Pertobatan Seorang Dokter

11 Maret 2022

Oleh Saudara Yang Fan, Tiongkok

Saat menjadi dokter, aku selalu berusaha keras bersikap baik dan profesional. Aku andal dalam pekerjaanku dan membantu banyak orang. Tak lama, semua orang di komunitas kami memercayaiku sepenuhnya. Bertahun-tahun kemudian, aku mendapati semua rekanku telah membeli mobil dan rumah baru, tetapi aku masih tinggal di rumah lama milik keluarga. Aku juga masih naik sepeda. Putra kembarku tumbuh dengan cepat dan ada begitu banyak yang harus dibayar, tetapi aku tidak punya banyak uang. Saat memikirkan keuangan kami, aku tidak bisa makan atau tidur. Aku bertanya-tanya: "Kenapa aku sangat sulit memenuhi kebutuhan, tetapi dokter-dokter lain berpenghasilan sangat banyak?"

Lalu, suatu hari, di konferensi dokter pedesaan, aku mengobrol dengan beberapa rekanku. Aku bertanya bagaimana mereka menghasilkan begitu banyak. Dokter Sun memberitahuku, "Otoritas pusat telah mengatakan: 'Tidak penting kucing itu putih atau hitam, yang penting bisa menangkap tikus.' Uang adalah segalanya dalam masyarakat saat ini. Menghasilkan uang adalah keterampilan tersendiri. Namun, jika membiarkan hati nuranimu menghalangi, kau akan miskin seumur hidupmu!" Yang satunya, Dokter Li, berkata: "Jika ingin menghasilkan lebih banyak, kau harus pertahankan pasien. Saat merawat mereka, berilah hormon. Itu legal dan akan menyembuhkan mereka dengan cepat. Kau akan mendapat ulasan bagus, lebih banyak pasien akan datang, lebih banyak uang." Dokter lain, Dokter Jin, berkata: "'Obati penyakit ringan dengan obat mahal.' Jika seseorang datang dengan batuk akibat pilek, obat biasa tidak akan menghasilkan banyak uang untukmu, dan itu butuh waktu. Bertindaklah seolah-olah itu pneumonia atau flu. Resepnya akan menghasilkan lebih banyak uang. Mereka akan merasa lebih baik. Semua orang senang." Mereka semua punya cara sendiri untuk menghasilkan uang. Aku justru khawatir. Menghasilkan uang dari pasien seperti itu adalah cara berpraktik dokter? Bukankah ini perilaku tidak jujur? Namun, aku juga memikirkan rumah yang mereka huni, mobil yang mereka kendarai, dan betapa percaya dirinya mereka saat bicara. Sedangkan aku masih berkeliling dengan sepeda dan sangat miskin. Jika tidak melakukan yang mereka katakan, bagaimana aku akan menghasilkan lebih banyak uang? Bagaimana aku akan memberi keluargaku kehidupan yang baik? Lagi pula, semua orang melakukan hal yang sama. Meskipun tetap berpraktik dokter dengan etis, aku tidak bisa mengubah masyarakat. Lalu, dengan iming-iming lebih banyak uang, hati nuraniku dibungkam. Aku hendak mencoba cara yang berhasil untuk dokter lain. Aku mengobati pasien dan menjual obat-obatan secara berlebihan.

Suatu hari, seorang pasien datang dengan sakit gigi. Itu hanya radang gusi, dan aku bisa memberinya obat murah. Namun, melihat parahnya rasa sakit pasien itu, aku teringat perkataan Dokter Jin: "Mengobati penyakit ringan dengan obat mahal." Jadi, aku meresepkan obat, serta suntikan Barat dan tradisional. Aku takut pasien akan menolak begitu banyak obat, jadi aku berpura-pura kasihan dan berkata: "Obatnya banyak, tetapi itu akan mengobati penyebab dari gejalamu." Si pasien hanya mencengkeram pipinya dan mengangguk, lalu membayar dan pergi tanpa bicara. Melihatnya saat pergi, kecemasan yang kurasakan perlahan mereda. Aku menghasilkan lebih banyak uang daripada biasanya, dan meskipun pada awalnya merasa bersalah, perasaan itu segera hilang. Suatu hari, seorang ibu datang dengan putranya yang berusia lima tahun. Anak itu pilek dan sedikit batuk, jadi dia hanya butuh antibiotik. Namun, aku ingat pengobatan semacam ini tidak akan menghasilkan uang bagiku. Jadi, aku berkata kepada ibu anak itu: "Putramu menderita trakeitis. Dia butuh infus sekarang juga, atau itu akan menjadi pneumonia." Dia terkejut, tetapi percaya semua perkataanku tanpa pertanyaan, dan aku menginfus putranya selama empat hari. Saat meninggalkan rumah sakit, uang yang mereka bayarkan berlipat-lipat daripada yang dahulu kudapat untuk perawatan semacam ini. Aku merasa bersalah, tetapi, sekali lagi, aku memikirkan perkataan dokter lain, "Hati nurani tidak bisa membayar tagihan atau membelikanmu makanan. Jika mendengarkan itu, kau akan selalu miskin." Saat memikirkan itu, rasa bersalahku lenyap. Terkadang orang harus berbohong untuk mendapatkan uang, untuk bertahan hidup di masyarakat ini. Aku tak punya pilihan lain.

Lalu, seorang pasien dengan bronkitis kronis datang menemuiku. Dia hanya perlu minum obat sederhana. Namun, tentu saja, itu tidak akan menghasilkan uang untukku. Jadi, aku memberitahunya: "Kau harus dinfus, jika tidak, bisa menjadi emfisema, akhirnya, ini bisa menyebabkan penyakit jantung." Atas doronganku, dia dengan senang hati diinfus selama tujuh hari. Aku ingat pada hari terakhir perawatan, dia memegang tanganku dan berkata: "Terima kasih, Dokter. Aku merasa jauh lebih baik setelah perawatan ini. Jika ini menjadi emfisema atau penyakit jantung, aku benar-benar akan menderita." Mendengar ini, hati nuraniku tertusuk dan wajahku merah padam. Namun, aku berpikir: "Zaman sekarang, siapa yang tidak berbohong atau curang? Menghasilkan uang adalah keterampilan sendiri." Memikirkan ini, kegelisahan dan semua kekhawatiranku mulai menguap. Dengan ini, aku terus terperosok makin dalam demi mengejar uang. Setelah beberapa tahun, aku menghasilkan banyak uang. Aku punya rumah yang lebih besar, anak-anakku sudah menikah, dan kehidupanku baik. Namun, aku selalu merasa bersalah. Aku tidak damai, selalu gelisah setiap hari. Aku khawatir seseorang mengetahui perbuatanku dan akan memberi tahu semua orang tentangku. Pikiran ini sulit ditanggung.

Suatu hari, seorang saudari di desa kami memberitakan Injil Kerajaan Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku, dan aku mulai sering membaca firman Tuhan. Suatu kali, di sebuah pertemuan, kami membaca sebuah kutipan firman Tuhan tentang kejujuran. "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Secara hakikat, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya. Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia. Apa yang Kukatakan ini sangat sederhana, tetapi bagimu sangat berat. Banyak orang lebih suka dihukum di neraka daripada berkata dan bertindak jujur. Tidak mengherankan bahwa Aku punya perlakuan lain yang menanti mereka yang tidak jujur. ... Bagaimana nasib orang pada akhirnya bergantung pada apakah dia memiliki hati yang jujur dan bersih, dan apakah dia memiliki jiwa yang murni. Jika engkau adalah seorang yang sangat tidak jujur, seorang yang hatinya jahat, dan seorang yang jiwanya cemar, maka engkau pasti akan berakhir di tempat di mana manusia dihukum, sebagaimana tercatat dalam suratan takdirmu. Jika engkau mengeklaim dirimu sebagai seorang yang sangat jujur, tetapi tidak pernah berhasil bertindak sesuai kebenaran atau mengucapkan perkataan kebenaran, maka apakah engkau masih menantikan Tuhan untukmengupahimu? Apakah engkau masih berharap Tuhan menganggapmu sebagai biji mata-Nya? Bukankah ini cara berpikir yang tidak masuk akal? Engkau menipu Tuhan dalam segala sesuatu; bagaimana mungkin rumah Tuhan menampung orang sepertimu, yang tangannya cemar?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa esensi Tuhan adalah setia dan Dia menyukai orang jujur. Tuhan meminta kita terbuka dengan-Nya dalam ucapan dan tindakan. Baik secara pribadi atau di antara yang lain, kita harus menerima pengawasan Tuhan dan tidak berbohong kepada Tuhan atau orang lain. Kita harus jujur dan bisa dipercaya, karena hanya orang seperti itu yang bisa diselamatkan dan masuk ke kerajaan Tuhan. Memikirkan yang Tuhan tuntut dari kita, aku sadar, sebagai seorang dokter, aku tidak memikirkan pasienku dan cara menyembuhkan mereka dengan benar, justru bagaimana agar aku mendapatkan lebih banyak uang. Aku telah menipu orang-orang, padahal seharusnya menyembuhkan mereka. Aku mengeksploitasi ketakutan orang, membuat kondisi sepele menjadi serius, serta menggunakan itu untuk menjajakan obat-obatan mahal dan memperpanjang pengobatan. Aku membuat mereka membuang-buang uang, tetapi mereka tetap berterima kasih kepadaku. Aku orang yang tercela dan mengerikan! Meskipun menghasilkan lebih banyak uang daripada sebelumnya, aku terus-menerus paranoid, gelisah, dan tidak bisa santai. Aku telah bertindak tanpa hati nurani. Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa Tuhan membenci orang yang berbohong dan menipu orang lain, dan orang-orang ini tidak akan mendapatkan akhir bahagia. Hanya orang jujur yang bisa menerima pujian dan penyelamatan Tuhan. Sejak itu, aku ingin menjadi orang jujur. Aku memutuskan tidak akan pernah menipu siapa pun lagi, aku akan berhenti memberi pasien perawatan berlebihan. Aku ingin praktik dokter dengan terhormat dan jujur.

Beberapa saat kemudian, aku sadar, sejak berhenti menipu dan memberi pasien perawatan berlebihan, penghasilanku jauh lebih kecil. Saat itu, kinerja badan pengelola rumah sakit terkait dengan penjualan obat-obatan klinik. Suatu hari, rumah sakit memerintahkan pertemuan evaluasi kinerja. Ketua menuduhku menjatuhkan rumah sakit dan menurunkan peringkat kami sebagai "klinik tingkat lanjut." Rumah sakit juga mulai memberi insentif kepada stafnya. Setiap bulan, jika seorang dokter melebihi kuota bulanan penjualan resep, maka 50 persen dari surplus akan menjadi komisi mereka. Aku sadar jika aku merawat pasien secara berlebihan lagi, aku akan mendapatkan tambahan lebih dari 4.000 yuan tiap bulan, yang berarti tambahan 50.000 yuan setiap tahun. Namun, jika tidak melanjutkan perawatan berlebihan pada pasien, aku takkan pernah mencapai target mereka untuk kami, dan aku akan kehilangan banyak uang. Makin memikirkannya, makin aku merasa menjadi orang jujur mustahil dalam pekerjaanku. Aku harus mengelabui orang untuk menghasilkan uang. Jadi, aku menentang tuntutan Tuhan untukku. Aku mengabaikan hati nuraniku dan kembali ke cara lamaku.

Suatu hari, sepasang suami istri membawa putra mereka menemuiku. Dia menderita pilek, yang menyebabkan infeksi pernapasan, dan hanya membutuhkan obat sederhana. Berpura-pura khawatir, aku mengeluarkan stetoskop, lalu mendengarkan dada dan punggung anak itu. Setelah pemeriksaan pura-pura ini, aku berkata kepada orang tuanya, dengan sangat tegas: "Anak kalian menderita pneumonia pediatrik. Itu sudah menyebar. Kalian harusnya datang lebih cepat! Satu hari lagi saja, kondisinya akan gawat! Untungnya masih ada waktu. Kami akan infus dia beberapa hari, dan dia akan baik-baik saja." Lalu, seperti itulah, aku kembali memperdaya pasien untuk mengeluarkan uang. Aku membuat penyakit anak itu tampak berbahaya. Belakangan, aku menyesali diri. Aku takut yang kulakukan akan terungkap, jadi aku gelisah setiap hari. Terkadang, aku memberi tahu diriku, ini yang terakhir, dan setelah itu aku akan berhenti. Namun, aku tidak bisa menahan godaan uang, dan tidak bisa menahan diri melakukan dosa-dosa ini. Hidupku menjadi perjuangan. Aku tahu Tuhan menuntut kejujuran dari kita, tetapi bagaimanapun, aku tidak bisa berhenti mengelabui pasienku.

Lalu, aku membaca sebuah kutipan firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Terlahir di negeri yang najis seperti itu, manusia telah dirusak teramat parah oleh masyarakat, dia telah dipengaruhi oleh etika feodal, dan telah diajar di 'institusi pendidikan tinggi.' Pemikiran terbelakang, moralitas yang rusak, pandangan hidup yang jahat, falsafah hidup yang menjijikkan, keberadaan diri yang sepenuhnya tak berguna, dan adat-istiadat serta gaya hidup yang bejat—semua ini telah sedemikian parahnya memasuki hati manusia, dan telah sangat merusak dan menyerang hati nuraninya. Akibatnya, manusia menjadi semakin jauh dari Tuhan, dan semakin menentang-Nya. Watak manusia menjadi lebih jahat hari demi hari, dan tidak seorang pun yang akan rela mengorbankan segalanya untuk Tuhan, tidak seorang pun yang akan rela taat kepada Tuhan, dan terlebih lagi, tidak seorang pun yang akan rela mencari penampakan Tuhan. Sebaliknya, di bawah wilayah kekuasaan Iblis, manusia tidak melakukan apa pun selain mengejar kesenangan, menyerahkan diri mereka pada kerusakan daging dalam kubangan lumpur. Bahkan ketika mereka mendengar kebenaran, mereka yang hidup dalam kegelapan tidak berpikir untuk menerapkan kebenaran tersebut, mereka juga tidak ingin mencari Tuhan bahkan sekalipun mereka telah melihat penampakan-Nya. Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu bejat memiliki kesempatan untuk diselamatkan? Bagaimana mungkin seorang manusia yang begitu merosot martabatnya hidup dalam terang?" "Setelah kerusakan selama beberapa ribu tahun, manusia menjadi mati rasa dan dungu; manusia telah menjadi setan yang menentang Tuhan, sampai ke taraf pemberontakan manusia terhadap Tuhan telah didokumentasikan dalam buku-buku sejarah, dan bahkan manusia itu sendiri tidak mampu menceritakan dengan lengkap tentang perilakunya yang suka memberontak—karena manusia telah begitu dalam dirusak oleh Iblis, dan telah disesatkan oleh Iblis sampai sedemikian rupa hingga dia tidak tahu ke mana harus berpaling. Bahkan sekarang pun, manusia masih mengkhianati Tuhan: ketika manusia melihat Tuhan, dia mengkhianati-Nya, dan ketika dia tidak dapat melihat Tuhan, dia juga mengkhianati-Nya. Bahkan ada orang-orang yang, setelah menyaksikan kutukan Tuhan dan murka Tuhan, tetap saja mengkhianati-Nya. Jadi, Aku katakan bahwa akal manusia telah kehilangan fungsi aslinya, dan hati nurani manusia juga telah kehilangan fungsi aslinya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memiliki Watak yang Tidak Berubah Berarti Memusuhi Tuhan"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa masyarakat kita dan pendidikan yang kita terima telah dirusak oleh Iblis. "Tidak ada kekayaan tanpa kelicikan," "Uang adalah yang utama," dan "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri"—filosofi ini berasal dari Iblis. Dipengaruhi dan diracuni pandangan-pandangan ini, nilai-nilai kita menjadi bengkok. Kita menempatkan uang di atas segalanya. Kita meninggalkan moralitas hanya untuk menghasilkan tambahan uang. Kita berbohong dan curang, makin egois, penuh tipu daya, serakah, dan jahat, makin kehilangan kemanusiaan kita. Tugas seorang dokter adalah menyembuhkan pasiennya secara etis. Ini adalah inti dari hati nurani manusia. Namun, di bawah pengaruh uang, kebanyakan dokter memberi penanganan dan meresepkan obat-secara berlebihan, bahkan menipu pasien agar mengonsumsi hormon. Meskipun awalnya mereka tidak bisa melihat bahayanya, terlalu sering menggunakan obat-obatan dan hormon, seiring waktu akan sangat merusak tubuh. Terlalu banyak obat bisa menjadi racun bagi pasien dan kerap menyebabkan penyakit kronis. Ini pembunuhan pelan-pelan. Makin berpikir, makin aku takut. Aku teringat saat muda dan memutuskan menjadi dokter. Awalnya, aku ingin membantu orang biasa. Namun, pandangan iblis ini, "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri," "Uang adalah yang utama," dan "Tidak masalah kucingnya putih atau hitam, asalkan bisa menangkap tikus," mulai menguasaiku, dan perlahan-lahan aku kehilangan hati nurani dan nalar. Aku mengubah penyakit tiga hari menjadi penyakit lima hari, hanya untuk menghasilkan uang. Jika suatu penyakit bisa disembuhkan dengan satu sen, aku menyembuhkannya dengan 10 sen. Iblis telah merusakku sampai aku kehilangan semua hati nurani dan nalarku. Watakku tumbuh makin jahat. Aku menjadi serigala berbulu domba, yang lebih memedulikan uang daripada hati nurani. Setelah menerima pekerjaan Tuhan, aku tahu Tuhan menuntut kita menjadi orang jujur. Namun, aku masih tidak bisa menahan godaan uang dan, sekali lagi, aku mulai mencurangi pasienku. Aku melihat bagaimana racun Iblis telah menjadi bagian dari naturku. Jika bukan karena penghakiman firman Tuhan membimbingku melihat kebencian dan bahaya dari kebohonganku, aku akan terus hidup sebagai penipu. Aku akan gelisah dan menyesal sepanjang hidupku, juga masuk neraka sebagai hukuman atas perilaku jahatku. Aku akhirnya mengerti betapa pentingnya Tuhan meminta kita untuk jujur. Bersikap jujur dan melakukan perbuatan jujur memberi kita integritas dan martabat. Bersikap jujur adalah satu-satunya cara menenangkan hati kita. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku berdoa kepada-Nya. Aku bersedia memulai kembali, meninggalkan diriku, menerapkan kebenaran, dan menjadi orang jujur.

Suatu hari, seorang pasien dari desa lain datang menemuiku. Setelah pemeriksaan saksama, aku mendiagnosis dia menderita tukak kaki vena. Susah hilang dan sulit diobati. Namun, aku tahu pengobatan rahasia yang akan mengobatinya hanya dengan beberapa sen. Pasienku berkata telah menemui banyak dokter dan beberapa penipu serta telah menghabiskan ribuan yuan tanpa hasil. Mendengar ini, aku mulai berpikir: "Dia sudah menghabiskan lebih dari seribu yuan, jika aku menagihnya beberapa ratus untuk obatnya, itu tidak akan terlalu buruk, kan? Sayang sekali jika kesempatan ini disia-siakan." Saat memikirkan ini, hatiku melompat. "Aku akan menipu satu orang terakhir ini, dan setelah itu, aku akan jujur." Namun, saat bersiap memberinya resep, aku teringat tekad yang telah kubuat di hadapan Tuhan. Aku mulai berdoa: "Ya Tuhan, aku masih punya keinginan untuk berbohong. Aku tahu seharusnya tidak terus mengkhianati-Mu dan janjiku. Tuhan, aku butuh kekuatan untuk mengesampingkan keserakahanku dan menjadi orang jujur." Sebuah kutipan firman Tuhan lalu terlintas: "Orang-orang yang dengan tulus percaya kepada Tuhan selalu memiliki Dia di dalam hati mereka, dan mereka selalu memelihara hati yang menghormati Tuhan, hati yang mengasihi Tuhan. Mereka yang percaya kepada Tuhan harus melakukan segala sesuatu dengan hati-hati dan bijaksana, dan semua yang mereka lakukan haruslah sesuai dengan tuntutan Tuhan dan mampu memuaskan hati-Nya. Mereka tidak boleh keras kepala, melakukan apa pun yang mereka sukai; itu tidak sesuai dengan tata tertib orang kudus" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Peringatan Bagi Orang yang Tidak Melakukan Kebenaran"). Kutipan firman Tuhan ini menunjukkan kepadaku orang percaya sejati menghormati Tuhan dalam hati mereka, jujur, dan bisa diandalkan. Mereka bertindak secara terbuka, menerima pengawasan Tuhan, dan tidak menipu orang lain. Mereka melakukan segala sesuatu dengan kesopanan yang kudus dan berperilaku sesuai tuntutan Tuhan. Mereka tidak menghina Tuhan, memberontak melawan-Nya, atau melakukan hal-hal yang Dia benci. Aku pun sadar Iblis mencoba menggunakan uang untuk menyihir dan merusakku sekali lagi, membuatku melanjutkan kebohongan jahatku. Namun, aku tahu tidak bisa terus memberontak melawan Tuhan dan melawan tuntutan-Nya. Aku sangat bersyukur atas bimbingan dan pencerahan firman Tuhan, lalu aku berdoa kepada Tuhan sekali lagi: "Ya Tuhan! Kau membawa pasien ini ke sini hari ini untuk mengujiku. Sebelumnya, aku berbohong dan menipu demi uang, juga hidup dalam keserupaan iblis. Namun, mulai hari ini, Aku ingin menjadi orang jujur, untuk menyenangkan-Mu dan mempermalukan Iblis." Setelah berdoa, aku berkata dengan sungguh-sungguh kepada pasien itu: "Meskipun penyakit ini sulit diobati, aku punya resep yang kujamin akan menyembuhkanmu, dan harganya hanya 30 sen." Jika ini terjadi sebelumnya, dan harus menjual resep ini, aku akan meminta berkali-kali lipat jumlah ini. Namun, kini firman Tuhan telah memberiku kepercayaan diri untuk menerapkan kebenaran, menjadi orang yang jujur dan bermartabat. Aku tidak akan mencurangi orang atau menipu mereka lagi. Hari itu, saat pasien itu pergi dengan obatnya, aku merasa sangat bahagia dan hatiku damai.

Sepuluh hari kemudian, pasien itu kembali, dan berkata dengan rasa terima kasih: "Aku sudah ke mana-mana untuk mengobati penyakit ini, tetapi tidak kunjung pulih. Aku bahkan tidak menggunakan semua obat yang kau berikan, dan lukaku sudah sembuh! Itu obat ajaib! Terima kasih banyak! Aku akan memberi tahu semua orang yang kukenal tentangmu. Kau bukan hanya sangat terampil, tapi terjangkau." Saat mendengar kata-kata terima kasihnya, aku tahu perubahan kecil dalam diriku ini karena telah dibimbing firman Tuhan.

Aku ingat bagaimana cara pikirku: "Uang adalah yang utama," "Tidak ada kekayaan tanpa kelicikan," dan "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri." Di bawah kendali racun-racun ini, aku kehilangan hati nurani, integritas, dan moralku. Hatiku menjadi hitam. Firman dan penyelamatan Tuhan memulihkan hati nurani dan nalarku serta membantuku mendapatkan kembali prinsipku. Sejak itu, aku dengan hati-hati menangani setiap pasien yang datang menemuiku. Aku hanya memberi mereka yang mereka butuhkan dan jujur tentang kondisi mereka. Aku menepati janjiku untuk bersikap jujur. Lalu, tentu saja aku melihat lebih banyak berkat Tuhan. Aku merasa membumi, damai, dan bebas dari kecemasan. Pasien yang kurawat juga memberi tahu orang lain tentang pengalaman mereka denganku. Orang-orang dari semua desa sekitar ingin aku mengobati mereka. Aku merasa menyatakan kebenaran dan jujuritulah yang menjadikan seseorang manusia sejati. Menolak kebohongan dan menyatakan kebenaran adalah langkah awal menjadi orang jujur, aku tahu aku punya pekerjaan rumah untuk memperbaiki dan hidup sesuai tuntutan Tuhan.

Sebelumnya: Renungan Di Masa Sakit

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pilihan Seorang Guru

Ketika matahari terbenam di ufuk barat, di saat senja, pintu sebuah rumah peternakan kecil terbuka, dengan sehelai kain putih yang terikat...