'Dari mana engkau?' Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Dari berkeliling ke sana ke mari di bumi, dan dari menjelajahinya ke atas ke bawah.'" Perkataan Iblis itu licik dan berputar-putar. Dengan selalu berbohong, bukankah aku licik, sama seperti Iblis? Aku sadar bahwa aku punya natur yang sama seperti Iblis. Aku hidup di bawah kekuasaan Iblis, dan sama sekali tidak bebas dari watak jahatku. Bagaimana mungkin aku bisa sesuai dengan Kristus atau mendapatkan perkenanan Tuhan? Aku datang ke hadapan Tuhan untuk bertobat dan memohon kepada-Nya untuk mengampuniku. Aku sungguh membenci diriku sendiri dan sangat merasa bersalah. Watak Tuhan itu benar, aku tahu aku tidak boleh terus berbohong dan menyinggung-Nya.

Aku terus merenung dan membaca satu bagian firman Tuhan: "Pada akhirnya, orang-orang yang didapatkan oleh Tuhan memiliki suatu ciri. Tahukah engkau apa ciri tersebut? Ada tertulis dalam kitab Wahyu, di Alkitab: 'Dan di dalam mulut mereka tidak ditemukan dusta; mereka tidak bercacat' (Wahyu 14:5). Siapakah 'mereka'? Mereka adalah orang-orang yang diselamatkan, disempurnakan dan didapatkan oleh Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Aku merenungkan firman Tuhan dan sadar bahwa Tuhan menghargai orang yang jujur, dan orang yang tidak jujur tidak akan memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya. Aku sungguh ingin menjadi orang yang jujur dan berhenti berbohong dan bersikap curang, tetapi aku tak mampu melakukannya sendiri. Aku harus mencari pertolongan Tuhan agar tidak kembali jatuh ke dalam perangkap iblis. Meskipun mengatakan yang sebenarnya terkadang memalukan, aku ingin berhenti berbohong. Kemudian, aku lalu membaca ulang "122. Prinsip-Prinsip untuk Menjadi Seorang yang Jujur" dalam 170 Prinsip untuk Melakukan Kebenaran: "(1) Ketika melatih diri sendiri untuk menjadi seorang yang jujur, orang perlu untuk bergantung kepada Tuhan. Curahkan isi hatimu kepada-Nya, dan terimalah pemeriksaan-Nya. Hanya dengan cara demikian, lambat laun, orang dapat membuang kebohongan dan sikap mereka yang penuh tipu daya; (2) Orang perlu menerima kebenaran dan merenungkan setiap perkataan dan perbuatannya. Bedahlah asal muasal dan esensi kerusakan yang tersingkap dalam dirimu, dan mulailah sungguh-sungguh mengenal dirimu sendiri; (3) Perlu untuk menyelidiki dalam hal-hal apa orang berbohong dan menyembunyikan tipu daya. Beranilah untuk membedah dan menyingkapkan dirimu yang sesungguhnya, serta meminta maaf kepada orang lain dan memperbaiki kesalahan." Aku memutuskan bahwa aku harus membuka diri kepada Susan tentang kerusakan dan motivasiku. Aku tak boleh lagi menyembunyikan yang sebenarnya dan membohongi dia. Apa pun yang terjadi, aku harus mengatakan yang sebenarnya dan menjadi orang yang jujur. Aku tahu bahwa Tuhan sedang mengawasiku dan menungguku untuk bertobat. Setelah berdoa beberapa kali lagi, aku mengumpulkan keberanian untuk membuka diri kepada Susan. Kuberitahukan kepadanya secara terperinci tentang bagaimana aku telah menipu dia dan bahwa aku telah sungguh-sungguh bertobat di hadapan Tuhan. Aku merasa beban yang berat telah diangkat dariku dan aku menjadi jauh lebih rileks.

Aku tahu bahwa kebohonganku bukanlah masalah yang bisa langsung diperbaiki begitu saja, jadi setelah itu, aku mulai berdoa di hadapan Tuhan sepanjang waktu, memohon Dia untuk memeriksa hatiku. Ketika aku menyingkapkan semacam niat licik, atau jika aku ingin berbohong atau bersikap curang, aku berdoa kepada Tuhan, berkata: "Tuhan, aku menghadapi masalah dan merasa tidak bisa melewatinya tanpa berbohong. Kumohon berilah aku pencerahan untuk memahami kebenaran, dan berilah aku kekuatan untuk meninggalkan daging. Ya Tuhan, aku ingin menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Tolonglah aku."

Suatu ketika setelah pertemuan, seorang pemimpin menanyakan pendapatku tentang hal itu. Aku sebenarnya memperhatikan bahwa dia bersikap angkuh dalam persekutuannya, dan bahwa ada beberapa masalah lainnya. Namun, aku takut melukai harga dirinya dengan mengatakan yang sebenarnya, dan khawatir dia akan memiliki pandangan yang buruk tentang diriku. Untuk melindungi citraku di hadapannya, aku berbohong dan berkata, "Semuanya bagus." Aku merasa tidak enak begitu mengatakan itu. Aku sadar telah berbohong, jadi aku berdoa kepada Tuhan dan memohon agar Dia membimbingku untuk menjadi orang yang jujur dan mengatakan yang sebenarnya. Kemudian aku berbicara dengan pemimpin itu tentang masalah pertemuan itu, dan aku merasa jauh lebih damai. Hasil dari pertemuan yang kami adakan selanjutnya jauh lebih baik daripada sebelumnya. Aku sadar setelah beberapa waktu, aku secara berangsur berubah. Sebelumnya, aku selalu berbohong untuk melindungi reputasi dan statusku. Namun, saat aku menyerahkan hatiku kepada Tuhan, memohon kepada-Nya untuk menjaga hatiku, aku melihat keadaanku dengan lebih jelas. Aku mampu dengan sadar bersandar kepada Tuhan untuk meninggalkan dagingku, menerapkan kebenaran, dan menjadi orang yang jujur. Meskipun terkadang aku mungkin menjadi malu atau menyinggung seseorang, menjadi orang yang jujur di hadapan Tuhan lebih penting bagiku.

Kini, aku berfokus untuk berkata jujur dan menjadi orang yang jujur dalam kehidupanku sehari-hari. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Firman-Nya telah membantuku melihat kerusakan dan keburukanku serta mengalami sedikit perubahan. Aku tahu bahwa menyelesaikan masalah berbohong membutuhkan Tuhan mengatur lebih banyak situasi untuk aku alami. Aku harus tetap waspada dan merenungkan diriku sendiri lebih lagi di hadapan Tuhan, agar aku tidak mengucapkan kebohongan yang membuat Tuhan jijik. Hal yang terpenting adalah menerima penghakiman dan hajaran firman Tuhan, berdoa dan mengandalkan-Nya agar benar-benar dibebaskan dari kecenderungan berbohong. Kiranya Tuhan membimbingku untuk menjadi orang yang jujur.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait