Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya

Pertama, marilah kita nyanyikan sebuah pujian: Kidung Kerajaan (I) Kerajaan Turun ke Bumi.

Iringan: Orang banyak bersorak menyambut-Ku, orang banyak memuji-Ku; semua mulut menyerukan satu-satunya Tuhan yang benar. Kerajaan turun ke dunia manusia.

1 Orang banyak bersorak menyambut-Ku, orang banyak memuji-Ku; semua mulut menyerukan satu-satunya Tuhan yang benar, semua orang membuka matanya menyaksikan perbuatan-perbuatan-Ku. Kerajaan turun ke dunia manusia, pribadi-Ku kaya dan berkelimpahan. Siapa yang tidak akan bergirang karena ini? Siapa yang tidak akan menari penuh sukacita? Oh, Sion! Angkatlah panji kemenanganmu untuk merayakan Aku! Nyanyikan lagu kemenangan dan sebarkan nama-Ku yang kudus!

2 Semua ciptaan hingga yang di ujung di bumi! Segeralah tahirkan dirimu agar engkau dapat menjadi persembahan bagi-Ku! Bintang-bintang di langit! Segeralah kembali ke tempatmu untuk memperlihatkan kuasa-Ku yang dahsyat di cakrawala! Telinga-Ku mendengar dengan saksama suara orang-orang di bumi, yang mencurahkan kasih dan penghormatan mereka yang tak terbatas dalam nyanyian! Hari ini, saat semua ciptaan kembali hidup, Aku turun ke dunia manusia. Pada saat ini, pada saat teramat penting ini, semua bunga bermekaran sempurna, semua burung bernyanyi dalam satu suara, segala sesuatu bergetar penuh sukacita! Di tengah suara sorak penghormatan bagi kerajaan, kerajaan Iblis tumbang, musnah dalam gemuruh nyanyian kerajaan, tidak pernah bangkit lagi!

3 Siapakah di bumi yang berani bangkit dan menentang? Saat Aku turun ke bumi, Aku membawa api, membawa murka, membawa segala macam bencana. Kerajaan di bumi sekarang adalah kerajaan-Ku! Di langit, awan gemetar dan bergelung; di bawah langit, sungai dan danau bergelora dan dengan gembira memainkan melodi yang indah. Binatang yang tidur keluar dari sarangnya, dan semua orang yang tidur dibangunkan oleh-Ku. Hari yang dinanti semua orang akhirnya tiba! Mereka mempersembahkan lagu yang terindah kepada-Ku!

—Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru

Apa yang engkau semua pikirkan setiap kali menyanyikan lagu ini? (Kami merasa sangat gembira dan tergairah, dan kami membayangkan betapa mulia keindahan kerajaan, bagaimana umat manusia dan Tuhan akan bersama selamanya.) Adakah orang yang pernah memikirkan wujud seperti apa yang harus manusia kenakan agar dapat bersama-sama dengan Tuhan? Dalam imajinasimu, harus seperti apakah orang, agar bisa bergabung dengan Tuhan dan menikmati kehidupan mulia yang akan disediakan dalam kerajaan? (Watak mereka harus berubah.) Watak mereka harus berubah, tetapi sampai sejauh mana? Akan menjadi seperti apakah mereka setelah watak mereka berubah? (Mereka akan menjadi kudus.) Apa sajakah kriteria untuk kekudusan? (Seluruh pikiran dan pertimbangan orang haruslah sesuai dengan Kristus.) Bagaimanakah kesesuaian tersebut diwujudkan? (Orang tidak menentang atau mengkhianati Tuhan, bisa taat kepada-Nya secara mutlak, dan memiliki penghormatan yang penuh rasa takut akan Tuhan dalam hatinya.) Beberapa jawabanmu berada di jalur yang tepat. Bukalah hatimu, engkau semuanya, dan suarakanlah apa yang ingin engkau katakan. (Orang yang hidup bersama Tuhan dalam kerajaan harus bisa melakukan tugas-tugas mereka—dengan kesetiaan—dengan mengejar kebenaran dan tidak dicegah oleh orang, peristiwa, atau objek apa pun. Kemudian, akan menjadi mungkin bagi mereka untuk melepaskan diri dari pengaruh kegelapan, menyelaraskan hati mereka dengan Tuhan, serta takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.) (Perspektif kami terhadap banyak hal bisa semakin selaras dengan Tuhan, dan kami bisa melepaskan diri dari pengaruh kegelapan. Setidak-tidaknya, kami dapat mencapai titik di mana kami tidak lagi dieksploitasi oleh Iblis, dan di mana kami mengenyahkan segala watak rusak, serta tunduk kepada Tuhan. Kami percaya bahwa sangatlah penting bagi orang untuk melepaskan diri dari pengaruh kegelapan. Orang yang tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kegelapan dan lolos dari jerat Iblis belum mendapatkan penyelamatan Tuhan.) (Untuk memenuhi standar untuk disempurnakan oleh Tuhan, manusia harus sehati dan sepikiran dengan-Nya dan tidak lagi menentang Dia. Mereka harus bisa mengenal diri sendiri, melakukan kebenaran secara nyata, memperoleh pemahaman akan Tuhan, mengasihi Tuhan, dan menjadi selaras dengan Tuhan. Hanya itulah yang diperlukan.)

Betapa Beratnya Kesudahan Manusia Membebani Hati Mereka

Engkau semua tampaknya memiliki pemikiran tentang jalan yang harus engkau patuhi, dan engkau sudah mengembangkan suatu pemahaman atau apresiasi terhadap hal tersebut. Kendati demikian, entah kata-kata yang engkau semua ucapkan akan terbukti hampa atau memang nyata, itu tergantung pada fokusmu dalam pengamalanmu sehari-hari. Selama bertahun-tahun, engkau semua telah menuai buah-buah tertentu dari setiap aspek kebenaran, baik dalam hal doktrin maupun dalam hal isi sebenarnya dari kebenaran. Ini membuktikan bahwa orang-orang dewasa ini memberikan banyak penekanan pada perjuangan mencapai kebenaran, dan sebagai hasilnya, setiap aspek dan setiap hal dari kebenaran tersebut pasti sudah berakar dalam hati beberapa orang. Akan tetapi, apa yang paling Aku takutkan? Hal yang paling Kutakutkan adalah bahwa sekalipun pada kenyataannya berbagai subjek kebenaran dan semua teori ini sudah berakar di dalam hatimu, isinya yang sesungguhnya hanya memiliki sedikit hakikat dalam hatimu. Ketika engkau semua menemui masalah dan dihadapkan dengan ujian dan pilihan, seberapa besar kenyataan kebenaran ini dapat engkau manfaatkan secara praktis? Dapatkah itu membantumu mengatasi kesulitanmu dan keluar dari ujianmu, sehingga engkau dapat memuaskan kehendak Tuhan? Akankah engkau semua tetap berdiri teguh di tengah-tengah ujianmu serta menjadi kesaksian yang gemilang untuk Tuhan? Pernahkah engkau semua mencemaskan hal-hal ini sebelumnya? Aku bertanya kepada engkau semua: dalam hatimu, dan dalam semua pikiran dan perenunganmu sehari-hari, apa hal yang terpenting bagimu? Pernahkah engkau mencapai sebuah kesimpulan tentang ini? Apa yang menurutmu terpenting bagimu? Ada orang yang berkata, "Tentu saja melakukan kebenaran," sedangkan yang lain berkata, "Tentu saja membaca firman Tuhan setiap hari." Beberapa orang berkata, "Tentu saja datang ke hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya setiap hari," dan ada juga orang-orang yang berkata, "Tentu saja melakukan tugasku dengan benar setiap hari." Malahan, ada beberapa orang yang berkata bahwa mereka hanya selalu memikirkan tentang bagaimana memuaskan Tuhan, bagaimana taat kepada-Nya dalam semua hal, dan bagaimana bertindak sejalan dengan kehendak-Nya. Benarkah itu? Hanya itukah? Sebagai contoh, beberapa orang berkata, "Aku ingin semata-mata tunduk kepada Tuhan, tetapi manakala aku menemui masalah, aku tak mampu melakukannya." Orang yang lain mengatakan, "Aku ingin semata-mata memuaskan Tuhan, dan tidak apa-apa bahkan seandainya aku hanya bisa memuaskan-Nya sekali saja—tetapi aku tidak pernah bisa memuaskan-Nya." Beberapa orang berkata, "Aku ingin semata-mata tunduk kepada Tuhan. Dalam masa ujian, aku ingin semata-mata tunduk pada pengaturan-Nya, pada kedaulatan dan pengaturan-Nya, tanpa keluhan atau permintaan. Namun, aku gagal untuk tunduk, hampir setiap kali." Orang-orang yang lain lagi berkata, "Ketika aku dihadapkan dengan pengambilan keputusan, aku tidak pernah bisa memilih untuk melakukan kebenaran. Aku selalu ingin memuaskan daging dan ingin memenuhi hasrat pribadiku sendiri yang egois." Apakah penyebab hal ini? Sebelum ujian Tuhan datang, sudahkah engkau semua menantang dirimu berkali-kali, mencoba serta menguji dirimu berulang-ulang? Lihat apakah engkau benar-benar dapat tunduk kepada Tuhan dan benar-benar memuaskan Dia, dan apakah engkau dapat menjamin bahwa engkau tidak akan mengkhianati Dia; lihat apakah engkau bisa untuk tidak memuaskan dirimu sendiri dan memenuhi hasrat egoismu, melainkan hanya memuaskan Tuhan, tanpa mengambil pilihan pribadi. Adakah yang melakukan ini? Sebenarnya, hanya ada satu fakta yang sudah disajikan tepat di depan matamu, dan itulah yang paling membuat engkau semua tertarik, dan yang paling ingin engkau ketahui—yaitu perihal kesudahan dan tempat tujuan setiap orang. Engkau semua mungkin tidak menyadarinya, tetapi ini adalah sesuatu yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun. Ketika berbicara mengenai kebenaran tentang kesudahan manusia, tentang janji Tuhan kepada umat manusia, dan tempat tujuan yang Tuhan siapkan untuk manusia, Aku tahu ada beberapa orang yang sudah mempelajari firman Tuhan tentang topik ini beberapa kali. Ada juga orang yang berulang kali mencari jawabannya dan merenungkannya dalam pikiran mereka, tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa, atau mungkin pada akhirnya mencapai kesimpulan yang ambigu. Pada akhirnya, mereka tetap tidak yakin tentang kesudahan seperti apa yang menanti mereka. Ketika melaksanakan tugas mereka, kebanyakan orang cenderung ingin mengetahui jawaban pasti untuk pertanyaan-pertanyaan berikut ini: "Akan seperti apakah kesudahanku? Bisakah aku menapaki jalan ini sampai ke akhirnya? Bagaimanakah sikap Tuhan terhadap umat manusia?" Beberapa orang bahkan khawatir: "Di masa lalu, aku telah melakukan beberapa hal, dan aku telah mengatakan beberapa hal; aku telah bersikap tidak taat kepada Tuhan, aku telah melakukan perbuatan yang telah mengkhianati Tuhan, dan dalam beberapa situasi tertentu, aku gagal memuaskan Tuhan, aku menyakiti perasaan-Nya, dan aku mengecewakan-Nya serta membuat Dia membenciku dan muak terhadapku. Jadi, mungkin kesudahanku tidak diketahui." Akan cukup adil mengatakan bahwa kebanyakan orang merasa gelisah tentang kesudahan mereka sendiri. Tidak seorang pun berani berkata, "Aku merasa, dengan kepastian seratus persen, bahwa aku akan menjadi penyintas; aku seratus persen yakin bahwa aku dapat memuaskan kehendak Tuhan. Aku adalah orang yang selaras dengan hati Tuhan; aku adalah orang yang dipuji oleh Tuhan." Beberapa orang berpikir bahwa sangatlah sulit untuk mengikuti jalan Tuhan, dan bahwa melakukan kebenaran secara nyata adalah hal tersulit. Akibatnya, orang-orang semacam ini merasa yakin bahwa mereka tidak bisa ditolong, dan tidak berani memperbesar harapan tentang mencapai kesudahan yang baik; atau, mungkin, mereka percaya bahwa mereka tidak dapat memuaskan kehendak Tuhan, dan oleh karena itu, tidak dapat menjadi penyintas. Oleh karena ini, mereka menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kesudahan dan tidak bisa mencapai tempat tujuan yang baik. Terlepas dari bagaimana orang sebetulnya berpikir, mereka semua telah bertanya-tanya tentang kesudahan mereka berkali-kali. Mengenai pertanyaan tentang masa depan mereka dan tentang apa yang akan mereka dapatkan begitu Tuhan telah menyelesaikan pekerjaan-Nya, mereka tak henti-hentinya membuat perhitungan dan perencanaan. Beberapa membayar harga dua kali lipat; beberapa meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka; beberapa meninggalkan pernikahan mereka; beberapa meletakkan jabatan mereka untuk mengorbankan diri bagi kepentingan Tuhan; beberapa meninggalkan rumah mereka untuk memenuhi tugas mereka; beberapa memilih kesukaran, dan mulai mengambil tugas paling pahit dan menguras tenaga; beberapa memilih untuk mendedikasikan kekayaan mereka dan membaktikan seluruh hidup mereka; dan beberapa yang lain memilih untuk mengejar kebenaran dan berupaya keras untuk mengenal Tuhan. Bagaimanapun cara yang engkau pilih untuk melakukan penerapan, apakah caramu melakukan penerapan itu penting atau tidak? (Tidak, itu tidak penting.) Lalu, bagaimana kita menjelaskan "ketidakpentingan" ini? Jika metode penerapan itu tidak penting, lalu apa yang penting? (Perilaku baik secara lahiriah tidak mewakili melakukan kebenaran.) (Pemikiran tiap individu tidaklah penting; kuncinya di sini adalah apakah kita telah melakukan kebenaran atau tidak, dan apakah kita mengasihi Tuhan atau tidak.) (Kejatuhan antikristus dan pemimpin palsu membantu kita memahami bahwa perilaku lahiriah bukanlah hal paling vital. Di luarnya, mereka sepertinya telah meninggalkan banyak hal dan tampak bersedia membayar harga, tetapi setelah dicermati lebih dekat, kita dapat melihat bahwa mereka sama sekali tidak menghormati Tuhan, melainkan justru menentang-Nya dalam segala hal. Pada saat-saat genting, mereka selalu berpihak kepada Iblis dan mengganggu pekerjaan Tuhan. Dengan demikian, pertimbangan utama di sini adalah di sisi manakah kita berdiri ketika waktunya tiba, dan apa sudut pandang kita terhadap segala hal.) Engkau semua berbicara dengan baik, dan engkau sepertinya sudah memiliki pemahaman dasar dan standar untuk diikuti sehubungan dengan melakukan kebenaran, kehendak Tuhan, dan apa yang Tuhan tuntut dari umat manusia. Bahwa engkau semua mampu berbicara seperti ini sungguh menyentuh. Walaupun beberapa hal yang engkau semua katakan tidak begitu akurat, engkau sudah dekat dengan memiliki penjelasan yang benar tentang kebenaran—dan ini membuktikan bahwa engkau semua telah mengembangkan pemahaman aktualmu sendiri tentang orang, peristiwa, dan objek di sekitarmu, tentang semua lingkunganmu sebagaimana diatur oleh Tuhan, dan tentang segala sesuatu yang dapat engkau lihat. Ini adalah pemahaman yang mendekati kebenaran. Meskipun apa yang engkau semua katakan tidak sepenuhnya komprehensif, dan beberapa dari perkataanmu tidak terlalu tepat, pengertianmu telah mendekati realitas kebenaran. Mendengar engkau semua berbicara seperti ini membuat-Ku merasa sangat senang.

Keyakinan Orang Tidak Bisa Mengambil Alih Posisi Kebenaran

Beberapa orang mampu menanggung kesukaran, bisa membayar harga, secara lahiriah berperilaku sangat sopan, sangat dihormati, dan dikagumi oleh orang lain. Apakah menurutmu perilaku lahiriah seperti ini bisa dianggap melakukan kebenaran? Bisakah orang memastikan bahwa orang-orang semacam itu memuaskan kehendak Tuhan? Mengapa berulang kali orang melihat individu semacam ini dan berpikir bahwa mereka memuaskan hati Tuhan, berjalan di jalan melakukan kebenaran, dan memegang teguh jalan Tuhan? Mengapa beberapa orang berpikir seperti ini? Hanya ada satu penjelasan untuk itu. Penjelasan seperti apakah itu? Itu karena bagi banyak orang, pertanyaan tertentu—misalnya, apa arti melakukan kebenaran, apa arti memuaskan Tuhan, dan apa arti benar-benar memiliki kenyataan kebenaran—tidak begitu jelas. Dengan demikian, ada beberapa orang yang sering tertipu oleh mereka yang secara lahiriah tampak rohani, mulia, luhur, dan hebat. Adapun orang yang mampu dengan fasih membicarakan huruf dan doktrin, dan yang ujaran serta tindakannya sepertinya layak dikagumi, orang-orang yang teperdaya oleh mereka tidak pernah melihat esensi dari tindakan mereka, prinsip yang melatarbelakangi perbuatan mereka, atau apa tujuan mereka. Terlebih lagi, mereka tidak pernah melihat apakah orang-orang ini sungguh tunduk kepada Tuhan, dan mereka juga tidak pernah memastikan apakah orang-orang ini sungguh-sungguh takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Mereka tidak pernah mencerna esensi kemanusiaan orang-orang ini. Sebaliknya, mulai dari langkah pertama berkenalan dengan orang-orang tersebut, mereka sedikit demi sedikit mulai mengagumi dan menghormati orang-orang ini, dan pada akhirnya, orang-orang ini menjadi idola mereka. Lagi pula, dalam pikiran beberapa orang, idola yang mereka puja—dan yang mereka anggap sanggup meninggalkan keluarga serta pekerjaan mereka, dan yang tampak di luarnya mampu membayar harga—adalah orang-orang yang benar-benar memuaskan Tuhan dan dapat memperoleh kesudahan yang baik dan tempat tujuan yang baik. Dalam pikiran mereka, idola-idola ini adalah orang-orang yang dipuji Tuhan. Apa yang membuat mereka meyakini hal semacam ini? Apa esensi dari persoalan ini? Apa konsekuensi yang dapat ditimbulkannya? Pertama, mari kita bahas soal esensinya.

Pada dasarnya, berbagai persoalan ini, yang menyangkut sudut pandang orang, metode pengamalan mereka, prinsip pengamalan yang mereka pilih untuk gunakan, dan apa yang mereka masing-masing cenderung jadikan fokus, tidak ada hubungannya dengan tuntutan Tuhan terhadap umat manusia. Entah orang berfokus pada hal dangkal ataukah masalah mendalam, atau pada hukum yang tertulis dan doktrin, ataukah pada kenyataan, mereka tidak memegang teguh apa yang seharusnya benar-benar mereka pegang teguh, dan mereka juga tidak tahu apa yang paling perlu mereka ketahui. Alasan untuk ini adalah karena orang sama sekali tidak menyukai kebenaran; dengan demikian, mereka tidak bersedia meluangkan waktu dan upaya untuk mencari dan melakukan prinsip pengamalan yang ditemukan dalam perkataan Tuhan. Mereka malah lebih memilih menggunakan jalan pintas, meringkas apa yang mereka pahami dan ketahui sebagai pengamalan yang baik dan perilaku yang baik; ringkasan ini kemudian menjadi tujuan mereka sendiri untuk dikejar, yang mereka anggap sebagai kebenaran untuk dilakukan. Konsekuensi langsung dari ini adalah bahwa orang menggunakan perilaku baik manusia sebagai pengganti untuk melakukan kebenaran, yang juga memuaskan hasrat mereka untuk menjilat kepada Tuhan. Ini memberi mereka modal yang digunakan untuk melawan kebenaran, yang juga mereka manfaatkan untuk berargumen dan bersaing dengan Tuhan. Pada saat yang sama, orang juga dengan licik menyingkirkan Tuhan, menempatkan idola yang mereka kagumi untuk menggantikan tempat-Nya. Hanya ada satu akar penyebab yang membuat orang memiliki tindakan dan sudut pandang sebodoh itu, atau pendapat dan pengamalan sepihak—dan hari ini Aku akan memberitahukannya kepadamu: alasannya adalah bahwa meskipun orang dapat mengikuti Tuhan, berdoa kepada-Nya setiap hari, dan membaca perkataan-Nya setiap hari, mereka sebenarnya tidak memahami kehendak-Nya. Di sinilah letak akar masalahnya. Jika seseorang memahami hati Tuhan dan mengetahui apa yang disukai-Nya, apa yang dibenci-Nya, apa yang diinginkan-Nya, apa yang ditolak-Nya, orang macam apa yang disukai-Nya, orang macam apa yang tidak disukai-Nya, standar seperti apa yang digunakan-Nya saat menyampaikan tuntutan kepada manusia, dan pendekatan seperti apa yang Dia ambil untuk menyempurnakan mereka, lalu mungkinkah orang tersebut tetap memiliki pendapat pribadinya sendiri? Bisakah orang seperti ini pergi begitu saja dan memuja orang lain? Mungkinkah manusia biasa menjadi idola mereka? Orang-orang yang memahami kehendak Tuhan memiliki sudut pandang yang sedikit lebih rasional dari itu. Mereka tidak akan secara sembarangan memuja orang yang rusak, mereka juga tidak akan meyakini, sementara menempuh jalan menerapkan kebenaran, bahwa mematuhi beberapa aturan atau prinsip sederhana secara membabi buta adalah sama dengan menerapkan kebenaran.

Ada Banyak Pendapat Mengenai Standar yang Tuhan Gunakan untuk Menentukan Kesudahan Manusia

Mari kita kembali ke topik ini dan melanjutkan diskusi tentang perkara kesudahan.

Berhubung hal yang dikhawatirkan setiap orang adalah kesudahan mereka sendiri, apakah engkau semua tahu bagaimana Tuhan menentukan kesudahan tersebut? Dengan cara apa Tuhan menentukan kesudahan seseorang? Terlebih lagi, standar seperti apa yang Dia terapkan untuk menentukannya? Ketika kesudahan seseorang masih belum ditentukan, apa yang Tuhan lakukan untuk mengungkapkannya? Adakah yang tahu? Seperti Kukatakan sesaat yang lalu, ada beberapa orang yang telah meluangkan banyak waktu untuk menyelidiki firman Tuhan dalam upaya untuk mencari petunjuk tentang kesudahan manusia, tentang kategori-kategori yang ke dalamnya berbagai kesudahan ini digolongkan, dan tentang bermacam-macam kesudahan yang menanti berbagai jenis orang. Mereka juga berharap menemukan bagaimana firman Tuhan menetapkan kesudahan manusia, jenis standar yang digunakan-Nya, dan bagaimana tepatnya Dia menentukan kesudahan manusia. Akan tetapi, pada akhirnya, orang-orang ini tidak pernah berhasil menemukan jawaban apa pun. Dalam kenyataan sebenarnya, hanya terdapat sedikit sekali yang dikatakan tentang hal ini dalam perkataan Tuhan. Mengapa demikian? Selama kesudahan manusia masih belum diungkapkan, Tuhan tidak ingin memberi tahu siapa pun tentang apa yang akan terjadi di akhir, dan Dia juga tidak ingin memberi tahu siapa pun sebelumnya tentang tempat tujuan mereka, karena melakukan hal ini tidak akan memberi faedah apa pun bagi umat manusia. Di sini, sekarang, Aku hanya ingin memberi tahu engkau semua tentang cara yang digunakan oleh Tuhan untuk menentukan kesudahan manusia, tentang prinsip yang Dia terapkan untuk menentukan dan mewujudkan kesudahan ini, serta tentang standar yang Dia gunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat bertahan hidup atau tidak. Bukankah inilah persoalan yang engkau semua paling khawatirkan? Lalu, bagaimana orang meyakini Tuhan menentukan kesudahan manusia? Engkau semua baru saja menyinggung sebagian darinya: beberapa dari antaramu mengatakan ini ada hubungannya dengan menjalankan tugas seseorang dengan setia dan mengorbankan diri bagi Tuhan; beberapa mengatakan ini tentang tunduk kepada Tuhan dan memuaskan Dia; beberapa mengatakan bahwa salah satu faktornya adalah tunduk pada pengaturan Tuhan; dan beberapa mengatakan bahwa kuncinya adalah tetap rendah hati .... Ketika engkau semua melakukan kebenaran ini dan ketika engkau melakukan pengamalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang kauyakini benar, tahukah engkau apa yang Tuhan pikirkan? Pernahkah engkau semua mempertimbangkan apakah terus bertindak seperti ini memuaskan kehendak-Nya? Apakah itu memenuhi standar-Nya? Apakah itu memenuhi tuntutan-Nya? Aku yakin bahwa kebanyakan orang tidak memikirkan persoalan ini masak-masak. Mereka hanya menerapkan secara mekanis sebagian dari firman Tuhan, atau sebagian dari khotbah, atau standar tokoh rohani tertentu yang mereka idolakan, memaksa diri mereka untuk melakukan ini dan itu. Mereka yakin bahwa ini adalah cara yang benar, jadi mereka tetap menaatinya dan melakukannya, apa pun yang terjadi pada akhirnya. Beberapa orang berpikir, "Aku sudah beriman selama bertahun-tahun; aku selalu melakukan pengamalan dengan cara ini. Aku merasa bahwa aku benar-benar telah memuaskan Tuhan, dan aku juga merasa sudah mendapat banyak hal dari semua itu. Ini karena aku telah memahami banyak kebenaran selama masa ini, dan juga banyak hal yang sebelumnya tidak aku pahami. Pada khususnya, banyak gagasan dan pandanganku telah berubah, nilai hidupku telah begitu banyak berubah, dan aku sekarang punya pemahaman cukup baik tentang dunia ini." Orang seperti itu percaya bahwa ini adalah tuaian, dan bahwa itu adalah hasil akhir dari pekerjaan Tuhan bagi umat manusia. Menurut pendapatmu, dengan menggabungkan standar ini dan semua pengamalanmu, apakah engkau memuaskan kehendak Tuhan? Beberapa di antaramu akan berkata dengan mantap, "Tentu saja! Kami melakukan penerapan menurut firman Tuhan; kami melakukan penerapan menurut apa yang dikhotbahkan dan disampaikan oleh Yang Di Atas. Kami selalu melakukan tugas kami dan mengikuti Tuhan tanpa henti, dan kami tidak pernah meninggalkan Dia. Itulah sebabnya, kami dapat berkata dengan penuh keyakinan bahwa kami memuaskan Tuhan. Tidak peduli seberapa besar kami memahami maksud-Nya, dan tidak peduli seberapa banyak kami memahami firman-Nya, kami selalu berada di jalan pencarian agar sesuai dengan Tuhan. Selama kami bertindak dengan benar, dan melakukan pengamalan dengan benar, kami pasti akan mencapai hasil yang benar." Bagaimana pendapatmu tentang perspektif ini? Apakah itu benar? Mungkin, ada juga beberapa yang berkata, "Aku tidak pernah memikirkan tentang hal-hal ini sebelumnya. Aku hanya berpikir bahwa selama aku terus memenuhi tugasku dan bertindak selaras dengan tuntutan perkataan Tuhan, maka aku bisa bertahan hidup. Aku tidak pernah memikirkan pertanyaan apakah aku dapat memuaskan hati Tuhan, maupun pernah memikirkan apakah aku memenuhi standar yang ditetapkan oleh-Nya. Karena Tuhan tidak pernah memberitahuku ataupun memberiku instruksi yang jelas, aku percaya bahwa selama aku terus bekerja dan tidak berhenti, maka Tuhan akan merasa puas dan seharusnya tidak menuntutku lebih dari itu." Apakah semua keyakinan ini benar? Menurut pandangan-Ku, cara pengamalan seperti ini, cara berpikir seperti ini, dan sudut pandang ini semuanya melibatkan khayalan, juga sedikit kebutaan. Mungkin, perkataan-Ku ini membuat beberapa orang dari antaramu merasa sedikit berkecil hati, berpikir, "Kebutaan? Jika ini adalah 'kebutaan', maka harapan kami akan keselamatan dan bertahan hidup sangat kecil dan tidak pasti, bukankah begitu? Dengan berkata demikian, bukankah Engkau mematahkan semangat kami?" Apa pun yang engkau semua yakini, hal-hal yang Aku katakan dan lakukan bukan dimaksudkan untuk membuatmu merasa seolah-olah semangatmu sedang dipatahkan. Sebaliknya, hal-hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahamanmu tentang maksud Tuhan, dan meningkatkan pengertianmu tentang apa yang Dia pikirkan, apa yang ingin Dia capai, orang macam apa yang disukai-Nya, apa yang dibenci-Nya, apa yang dipandang jijik oleh-Nya, tipe orang seperti apa yang ingin didapatkan-Nya, dan tipe orang seperti apa yang ditolak-Nya. Hal-hal ini dimaksudkan untuk memberi kejelasan pada pikiranmu dan memberimu pemahaman yang jelas tentang seberapa jauh tindakan dan pikiranmu masing-masing telah menyimpang dari standar yang dituntut oleh Tuhan. Apakah sangat perlu membahas topik-topik ini? Karena Aku tahu engkau semua telah beriman sejak lama sekali, dan telah mendengar begitu banyak khotbah, tetapi ini justru hal-hal yang paling kurang kaumiliki. Sekalipun engkau semua telah mencatat setiap kebenaran dalam buku catatanmu, dan telah menghafalkan dan mengukir dalam hatimu apa yang secara pribadi engkau semua yakini sebagai penting, dan sekalipun engkau semua berencana untuk menggunakan hal-hal ini untuk memuaskan Tuhan dalam pengamalanmu, untuk menggunakannya ketika engkau semua sedang membutuhkannya, menggunakannya untuk melewati masa-masa sulit yang akan datang, atau sekadar untuk membiarkan hal-hal ini menyertaimu saat engkau semua menjalani hidupmu, tetapi menurut pandangan-Ku, terlepas dari caramu melakukannya, jika engkau sekadar melakukannya, ini tidaklah begitu penting. Lalu, apa yang sangat penting? Hal yang sangat penting adalah bahwa ketika engkau melakukan pengamalan, engkau harus tahu dari dalam lubuk hatimu, dengan kepastian mutlak, apakah setiap hal yang engkau lakukan—setiap perbuatanmu—sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan atau tidak, dan apakah semua tindakanmu, semua pemikiranmu, dan hasil serta tujuan yang ingin kaucapai benar-benar memuaskan kehendak Tuhan dan memenuhi tuntutan-Nya, dan apakah Dia memperkenan semua itu atau tidak. Inilah hal-hal yang sangat penting.

Berjalan dalam Jalan Tuhan: Takut Akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan

Ada pernyataan yang harus diingat oleh engkau semua. Aku yakin pernyataan ini sangat penting, karena bagi-Ku, hal itu terlintas dalam pikiran berkali-kali setiap hari. Mengapa demikian? Ini karena setiap kali Aku berhadapan dengan seseorang, setiap kali Aku mendengar kisah seseorang, dan setiap kali Aku mendengar pengalaman seseorang atau kesaksian mereka tentang percaya kepada Tuhan, Aku selalu menggunakan pernyataan ini untuk menentukan dalam hati-Ku apakah individu ini tipe orang yang Tuhan inginkan dan tipe orang yang Tuhan sukai, atau bukan. Jika demikian, apakah pernyataan ini? Aku sekarang membuat engkau semua begitu penasaran. Ketika Aku mengungkapkan pernyataan tersebut, engkau semua mungkin akan merasa kecewa karena ada beberapa orang yang mengamininya selama bertahun-tahun di bibir saja. Akan tetapi, Aku tidak pernah satu kali pun mengamininya di bibir saja. Pernyataan ini bersemayam dalam hati-Ku. Jadi, apakah pernyataan ini? Itu adalah ini: "berjalan dalam jalan Tuhan: takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan." Bukankah ini sebuah frasa yang sangat sederhana? Kendati demikian, terlepas dari kesederhanaannya, orang yang benar-benar memiliki pemahaman mendalam tentang kata-kata ini akan merasa bahwa itu memuat bobot yang sangat berat, bahwa pernyataan ini sangat bernilai untuk pengamalan orang, bahwa itu adalah kalimat dari bahasa kehidupan yang mengandung kenyataan kebenaran, bahwa itu mewakili tujuan seumur hidup bagi mereka yang berusaha untuk memuaskan Tuhan, dan bahwa itu adalah jalan seumur hidup yang harus diikuti oleh siapa pun yang peka terhadap maksud Tuhan. Jadi bagaimana menurutmu: bukankah pernyataan ini adalah kebenaran? Apakah pernyataan itu memiliki makna penting semacam ini ataukah tidak? Di samping itu, mungkin ada beberapa orang di antaramu yang memikirkan pernyataan ini dan mencoba untuk memahaminya, dan mungkin ada beberapa orang di antaramu yang bahkan merasa bimbang tentangnya: Apakah pernyataan ini sangat penting? Apakah hal itu sangat penting? Apakah perlu untuk memberinya penekanan sedemikian rupa? Mungkin ada juga beberapa orang di antaramu yang tidak terlalu menyukai pernyataan ini, karena engkau berpikir bahwa mengambil jalan Tuhan dan menyimpulkannya ke dalam satu pernyataan ini merupakan penyederhanaan yang terlalu berlebihan. Menggabungkan semua hal yang Tuhan katakan dan memadatkannya menjadi satu pernyataan—bukankah ini membuat Tuhan menjadi sedikit kurang bermakna? Apakah benar demikian? Bisa jadi sebagian besar dari engkau semua tidak sepenuhnya memahami makna penting yang mendalam di balik kata-kata ini. Meskipun engkau semua sudah mencatatnya, engkau tidak berniat untuk menyimpan pernyataan ini dalam hatimu; engkau sekadar menuliskannya dalam buku catatanmu untuk membacanya kembali serta merenungkannya di waktu luangmu. Beberapa orang di antaramu bahkan tidak akan mau repot-repot menghafalkan pernyataan tersebut, apalagi berusaha memanfaatkannya dengan baik. Namun, mengapa Aku ingin menyebutkan pernyataan ini? Apa pun perspektifmu, atau apa pun yang engkau semua pikirkan, Aku harus menyebutkan pernyataan ini, karena ini sangat relevan dengan cara Tuhan menentukan kesudahan manusia. Apa pun pemahamanmu saat ini tentang pernyataan ini atau bagaimana engkau semua memperlakukannya, Aku tetap akan mengatakan ini kepada engkau semua: seandainya orang dapat menerapkan kata-kata pernyataan ini dan menimba pengalaman darinya, serta mencapai standar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, maka mereka pastilah penyintas dan pasti memiliki kesudahan yang baik. Akan tetapi, jika engkau tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan melalui pernyataan ini, maka bisa dikatakan bahwa kesudahanmu tidak jelas. Jadi, Aku berbicara kepadamu tentang pernyataan ini untuk persiapan mentalmu sendiri, dan agar engkau semua bisa mengetahui standar seperti apa yang Tuhan gunakan untuk mengukurmu. Seperti yang baru saja Aku katakan kepadamu, pernyataan ini sangat relevan dengan penyelamatan Tuhan atas umat manusia, dan juga bagaimana Dia menentukan kesudahan manusia. Bagaimana hal ini relevan? Engkau semua sungguh ingin tahu, jadi kita akan membicarakan tentang hal itu sekarang.

Tuhan Memanfaatkan Berbagai Macam Ujian untuk Menguji Apakah Orang Takut Akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan

Di setiap zaman Tuhan bekerja, Dia mengaruniakan beberapa firman kepada manusia dan memberi tahu mereka tentang beberapa kebenaran. Kebenaran ini berfungsi sebagai jalan yang harus dipegang teguh oleh manusia, jalan yang harus mereka tempuh, jalan yang memampukan mereka untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan jalan yang harus dilakukan serta dipegang teguh oleh manusia dalam hidup mereka dan sepanjang perjalanan hidup mereka. Karena alasan inilah Tuhan mengungkapkan perkataan ini kepada umat manusia. Firman ini, yang datang dari Tuhan, harus dipegang teguh oleh manusia, dan memegang teguh firman tersebut berarti menerima kehidupan. Jika seseorang tidak memegangnya teguh, tidak melakukannya, dan tidak hidup dalam firman Tuhan dalam kehidupan mereka, maka orang ini tidak melakukan kebenaran. Lagi pula, jika orang tidak melakukan kebenaran, berarti mereka tidak takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan juga tidak dapat memuaskan Tuhan. Orang-orang yang tidak dapat memuaskan Tuhan tidak dapat menerima pujian dari-Nya, dan orang semacam ini tidak memiliki kesudahan. Jadi, kalau begitu, di sepanjang pekerjaan Tuhan, bagaimana Tuhan menentukan kesudahan seseorang? Metode apa yang Tuhan pakai untuk menentukan kesudahan seseorang? Mungkin engkau semua masih sedikit bingung mengenai hal ini sekarang, tetapi jika Aku mengatakan prosesnya kepadamu, maka hal ini akan menjadi cukup jelas, karena ada banyak di antaramu yang sudah pernah mengalaminya sendiri.

Di sepanjang pekerjaan-Nya, sejak awal, Tuhan telah menetapkan ujian untuk setiap orang—atau bisa engkau katakan untuk setiap orang yang mengikuti-Nya—dan ujian ini datang dalam bermacam-macam ukuran. Ada orang yang telah mengalami ujian ditolak oleh keluarga mereka, ada yang telah mengalami ujian berada dalam lingkungan berbahaya, ada yang mengalami ujian ditahan dan disiksa, ada yang telah mengalami ujian dihadapkan dengan sebuah pilihan; dan ada yang telah menghadapi ujian dalam bentuk uang dan status. Secara umum, engkau masing-masing telah menghadapi segala jenis ujian. Mengapa Tuhan bekerja seperti ini? Mengapa Dia memperlakukan setiap orang seperti ini? Hasil seperti apa yang dicari-Nya? Inilah poin yang ingin Kusampaikan kepadamu: Tuhan ingin melihat apakah orang ini adalah tipe orang yang takut akan Dia dan menjauhi kejahatan, atau tidak. Maksud dari ini adalah ketika Tuhan memberimu sebuah ujian dan menghadapkanmu pada beberapa keadaan atau yang lain, maksud-Nya adalah untuk menguji apakah engkau adalah orang yang takut akan Dia dan menjauhi kejahatan, atau bukan. Jika seseorang dihadapkan dengan tugas menjaga persembahan, dan tugas ini mengakibatkan dia bersentuhan dengan persembahan Tuhan, apakah menurutmu ini sesuatu yang telah diatur oleh Tuhan? Tidak perlu diragukan lagi! Semua yang engkau hadapi adalah sesuatu yang telah diatur oleh Tuhan. Ketika engkau diperhadapkan dengan perkara ini, Tuhan akan mengamatimu diam-diam, melihat pilihan apa yang kau ambil, bagaimana engkau melakukan pengamalan, dan pikiran apa yang kaumiliki. Hal yang Tuhan paling pedulikan adalah hasil akhirnya, karena hasil inilah yang akan membantu-Nya untuk mengukur apakah engkau telah memenuhi standar-Nya dalam ujian khusus ini atau tidak. Akan tetapi, manakala orang menghadapi suatu masalah, mereka sering kali tidak memikirkan tentang mengapa mereka dihadapkan pada hal tersebut, atau standar apa yang Tuhan harapkan mereka penuhi, apa yang ingin dilihat-Nya dalam diri mereka, atau apa yang ingin Dia dapatkan dari mereka. Ketika diperhadapkan dengan masalah ini, orang semacam itu sekadar berpikir, "Inilah hal yang kuhadapi; aku harus berhati-hati, tidak ceroboh! Bagaimanapun, ini persembahan Tuhan, dan aku tidak dapat menyentuhnya." Diperlengkapi dengan pikiran sederhana semacam itu, orang yakin bahwa mereka telah memenuhi tanggung jawab mereka. Akankah hasil dari ujian ini mendatangkan kepuasan bagi Tuhan atau tidak? Silakan membicarakan tentang ini. (Jika orang takut akan Tuhan dalam hati mereka, maka ketika diperhadapkan dengan suatu tugas yang memungkinkan mereka untuk bersentuhan dengan persembahan Tuhan, mereka akan mempertimbangkan betapa mudahnya menyinggung watak Tuhan, dan itu pasti akan membuat mereka melangkah dengan hati-hati.) Tanggapanmu berada di jalur yang tepat, tetapi belum tepat sasaran. Berjalan di jalan Tuhan bukan tentang menaati aturan yang dangkal; sebaliknya, itu berarti bahwa jika engkau dihadapkan pada suatu masalah, engkau memandangnya pertama-tama dan yang utama sebagai suatu situasi yang telah diatur oleh Tuhan, sebuah tanggung jawab yang Dia telah karuniakan kepadamu, atau suatu tugas yang telah Dia percayakan kepadamu. Ketika menghadapi masalah ini, engkau bahkan harus melihatnya sebagai sebuah ujian yang Tuhan telah berikan kepadamu. Ketika menghadapi masalah ini, engkau harus memiliki sebuah standar dalam hatimu, dan engkau harus berpikir bahwa persoalan ini datang dari Tuhan. Engkau harus berpikir tentang bagaimana menanganinya sedemikian rupa sehingga engkau dapat memenuhi tanggung jawabmu selagi tetap setia kepada Tuhan, dan juga bagaimana cara melakukannya tanpa membangkitkan amarah-Nya atau menyinggung watak-Nya. Sesaat yang lalu, kita berbicara tentang menjaga persembahan. Perkara ini melibatkan persembahan, dan juga bersentuhan dengan tugasmu dan tanggung jawabmu. Engkau memiliki rasa kewajiban atas tanggung jawab ini. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada masalah ini, apakah ada pencobaan? Ada. Dari mana pencobaan ini berasal? Pencobaan ini berasal dari Iblis, dan juga berasal dari watak jahat dan rusak manusia. Berhubung ada pencobaan, persoalan ini melibatkan mempertahankan kesaksian yang harus orang pegang teguh, yang juga merupakan tanggung jawab dan tugasmu. Beberapa orang berkata, "Ini hanyalah perkara sepele; apakah memang perlu membesar-besarkan hal tersebut?" Sangat perlu! Ini karena agar dapat berpegang pada jalan Tuhan, kita tidak bisa melepaskan apa pun yang terjadi, baik pada diri kita atau di sekeliling kita, bahkan hal-hal kecil; baik kita berpikir harus memberi perhatian pada hal tersebut ataupun tidak, selama perkara apa pun ada di hadapan kita, kita tidak boleh melepaskannya. Semua hal yang terjadi harus dipandang sebagai ujian yang Tuhan berikan kepada kita. Bagaimana pendapatmu tentang cara memandang segala hal semacam ini? Jika engkau memiliki sikap semacam ini, maka itu menegaskan satu fakta: jauh di lubuk hatimu, engkau takut akan Tuhan dan bersedia menjauhi kejahatan. Jika engkau memiliki hasrat ini untuk memuaskan Tuhan, maka apa yang engkau lakukan tidak akan jauh dari memenuhi standar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Sering kali ada orang yang percaya bahwa hal-hal yang tidak banyak diperhatikan orang dan biasanya tidak dibahas hanyalah hal remeh yang tidak ada kaitannya dengan melakukan kebenaran. Ketika dihadapkan dengan suatu persoalan, orang-orang ini tidak banyak memusingkannya dan mereka kemudian membiarkannya berlalu. Akan tetapi, dalam kenyataan sebenarnya, persoalan ini adalah sebuah pelajaran yang harus engkau pelajari—pelajaran tentang bagaimana takut akan Tuhan dan bagaimana menjauhi kejahatan. Selain itu, apa yang harus lebih engkau pikirkan adalah mengetahui apa yang Tuhan lakukan saat perkara ini muncul untuk dihadapi olehmu. Tuhan berada tepat di sisimu, mengamati setiap kata dan tindakanmu, dan mengamati segala sesuatu yang engkau lakukan serta perubahan apa yang berlangsung dalam pikiranmu—ini adalah pekerjaan Tuhan. Beberapa orang bertanya, "Jika benar demikian adanya, lalu mengapa aku tidak merasakannya?" Engkau belum merasakannya karena engkau belum berpegang pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan sebagai jalan utamamu; oleh karena itu, engkau tidak dapat merasakan pekerjaan halus yang Tuhan lakukan dalam dalam diri manusia, yang terwujud menurut pikiran dan tindakan manusia yang beragam. Engkau orang berkepala angin! Apa artinya perkara besar? Apa artinya perkara kecil? Hal-hal yang melibatkan berjalan dalam jalan Tuhan tidak dibagi menjadi hal besar atau hal kecil, semua itu adalah perkara besar—bisakah engkau menerimanya? (Kami bisa menerimanya.) Dalam hal perkara sehari-hari, ada beberapa hal yang orang pandang sangat besar dan signifikan, dan ada hal lain yang dipandang sebagai hal yang remeh. Orang sering melihat hal-hal besar ini sebagai sangat penting, dan mereka menganggapnya telah dikirim oleh Tuhan. Akan tetapi, seiring dengan bergulirnya perkara besar ini, akibat kurang dewasanya tingkat pertumbuhan orang dan karena rendahnya kualitas mereka, orang sering kali tidak cukup mampu untuk memenuhi kehendak Tuhan, tidak dapat memperoleh penyingkapan apa pun, dan tidak bisa memperoleh pengetahuan nyata apa pun yang bernilai. Sehubungan dengan perkara-perkara kecil, hal-hal ini diabaikan begitu saja oleh orang dan dibiarkan menghilang sedikit demi sedikit. Dengan demikian, orang telah kehilangan banyak kesempatan untuk diperiksa di hadapan Tuhan dan diuji oleh-Nya. Apa artinya jika engkau senantiasa mengabaikan orang-orang, peristiwa, objek, dan situasi yang Tuhan telah aturkan untukmu? Ini berarti bahwa setiap hari dan bahkan pada setiap momen, engkau terus-menerus menolak penyempurnaan dirimu oleh Tuhan, dan juga kepemimpinan-Nya. Kapan pun Tuhan mengatur suatu situasi untukmu, Dia diam-diam mengamati, memperhatikan hatimu, mencermati pikiran dan pertimbanganmu, mengawasi bagaimana engkau berpikir, dan menunggu untuk mengetahui bagaimana engkau akan bertindak. Jika engkau orang yang ceroboh—orang yang belum pernah menganggap serius jalan Tuhan, firman-Nya, atau kebenaran—maka engkau tidak akan menyadari atau memperhatikan apa yang ingin Tuhan selesaikan atau tuntutan yang Dia harapkan engkau penuhi saat Dia mengatur lingkungan tertentu untukmu. Engkau juga tidak akan mengetahui bagaimana orang, peristiwa, dan objek yang engkau hadapi berkaitan dengan kebenaran atau kehendak Tuhan. Setelah engkau menghadapi keadaan serta ujian berulang-ulang seperti ini, dengan Tuhan tidak melihat pencapaian apa pun dalam dirimu, bagaimana Dia bisa melanjutkan? Setelah berulang kali menghadapi ujian, engkau belum juga mengagungkan Tuhan dalam hatimu, maupun memahami keadaan yang Tuhan atur untukmu sebagaimana itu adanya: ujian dan tes dari Tuhan. Sebaliknya, engkau telah menolak kesempatan yang Tuhan karuniakan kepadamu, satu demi satu, membiarkannya lewat berkali-kali. Bukankah ini ketidaktaatan ekstrem yang ditunjukkan orang? (Benar.) Apakah Tuhan akan merasa sakit hati karena hal ini? (Ya.) Salah, Tuhan tidak akan merasa sakit hati! Mendengar-Ku mengatakan hal semacam ini mengejutkanmu sekali lagi. Engkau mungkin berpikir, "Bukankah sebelumnya dikatakan bahwa Tuhan selalu merasa sakit hati? Lalu, tidakkah Tuhan akan merasa sakit hati? Lalu, kapan Tuhan merasa sakit hati?" Singkat kata, Tuhan tidak akan merasa sakit hati dalam situasi ini. Jika demikian, lalu apa sikap Tuhan terhadap tipe perilaku yang diuraikan di atas? Ketika orang menolak ujian dan tes yang Tuhan kirim kepada mereka, dan ketika mereka tidak menyukainya, hanya ada satu sikap yang Tuhan miliki terhadap orang-orang semacam ini. Sikap apakah ini? Tuhan menolak orang semacam ini, dari lubuk hati-Nya. Ada dua lapisan makna untuk kata "menolak." Bagaimana semestinya Aku menjelaskannya dari sudut pandang-Ku? Secara mendalam, kata "menolak" memuat konotasi rasa muak dan kebencian. Bagaimana dengan lapisan maknanya yang lain? Itu adalah bagian yang menyiratkan sikap masa bodoh tentang sesuatu. Engkau semua mengetahui apa arti "masa bodoh", bukan? Secara ringkas, "menolak" adalah kata yang mewakili reaksi dan sikap terakhir Tuhan terhadap orang-orang yang berperilaku dengan cara demikian; itu adalah kebencian yang ekstrem terhadap mereka, dan rasa jijik, dan karenanya, itu menghasilkan keputusan untuk meninggalkan mereka. Ini adalah keputusan final Tuhan terhadap seseorang yang tidak pernah berjalan dalam jalan Tuhan, dan yang tidak pernah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bisakah engkau semua sekarang melihat arti penting dari pernyataan yang telah Kusebutkan sebelumnya itu?

Apakah engkau semua sekarang memahami metode yang Tuhan gunakan untuk menentukan kesudahan manusia? (Dia mengatur keadaan yang berbeda setiap hari.) Dia mengatur keadaan yang berbeda—ini adalah sesuatu yang bisa orang rasakan dan sentuh. Lalu, apakah motif Tuhan untuk melakukan ini? Niat-Nya adalah untuk memberikan kepada setiap orang berbagai macam ujian pada waktu berbeda-beda, dan di berbagai tempat. Aspek apa sajakah dari manusia yang diuji dalam sebuah ujian? Ujian menentukan apakah engkau tipe orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam setiap persoalan yang engkau hadapi, dengar, lihat, dan alami sendiri. Setiap orang akan menghadapi ujian semacam ini, karena Tuhan adil terhadap semua orang. Beberapa di antaramu berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun; lalu mengapa aku belum menghadapi ujian apa pun?" Engkau merasa bahwa engkau belum pernah menghadapi ujian karena kapan pun Tuhan telah mengatur keadaan untukmu, engkau tidak pernah menganggapnya serius dan belum berkeinginan untuk berjalan dalam jalan Tuhan. Dengan demikian, engkau sama sekali tidak merasakan ujian dari Tuhan. Beberapa orang berkata, "Aku telah menghadapi sejumlah ujian, tetapi aku tidak tahu cara untuk melakukan pengamalan dengan benar. Meskipun aku sudah melakukan pengamalan, aku masih belum tahu apakah aku telah berdiri teguh selama ujian dari Tuhan." Orang dengan kondisi semacam ini jelas tidak sedikit jumlahnya. Jadi, apa standar yang digunakan oleh Tuhan untuk mengukur orang? Seperti yang baru saja Aku katakan: standarnya adalah apakah engkau takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam segala sesuatu yang kaulakukan, pikirkan, dan ungkapkan. Ini adalah cara menentukan apakah engkau orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan atau bukan. Apakah konsep ini sederhana, atau tidak? Cukup sederhana untuk mengatakan demikian, tetapi apakah mudah untuk melakukannya? (Itu tidak begitu mudah.) Mengapa tidak begitu mudah? (Karena orang tidak mengenal Tuhan, dan mereka tidak mengetahui bagaimana Tuhan menyempurnakan orang, sehingga ketika mereka dihadapkan pada berbagai perkara, mereka tidak tahu cara untuk mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah mereka. Mereka harus melalui berbagai ujian, pemurnian, hajaran, dan penghakiman, sebelum mereka dapat memiliki kenyataan tentang takut akan Tuhan.) Engkau semua bisa mengatakannya demikian, tetapi menurut pendapatmu, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tampaknya sangat mudah dilakukan sekarang. Mengapa Aku mengatakan ini? Itu karena engkau semua telah mendengar banyak khotbah, dan menerima penyiraman dari kenyataan kebenaran dalam jumlah berlimpah; Ini telah memungkinkanmu untuk memahami bagaimana untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan secara teori dan pemikiran. Sedangkan sehubungan dengan cara untuk benar-benar mengamalkan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu, semua pengetahuan ini sudah sangat membantu dan membuatmu merasa bahwa hal tersebut seakan-akan mudah dicapai. Lalu, mengapa orang tidak pernah benar-benar mencapainya? Ini karena natur dan esensi manusia adalah tidak takut akan Tuhan, dan menyukai kejahatan. Inilah alasan sesungguhnya.

Tidak Takut Akan Tuhan dan Tidak Menjauhi Kejahatan Berarti Menentang Tuhan

Izinkan Aku memulai dengan menanyakan kepadamu dari manakah pernyataan "takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan" ini berasal. (Kitab Ayub.) Karena kita telah menyebut Ayub, marilah kita membahas dirinya. Dalam masa Ayub, apakah Tuhan bekerja untuk penyelamatan dan penaklukan umat manusia? Tidak. Bukankah begitu? Di samping itu, sejauh menyangkut Ayub, seberapa banyak pengetahuankah yang dia miliki tentang Tuhan, waktu itu? (Tidak banyak.) Apakah Ayub memiliki lebih banyak atau lebih sedikit pengetahuan tentang Tuhan dibandingkan yang engkau semua miliki saat ini? Mengapa engkau tidak berani menjawab? Ini sebuah pertanyaan sangat mudah untuk dijawab. Lebih sedikit! Itu sudah pasti! Dewasa ini, engkau semua berhadapan langsung dengan Tuhan, dan berhadapan langsung dengan firman Tuhan; engkau memiliki jauh lebih banyak pengetahuan akan Tuhan dibandingkan Ayub. Mengapa Aku mengemukakan hal ini? Apa tujuan-Ku mengatakan hal-hal ini? Aku ingin menjelaskan sebuah fakta kepadamu, tetapi sebelum melakukannya, Aku ingin mengajukan kepadamu sebuah pertanyaan: Ayub hanya tahu sedikit sekali tentang Tuhan, tetapi dia masih mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; mengapa orang zaman sekarang gagal melakukan yang demikian? (Karena mereka telah dirusak sedemikian dalamnya.) Bahwa mereka telah dirusak sedemikian dalamnya adalah fenomena dangkal yang menyebabkan masalah ini, tetapi Aku tidak pernah memandangnya dengan cara demikian. Engkau semua sering menggunakan berbagai doktrin dan istilah yang kerap dipakai, seperti "kerusakan yang mendalam," "memberontak melawan Tuhan," "ketidaksetiaan terhadap Tuhan," "ketidaktaatan," "tidak menyukai kebenaran," dan seterusnya, serta menggunakan semua frasa khas ini untuk menjelaskan esensi dari setiap persoalan. Ini cara pengamalan yang cacat. Menggunakan jawaban yang sama untuk menjelaskan persoalan dengan sifat yang berbeda tak pelak lagi menimbulkan kecurigaan penuh hujat terhadap kebenaran dan Tuhan; Aku tidak suka mendengarkan jawaban semacam ini. Pikirkan itu masak-masak! Tidak seorang pun dari antaramu memikirkan tentang perkara ini sedikit pun, tetapi Aku dapat melihatnya setiap hari, dan setiap hari Aku dapat merasakannya. Jadi, sementara engkau semua bertindak, Aku menyaksikannya. Ketika engkau semua melakukan sesuatu, engkau tidak dapat merasakan esensinya, tetapi ketika Aku mengamati, Aku bisa melihat esensinya, dan Aku bisa merasakan esensinya juga. Jadi apakah esensi ini? Mengapa orang zaman sekarang tidak mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Jawaban-jawabanmu masih jauh dari mampu menjelaskan esensi masalah ini maupun sanggup menyelesaikannya. Itu karena hal ini memiliki suatu sumber yang tidak engkau sadari. Apakah sumber ini? Aku tahu engkau semua ingin mendengarnya, jadi Aku akan memberitahukan kepadamu sumber dari masalah ini.

Sejak Tuhan mulai melakukan pekerjaan, bagaimana cara-Nya menganggap umat manusia? Tuhan menyelamatkan mereka; Dia telah memandang manusia sebagai anggota keluarga-Nya, sebagai sasaran pekerjaan-Nya, sebagai orang-orang yang ingin Dia taklukkan dan selamatkan, dan orang-orang yang Dia hendak sempurnakan. Ini adalah sikap Tuhan terhadap umat manusia pada awal pekerjaan-Nya. Akan tetapi, seperti apa sikap umat manusia terhadap Tuhan pada waktu itu? Tuhan tidak akrab bagi manusia, dan mereka menganggap Tuhan sebagai orang asing. Dapat dikatakan bahwa sikap mereka terhadap Tuhan tidak menuai hasil yang benar, dan bahwa mereka tidak memiliki pengertian yang jelas tentang bagaimana mereka seharusnya memperlakukan Tuhan. Dengan demikian, mereka memperlakukan-Nya sesuka mereka, dan melakukan apa pun yang mereka suka. Apakah mereka memiliki pendapat apa pun tentang Tuhan? Pada awalnya, tidak; pendapat mereka sekadar terdiri atas beberapa gagasan dan anggapan mengenai Dia. Mereka menerima hal-hal yang sesuai dengan gagasan mereka, dan ketika sesuatu tidak sesuai dengan gagasan mereka, mereka menaatinya secara lahiriah saja, tetapi dalam lubuk hatinya, mereka merasakan penentangan yang kuat dan mereka melawannya. Beginilah hubungan antara Tuhan dan manusia pada mulanya: Tuhan memandang mereka sebagai anggota keluarga, tetapi mereka memperlakukan-Nya sebagai orang asing. Akan tetapi, setelah suatu periode pekerjaan Tuhan, manusia mulai mengerti apa yang Dia berusaha capai, dan mereka mengetahui bahwa Dialah Tuhan yang sejati; mereka juga mulai mengetahui apa yang dapat mereka peroleh dari Tuhan. Bagaimana cara orang menganggap Tuhan pada waktu ini? Mereka memandang-Nya sebagai penyelamat, serta berharap untuk diberi kasih karunia, berkat, dan janji-janji-Nya. Pada saat ini, bagaimana cara Tuhan menganggap manusia? Dia memandang mereka sebagai target penaklukan-Nya. Tuhan ingin menggunakan firman untuk menghakimi mereka, menguji mereka, dan memasukkan mereka ke dalam ujian. Akan tetapi, menurut anggapan orang pada waktu itu, Tuhan hanyalah objek yang dapat mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Orang melihat bahwa kebenaran yang dikeluarkan oleh Tuhan bisa menaklukkan dan menyelamatkan mereka, bahwa mereka memiliki suatu kesempatan untuk memperoleh sejumlah hal yang mereka inginkan dari-Nya, serta mencapai tempat tujuan yang mereka inginkan. Karena hal ini, sedikit kesungguhan terbentuk dalam hati mereka, dan mereka pun bersedia mengikuti Tuhan ini. Waktu berlalu, dan karena telah memiliki pengetahuan akan Tuhan yang bersifat dangkal dan doktrinal, bisa dikatakan bahwa manusia mulai merasa "akrab" dengan Tuhan dan firman yang diucapkan-Nya, khotbah-Nya, kebenaran yang Dia tunjukkan, dan pekerjaan-Nya. Oleh karena itu, mereka memiliki pemahaman yang keliru bahwa Tuhan tidak lagi tak akrab, dan bahwa mereka sudah menempuh jalan untuk menjadi sesuai dengan Tuhan. Pada saat ini, orang telah mendengarkan banyak khotbah tentang kebenaran dan telah mengalami banyak sekali pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, karena adanya gangguan dan halangan yang ditimbulkan oleh banyak faktor dan berbagai keadaan, kebanyakan orang tidak mampu untuk berhasil dalam melakukan kebenaran maupun sanggup memuaskan Tuhan. Orang telah menjadi semakin malas, dan semakin kurang kepercayaan diri. Mereka semakin merasakan bahwa kesudahan mereka sendiri tidak diketahui. Mereka tidak berani mengemukakan gagasan muluk-muluk apa pun, dan mereka tidak berusaha untuk membuat kemajuan; mereka hanya terus mengikuti dengan enggan, maju selangkah demi selangkah. Berkenaan dengan keadaan manusia saat ini, seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka? Dia hanya ingin mengaruniakan kebenaran ini kepada mereka, dan menanamkan jalan-Nya dalam diri mereka, dan kemudian mengatur berbagai keadaan untuk menguji mereka dengan berbagai cara. Tujuan-Nya adalah menggunakan firman ini, kebenaran ini, dan pekerjaan-Nya, serta membuahkan hasil akhir yang melaluinya manusia menjadi mampu untuk takut akan Dia dan menjauhi kejahatan. Kebanyakan orang telah Kulihat sekadar menerima firman Tuhan dan menganggapnya sebagai doktrin, huruf-huruf biasa yang tertulis di atas kertas, peraturan yang harus ditaati. Dalam tindakan dan perkataan mereka, atau saat menghadapi ujian, mereka tidak menganggap jalan Tuhan sebagai jalan yang harus mereka pegang teguh. Ini khususnya benar ketika orang dihadapkan pada ujian-ujian besar; Aku belum melihat ada orang semacam itu, yang melakukan pengamalan dengan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Oleh karena ini, sikap Tuhan terhadap manusia penuh dengan rasa muak dan ketidaksukaan yang ekstrem! Meskipun Dia sudah berulang kali memberi mereka ujian, bahkan ratusan kali, mereka tetap tidak memiliki sikap yang jelas, yang digunakan untuk menunjukkan tekad mereka: "Aku ingin takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan!" Karena orang tidak memiliki tekad ini dan mereka tidak menunjukkan hal seperti ini, sikap Tuhan sekarang terhadap mereka tidak lagi sama seperti sikap-Nya di masa lalu, ketika Dia mengulurkan belas kasih, toleransi, sikap menahan diri, dan kesabaran kepada mereka. Sebaliknya, Dia sangat kecewa terhadap umat manusia. Siapa yang menyebabkan kekecewaan ini? Tergantung pada siapakah sikap Tuhan terhadap manusia? Itu tergantung pada setiap orang yang mengikuti Dia. Selama bertahun-tahun melakukan pekerjaan-Nya, Tuhan telah membuat banyak tuntutan terhadap orang dan mengatur banyak keadaan bagi mereka. Akan tetapi, terlepas dari cara mereka telah bertindak dan bagaimanapun sikap mereka terhadap Tuhan, orang telah gagal melakukan pengamalan yang tepat sesuai dengan tujuan memiliki rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, Aku akan mengemukakan kata-kata rangkuman, dan menggunakan kata-kata ini untuk menjelaskan semua yang baru saja kita katakan tentang mengapa orang tidak bisa berjalan dalam jalan Tuhan untuk memiliki rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Apakah kata-kata ini? Perkataan ini adalah: Tuhan menganggap manusia sebagai sasaran penyelamatan-Nya dan sasaran pekerjaan-Nya; manusia menganggap Tuhan sebagai musuh mereka dan antitesis mereka. Apakah engkau sudah memiliki pemahaman yang jelas mengenai perkara ini sekarang? Sudah jelas seperti apa sikap manusia, seperti apa sikap Tuhan, dan apa hubungan antara manusia dan Tuhan. Seberapa banyak pun khotbah yang engkau semua sudah dengar, semua hal yang mengenainya engkau sudah membuat kesimpulanmu sendiri, seperti bersikap setia kepada Tuhan, tunduk kepada Tuhan, mencari jalan untuk menjadi sesuai dengan Tuhan, ingin mengorbankan seumur hidup untuk Tuhan, dan ingin hidup untuk Tuhan—bagi-Ku, hal-hal tersebut bukanlah contoh mengenai secara sadar berjalan dalam jalan Tuhan, yaitu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, melainkan semua itu hanyalah saluran yang melaluinya engkau semua bisa meraih tujuan tertentu. Untuk meraihnya, engkau semua dengan enggan mengikuti beberapa peraturan, dan justru peraturan-peraturan inilah yang membuat orang semakin jauh dari jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan yang menempatkan Tuhan berseberangan dengan umat manusia sekali lagi.

Topik hari ini sedikit berat, tetapi bagaimanapun, Aku masih berharap ketika engkau semua melewati pengalaman yang akan datang, dan di waktu yang akan datang, engkau akan mampu melakukan apa yang baru saja Aku katakan kepadamu. Jangan menganggap Tuhan seperti udara hampa, seakan-akan Dia ada ketika Dia berguna bagimu, tetapi tidak ada saat engkau tidak membutuhkan-Nya. Begitu engkau memiliki pemikiran semacam ini dalam bawah sadarmu, engkau telah membuat Tuhan murka. Mungkin ada orang yang berkata, "Aku tidak menganggap Tuhan hanya sebagai udara hampa. Aku selalu berdoa kepada-Nya dan aku selalu berusaha memuaskan-Nya, dan semua yang aku lakukan berada dalam ruang lingkup, standar, serta prinsip yang Tuhan tuntut. Aku jelas tidak melakukan pengamalan menurut gagasanku sendiri." Ya, cara yang engkau pakai saat melakukan pengamalan ini benar. Akan tetapi, apa yang kaupikirkan ketika engkau berhadapan langsung dengan suatu masalah? Bagaimana engkau melakukan pengamalan ketika engkau dihadapkan pada suatu persoalan? Beberapa orang merasa bahwa Tuhan ada ketika mereka berdoa kepada-Nya dan memanjatkan permohonan kepada-Nya, tetapi manakala menghadapi masalah, mereka memunculkan gagasan mereka sendiri dan ingin mengikutinya. Ini berarti bahwa mereka menganggap Tuhan sebagai udara hampa belaka, dan situasi semacam ini membuat Tuhan tidak ada dalam pikiran mereka. Orang yakin bahwa Tuhan harus ada ketika mereka membutuhkan-Nya, tetapi tidak harus ada ketika mereka tidak membutuhkan-Nya. Orang berpikir bahwa melakukan pengamalan berdasarkan gagasan mereka sendiri sudah cukup. Mereka percaya bahwa mereka dapat melakukan apa pun yang mereka sukai; mereka semata-mata tidak percaya bahwa mereka perlu mencari jalan Tuhan. Bagi orang-orang yang saat ini berada dalam situasi seperti ini dan terjebak dalam keadaan semacam ini, bukankah mereka mengundang bahaya? Beberapa orang berkata, "Entah aku mengundang bahaya atau tidak, aku telah beriman selama bertahun-tahun, dan aku percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkanku karena Dia tidak tega melakukannya." Orang lain berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan sejak aku berada dalam rahim ibuku, Itu sudah empat puluh atau lima puluh tahun, jadi dalam hal waktu, aku paling memenuhi syarat untuk diselamatkan oleh Tuhan dan aku paling memenuhi syarat untuk bertahan hidup. Selama empat atau lima dekade ini, aku telah meninggalkan keluarga dan pekerjaanku dan aku telah menyerahkan semua yang kumiliki—hal-hal seperti uang, status, kesenangan, dan waktu bersama keluarga. Aku tidak makan banyak makanan lezat, aku tidak menikmati banyak hiburan, aku tidak mengunjungi banyak tempat menarik, dan aku bahkan sudah mengalami penderitaan yang tidak mampu ditanggung orang biasa. Jika Tuhan tidak dapat menyelamatkanku karena semua ini, maka aku diperlakukan dengan tidak adil dan aku tidak bisa percaya kepada Tuhan yang seperti ini." Apakah ada banyak orang dengan pandangan semacam ini? (Ada.) Baiklah, kalau begitu, hari ini Aku akan membantu engkau semua memahami sebuah fakta: orang-orang yang berpandangan semacam ini menimbulkan kesulitan bagi diri mereka sendiri. Ini karena mereka menutupi mata mereka dengan imajinasi mereka sendiri. Justru imajinasi serta kesimpulan mereka sendiri inilah yang mengambil alih standar yang Tuhan tuntut untuk manusia penuhi dan mencegah mereka menerima maksud Tuhan yang sebenarnya. Ini membuat mereka tidak mampu merasakan keberadaan-Nya yang sejati, dan ini juga mengakibatkan mereka kehilangan kesempatan untuk disempurnakan Tuhan, meninggalkan bagian atau porsi dalam janji Tuhan.

Cara Tuhan Menentukan Kesudahan Orang dan Standar yang Digunakan-Nya untuk Melakukannya

Sebelum engkau menetapkan pandangan atau kesimpulan apa pun, pertama-tama engkau harus memahami seperti apa sikap Tuhan terhadapmu, dan apa yang Dia pikirkan, barulah engkau bisa memutuskan apakah pemikiranmu itu benar atau tidak. Tuhan tidak pernah menggunakan waktu sebagai satuan pengukur untuk menentukan kesudahan seseorang maupun mendasarkan penentuan semacam itu atas seberapa banyak orang tersebut sudah menderita. Lalu, apa yang Tuhan gunakan sebagai standar untuk menentukan kesudahan seseorang? Menentukannya berdasarkan waktu adalah yang paling sesuai dengan gagasan manusia. Di samping itu, ada sejumlah orang yang sering engkau semua lihat, yang pada satu titik banyak mengabdi, banyak mengorbankan diri, membayar harga yang mahal, dan sangat banyak menderita. Inilah orang-orang yang dapat diselamatkan oleh Tuhan, menurut cara pandangmu. Segalanya yang orang-orang ini tunjukkan dan hidupi sungguh selaras dengan gagasan manusia tentang standar yang ditetapkan Tuhan untuk menentukan kesudahan orang. Apa pun yang engkau semua yakini, Aku tidak akan menyebutkan contoh-contoh ini satu per satu. Singkat kata, apa pun yang bukan merupakan standar dalam pemikiran Tuhan sendiri, berasal dari imajinasi manusia, dan segala hal semacam itu merupakan gagasan manusia. Jika engkau dengan tak bepengertian memaksakan pemahaman dan imajinasimu sendiri, apa hasilnya? Sangat jelas bahwa satu-satunya konsekuensi dari hal ini adalah Tuhan akan menolakmu. Ini karena engkau selalu memamerkan kualifikasimu di hadapan Tuhan, bersaing dengan-Nya, dan berdebat dengan-Nya, dan engkau tidak benar-benar berusaha memahami pikiran-Nya, dan engkau juga tidak mencoba untuk memahami kehendak-Nya atau sikap-Nya terhadap umat manusia. Bertindak dengan cara seperti ini menghormati dirimu di atas segala hal; ini tidak mengagungkan Tuhan. Engkau percaya kepada dirimu sendiri; engkau tidak percaya kepada Tuhan. Tuhan tidak menginginkan orang-orang semacam ini dan Dia juga tidak akan memberikan keselamatan kepada mereka. Jika engkau dapat melepaskan sudut pandang semacam ini dan terlebih lagi, memperbaiki sudut pandang yang tidak tepat yang dahulu kaumiliki, jika engkau bisa mulai bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, jika engkau dapat mengamalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan sejak saat ini, jika engkau dapat berusaha menghormati Tuhan sebagai yang agung dalam segala hal, dan berhenti menggunakan khayalan, sudut pandang, atau keyakinanmu sendiri untuk mendefinisikan dirimu dan Tuhan, dan jika sebaliknya, engkau dapat mencari maksud Tuhan dalam segala hal, mencapai realisasi dan pemahaman akan sikap-Nya terhadap umat manusia, dan memuaskan Dia dengan memenuhi standar-Nya, itu akan sangat luar biasa! Ini akan menandakan bahwa engkau mulai mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Jika Tuhan tidak menggunakan berbagai pemikiran, gagasan, dan sudut pandang orang sebagai standar untuk menentukan kesudahan mereka, standar macam apakah yang Dia gunakan untuk menentukan kesudahan orang? Dia menggunakan ujian untuk menentukan kesudahan mereka. Ada dua standar dari penggunaan ujian oleh Tuhan untuk menentukan kesudahan orang: pertama adalah jumlah ujian yang orang lalui, dan kedua adalah hasil yang didatangkan ujian-ujian ini atas orang. Kedua indikator inilah yang menentukan kesudahan orang. Sekarang, mari kita jabarkan kedua standar ini.

Terlebih dahulu, ketika seseorang diperhadapkan dengan sebuah ujian dari Tuhan (ujian ini mungkin kecil bagimu, tidak layak untuk dibahas), Dia akan membuatmu menyadari dengan jelas bahwa ini adalah tangan-Nya atas dirimu, dan bahwa Dialah yang mengatur keadaan ini untukmu. Selagi engkau masih belum dewasa dalam tingkat pertumbuhanmu, Tuhan akan mengaturkan ujian guna mengujimu, dan ujian ini akan sesuai dengan tingkat pertumbuhanmu, apa mampu engkau pahami, dan apa yang mampu engkau tanggung. Bagian apa dari dirimu yang akan diuji? Sikapmu terhadap Tuhan. Apakah sikap ini sangat penting? Tentu saja penting! Sikap ini memiliki kepentingan khusus! Sikap dalam diri manusia ini adalah hasil yang Tuhan inginkan, jadi, menurut-Nya, itulah yang terpenting. Jika tidak, Tuhan tidak akan mencurahkan upaya-Nya atas orang-orang dengan melakukan pekerjaan seperti ini. Melalui semua ujian ini, Tuhan ingin melihat sikapmu terhadap-Nya; Dia ingin melihat apakah engkau berada di jalur yang benar atau tidak. Dia juga ingin melihat apakah engkau takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan atau tidak. Oleh karena itu, entah engkau memahami banyak atau sedikit kebenaran pada suatu waktu tertentu, engkau tetap akan diperhadapkan dengan ujian dari Tuhan, dan setelah jumlah kebenaran yang engkau pahami meningkat, Dia akan terus mengaturkan ujian yang relevan untukmu. Ketika engkau sekali lagi diperhadapkan dengan ujian, Tuhan hendak melihat apakah sudut pandangmu, gagasanmu, dan sikapmu terhadap-Nya mengalami pertumbuhan selama rentang periode waktu itu. Beberapa orang bertanya-tanya, "Mengapa Tuhan selalu ingin melihat sikap manusia? Bukankah Dia sudah melihat bagaimana mereka melakukan kebenaran? Mengapa Dia tetap ingin melihat sikap mereka?" Ini adalah omongan bodoh! Berhubung Tuhan bekerja dengan cara seperti ini, kehendak-Nya pasti terkandung di dalamnya. Tuhan terus-menerus mengamati orang dari tepi, memperhatikan setiap perkataan dan tindakan mereka, setiap perbuatan dan pergerakan mereka; Dia bahkan mengamati setiap pikiran dan gagasan mereka. Tuhan mencatat segala sesuatu yang terjadi pada orang—perbuatan baik mereka, kesalahan mereka, pelanggaran mereka, bahkan pemberontakan serta pengkhianatan mereka—sebagai bukti untuk menetapkan kesudahan mereka. Langkah demi langkah, seiring meningkatnya pekerjaan Tuhan, engkau akan mendengar semakin banyak kebenaran dan bisa menerima lebih banyak hal dan informasi positif, dan engkau akan memperoleh lebih banyak kenyataan kebenaran. Sepanjang proses ini, tuntutan Tuhan terhadapmu pun akan meningkat, dan seiring dengan itu, Dia akan mengaturkan ujian yang lebih serius bagimu. Tujuan-Nya adalah untuk memeriksa apakah sikapmu terhadap-Nya sudah berkembang sementara itu. Tentu saja, saat ini terjadi, sudut pandang yang Tuhan tuntut darimu akan sesuai dengan pemahamanmu akan kenyataan kebenaran.

Ketika tingkat pertumbuhanmu secara bertahap meningkat, demikian juga standar yang Tuhan tuntut darimu. Selagi engkau masih belum matang, Dia akan menetapkan standar yang sangat rendah untuk kaupenuhi; ketika tingkat pertumbuhanmu sedikit lebih besar, Dia akan meningkatkan standarmu sedikit lebih tinggi. Namun, apa yang akan Tuhan lakukan setelah engkau memperoleh pemahaman tentang seluruh kebenaran? Dia akan membuatmu menghadapi ujian yang bahkan lebih besar lagi. Di tengah ujian ini, yang Tuhan ingin peroleh darimu, yang Tuhan ingin lihat darimu, adalah pengetahuan yang lebih mendalam tentang Dia, rasa hormat yang sejati akan Dia. Selama masa ini, tuntutan-Nya terhadapmu akan lebih tinggi dan "lebih keras" daripada ketika tingkat pertumbuhanmu lebih tidak matang (orang mungkin memandangnya sebagai keras, tetapi Tuhan sebenarnya memandangnya wajar). Ketika Tuhan sedang menguji orang, kenyataan seperti apakah yang ingin diciptakan-Nya? Dia terus-menerus meminta agar orang memberikan hati mereka kepada-Nya. Beberapa orang akan berkata, "Bagaimana aku bisa memberikan itu? Aku sudah memenuhi tugasku; aku meninggalkan rumah dan mata pencaharianku, dan aku sudah mengorbankan diri. Bukankah semua ini adalah peristiwa di mana aku memberikan hatiku kepada Tuhan? Bagaimana lagi aku bisa memberikan hatiku kepada Tuhan? Mungkinkah ini semua bukanlah cara untuk memberikan hatiku kepada-Nya? Apakah persyaratan spesifik Tuhan?" Persyaratannya sangat sederhana. Pada kenyataannya, ada beberapa orang yang sudah memberikan hati mereka kepada Tuhan hingga taraf tertentu selama berbagai tahap ujian mereka, tetapi sebagian besar orang tidak pernah memberikan hati mereka kepada Tuhan. Ketika Tuhan mengujimu, Dia melihat apakah hatimu bersama-Nya, bersama daging, ataukah bersama Iblis. Ketika Tuhan mengujimu, Dia melihat apakah engkau berdiri menentang-Nya atau apakah engkau mengambil posisi yang sesuai dengan-Nya, dan Dia juga melihat apakah hatimu berpihak kepada-Nya. Ketika engkau tidak matang dan engkau menghadapi ujian, engkau memiliki sedikit kepercayaan diri, dan engkau tidak dapat mengetahui dengan jelas apa yang perlu engkau lakukan untuk memenuhi maksud Tuhan, karena pemahamanmu akan kebenaran terbatas. Akan tetapi, jika engkau tetap bisa berdoa secara tulus dan ikhlas kepada Tuhan, dan jika engkau bisa rela memberikan hatimu kepada-Nya, menjadikan Dia berdaulat atasmu, dan bersedia menyerahkan kepada-Nya semua hal yang engkau yakini paling berharga, maka engkau sudah memberikan hatimu kepada Tuhan. Ketika engkau mendengar lebih banyak khotbah dan memahami lebih banyak kebenaran, tingkat pertumbuhanmu juga akan bertumbuh secara bertahap. Pada saat itu, standar tuntutan Tuhan tidak akan sama dengan ketika engkau belum matang; Dia akan menuntut standar lebih tinggi darimu. Ketika manusia secara bertahap memberikan hati mereka kepada Tuhan, hati mereka perlahan-lahan menjadi semakin dekat kepada-Nya; ketika manusia bisa benar-benar menjadi semakin dekat kepada Tuhan, maka hati mereka akan semakin menghormati Dia. Hal yang Tuhan inginkan hanyalah hati semacam ini.

Ketika Tuhan ingin mendapatkan hati seseorang, Dia akan membuat orang tersebut melewati sejumlah besar ujian. Selama ujian-ujian ini, jika Tuhan tidak mendapatkan hati orang tersebut atau melihat bahwa orang ini memiliki sikap apa pun—yang berarti, jika Tuhan tidak melihat bahwa orang ini melakukan pengamalan atau berperilaku dengan cara yang menunjukkan rasa hormat akan Dia, dan jika Dia juga tidak melihat di dalam diri orang ini suatu sikap dan keputusan yang menjauhi kejahatan—maka setelah sejumlah besar ujian, kesabaran Tuhan terhadapnya akan ditarik, dan Dia tidak akan lagi menoleransi orang ini. Dia tidak akan lagi menguji orang ini, dan Dia tidak akan lagi bekerja atas orang tersebut. Jadi, apa yang ditandakan hal ini bagi kesudahan orang ini? Ini berarti orang tersebut tidak mendapatkan kesudahan. Bisa saja orang ini tidak melakukan hal jahat; mungkin saja dia tidak melakukan apa pun yang mengganggu atau mendatangkan kekacauan. Mungkin saja dia tidak menentang Tuhan secara terbuka. Namun, hati orang ini tetap tersembunyi dari Tuhan; dia tidak pernah memiliki sikap dan sudut pandang yang jelas terhadap Tuhan, dan Tuhan tidak bisa melihat dengan jelas bahwa hati orang ini telah diberikan kepada-Nya atau bahwa dia berusaha untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan kehilangan kesabaran terhadap orang-orang semacam ini, dan tidak akan lagi membayar harga apa pun untuk mereka, mengulurkan sedikit pun belas kasih, atau bekerja atas mereka. Kehidupan iman orang semacam ini kepada Tuhan telah berakhir. Ini dikarenakan dalam semua ujian yang sudah Tuhan berikan kepadanya, Tuhan tidak memperoleh hasil yang Dia inginkan. Jadi, ada sejumlah orang yang di dalam diri mereka Aku belum pernah melihat pencerahan dan penerangan Roh Kudus. Bagaimana hal ini dapat dilihat? Orang-orang ini mungkin telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, dan secara lahiriah, mereka bersikap penuh semangat; mereka telah membaca banyak buku, menangani banyak urusan, menulis selusin lebih catatan, dan menguasai banyak sekali firman dan doktrin. Akan tetapi, sama sekali tidak terlihat adanya pertumbuhan dalam diri mereka, pandangan mereka terhadap Tuhan tetap tak terlihat, dan sikap mereka tetap tidak jelas. Dengan kata lain, hati mereka tidak dapat dilihat; hati mereka selalu terbungkus dan termeterai—hati mereka termeterai dari Tuhan. Akibatnya, Dia belum melihat hati mereka yang sesungguhnya, Dia belum melihat dalam diri orang-orang ini adanya rasa hormat yang sejati akan Dia, dan terlebih lagi, Dia belum melihat bagaimana orang-orang ini berjalan dalam jalan-Nya. Jika Tuhan masih belum mendapatkan orang-orang semacam ini sekarang, bisakah Dia mendapatkan mereka di masa depan? Dia tidak bisa! Akankah Dia terus berusaha mendapatkan hal yang tidak bisa didapatkan? Dia tidak akan melakukannya! Lalu, seperti apakah sikap Tuhan saat ini terhadap orang-orang semacam ini? (Dia menolak mereka dan tidak memedulikan mereka.) Dia tidak memedulikan mereka! Tuhan tidak memedulikan orang-orang semacam ini; Dia menolak mereka. Engkau semua telah menghafal kata-kata ini dengan sangat cepat, dan sangat akurat. Sepertinya engkau semua telah memahami apa yang sudah engkau dengar!

Ada beberapa orang yang, saat mulai mengikuti Tuhan, tidak matang dan bodoh; mereka tidak memahami kehendak-Nya dan mereka juga tidak mengetahui apa artinya percaya kepada-Nya. Mereka mengadopsi jalan yang salah dan digagas oleh manusia dalam memercayai dan mengikuti Tuhan. Ketika orang-orang semacam itu diperhadapkan dengan ujian, mereka tidak menyadarinya; mereka tetap mati rasa terhadap petunjuk dan pencerahan dari Tuhan. Mereka tidak mengetahui apa makna memberikan hati mereka kepada Tuhan atau apa makna berdiri teguh selama menghadapi ujian. Tuhan akan memberi orang-orang semacam ini jumlah waktu yang terbatas, dan selama waktu ini, Dia akan membuat mereka memahami apa yang dimaksud dengan ujian-Nya dan apa maksud-Nya. Setelah itu, orang-orang ini harus menunjukkan sudut pandang mereka. Bagi mereka yang berada pada tahap ini, Tuhan masih menunggu. Sedangkan bagi mereka yang memiliki beberapa pandangan tetapi masih bimbang, yang ingin memberikan hati mereka kepada Tuhan tetapi tidak merasa nyaman melakukannya, dan yang, meskipun telah melakukan kebenaran dasar, berusaha bersembunyi dan menyerah ketika diperhadapkan dengan ujian besar—seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka? Dia masih mengharapkan sedikit dari mereka, dan hasilnya tergantung pada sikap dan kinerja mereka. Jika orang tidak aktif dalam membuat kemajuan, apa yang Tuhan lakukan? Dia menyerah terhadap mereka. Ini karena, sebelum Tuhan berhenti berharap kepadamu, engkau sudah berhenti berharap pada dirimu sendiri. Jadi, engkau tidak dapat menyalahkan Tuhan karena bertindak demikian. Engkau salah jika menyalahkan Tuhan.

Berbagai Perasaan Malu yang Timbul dalam Diri Orang-Orang Akibat Suatu Pertanyaan Praktis

Ada tipe lain manusia yang memiliki kesudahan paling tragis dari semuanya; ini adalah jenis orang yang paling tidak ingin Kusebutkan. Mereka tragis bukan karena mereka telah menerima hukuman Tuhan, bukan karena tuntutan-Nya atas mereka keras, sehingga mereka memiliki kesudahan yang tragis; sebaliknya, mereka tragis karena mereka melakukan hal ini kepada diri mereka sendiri. Sebagaimana kata pepatah: mereka menggali liang kubur mereka sendiri. Tipe orang seperti apakah yang melakukan ini? Orang-orang ini tidak berjalan di jalur yang benar, dan kesudahan mereka disingkapkan di awal. Di mata Tuhan, orang-orang semacam ini adalah sasaran terbesar dari kebencian-Nya. Dalam istilah manusia, orang-orang semacam ini adalah tipe yang paling mengenaskan. Sewaktu orang-orang semacam ini mulai mengikuti Tuhan, mereka sangat berapi-api; mereka membayar banyak harga, memiliki pendapat bagus tentang prospek pekerjaan Tuhan, serta memiliki banyak imajinasi sehubungan dengan masa depan mereka sendiri. Mereka juga sangat yakin akan Tuhan, percaya bahwa Dia dapat membuat manusia menjadi lengkap dan membawa mereka ke tempat tujuan nan mulia. Akan tetapi, entah karena alasan apa, orang-orang ini kemudian melarikan diri di tengah berjalannya pekerjaan Tuhan. Apa arti "melarikan diri" di sini? Itu berarti mereka menghilang tanpa berpamitan, tanpa suara sedikit pun; mereka pergi tanpa sepatah kata pun. Meskipun orang-orang semacam ini menyatakan percaya kepada Tuhan, mereka tidak pernah benar-benar berakar di jalan iman mereka. Oleh karena itu, seberapa lama pun mereka telah percaya kepada-Nya, mereka masih mampu berpaling dari Tuhan. Beberapa orang pergi untuk berbisnis, beberapa pergi untuk menjalani kehidupan mereka, beberapa pergi supaya kaya, dan beberapa pergi untuk menikah dan memiliki anak .... Di antara mereka yang pergi, ada beberapa yang kemudian mendapat tuduhan hati nurani dan ingin kembali, dan ada yang lain, yang menghadapi banyak kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup, dan berakhir terombang-ambing dalam dunia selama bertahun-tahun. Orang-orang yang terombang-ambing ini mengalami banyak penderitaan, dan mereka percaya bahwa berada dalam dunia terlalu menyakitkan dan mereka tidak dapat dipisahkan dari Tuhan. Mereka ingin kembali ke rumah Tuhan untuk menerima kenyamanan, kedamaian, dan sukacita, dan mereka ingin terus percaya kepada Tuhan agar terluput dari malapetaka, atau untuk memperoleh keselamatan dan tempat tujuan nan indah. Ini karena orang-orang ini percaya bahwa kasih Tuhan tidak terbatas, dan bahwa kasih karunia-Nya tidak berkesudahan. Mereka berpikir bahwa apa pun yang seseorang sudah lakukan, Tuhan seharusnya memaafkan mereka dan bersikap toleran terhadap masa lalu mereka. Orang-orang ini berulang kali berkata mereka ingin kembali dan melakukan tugas-tugas mereka. Bahkan, ada orang yang memberikan beberapa harta benda mereka ke gereja, berharap bahwa ini akan membuka jalan mereka kembali ke rumah Tuhan. Seperti apakah sikap Tuhan terhadap orang-orang semacam ini? Bagaimana seharusnya Dia menentukan kesudahan mereka? Jangan sungkan untuk berbicara. (Saya sempat terpikir bahwa Tuhan akan menerima tipe orang ini, tetapi setelah mendengar yang baru saja dikatakan, saya merasa bahwa Dia mungkin tidak akan menerima mereka.) Berikan alasanmu. (Orang-orang semacam ini datang ke hadapan Tuhan hanya supaya kesudahan mereka bukanlah maut. Mereka bukan percaya kepada Tuhan dengan ketulusan murni; mereka datang karena tahu bahwa pekerjaan Tuhan akan segera selesai, jadi mereka memiliki angan-angan bahwa mereka bisa datang dan menerima berkat.) Engkau mengatakan bahwa orang-orang semacam ini tidak percaya kepada Tuhan secara tulus, jadi Dia tidak dapat menerima mereka, benar? (Ya.) (Pemahamanku adalah bahwa orang-orang semacam ini hanyalah oportunis, dan tidak benar-benar percaya kepada Tuhan.) Mereka bukan datang untuk percaya kepada Tuhan; mereka adalah kaum oportunis. Bagus sekali! Kaum oportunis ini adalah jenis orang yang dibenci oleh setiap orang. Mereka condong ke mana pun angin bertiup, dan mereka tidak mau repot melakukan apa pun kecuali mereka bisa mendapatkan sesuatu dari itu, jadi tentu saja mereka adalah orang yang hina! Adakah saudara atau saudari lain yang ingin membagikan pendapatnya? (Tuhan tidak akan menerima mereka lagi karena pekerjaan-Nya akan segera selesai, dan sekaranglah saatnya ketika kesudahan manusia ditetapkan. Pada waktu inilah orang-orang ini ingin kembali—bukan karena mereka benar-benar ingin mengejar kebenaran, melainkan karena mereka melihat malapetaka sedang diturunkan, atau karena mereka dipengaruhi oleh faktor eksternal. Jika mereka benar-benar berniat mengejar kebenaran, mereka tidak mungkin melarikan diri di tengah pekerjaan Tuhan.) Apakah ada pendapat lain? (Mereka tidak akan diterima. Tuhan sebenarnya sudah memberi mereka kesempatan, tetapi mereka bersikeras untuk mengambil sikap tak peduli terhadap-Nya. Apa pun maksud orang-orang ini, dan bahkan jika mereka benar-benar bertobat, Tuhan tetap tidak akan membiarkan mereka kembali. Ini karena Dia telah memberi mereka begitu banyak kesempatan, tetapi mereka telah menunjukkan sikap mereka: mereka ingin meninggalkan Tuhan. Karena alasan ini, jika mereka berusaha untuk kembali sekarang, Tuhan tidak akan menerima mereka.) (Aku setuju bahwa Tuhan tidak akan menerima tipe orang ini, karena jika orang telah melihat jalan yang benar, telah mengalami pekerjaan Tuhan selama periode waktu yang lama, dan masih dapat kembali ke dunia dan ke pelukan Iblis, maka ini adalah pengkhianatan yang besar terhadap Tuhan. Meski benar bahwa esensi Tuhan adalah belas kasih dan cinta kasih, itu tergantung kepada orang macam apa esensi tersebut ditujukan. Jika orang ini datang ke hadapan Tuhan untuk mencari kenyamanan atau mencari sesuatu untuk menambatkan harapan mereka, maka mereka jelas bukan tipe orang yang dengan tulus percaya kepada Tuhan, dan belas kasih Tuhan terhadap orang-orang semacam ini hanya sampai sejauh itu.) Jika esensi Tuhan adalah belas kasih, lalu mengapa Dia tidak memberi kepada orang semacam ini sedikit lagi belas kasih? Dengan sedikit lagi belas kasih, bukankah orang semacam ini akan mendapat suatu kesempatan? Di masa lalu, orang sering mengatakan bahwa Tuhan ingin setiap orang diselamatkan dan tidak ingin seorang pun mengalami kebinasaan; jika seekor dari seratus ekor domba hilang, Tuhan akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor untuk mencari seekor yang terhilang tersebut. Sekarang, ketika berkenaan dengan orang-orang ini, haruskah Tuhan menerima mereka dan memberi mereka kesempatan kedua karena iman mereka yang tulus? Ini sebenarnya bukan pertanyaan yang rumit; ini sangat sederhana! Jika engkau semua sungguh memahami Tuhan dan memiliki pengetahuan nyata akan Dia, maka tidak diperlukan banyak penjelasan—dan tidak diperlukan banyak spekulasi juga, bukan? Jawabanmu berada di jalur yang tepat, tetapi masih jauh dari sikap Tuhan.

Baru saja, sebagian dari antaramu mengungkapkan keyakinan bahwa Tuhan tidak mungkin dapat menerima tipe orang seperti ini. Sebagian yang lain belum begitu jelas, berpikir bahwa Tuhan mungkin menerima mereka, atau mungkin tidak—sikap ini lebih moderat. Ada juga di antaramu yang berpandangan bahwa engkau berharap Tuhan akan menerima orang semacam ini—sikap ini lebih ambigu. Mereka di antaramu yang yakin dalam pemikiranmu percaya bahwa Tuhan telah bekerja begitu lama, dan karena pekerjaan-Nya sudah lengkap, Dia tidak perlu bersikap toleran terhadap orang-orang ini; dengan demikian, engkau berpikir bahwa Dia tidak akan menerima mereka lagi. Orang yang lebih moderat di antaramu meyakini bahwa semua perkara ini seharusnya ditangani sesuai dengan keadaan masing-masing; jika hati orang-orang ini tidak terpisahkan dari Tuhan, dan jika mereka masih sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dan mengejar kebenaran, maka Tuhan harus melupakan kelemahan dan kesalahan mereka sebelumnya—Dia harus mengampuni orang-orang ini, memberi mereka kesempatan kedua, serta mengizinkan mereka kembali ke rumah-Nya dan menerima penyelamatan dari-Nya. Akan tetapi, jika orang-orang ini kemudian melarikan diri sekali lagi, maka Tuhan tidak akan lagi menginginkan mereka, dan mengabaikan orang-orang ini tidak bisa dianggap sebagai ketidakadilan. Ada kelompok lain yang berharap Tuhan dapat menerima orang semacam ini. Kelompok ini tidak begitu yakin apakah Tuhan akan benar-benar melakukannya atau tidak. Jika mereka percaya Dia seharusnya menerima orang semacam ini, tetapi Dia tidak menerima mereka, maka sepertinya pandangan ini sedikit tidak selaras dengan sudut pandang Tuhan. Jika mereka meyakini bahwa Tuhan tidak semestinya menerima orang semacam itu, dan Tuhan lalu mengatakan bahwa kasih-Nya kepada manusia tidak terbatas dan bahwa Dia bersedia untuk memberi orang semacam ini kesempatan lain, maka bukankah ini sebuah contoh ketidaktahuan manusia yang terungkapkan? Bagaimanapun, engkau semua memiliki sudut pandangmu sendiri. Berbagai sudut pandang ini merepresentasikan jenis pengetahuan di dalam pemikiranmu sendiri; itu juga merupakan cerminan dari kedalaman pengetahuanmu tentang kebenaran dan kehendak Tuhan. Benar jika dikatakan demikian, bukan? Bagus sekali engkau semua memiliki pendapat tentang perkara ini. Akan tetapi, masih ada persoalan apakah pendapatmu itu benar atau tidak. Engkau semua sedikit khawatir, bukan? "Lalu, mana yang benar? Aku tidak bisa melihat secara jelas dan aku tidak tahu pasti apa yang Tuhan pikirkan, dan Dia belum mengatakan apa pun kepadaku. Bagaimana aku tahu apa yang dipikirkan-Nya? Sikap Tuhan terhadap umat manusia adalah kasih. Jika dinilai dari sikap yang dimiliki-Nya di masa lalu, Dia seharusnya menerima orang semacam ini, tetapi aku tidak begitu paham tentang sikap Tuhan di masa sekarang; aku hanya bisa mengatakan bahwa Dia mungkin menerima orang ini, dan mungkin tidak." Ini konyol, bukan? Pertanyaan ini benar-benar membuatmu terdiam. Jika engkau semua tidak memiliki sudut pandang yang tepat tentang perkara ini, lalu apa yang akan engkau semua lakukan bilamana gerejamu sungguh-sungguh diperhadapkan dengan orang semacam ini? Jika engkau tidak menangani situasi tersebut dengan benar, maka engkau bisa menyinggung Tuhan. Bukankah ini urusan yang berbahaya?

Mengapa Aku ingin menanyakan tentang pandanganmu sehubungan dengan persoalan yang baru saja Kukemukakan? Aku hendak menguji sudut pandangmu, untuk menguji seberapa banyak pengetahuan akan Tuhan yang engkau semua miliki, dan seberapa banyak maksud dan sikap-Nya yang kaupahami. Apakah jawabannya? Jawabannya adalah sudut pandangmu sendiri. Beberapa dari antaramu sangat konservatif, dan beberapa lainnya menggunakan imajinasi untuk menebak. Apakah artinya "menebak"? Itu berarti tidak mampu memahami cara Tuhan berpikir, sehingga mengemukakan dugaan tanpa dasar bahwa Tuhan seharusnya berpikir dengan cara tertentu; engkau sendiri tidak benar-benar tahu apakah engkau benar atau salah, jadi engkau menyatakan sudut pandang yang ambigu. Diperhadapkan dengan fakta ini, apa yang telah engkau semua lihat? Ketika mengikuti Tuhan, orang jarang memberi perhatian pada kehendak-Nya, dan mereka jarang memperhatikan pikiran serta sikap-Nya terhadap manusia. Orang tidak memahami pikiran Tuhan, jadi ketika diajukan pertanyaan terkait maksud dan watak-Nya, engkau semua jadi bingung; engkau jatuh ke dalam ketidakpastian yang dalam, dan kemudian engkau semua menebak atau berjudi. Jenis pola pikir seperti apakah ini? Itu membuktikan fakta: yaitu bahwa kebanyakan orang yang percaya kepada Tuhan menganggap-Nya sebagai udara hampa semata, dan sebagai sesuatu yang tampaknya ada barang sesaat dan tidak ada sesaat berikutnya. Mengapa Aku berkata seperti itu? Karena kapan pun engkau semua menemukan masalah, engkau tidak mengetahui kehendak Tuhan. Mengapa engkau tidak tahu kehendak-Nya? Engkau bukan saja tidak mengetahuinya saat ini, tetapi sejak awal sampai akhir, engkau tidak tahu sikap Tuhan terhadap masalah ini. Engkau tidak dapat menyelaminya dan tidak tahu apa sikap Tuhan, tetapi pernahkah engkau memikirkannya baik-baik? Pernahkah engkau berusaha mengetahuinya? Pernahkah engkau bersekutu tentang hal itu? Tidak! Ini menegaskan sebuah fakta: Tuhan yang engkau percayai tidak ada hubungannya dengan Tuhan yang nyata. Dalam kepercayaanmu kepada Tuhan, engkau hanya merenungkan niatmu sendiri dan niat pemimpinmu, engkau hanya merenungkan makna firman Tuhan secara dangkal dan sesuai doktrin, tanpa benar-benar mencoba untuk mengetahui atau mencari kehendak Tuhan sedikit pun. Bukankah demikian adanya? Esensi dari perkara ini sungguh mengerikan! Setelah bertahun-tahun, Aku telah melihat banyak orang yang percaya kepada Tuhan. Seperti apakah kepercayaan mereka mengubah Tuhan di dalam pikiran mereka? Beberapa orang percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia semata-mata udara hampa. Orang-orang ini tidak punya jawaban atas pertanyaan tentang keberadaan Tuhan karena mereka tidak dapat merasakan maupun menyadari kehadiran atau ketidakhadiran-Nya, apalagi melihatnya dengan jelas atau memahaminya. Secara bawah sadar, orang-orang ini berpikir bahwa Tuhan tidak ada. Orang-orang lain percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia adalah seorang manusia. Orang-orang ini berpikir bahwa Dia tidak mampu melakukan semua hal yang mereka juga tidak mampu lakukan, dan bahwa Dia seharusnya berpikir seperti cara mereka berpikir. Mereka mendefinisikan Tuhan sebagai "pribadi yang tidak terlihat dan tidak dapat disentuh." Ada juga sekelompok orang yang percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia sebuah boneka; orang-orang ini percaya bahwa Tuhan tidak memiliki emosi. Mereka beranggapan bahwa Tuhan adalah sebuah patung tanah liat, dan ketika diperhadapkan dengan suatu persoalan, Tuhan tidak memiliki sikap, sudut pandang, atau gagasan; mereka percaya bahwa Dia berada dalam manipulasi umat manusia. Orang hanya percaya dengan cara bagaimanapun mereka ingin percaya. Jika mereka menjadikan-Nya besar, maka Dia pun besar; jika mereka menjadikan-Nya kecil, maka Dia pun kecil. Bilamana orang berbuat dosa dan membutuhkan belas kasih, toleransi, dan kasih Tuhan, mereka beranggapan bahwa Tuhan seharusnya mengulurkan belas kasih-Nya. Orang-orang ini merekayasa "Tuhan" dalam benak mereka sendiri, kemudian memaksa "Tuhan" ini untuk memenuhi tuntutan mereka serta memuaskan semua keinginan mereka. Kapan pun dan di mana pun, dan apa pun yang orang-orang semacam ini lakukan, mereka akan menggunakan khayalan ini dalam perlakuan mereka terhadap Tuhan dan dalam iman mereka. Bahkan ada orang-orang yang setelah mengusik watak Tuhan, masih yakin bahwa Dia dapat menyelamatkan mereka, karena mereka percaya bahwa kasih Tuhan tanpa batas dan watak-Nya benar, dan bahwa bagaimanapun seseorang menyinggung Tuhan, Dia tidak akan mengingatnya sedikit pun. Mereka mengira bahwa karena kesalahan manusia, pelanggaran manusia, dan ketidaktaatan manusia adalah ungkapan sementara dari watak seseorang, Tuhan akan memberi kesempatan kepada orang, dan bersikap toleran serta sabar terhadap mereka; mereka yakin bahwa Tuhan akan tetap mengasihi mereka seperti sebelumnya. Dengan demikian, mereka tetap memiliki harapan yang tinggi untuk memperoleh keselamatan. Pada kenyataannya, bagaimanapun orang percaya kepada Tuhan, selama mereka tidak mengejar kebenaran, Dia akan memiliki sikap negatif terhadap mereka. Ini karena selama engkau beriman kepada Tuhan, meskipun engkau telah menerima kitab firman Tuhan dan memandangnya sebagai harta, serta mempelajari dan membacanya setiap hari, engkau mengesampingkan Tuhan yang sebenarnya. Engkau menganggap-Nya sebagai udara hampa, atau sebagai seorang manusia belaka—dan beberapa dari antaramu menganggap-Nya tak lebih dari sebuah boneka. Mengapa Aku mengatakannya seperti ini? Aku melakukannya karena menurut pendapat-Ku, entah engkau semua diperhadapkan dengan suatu masalah atau menemui keadaan tertentu, hal-hal yang ada di alam bawah sadarmu, semua hal yang engkau kembangkan dalam hati, tidak pernah ada kaitannya dengan firman Tuhan atau dengan mengejar kebenaran. Engkau hanya mengetahui apa yang engkau sendiri pikirkan, seperti apa sudut pandangmu sendiri, lalu engkau memaksakan gagasanmu dan pendapatmu sendiri kepada Tuhan. Dalam benakmu, itu menjadi sudut pandang Tuhan, dan engkau membuat berbagai sudut pandang ini sebagai standar yang engkau junjung tinggi dengan teguh. Seiring waktu, perbuatan seperti ini membuatmu semakin lama semakin menjauh dari Tuhan.

Pahamilah Sikap Tuhan dan Singkirkan Semua Pemahaman yang Salah tentang Tuhan

Sebenarnya, Tuhan macam apakah Tuhan yang engkau semua percayai saat ini? Pernahkah engkau memikirkannya? Ketika Dia melihat orang jahat melakukan perbuatan jahat, apakah Dia membencinya? (Ya, Dia membencinya.) Seperti apa sikap-Nya ketika Dia melihat orang bodoh berbuat kesalahan? (Dukacita.) Ketika Dia melihat orang mencuri persembahan-Nya, seperti apakah sikap-Nya? (Dia membenci mereka.) Semua ini sangat jelas. Ketika Tuhan melihat seseorang yang bingung dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, yang sama sekali tidak mengejar kebenaran, seperti apakah sikap Tuhan? Engkau semua tidak benar-benar yakin, bukan? "Kebingungan", sebagai suatu sikap, bukanlah dosa, dan juga tidak menyinggung Tuhan, dan orang merasa bahwa itu bukanlah sejenis kesalahan besar. Jadi, katakan kepada-Ku—seperti apa sikap Tuhan dalam hal ini? (Dia tidak mau mengakui mereka.) "Tidak mau mengakui"—sikap seperti apakah ini? Itu berarti Tuhan memandang rendah orang-orang ini dan mencemooh mereka! Cara Dia menangani orang-orang semacam ini adalah dengan tidak mengacuhkan mereka. Pendekatan Tuhan adalah mengesampingkan mereka, tidak melakukan pekerjaan apa pun dalam diri mereka, dan ini termasuk pekerjaan pencerahan, penerangan, didikan, dan pendisiplinan. Orang-orang semacam ini benar-benar tidak diperhitungkan dalam pekerjaan Tuhan. Seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka yang mengusik watak-Nya dan melanggar ketetapan administratif-Nya? Kebencian yang ekstrem! Tuhan luar biasa marah terhadap orang yang tidak merasa bersalah karena mengusik watak-Nya! "Marah" tidaklah lebih dari sebuah perasaan, suasana hati; itu tidak sama dengan sikap yang jelas. Akan tetapi, perasaan ini—suasana hati ini—akan mendatangkan suatu kesudahan bagi orang-orang semacam itu: ini akan memenuhi Tuhan dengan kebencian yang ekstrem! Apakah konsekuensi dari kebencian yang ekstrem ini? Konsekuensinya adalah Tuhan akan mengesampingkan orang-orang ini dan tidak merespons mereka untuk sementara ini. Dia kemudian akan menunggu waktu untuk menyortir mereka "setelah musim gugur". Apa yang tersirat dari hal ini? Akankah orang-orang ini masih memiliki kesudahan? Tuhan tidak pernah berniat menganugerahkan kesudahan apa pun kepada orang-orang semacam ini! Oleh sebab itu, bukankah sudah sewajarnya jika Tuhan pada saat ini tidak merespons orang-orang seperti ini? (Ya, itu wajar.) Apa yang harus disiapkan orang-orang semacam ini? Mereka harus menyiapkan diri untuk menanggung konsekuensi negatif dari perilaku mereka dan dari tindak kejahatan yang telah mereka perbuat. Inilah respons Tuhan terhadap orang semacam ini. Jadi, Aku sekarang mengatakan dengan jelas kepada orang-orang semacam ini: jangan lagi berpegang pada khayalanmu, dan jangan lagi berangan-angan. Tuhan tidak akan menoleransi orang tanpa ada batasnya; Dia tidak akan menanggung pelanggaran atau ketidaktaatan mereka selamanya. Beberapa orang akan berkata, "Aku juga sudah melihat beberapa orang semacam ini, dan ketika mereka berdoa mereka merasa disentuh secara khusus oleh Tuhan, dan mereka kemudian menangis dengan getir. Biasanya mereka juga sangat bahagia; mereka sepertinya memiliki hadirat Tuhan dan tuntunan Tuhan bersama mereka." Jangan mengutarakan omong kosong seperti itu! Air mata getir bukan berarti bahwa seseorang disentuh oleh Tuhan atau menikmati hadirat Tuhan, apalagi tuntunan Tuhan. Jika orang membuat Tuhan marah, akankah Dia tetap menuntun mereka? Singkatnya, ketika Tuhan telah memutuskan untuk mengusir dan meninggalkan seseorang, kesudahan orang itu pun sudah lenyap. Seberapa baiknya pun perasaan mereka ketika berdoa, atau sebesar apa pun iman mereka terhadap Tuhan dalam hati mereka, itu sudah tidak penting lagi. Hal yang penting adalah Tuhan tidak membutuhkan iman semacam ini; Dia sudah menolak orang-orang ini. Cara untuk menangani mereka di kemudian hari juga tidak penting. Hal yang penting adalah bahwa ketika orang-orang ini membuat Tuhan marah, kesudahan mereka sudah ditetapkan. Jika Tuhan telah menetapkan untuk tidak menyelamatkan orang-orang semacam ini, maka mereka akan ditinggalkan untuk dihukum. Ini adalah sikap Tuhan.

Meskipun esensi Tuhan mengandung unsur kasih, dan Dia penuh belas kasih terhadap tiap-tiap orang, orang telah mengabaikan dan melupakan fakta bahwa esensi-Nya juga mengandung unsur martabat. Memang Dia memiliki kasih, tetapi itu bukan berarti bahwa orang dapat dengan bebas menyinggung-Nya tanpa membangkitkan perasaan atau reaksi dalam diri-Nya, demikian juga fakta bahwa Dia memiliki belas kasih bukan berarti bahwa Dia tidak memiliki prinsip dalam cara Dia memperlakukan orang. Tuhan itu hidup; Dia benar-benar ada. Dia bukanlah boneka imajiner atau suatu hal lain. Berhubung Dia memang ada, kita harus senantiasa mendengarkan suara hati-Nya secara saksama, memperhatikan sikap-Nya baik-baik, dan bisa memahami perasaan-Nya. Kita tidak boleh menggunakan imajinasi manusia untuk mendefinisikan Tuhan, dan kita tidak seharusnya memaksakan pemikiran atau keinginan manusia kepada-Nya, yang membuat Tuhan memperlakukan orang dengan cara manusia berdasarkan imajinasi manusia. Jika engkau melakukan ini, engkau sedang membuat Tuhan marah, menyulut murka-Nya, dan menantang martabat-Nya! Karena itu, begitu engkau semua bisa memahami tingkat keparahan perkara ini, Aku mendorong setiap orang dari antaramu agar berhati-hati dan bijaksana dalam tindakanmu. Berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam perkataanmu juga—sehubungan dengan cara engkau memperlakukan Tuhan, semakin engkau berhati-hati dan bijaksana, semakin baik! Ketika engkau tidak memahami seperti apa sikap Tuhan, berhentilah berkata-kata dengan ceroboh, jangan ceroboh dalam tindakanmu, dan jangan sembarangan memberi label. Terlebih penting lagi, jangan membuat sembarang kesimpulan. Sebaliknya, engkau harus menunggu dan mencari; tindakan seperti ini juga merupakan ungkapan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di atas segalanya, jika engkau dapat mencapai hal ini dan di atas segalanya, jika engkau memiliki sikap ini, maka Tuhan tidak akan menyalahkanmu karena kebodohanmu, ketidaktahuanmu, dan kurangnya pemahamanmu tentang alasan di balik berbagai hal. Sebaliknya, oleh karena sikapmu yang takut menyinggung Tuhan, rasa hormatmu akan niat-Nya, dan kerelaanmu untuk taat kepada-Nya, Tuhan akan mengingatmu, membimbing dan mencerahkanmu, atau menoleransi ketidakmatangan dan ketidaktahuanmu. Sebaliknya, andaikata sikapmu terhadap-Nya tanpa rasa hormat—menghakimi-Nya sesuka hatimu atau sembarangan menebak dan mendefinisikan gagasan-Nya—Tuhan akan mengutukmu, mendisiplinkanmu, dan bahkan menghukummu; atau, Dia mungkin memberi komentar tentang dirimu. Mungkin, komentar ini akan melibatkan kesudahanmu. Oleh karena itu, Aku ingin menekankan sekali lagi: engkau masing-masing harus berhati-hati dan bijaksana tentang apa pun yang berasal dari Tuhan. Jangan berbicara dengan ceroboh, dan jangan ceroboh dalam tindakanmu. Sebelum engkau mengatakan apa pun, engkau harus berhenti dan berpikir: apakah tindakanku ini membuat Tuhan marah? Dengan melakukannya, apakah aku menghormati Tuhan? Bahkan dalam perkara sederhana, engkau tetap harus berusaha memikirkan pertanyaan ini, dan meluangkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkannya. Jika engkau benar-benar dapat melakukan pengamalan berdasarkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal, dalam segala sesuatu, dan setiap saat, serta menerapkan sikap sedemikian rupa, terutama saat engkau tidak memahami sesuatu, Tuhan akan senantiasa membimbingmu, dan memberimu jalan untuk diikuti. Bagaimanapun hebatnya orang memamerkan diri, Tuhan melihat mereka semua secara jelas dan terang, dan Dia akan memberikan evaluasi yang akurat dan pantas untuk penampilanmu ini. Setelah engkau melewati ujian terakhir, Tuhan akan menilai semua perilakumu dan merangkumnya secara lengkap untuk menentukan kesudahanmu. Hasil ini akan meyakinkan tiap-tiap orang tanpa sedikit pun keraguan. Hal yang ingin Aku katakan kepadamu di sini adalah ini: setiap perbuatanmu, setiap tindakanmu, dan setiap pikiranmu akan menentukan nasibmu.

Siapa yang Menentukan Kesudahan Orang?

Ada persoalan lain sangat penting untuk dibahas, dan itu adalah sikapmu terhadap Tuhan. Sikap ini luar biasa penting! Itu menentukan apakah engkau semua pada akhirnya akan berjalan menuju pemusnahan atau menuju tempat tujuan nan indah yang sudah Tuhan siapkan untukmu. Di Zaman Kerajaan, Tuhan telah bekerja lebih dari duapuluh tahun, dan mungkin, sepanjang dua dekade ini, di dalam lubuk hatimu engkau mungkin sedikit tidak yakin tentang bagaimana engkau berkinerja. Akan tetapi, dalam hati Tuhan, Dia telah membuat catatan yang nyata dan benar dari engkau masing-masing. Sejak waktu ketika setiap orang mulai mengikuti-Nya dan mendengarkan khotbah-Nya, perlahan-lahan memahami semakin banyak kebenaran, dan sampai saat ketika tiap-tiap orang mulai memenuhi tugas mereka—Tuhan menyimpan catatan dari segala macam perilaku yang dilakukan oleh setiap orang. Ketika memenuhi tugas mereka dan diperhadapkan dengan semua jenis lingkungan dan ujian, seperti apakah sikap orang? Bagaimana mereka berkinerja? Bagaimana perasaan mereka terhadap Tuhan dalam hati mereka? ... Tuhan memiliki perhitungan mengenai semua ini; Dia memiliki catatan semuanya. Mungkin, dari sudut pandangmu, semua persoalan ini membingungkan. Akan tetapi, dari tempat Tuhan berdiri, semua itu sangat jernih, dan bahkan tidak ada sedikit pun kecerobohan. Ini adalah persoalan yang melibatkan kesudahan setiap orang, dan bersentuhan dengan nasib serta prospek masa depan tiap-tiap orang juga, dan lebih dari itu, di sinilah Tuhan mengerahkan seluruh jerih payah-Nya; oleh karena itu, Tuhan tidak akan pernah mengabaikannya sedikit pun atau menoleransi kecerobohan apa pun. Tuhan sedang mencatat kisah umat manusia ini, membuat sebuah catatan berisi seluruh perjalanan manusia dalam pengikutan mereka kepada Tuhan, dari awal sampai akhir. Sikapmu terhadap-Nya selama periode ini telah menentukan nasibmu. Bukankah ini benar? Sekarang, apakah engkau percaya bahwa Tuhan itu benar? Apakah tindakan-Nya tepat? Apakah engkau semua masih memiliki imajinasi lain tentang Tuhan dalam benakmu? (Tidak.) Lalu menurut pendapatmu, apakah kesudahan orang ditentukan oleh Tuhan atau ditentukan oleh manusia itu sendiri? (Ditentukan oleh Tuhan.) Siapakah yang menentukannya? (Tuhan.) Engkau tidak yakin, betul? Saudara-saudari dari Hong Kong, bicaralah—siapakah yang menentukannya? (Manusia sendirilah yang menentukannya.) Apakah manusia sendiri yang menentukannya? Bukankah jika begitu, berarti kesudahan manusia tidak ada kaitannya dengan Tuhan? Saudara dan saudari dari Korea Selatan, bicaralah. (Tuhan menentukan kesudahan manusia berdasarkan semua tindakan dan perbuatan mereka, dan sesuai dengan jalan yang mereka tempuh.) Ini sebuah respons yang sangat objektif. Ada sebuah fakta yang harus Kuberitahukan kepada engkau semua: sepanjang pekerjaan penyelamatan Tuhan, Dia telah menetapkan sebuah standar untuk manusia. Standar ini adalah bahwa mereka harus mendengarkan firman Tuhan dan berjalan dalam jalan Tuhan. Standar inilah yang digunakan untuk menimbang kesudahan orang. Jika engkau melakukan pengamalan sesuai dengan standar Tuhan ini, maka engkau dapat memperoleh kesudahan yang baik; jika engkau tidak melakukannya, maka engkau tidak dapat memperoleh kesudahan yang baik. Kalau begitu, siapa menurutmu yang menentukan kesudahan ini? Bukan Tuhan sendiri yang menentukannya, melainkan Tuhan dan manusia bersama-sama. Apakah benar demikian? (Ya.) Mengapa demikian? Ini karena Tuhanlah yang secara aktif ingin terlibat dalam pekerjaan penyelamatan umat manusia dan menyiapkan tempat tujuan yang indah untuk umat manusia; manusia adalah sasaran pekerjaan Tuhan, dan kesudahan ini, tempat tujuan ini, adalah apa yang Tuhan siapkan untuk mereka. Jika tidak ada sasaran untuk Dia kerjakan, maka Dia tidak perlu melakukan pekerjaan ini; jika Dia tidak melakukan pekerjaan ini, maka manusia tidak dapat memiliki kesempatan untuk memperoleh keselamatan. Manusia adalah mereka yang harus diselamatkan, dan kendati diselamatkan merupakan peran pasif dalam proses ini, sikap orang-orang yang melakoni peran inilah yang menentukan apakah Tuhan akan berhasil atau tidak dalam pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Jika bukan karena tuntunan yang Tuhan berikan kepadamu, maka engkau tidak mungkin mengetahui standar-Nya, dan engkau juga tidak akan memiliki tujuan. Jika engkau memiliki standar ini, tujuan ini, tetapi engkau tetap tidak bekerja sama, melakukan pengamalan, atau membayar harganya, maka engkau tidak akan memperoleh kesudahan ini. Oleh sebab inilah, Aku mengatakan bahwa kesudahan seseorang tidak dapat dipisahkan dari Tuhan, dan juga tidak dapat dipisahkan dari orang tersebut. Jadi, sekarang, engkau semua mengetahui siapa yang menentukan kesudahan orang.

Orang Cenderung Mendefinisikan Tuhan Berdasarkan Pengalaman

Ketika menyampaikan topik tentang mengenal Tuhan, apakah engkau semua memperhatikan sesuatu? Apakah engkau semua memperhatikan bahwa sikap-Nya hari-hari ini telah mengalami transformasi? Apakah sikap-Nya terhadap manusia tidak bisa berubah? Akankah Dia selalu bertahan seperti ini, mengulurkan segenap kasih dan rahmat-Nya kepada manusia tanpa batas? Perkara ini juga melibatkan esensi Tuhan. Marilah kita kembali ke pertanyaan tentang apa yang disebut anak yang hilang, yang telah disinggung sebelumnya. Setelah pertanyaan tersebut diajukan, jawabanmu tidak begitu jelas; dengan kata lain, engkau semua masih belum memiliki pemahaman yang kukuh akan niat Tuhan. Saat mengetahui bahwa Tuhan mengasihi umat manusia, mereka mendefinisikan Dia sebagai simbol kasih: mereka yakin bahwa apa pun yang orang lakukan, bagaimanapun mereka berperilaku, bagaimanapun mereka memperlakukan Tuhan, dan betapa tidak taatnya pun mereka, tidak satu pun dari hal ini benar-benar penting, karena Tuhan memiliki kasih, dan kasih-Nya tidak terbatas dan tidak dapat diukur; Tuhan memiliki kasih, jadi Dia bisa bersikap toleran terhadap orang-orang; dan Tuhan memiliki kasih, sehingga Dia bisa bersikap penyayang terhadap orang, berbelas kasih terhadap ketidakmatangan mereka, berbelas kasih terhadap ketidaktahuan mereka, dan berbelas kasih terhadap ketidaktaatan mereka. Apakah benar demikian? Bagi beberapa orang, ketika mereka telah mengalami kesabaran Tuhan sekali atau bahkan beberapa kali, mereka akan memperlakukan pengalaman ini sebagai modal dalam pemahaman mereka sendiri tentang Tuhan, percaya bahwa Dia akan selamanya sabar dan penyayang terhadap mereka, dan kemudian, sepanjang hidup, mereka akan memegang kesabaran Tuhan ini dan menganggapnya sebagai standar yang digunakan-Nya untuk memperlakukan mereka. Ada juga orang yang setelah mengalami toleransi Tuhan satu kali, selamanya mendefinisikan Tuhan penuh toleransi—dan dalam benak mereka, toleransi ini tidak terbatas, tanpa syarat, dan bahkan sama sekali tanpa prinsip. Apakah keyakinan semacam ini benar? Setiap kali hal-hal penting tentang esensi Tuhan atau watak Tuhan dibahas, engkau semua tampak bingung. Melihatmu seperti ini membuat-Ku sangat cemas. Engkau semua telah mendengar banyak kebenaran tentang esensi Tuhan; engkau semua juga telah mendengarkan banyak sekali pembahasan mengenai watak-Nya. Akan tetapi, dalam benakmu, persoalan ini dan kebenaran dari aspek-aspek ini hanyalah ingatan yang didasarkan pada teori dan perkataan tertulis; dalam kehidupanmu sehari-hari, tidak pernah seorang pun dari antara engkau semua mampu mengalami atau melihat watak Tuhan sesungguhnya seperti apa. Demikianlah, engkau semua bodoh dan bingung dalam kepercayaanmu; engkau semua percaya tanpa pengertian, sampai pada titik di mana engkau semua memiliki sikap yang tidak hormat terhadap Tuhan, dan bahkan mengesampingkan diri-Nya. Apakah akibatnya jika engkau semua memiliki sikap semacam ini terhadap Tuhan? Itu membuatmu selalu membuat kesimpulan tentang Tuhan. Begitu engkau semua telah memperoleh sedikit pengetahuan, engkau pun merasa sangat puas, seakan-akan engkau telah memperoleh Tuhan dalam keseluruhan-Nya. Setelah itu, engkau menyimpulkan bahwa seperti inilah Tuhan itu, dan engkau tidak membiarkan-Nya bergerak bebas. Terlebih lagi, setiap kali Tuhan melakukan sesuatu yang baru, engkau dengan mudahnya menolak untuk mengakui bahwa Dia adalah Tuhan. Suatu hari, ketika Tuhan berkata, "Aku tidak lagi mengasihi umat manusia; Aku tidak akan mengulurkan belas kasih lagi kepada manusia; Aku tidak memiliki toleransi atau kesabaran lebih lanjut terhadap mereka; Aku meluap-luap dengan kebencian yang ekstrem dan antipati terhadap mereka," pernyataan semacam ini akan menimbulkan konflik dalam lubuk hati orang. Beberapa dari mereka bahkan akan berkata: "Engkau bukan lagi Tuhanku; Engkau bukan lagi Tuhan yang ingin Aku ikuti. Jika ini apa yang Engkau katakan, maka Engkau tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Tuhanku, dan Aku tidak perlu terus mengikuti-Mu. Jika Engkau tidak mau lagi memberiku rahmat, kasih, dan toleransi, maka aku akan berhenti mengikuti-Mu. Jika Engkau bersikap toleran terhadapku tanpa batas, senantiasa sabar terhadapku, dan memungkinkanku melihat bahwa Engkau adalah kasih, bahwa Engkau adalah kesabaran, dan bahwa Engkau adalah toleransi, barulah aku bisa mengikuti-Mu, dan barulah aku akan bisa memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti-Mu hingga akhir. Karena aku memiliki kesabaran dan belas kasih-Mu, ketidaktaatan dan pelanggaranku bisa dimaafkan dan diampuni tanpa batas, dan aku bisa berdosa kapan pun dan di mana pun, mengakui dosa dan diampuni kapan pun dan di mana pun, dan membuat-Mu marah kapan pun dan di mana pun. Engkau seharusnya tidak memiliki pendapat atau menarik kesimpulan apa pun mengenai diriku." Meski tak seorang pun dari engkau semua memikirkan tentang persoalan semacam ini secara sangat subjektif atau sengaja, kapan pun engkau menganggap Tuhan sebagai alat untuk dimanfaatkan untuk mengampunimu dari dosa-dosamu atau objek yang dimanfaatkan untuk memperoleh tempat tujuan yang indah, engkau secara halus telah menempatkan Tuhan yang hidup dalam posisi berseberangan dengan dirimu, sebagai musuhmu. Inilah yang Kulihat. Engkau mungkin terus mengatakan hal-hal semacam, "Aku percaya kepada Tuhan," "Aku mencari kebenaran," "Aku ingin mengubah watakku," "Aku ingin menghancurkan pengaruh kegelapan," "Aku ingin memuaskan Tuhan," "Aku ingin tunduk kepada Tuhan," "Aku ingin setia kepada Tuhan, dan melaksanakan tugasku dengan baik," dan seterusnya. Akan tetapi, semanis apa pun kedengarannya kata-katamu, sebanyak apa pun teori yang engkau mungkin ketahui, dan semengesankan atau seagung apa pun teori itu, faktanya adalah bahwa sekarang ada banyak orang dari antara engkau semua yang telah belajar cara menggunakan peraturan, doktrin, teori yang telah engkau kuasai untuk menarik kesimpulan tentang Tuhan, dan dengan demikian menempatkan Dia dalam posisi yang tentu saja berseberangan dengan dirimu. Meskipun engkau mungkin telah menguasai hukum yang tertulis dan doktrin, engkau belum benar-benar memasuki kenyataan kebenaran, jadi sangat sulit bagimu untuk dekat dengan Tuhan, untuk mengenal Dia, dan untuk memahami-Nya. Ini sungguh patut disesalkan!

Aku melihat adegan berikut ini dalam sebuah video: beberapa saudari memegang salinan "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia", dan mereka menjunjungnya sangat tinggi; mereka mengangkat buku ini di tengah-tengah mereka, tinggi-tinggi di atas kepala mereka. Meski ini hanyalah sebuah gambaran, apa yang ditimbulkannya dalam diri-Ku bukanlah sebuah gambaran; sebaliknya, itu membuat-Ku berpikir bahwa apa yang dijunjung tinggi oleh setiap orang dalam hati mereka bukanlah firman Tuhan, tetapi kitab yang berisi firman Tuhan. Ini masalah yang teramat menyedihkan. Tindakan semacam itu sama sekali tidak sama dengan menjunjung tinggi Tuhan, karena kurangnya pemahamanmu akan Tuhan telah mencapai titik sedemikian rupa sehingga bahkan suatu pertanyaan yang sangat jelas, suatu persoalan yang sangat kecil, membuatmu menciptakan gagasanmu sendiri. Ketika Aku menanyakan hal-hal tentangmu, dan bersikap serius terhadapmu, engkau semua menanggapi dengan dugaan dan imajinasimu sendiri; beberapa dari antaramu bahkan menggunakan nada ragu dan menjawab pertanyaan-Ku dengan pertanyaan. Ini bahkan memberitahu-Ku lebih jelas bahwa Tuhan yang engkau semua percayai bukanlah Tuhan yang sejati. Setelah membaca firman Tuhan selama bertahun-tahun, engkau semua memanfaatkannya, pekerjaan Tuhan, dan lebih banyak doktrin untuk menarik kesimpulan tentang Dia sekali lagi. Lebih dari itu, engkau bahkan tidak pernah mencoba untuk memahami Tuhan; engkau semua tidak pernah mencoba untuk mencari tahu maksud-Nya, memahami sikap-Nya terhadap manusia, atau memahami bagaimana Tuhan berpikir, mengapa Dia sedih, mengapa Dia marah, mengapa Dia menolak orang, dan pertanyaan lain seperti itu. Terlebih lagi, bahkan lebih banyak orang percaya bahwa Tuhan senantiasa diam karena Dia hanya memperhatikan berbagai tindakan umat manusia, tanpa sikap atau gagasan tentang mereka. Kelompok orang yang lain percaya bahwa Tuhan tidak bersuara karena Dia sudi menerima, tetap diam karena Dia menunggu, atau karena Dia tidak memiliki sikap; mereka mengira bahwa karena sikap Tuhan sudah dijabarkan secara penuh dalam kitab, dan diungkapkan secara keseluruhan kepada umat manusia, oleh karenanya, itu tidak perlu dikatakan kepada orang berulang kali. Meskipun Tuhan diam, Dia tetap memiliki sikap dan sudut pandang, serta standar yang Dia tuntut dari manusia untuk dipenuhi. Meski orang tidak mencoba untuk memahami-Nya atau mencari-Nya, sikap Tuhan sangat jelas. Pikirkan seseorang yang pernah dengan bergairah mengikuti Tuhan, tetapi kemudian pada titik tertentu meninggalkan-Nya dan pergi. Jika orang ini ingin kembali sekarang, yang cukup mengejutkan, engkau semua tidak tahu akan seperti apa sudut pandang Tuhan, atau bagaimana sikap-Nya. Bukankah ini teramat menyedihkan? Pada kenyataannya, ini adalah masalah yang cukup dangkal. Jika engkau semua sungguh memahami hati Tuhan, engkau akan mengetahui sikap-Nya terhadap orang semacam ini, dan engkau semua tidak akan memberikan jawaban yang ambigu. Karena engkau semua tidak tahu, biar Aku menjelaskannya kepadamu.

Sikap Tuhan Terhadap Mereka yang Melarikan Diri Selama Pekerjaan-Nya

Ada orang semacam ini di mana-mana: setelah mereka yakin akan jalan Tuhan, karena berbagai alasan, mereka pergi dalam diam, tanpa berpamitan, dan melakukan apa pun sesuka hati mereka. Untuk saat ini, kita tidak akan membahas alasan mengapa orang ini pergi; kita akan terlebih dahulu melihat seperti apa sikap Tuhan terhadap orang semacam ini. Ini sangat jelas. Sejak saat orang-orang ini melangkah pergi, di mata Tuhan, masa hidup iman mereka telah usai. Bukan orang itu sendiri yang mengakhirinya, tetapi Tuhan. Bahwa orang ini meninggalkan Tuhan berarti bahwa mereka sudah menolak Tuhan, bahwa mereka sudah tidak menginginkan-Nya lagi, dan bahwa mereka tidak lagi menerima penyelamatan Tuhan. Karena orang-orang semacam ini tidak menginginkan Tuhan, masih bisakah Dia menginginkan mereka? Selain itu, ketika orang-orang semacam ini memiliki sikap seperti ini, pandangan seperti ini, dan telah bertekad untuk meninggalkan Tuhan, mereka sudah mengusik watak Tuhan. Ini terlepas dari fakta bahwa mereka kemungkinan tidak marah membabi-buta dan mengutuk Tuhan, terlepas dari fakta bahwa mereka mungkin tidak terlibat dalam perilaku yang keji atau berlebih-lebihan, dan terlepas dari fakta bahwa orang-orang ini berpikir, "Jika tiba suatu hari ketika aku sudah puas bersenang-senang secara lahiriah, atau ketika aku masih membutuhkan Tuhan untuk sesuatu, aku akan kembali. Atau jika Tuhan memanggilku, aku akan kembali," atau mereka berkata, "Ketika aku terluka secara lahiriah, atau ketika aku melihat bahwa dunia di luar terlalu gelap serta terlalu jahat, dan aku tidak lagi mau mengikuti arus, aku akan kembali kepada Tuhan." Meskipun orang-orang ini telah memperhitungkan dalam benak mereka kapan tepatnya mereka akan kembali, dan meskipun mereka telah berusaha untuk membiarkan pintu terbuka untuk kembalinya mereka, mereka tidak menyadari bahwa apa pun yang mereka percayai atau bagaimanapun mereka berencana, semua ini hanyalah angan-angan. Kesalahan terbesar mereka adalah tidak mengerti tentang seperti apa perasaan Tuhan terhadap keinginan mereka untuk pergi. Sejak saat ketika mereka memutuskan untuk meninggalkan Tuhan, Dia meninggalkan mereka sepenuhnya; pada saat itu, Dia telah menentukan kesudahan orang semacam itu di dalam hati-Nya. Apakah kesudahan tersebut? Kesudahannya adalah bahwa orang ini akan menjadi salah seekor tikus, dan oleh karena itu, akan binasa bersama dengan mereka. Jadi, orang sering melihat situasi semacam ini: seseorang meninggalkan Tuhan, tetapi selanjutnya tidak menerima hukuman. Tuhan bekerja sesuai dengan prinsip-Nya sendiri; beberapa hal dapat dilihat, sedangkan yang lain hanya disimpulkan dalam hati Tuhan, jadi orang tidak bisa melihat hasilnya. Bagian yang bisa dilihat oleh manusia bukan selalu sisi sebenarnya dari hal tersebut, tetapi sisi lainnya—sisi yang engkau tidak lihat—sungguh-sungguh mengandung pikiran dan kesimpulan sebenarnya dari hati Tuhan.

Orang yang Melarikan Diri Selama Pekerjaan Tuhan adalah Mereka yang Meninggalkan Jalan yang Benar

Mengapa Tuhan memberi hukuman seberat itu kepada orang-orang yang melarikan diri selama pekerjaan-Nya? Mengapa Dia begitu marah terhadap mereka? Pertama-tama, kita semua tahu bahwa watak Tuhan adalah kemegahan dan murka; Dia bukan seekor domba untuk disembelih oleh siapa pun; apalagi boneka untuk dikendalikan oleh orang semau mereka. Dia juga bukan sehembus udara hampa untuk diperintah ke sana kemari. Jika engkau sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan ada, engkau seharusnya memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan engkau seharusnya tahu bahwa esensi-Nya bukan untuk dibuat marah. Kemarahan ini dapat disebabkan oleh perkataan, atau mungkin pikiran, atau mungkin beberapa macam perilaku keji, bahkan mungkin oleh perilaku ringan, atau perilaku yang dapat dimaklumi di mata dan etika manusia; atau, mungkin diprovokasi oleh sebuah doktrin atau teori. Akan tetapi, begitu engkau telah membuat Tuhan marah, kesempatanmu sirna dan hari akhirmu telah tiba. Ini adalah hal yang sangat menakutkan! Jika engkau tidak memahami bahwa Tuhan tidak boleh disinggung, maka engkau mungkin tidak gentar akan Dia, dan mungkin engkau dengan rutin terus menyinggung-Nya. Jika engkau tidak tahu bagaimana takut akan Tuhan, maka engkau tidak mampu untuk takut akan Tuhan, dan engkau tidak akan mengetahui cara menempatkan dirimu pada jalur berjalan di jalan Tuhan—takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah engkau mulai tahu, dan menyadari bahwa Tuhan tidak boleh disinggung, engkau akan mengetahui seperti apakah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu.

Berjalan di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tidak selalu berarti seberapa banyak kebenaran yang engkau ketahui, seberapa banyak ujian yang telah engkau alami, atau seberapa sering engkau telah didisiplinkan. Sebaliknya, itu bergantung pada sikap semacam apa yang kaumiliki dalam hatimu terhadap Tuhan, dan esensi apa yang engkau ungkapkan. Esensi orang dan sikap subjektif mereka—semua ini sangat penting, sangat menentukan. Mengenai mereka yang telah menolak dan meninggalkan Tuhan, sikap mereka yang hina terhadap-Nya dan hati mereka yang membenci kebenaran telah mengusik watak-Nya, jadi, menurut pandangan-Nya, mereka tidak akan pernah diampuni. Mereka sudah mengetahui keberadaan Tuhan, sudah dikabari bahwa Dia sudah datang, dan bahkan sudah mengalami pekerjaan baru Tuhan. Kepergian mereka bukan karena tertipu atau bingung, apalagi karena mereka dipaksa pergi. Sebaliknya, mereka memilih secara sadar, dan dengan pikiran jernih, untuk meninggalkan Tuhan. Kepergian mereka bukan persoalan karena mereka tersesat, ataupun karena mereka tersingkir. Jadi, di mata Tuhan, mereka bukan domba-domba yang tersesat dari kawanan domba, apalagi anak hilang yang tersesat. Mereka pergi tanpa peduli konsekuensinya—dan kondisi demikian, situasi demikian, mengusik watak Tuhan, dan karena perasaan terusik inilah Dia memberi mereka kesudahan tanpa harapan. Bukankah kesudahan semacam ini mengerikan? Oleh sebab itu, jika orang tidak mengenal Tuhan, mereka bisa menyinggung-Nya. Ini bukan perkara kecil! Jika orang tidak menanggapi sikap Tuhan secara serius, dan tetap percaya bahwa Dia sedang menantikan kembalinya mereka—karena mereka adalah beberapa domba milik-Nya yang hilang dan Tuhan masih menunggu hati mereka berubah, maka mereka tidak jauh dari hari penghukuman mereka. Tuhan bukan saja akan menolak menerima mereka—berhubung ini adalah kedua kalinya mereka mengusik watak-Nya, perkara ini bahkan lebih mengerikan! Sikap tanpa hormat orang-orang ini telah melanggar ketetapan administratif Tuhan. Apakah Dia masih akan menerima mereka? Dalam hati-Nya, prinsip Tuhan mengenai perkara ini adalah bahwa ketika seseorang sudah memperoleh kepastian tentang jalan yang benar, tetapi tetap bisa secara sadar dan dengan pikiran yang jernih menolak Tuhan dan meninggalkan Tuhan, maka Dia akan menutup jalan menuju keselamatan bagi orang semacam itu, dan bagi orang ini, gerbang ke dalam kerajaan sejak saat itu akan tertutup. Ketika orang ini datang mengetuk sekali lagi, Tuhan tidak akan membukakan pintu; orang ini akan dibiarkan berada di luar untuk selamanya. Mungkin beberapa dari engkau semua telah membaca kisah Musa dalam Alkitab. Setelah Musa diurapi oleh Tuhan, 250 orang pemimpin mengungkapkan ketidaktaatan mereka terhadap Musa karena tindakannya dan karena berbagai alasan lainnya. Kepada siapa mereka menolak untuk tunduk? Bukan kepada Musa. Mereka menolak untuk tunduk kepada pengaturan Tuhan; mereka menolak untuk tunduk kepada pekerjaan Tuhan dalam persoalan ini. Mereka mengatakan kalimat ini: "Sekarang cukuplah itu! Segenap umat itu kudus, masing-masing dari mereka kudus, dan Yahweh ada di tengah-tengah mereka." Apakah kata-kata dan kalimat ini sangat serius dari sudut pandang manusia? Tidak serius. Setidaknya, makna harfiah dari kata-kata ini tidak serius. Dalam arti hukum, kata-kata itu tidak melanggar hukum apa pun, karena secara lahiriah, ini bukan bahasa atau kosakata yang tidak bersahabat, apalagi mengandung konotasi menghujat. Ini hanyalah kalimat umum, tidak lebih. Mengapa kata-kata ini bisa memicu kemarahan Tuhan sampai sedemikian rupa, kalau begitu? Ini karena kata-kata itu tidak diucapkan kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Sikap dan watak yang mereka ungkapkan itulah yang mengusik watak Tuhan, dan mereka menyinggung watak Tuhan yang tidak boleh disinggung. Kita semua tahu seperti apa kesudahan para pemimpin tersebut pada akhirnya. Mengenai orang-orang yang telah meninggalkan Tuhan, apakah sudut pandang mereka? Apakah sikap mereka? Dan mengapa sudut pandang dan sikap mereka menyebabkan Tuhan menangani mereka dengan cara demikian? Alasannya adalah karena walaupun mereka dengan jelas tahu bahwa Dia adalah Tuhan, mereka tetap memilih untuk mengkhianati-Nya, dan inilah alasan mengapa mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Sebagaimana tertulis dalam Alkitab: "Karena jika kita dengan sengaja berbuat dosa setelah menerima pengetahuan kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu" (Ibrani 10:26). Apakah engkau semua sudah memiliki pemahaman yang jelas mengenai perkara ini sekarang?

Nasib Orang Diputuskan oleh Sikap Mereka Terhadap Tuhan

Tuhan adalah Tuhan yang hidup, dan sama seperti orang berkelakuan berbeda dalam situasi berbeda, sikap-Nya terhadap berbagai perilaku ini berbeda karena Dia bukanlah boneka maupun sehembus udara hampa. Mengenal sikap Tuhan adalah pengejaran yang layak dilakukan umat manusia. Orang seharusnya belajar bagaimana, dengan mengenal sikap Tuhan, mereka bisa sedikit demi sedikit memperoleh pengetahuan tentang watak Tuhan dan mulai memahami hati-Nya. Ketika engkau berangsur-angsur mulai memahami hati Tuhan, engkau tidak akan merasakan bahwa sikap takut akan Dia dan menjauhi kejahatan itu hal yang begitu sulit untuk dicapai. Selain itu, ketika engkau memahami Tuhan, engkau kemungkinan besar tidak akan menarik kesimpulan tentang diri-Nya. Begitu engkau sudah berhenti menarik kesimpulan tentang Tuhan, engkau tidak akan menyinggung-Nya, dan tanpa kausadari, Tuhan akan menuntunmu untuk memperoleh pengetahuan tentang diri-Nya; ini akan memenuhi hatimu dengan rasa hormat akan Dia. Engkau kemudian akan berhenti mendefinisikan Tuhan dengan doktrin, huruf-huruf yang tertulis, dan teori yang engkau telah kuasai. Sebaliknya, dengan terus-menerus mencari maksud Tuhan dalam semua hal, tanpa kausadari engkau akan menjadi seseorang yang berkenan di hati Tuhan.

Pekerjaan Tuhan tidak terlihat dan tidak dapat disentuh oleh manusia, tetapi menurut pendapat-Nya, tindakan setiap orang—beserta sikap mereka terhadap-Nya—bukan saja dapat diketahui oleh Tuhan, tetapi juga dapat dilihat-Nya. Ini adalah hal yang seharusnya setiap orang kenali dan pahami dengan sangat jelas. Engkau mungkin selalu bertanya kepada dirimu sendiri, "Apakah Tuhan tahu apa yang aku lakukan di sini? Apakah Dia tahu apa yang aku pikirkan saat ini? Mungkin Dia tahu, dan mungkin Dia tidak tahu." Jika engkau menggunakan sudut pandang seperti ini, yakni mengikuti dan percaya kepada Tuhan tetapi meragukan pekerjaan-Nya dan keberadaan-Nya, maka cepat atau lambat akan tiba hari ketika engkau membangkitkan kemarahan-Nya, karena engkau sudah berdiri di ambang jurang berbahaya. Aku sudah melihat orang yang percaya terhadap Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi masih belum memperoleh kenyataan kebenaran, apalagi memahami kehendak Tuhan. Orang-orang ini tidak membuat kemajuan apa pun dalam kehidupan dan tingkat pertumbuhan mereka, hanya menaati doktrin-doktrin yang paling dangkal. Ini karena orang-orang semacam ini tidak pernah menjadikan firman Tuhan sebagai kehidupan itu sendiri, dan mereka tidak pernah menghadapi dan menerima keberadaan-Nya. Apakah engkau berpikir bahwa ketika melihat orang-orang semacam itu, Tuhan dipenuhi dengan kesenangan? Apakah mereka menghibur Dia? Demikianlah, cara orang percaya kepada Tuhanlah yang menentukan nasib mereka. Sehubungan dengan cara orang mencari Tuhan dan cara mereka mendekati-Nya, sikap mereka merupakan hal terpenting. Jangan mengabaikan Tuhan seakan-akan Dia hanyalah udara hampa yang mengambang di belakang kepalamu; selalu pikirkan Tuhan yang engkau percayai sebagai Tuhan yang hidup, Tuhan yang nyata. Dia tidak duduk diam di atas sana di surga tingkat ketiga tanpa melakukan apa pun. Sebaliknya, Dia terus-menerus menyelidiki hati semua orang, mengamati apa yang engkau rencanakan, mengawasi setiap perkataan dan setiap perbuatanmu, sekecil apa pun, mengamati cara engkau berperilaku, dan melihat seperti apa sikapmu terhadap-Nya. Entah engkau bersedia mempersembahkan dirimu kepada Tuhan atau tidak, semua perilaku serta pikiran dan gagasanmu yang terdalam terbuka lebar di hadapan-Nya dan diperhatikan oleh-Nya. Akibat perilakumu, akibat perbuatanmu, dan akibat sikapmu terhadap-Nya, pendapat Tuhan tentang dirimu dan sikap-Nya terhadapmu terus-menerus berubah. Aku hendak menawarkan sedikit nasihat kepada beberapa orang: jangan menempatkan dirimu seperti bayi kecil di tangan Tuhan, seolah-olah Dia seharusnya memberikan kasih sayang kepadamu, seolah-olah Dia tidak pernah bisa meninggalkanmu, dan seolah-olah sikap-Nya terhadapmu tetap dan tidak pernah berubah, dan Kunasihatkan kepadamu untuk berhenti bermimpi! Tuhan itu benar dalam perlakuan-Nya terhadap setiap orang dan Dia sungguh-sungguh dalam pendekatan-Nya terhadap pekerjaan menaklukkan dan menyelamatkan orang. Inilah pengelolaan-Nya. Dia memperlakukan setiap orang dengan serius, dan bukan seperti hewan peliharaan yang diajak bermain. Kasih Tuhan untuk manusia bukanlah kasih yang memberi hati atau memanjakan, demikian juga, belas kasih dan toleransi-Nya terhadap umat manusia tidak memanjakan atau kurang awas. Sebaliknya, kasih Tuhan untuk manusia mencakup menyayangi, mengasihani, dan menghormati kehidupan; belas kasih dan toleransi-Nya menyampaikan apa yang diharapkan-Nya dari mereka, dan itulah yang dibutuhkan umat manusia untuk bertahan hidup. Tuhan itu hidup, dan Tuhan benar-benar ada; sikap-Nya terhadap umat manusia berprinsip, sama sekali bukan serangkaian aturan dogmatis, dan itu bisa berubah. Niat-Nya terhadap umat manusia berubah secara bertahap dan bertransformasi seiring waktu, tergantung pada keadaan yang timbul, dan seiring dengan sikap setiap orang. Oleh karena itu, engkau perlu mengetahui dalam hatimu dengan sejernih-jernihnya bahwa esensi Tuhan tidak dapat berubah, dan bahwa watak-Nya akan muncul di waktu-waktu berbeda, dan dalam konteks berbeda. Engkau mungkin tidak berpikir bahwa ini hal yang serius, dan engkau mungkin menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk membayangkan bagaimana Tuhan seharusnya bertindak. Akan tetapi, ada kalanya ketika kebalikan total dari sudut pandangmu adalah yang benar, dan dengan menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk berusaha mengukur Tuhan, engkau sudah membuat-Nya marah. Ini karena Tuhan tidak bekerja dengan cara seperti yang engkau pikir dilakukan-Nya, maupun memperlakukan perkara ini seperti yang engkau katakan akan Dia lakukan. Dengan begitu, Aku mengingatkanmu agar berhati-hati dan bijaksana dalam pendekatanmu terhadap segala sesuatu di sekitarmu, dan belajar bagaimana mengikuti prinsip berjalan dalam jalan Tuhan dalam segala hal—yaitu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Engkau harus mengembangkan pemahaman yang mantap sehubungan dengan perkara kehendak Tuhan dan sikap Tuhan, engkau harus mencari orang yang sudah dicerahkan untuk menyampaikan hal-hal ini kepadamu, dan engkau harus mencari dengan sungguh-sungguh. Jangan pandang Tuhan yang engkau percayai sebagai boneka—menghakimi-Nya sesuka hati, mencapai kesimpulan tentang Dia secara sembarangan, dan tidak memperlakukan-Nya dengan rasa hormat yang layak Dia dapatkan. Selagi Tuhan memberikan keselamatan kepada-Mu dan menentukan kesudahanmu, Dia dapat menganugerahkan kepadamu belas kasih, atau toleransi, atau penghakiman dan hajaran, tetapi bagaimanapun juga, sikap-Nya terhadapmu tidak tetap. Itu tergantung pada sikapmu sendiri terhadap-Nya, dan juga pemahamanmu akan Dia. Jangan biarkan satu pun aspek sepintas lalu dari pengetahuan atau pemahamanmu tentang Tuhan mendefinisikan diri-Nya untuk selama-lamanya. Jangan percaya kepada Tuhan yang mati; percayalah kepada Tuhan yang hidup. Ingatlah ini! Meski Aku sudah membahas beberapa kebenaran di sini—kebenaran yang engkau perlu dengar—dengan mempertimbangkan keadaan dan tingkat pertumbuhanmu saat ini, Aku tidak akan membuat tuntutan lebih besar darimu saat ini, supaya tidak menyurutkan semangatmu. Bertindak demikian bisa memenuhi hatimu dengan terlalu banyak kemuraman, dan membuat engkau semua merasakan terlalu banyak kekecewaan terhadap Tuhan. Sebaliknya, Aku berharap engkau semua bisa menggunakan kasih kepada Tuhan yang kaumuliki di dalam hatimu, dan menerapkan sikap yang penuh rasa hormat terhadap Tuhan saat menapaki jalan yang membentang di depan. Jangan asal memahami persoalan tentang bagaimana percaya kepada Tuhan; perlakukanlah hal ini sebagai salah satu persoalan terbesar yang ada. Tempatkan itu dalam hatimu, terapkanlah itu, dan hubungkan itu dengan kehidupan nyata; jangan mengatakannya di bibir saja—karena ini adalah persoalan hidup dan mati, dan inilah yang akan menentukan nasibmu. Jangan memperlakukannya seperti lelucon atau mainan anak kecil! Setelah berbagi firman ini dengan engkau semua hari ini, Aku bertanya-tanya seberapa banyak pemahaman yang telah dipetik oleh pikiranmu. Apakah ada pertanyaan yang ingin engkau semua ajukan tentang apa yang baru saja Aku katakan hari ini?

Meskipun topik-topik ini sedikit baru, dan sedikit berbeda dari pandanganmu, dari pengejaranmu biasanya, dan apa yang cenderung engkau perhatikan, Kurasa begitu semua itu engkau persekutukan selama jangka waktu tertentu, engkau semua akan mengembangkan pemahaman umum tentang segala sesuatu yang sudah Aku katakan di sini. Semua topik ini sangat baru, dan belum pernah engkau semua pertimbangkan sebelumnya, jadi Aku berharap bahwa semua itu tidak menambah bebanmu dengan cara apa pun. Aku bukan mengatakan firman ini sekarang untuk menakut-nakuti engkau semua, maupun menggunakannya sebagai cara untuk menanganimu; sebaliknya, tujuan-Ku adalah membantumu memahami fakta yang sesungguhnya tentang apa yang benar. Berhubung ada kesenjangan antara umat manusia dan Tuhan, meskipun orang percaya kepada Tuhan, mereka tidak pernah memahami-Nya atau mengetahui sikap-Nya. Manusia juga tidak pernah sangat antusias dalam kekhawatiran mereka terhadap sikap Tuhan. Sebaliknya, mereka telah percaya dan melangkah tanpa pengertian, dan ceroboh dalam pengetahuan dan pemahaman mereka akan Tuhan. Oleh karena itu, Aku merasa harus membereskan persoalan ini untukmu, dan membantumu memahami seperti apakah Tuhan yang engkau semua percayai ini, dan juga apa yang Dia pikirkan, apa sikap-Nya dalam perlakuan-Nya terhadap bermacam-macam orang, seberapa jauh engkau semua dari memenuhi persyaratan-Nya, dan betapa besarnya perbedaan antara tindakanmu dan standar yang Dia tuntut. Tujuan memberitahumu mengenai hal-hal ini adalah memberimu patokan untuk mengukur dirimu sendiri, dan agar engkau akan mengetahui hasil seperti apa yang dihasilkan oleh jalan yang telah engkau semua lalui, apa yang belum engkau semua peroleh di sepanjang jalan ini, dan dalam bidang apa saja engkau semua belum melibatkan diri. Selagi berkomunikasi dengan satu sama lain, engkau semua biasanya membicarakan sejumlah topik bahasan umum yang berlingkup sempit dan bermuatan dangkal. Ada jarak, suatu jurang pemisah, antara yang engkau semua bahas dan maksud Tuhan, dan juga antara pembahasanmu dan lingkup serta standar tuntutan Tuhan. Menjalani hidup seperti ini dari waktu ke waktu akan mengakibatkanmu menyimpang semakin jauh dari jalan Tuhan. Engkau semua hanya memegang perkataan Tuhan saat ini dan mengubahnya menjadi objek penyembahan, dan memandangnya sebagai ritual dan peraturan. Hanya itulah yang kauperbuat! Pada kenyataan sebenarnya, Tuhan sama sekali tidak memiliki tempat di hatimu, dan Dia tidak pernah benar-benar mendapatkan hatimu. Beberapa orang berpikir bahwa mengenal Tuhan itu sangat sulit, dan memang benar demikian. Itu memang sulit. Jika orang disuruh melakukan tugas mereka dan menyelesaikan urusan secara lahiriah, dan bekerja keras, maka mereka akan berpikir bahwa percaya kepada Tuhan sangat mudah, karena semua hal tersebut tercakup dalam lingkup kemampuan manusia. Akan tetapi, begitu topik beralih ke maksud Tuhan dan sikap-Nya terhadap umat manusia, maka dari sudut pandang semua orang, hal-hal benar-benar menjadi lebih sulit. Itu karena ini melibatkan pemahaman orang akan kebenaran dan jalan masuk mereka ke dalam kenyataan; jadi, tentu saja akan ada tingkat kesulitan! Kendati demikian, begitu engkau melewati pintu pertama dan mulai memperoleh jalan masuk, hal-hal secara bertahap menjadi lebih mudah.

Titik Awal Takut akan Tuhan adalah Memperlakukan Dia Sebagai Tuhan

Baru-baru ini, seseorang mengajukan pertanyaan: Bagaimana mungkin kami, sekalipun mengenal Tuhan lebih daripada Ayub mengenal-Nya, masih tidak bisa menghormati Dia? Kita pernah menyinggung sedikit tentang hal ini sebelumnya. Kita sebenarnya juga telah membahas esensi dari pertanyaan ini sebelumnya, yaitu kenyataan bahwa meskipun Ayub tidak mengenal Tuhan pada saat itu, dia tetap memperlakukan-Nya sebagai Tuhan, dan menganggap-Nya sebagai Tuan atas surga dan bumi dan segala sesuatu. Ayub tidak menganggap Tuhan sebagai musuh; sebaliknya, dia menyembah-Nya sebagai Pencipta segala sesuatu. Mengapa orang zaman sekarang sangat menentang Tuhan? Mengapa mereka tidak mampu menghormati Dia? Salah satu alasannya adalah mereka telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis, dan dengan natur iblis mereka yang tertanam begitu dalam, mereka telah menjadi musuh Tuhan. Jadi, meskipun mereka percaya kepada Tuhan dan mengakui Tuhan, mereka masih mampu menentang Dia dan menempatkan diri mereka sebagai penentang-Nya. Ini ditentukan oleh natur manusia. Alasan lainnya adalah, terlepas dari kepercayaan mereka kepada Tuhan, orang sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka malah menganggap Dia sebagai lawan umat manusia, menganggap-Nya sebagai musuh mereka, dan merasa bahwa mereka tidak dapat didamaikan dengan Tuhan. Sesederhana itu saja. Bukankah perkara ini telah disinggung dalam sesi kita sebelumnya? Pikirkan: bukankah itu alasannya? Engkau mungkin memiliki sedikit pengetahuan tentang Tuhan, tetapi apa yang terkandung dalam pengetahuan ini? Bukankah ini yang dibicarakan oleh setiap orang? Bukankah itulah yang Tuhan katakan kepadamu? Engkau hanya mengenal aspek teoretis dan doktrin darinya—tetapi pernahkah engkau menghargai wajah sejati Tuhan? Apakah engkau memiliki pengetahuan yang subjektif? Apakah engkau memiliki pengetahuan dan pengalaman praktis? Seandainya Tuhan tidak memberitahumu, bisakah engkau tahu? Pengetahuan teoretismu tidak merepresentasikan pengetahuan yang nyata. Singkatnya, seberapa banyak pun yang engkau ketahui atau bagaimana engkau dapat mengetahuinya, sebelum engkau memperoleh pemahaman yang nyata tentang Tuhan, Dia akan menjadi musuhmu, dan sebelum engkau benar-benar mulai memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan, Dia akan melawanmu, karena engkau merupakan perwujudan Iblis.

Jika engkau bersama dengan Kristus, mungkin engkau bisa menyajikan bagi-Nya makanan tiga kali sehari, atau mungkin menyajikan teh bagi-Nya dan memperhatikan kebutuhan hidup-Nya; engkau akan tampaknya telah memperlakukan Kristus sebagai Tuhan. Kapan pun sesuatu terjadi, sudut pandang orang selalu bertentangan dengan sudut pandang Tuhan; orang selalu gagal memahami dan menerima sudut pandang Tuhan. Meskipun orang mungkin bersahabat dengan Tuhan secara lahiriah, bukan berarti bahwa mereka sesuai dengan Tuhan. Segera setelah sesuatu terjadi, kebenaran tentang ketidaktaatan umat manusia pun muncul, sehingga menegaskan permusuhan yang ada di antara manusia dan Tuhan. Permusuhan ini bukan dikarenakan Tuhan menentang manusia atau karena Tuhan ingin bermusuhan dengan mereka, dan bukan karena Dia menempatkan manusia berseberangan dengan-Nya dan selanjutnya memperlakukan mereka sedemikian rupa. Sebaliknya, ini adalah masalah esensi yang bertentangan terhadap Tuhan, yang tersembunyi dalam kehendak subjektif manusia dan dalam pikiran bawah sadar mereka. Karena orang beranggapan bahwa semua yang berasal dari Tuhan sebagai objek penelitian mereka, tanggapan mereka terhadap hal yang berasal dari Tuhan dan terhadap segala sesuatu yang melibatkan Tuhan, di atas segalanya, adalah menebak, meragukan, dan kemudian dengan cepat mengambil suatu sikap yang berkonflik dan menentang Tuhan. Segera setelah itu, membawa suasana hati yang negatif ke dalam perselisihan atau persaingan dengan Tuhan, bahkan sampai pada titik meragukan apakah Tuhan semacam ini layak untuk diikuti. Terlepas dari kenyataan bahwa rasionalitas mereka mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak boleh terus bertindak dengan cara seperti ini, mereka akan tetap memilih untuk melakukannya sekalipun tidak berniat begitu, sedemikian rupa, sehingga mereka akan tetap melanjutkan tanpa ragu sampai akhir. Sebagai contoh, seperti apakah reaksi pertama dari beberapa orang ketika mereka mendengar desas-desus atau percakapan fitnah tentang Tuhan? Reaksi pertama mereka adalah bertanya-tanya apakah desas-desus ini benar atau tidak dan apakah desas-desus ini ada atau tidak, dan kemudian mengambil sikap tunggu dahulu. Mereka pun mulai berpikir, "Tidak ada cara lain untuk memastikan hal ini. Benarkah itu terjadi? Apakah desas-desus ini benar atau tidak?" Meskipun orang-orang seperti ini tidak menunjukkannya secara lahiriah, di dalam hati, mereka sudah mulai ragu, dan sudah mulai menyangkal Tuhan. Apa esensi dari sikap semacam ini dan sudut pandang sedemikian? Bukankah ini pengkhianatan? Sebelum mereka diperhadapkan dengan perkara ini, engkau tidak bisa melihat seperti apa sudut pandang orang-orang ini; tampaknya mereka tidak berkonflik dengan Tuhan, dan seolah-olah mereka tidak menganggap-Nya sebagai musuh. Akan tetapi, segera setelah mereka diperhadapkan dengan masalah, mereka segera memihak Iblis dan menentang Tuhan. Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa manusia dan Tuhan bertentangan! Itu bukan berarti Tuhan menganggap umat manusia sebagai musuh, tetapi menandakan bahwa esensi utama umat manusia itu sendiri bermusuhan terhadap Tuhan. Seberapa lama pun seseorang telah mengikuti Dia atau seberapa besar harga yang telah mereka bayar, dan bagaimanapun mereka memuji Tuhan, bagaimana mereka mungkin menahan diri untuk tidak menentang Dia, dan bahkan sekuat apa pun mereka mendesak diri mereka untuk mengasihi Tuhan, mereka tidak pernah bisa berhasil memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Bukankah ini ditentukan oleh esensi orang? Jika engkau memperlakukan Dia sebagai Tuhan, dan benar-benar percaya bahwa Dia adalah Tuhan, masih bisakah engkau memiliki keraguan apa pun terhadap-Nya? Mungkinkah hatimu masih menyimpan tanda tanya apa pun mengenai diri-Nya? Tidak mungkin ada, bukan? Kecenderungan dunia ini begitu jahat, demikian juga ras manusia ini; jadi, bagaimana mungkin engkau tidak memiliki pemahaman apa pun tentang mereka? Engkau sendiri begitu jahat, jadi bagaimana mungkin engkau tidak memiliki pemahaman apa pun tentang itu? Namun, cukup beberapa desas-desus, dan beberapa fitnah, dapat membangkitkan kecurigaan sebesar itu tentang Tuhan, dan membuatmu mengimajinasikan begitu banyak hal, yang menunjukkan betapa belum dewasanya tingkat pertumbuhanmu! Hanya "dengungan" beberapa nyamuk dan beberapa lalat menjijikkan—itu saja sudah cukup untuk menipumu? Orang macam apakah ini? Apakah engkau mengetahui apa yang Tuhan pikirkan tentang orang-orang semacam ini? Sikap Tuhan sebenarnya sangat jelas sehubungan dengan cara Dia memperlakukan mereka. Perlakuan Tuhan terhadap semua orang ini hanyalah tidak mengacuhkan mereka—sikap-Nya adalah tidak memberi mereka perhatian apa pun, dan tidak menanggap serius orang-orang bodoh ini. Mengapa demikian? Ini karena dalam hati Tuhan, Dia tidak pernah berencana untuk mendapatkan orang-orang yang telah bersumpah memusuhi-Nya sampai akhir dan yang tidak pernah berencana mencari jalan agar menjadi sesuai dengan-Nya. Mungkin, semua firman yang sudah Aku ucapkan ini dapat menyakiti sejumlah orang. Jadi, apakah engkau semua bersedia untuk selalu membiarkan-Ku menyakitimu seperti ini? Entah engkau bersedia atau tidak, semua yang Aku katakan adalah yang sebenarnya! Jika Aku selalu menyakitimu dan menyingkapkan lukamu seperti ini, apakah itu akan memengaruhi citra Tuhan yang luhur, yang kausimpan di dalam hatimu? (Tidak akan.) Aku setuju bahwa itu tidak akan terjadi, karena sesungguhnya tidak ada Tuhan di dalam hatimu. Tuhan yang luhur yang mendiami hatimu—yang engkau semua bela dan lindungi mati-matian—sama sekali bukanlah Tuhan. Sebaliknya, itu hanyalah hasil imajinasi manusia; itu sama sekali tidak ada. Oleh karena itu, jauh lebih baik jika Aku membeberkan jawaban atas teka-teki ini; bukankah ini membukakan seluruh kebenaran? Tuhan yang sesungguhnya bukanlah seperti yang dikhayalkan manusia. Aku berharap engkau semua dapat menghadapi kenyataan ini, dan hal ini akan membantu dalam pengetahuanmu tentang Tuhan.

Orang-Orang yang Tidak Diakui oleh Tuhan

Ada beberapa orang yang imannya tidak pernah diakui dalam hati Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan tidak mengakui bahwa mereka adalah pengikut-Nya, karena Dia tidak memuji kepercayaan mereka. Karena orang-orang ini, terlepas dari berapa tahun pun mereka telah mengikuti Tuhan, gagasan dan pandangan mereka tidak pernah berubah; mereka seperti orang-orang tidak percaya, menaati prinsip dan cara orang-orang tidak percaya dalam melakukan banyak hal, serta hukum bertahan hidup dan kepercayaan orang-orang tidak percaya. Mereka tidak pernah menerima firman Tuhan sebagai hidup mereka, tidak pernah percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, tidak pernah berniat menerima keselamatan dari Tuhan, dan tidak pernah mengakui Tuhan sebagai Tuhan mereka. Mereka memandang percaya kepada Tuhan sebagai semacam hobi amatir, memperlakukan-Nya sebagai makanan rohani belaka; dengan demikian, mereka merasa bahwa mencoba memahami watak Tuhan atau esensi Tuhan tidaklah cukup berharga. Bisa dikatakan bahwa semua yang berkaitan dengan Tuhan yang sejati tidak ada kaitannya dengan orang-orang ini; mereka tidak tertarik, dan mereka tidak bisa diminta menanggapi. Ini karena dalam lubuk hati mereka, ada suara intens yang selalu mengatakan kepada mereka, "Tuhan tidak terlihat, dan tidak tersentuh, dan tidak ada." Mereka percaya bahwa mencoba memahami Tuhan semacam ini tidak sepadan dengan upaya mereka, dan dengan melakukannya, mereka akan membodohi diri mereka sendiri. Mereka yakin bahwa dengan sekadar mengakui Tuhan dengan perkataan, tanpa mengambil sikap yang nyata atau menginvestasikan diri mereka dalam tindakan nyata, mereka bersikap cukup pintar. Bagaimana Tuhan memandang orang-orang semacam ini? Dia memandang mereka sebagai orang-orang tidak percaya. Beberapa orang bertanya, "Bisakah orang-orang tidak percaya membaca firman Tuhan? Bisakah mereka memenuhi tugas mereka? Bisakah mereka mengatakan ucapan, 'Aku akan hidup untuk Tuhan'?" Apa yang sering dilihat manusia adalah tampilan yang dipamerkan orang secara lahiriah; mereka tidak melihat esensi orang. Akan tetapi, Tuhan tidak melihat tampilan yang dangkal; Dia hanya melihat esensi batiniah mereka. Karena itu, inilah jenis sikap dan definisi yang Tuhan miliki terhadap orang-orang ini. Orang-orang ini mengatakan, "Mengapa Tuhan melakukan ini? Mengapa Tuhan melakukan itu? Aku tidak bisa memahami ini; aku tidak bisa memahami itu; ini tidak sesuai dengan gagasan manusia; Engkau harus menjelaskannya kepadaku ...." Untuk menjawab ini, Aku bertanya, Apakah betul-betul perlu menjelaskan perkara-perkara ini kepadamu? Apakah perkara-perkara ini sesungguhnya ada kaitannya denganmu? Kau pikir siapa dirimu? Dari mana asalmu? Apa engkau betul-betul memenuhi syarat untuk memberi Tuhan petunjuk? Apa engkau percaya kepada-Nya? Apakah Dia mengakui imanmu? Karena imanmu tidak ada kaitannya dengan Tuhan, apa urusanmu dengan tindakan-Nya? Engkau tidak mengetahui di mana engkau berada dalam hati Tuhan, jadi bagaimana mungkin engkau memenuhi syarat untuk berdialog dengan-Nya?

Firman Peringatan

Bukankah engkau semua merasa tidak nyaman setelah mendengar berbagai pernyataan ini? Meskipun engkau semua mungkin tidak mau mendengarkannya atau tidak mau menerimanya, semua ini adalah fakta. Karena tahap pekerjaan ini akan dilakukan oleh Tuhan, jika engkau tidak peduli dengan niat-Nya, tidak mau tahu tentang sikap-Nya, dan tidak memahami esensi dan watak-Nya, maka pada akhirnya engkau akan menjadi orang yang gagal. Jangan salahkan firman-Ku karena sulit untuk didengarkan, dan jangan salahkan semua itu karena melemahkan antusiasmemu. Aku mengatakan yang sebenarnya; bukan niat-Ku untuk mengecilkan hatimu. Tidak peduli apa yang Aku minta darimu, dan tidak peduli bagaimana engkau semua dituntut untuk melakukannya, Aku berharap engkau semua berjalan di jalan yang benar, dan mengikuti jalan Tuhan, dan bahwa engkau tidak akan pernah menyimpang dari jalan yang benar. Jika engkau tidak bertindak sesuai dengan firman Tuhan atau mengikuti jalan-Nya, maka tidak ada keraguan bahwa engkau memberontak melawan Tuhan dan telah menyimpang dari jalan yang benar. Jadi, Aku merasa ada beberapa hal yang harus Aku klarifikasi untukmu, dan bahwa Aku harus membuatmu percaya dengan tegas, jelas, dan tanpa sedikit pun ketidakpastian, dan membantumu untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang sikap Tuhan, niat-Nya, cara Dia menyempurnakan manusia, dan dengan cara seperti apa Dia menentukan kesudahan manusia. Jika tiba suatu hari ketika engkau tidak dapat menempuh jalan ini, maka Aku tidak bertanggung jawab, karena firman ini telah diucapkan kepadamu dengan sangat jelas. Terkait bagaimana engkau menangani kesudahanmu sendiri, perkara ini sepenuhnya tergantung padamu. Sehubungan dengan kesudahan berbagai macam orang, Tuhan memiliki sikap-sikap yang berbeda, Dia memiliki cara-Nya sendiri untuk menimbang mereka, dan juga standar persyaratan-Nya sendiri atas mereka. Standar-Nya dalam menimbang kesudahan orang adalah standar yang adil bagi setiap orang—tidak ada keraguan mengenai itu! Oleh karena itu, rasa takut beberapa orang tidaklah perlu. Apakah engkau semua merasa lega sekarang? Cukup sekian dahulu untuk hari ini. Selamat tinggal!

17 Oktober 2013

Sebelumnya: Kata Pengantar

Selanjutnya: Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini