98. Akibat Selalu Menyenangkan Orang Lain

Aku mengawasi pekerjaan Injil di gereja. Aku dan Saudari Wanda melayani bersama sebagai pemimpin kelompok. Awalnya, aku melihat Saudari Wanda proaktif dalam tugasnya, dan dia cukup efektif dalam pekerjaannya. Menurutku dia orang yang terbeban dan bertanggung jawab. Namun setelah beberapa waktu, kuperhatikan dia makin pasif dalam tugasnya. Dia jarang menyadari masalah dalam pekerjaan, apalagi menyelesaikannya. Dahulu, ketika kami merangkum pekerjaan kami, dia selalu menemuiku untuk merangkum masalah atau penyimpangan dalam pekerjaan, dan mendiskusikan cara untuk menyelesaikannya. Namun, kali ini dia hanya diam. Biasanya, kami berbagi sebagian besar pekerjaan dalam tim kami, dan masalah-masalah itu segera dirangkum begitu ditemukan. Hal ini dapat menyelesaikan masalah dengan lebih baik dan meningkatkan efektivitas kerja. Namun sekarang, Wanda tak mengerahkan segenap hatinya ke dalam masalah kelompok. Kupikir, "Dia tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemimpin kelompok. Ini tak dapat diterima, aku harus bersekutu dengannya tentang hal ini." Namun setelah dipikir-pikir, "Hubunganku dengan Wanda biasanya cukup baik. Jika aku langsung berkata dia tak terlalu terbeban dalam tugasnya dan tak melakukan pekerjaan nyata apa pun, akankah itu membuatnya malu? Jika aku mengganggu kedamaian dengan mengatakan ini, bagaimana kita bisa rukun setelahnya? Lupakan saja. Semakin sedikit masalah, semakin baik. Aku tak boleh menyinggung perasaannya." Pada waktu itu, dalam pikiranku aku selalu merasa tertuduh, "Bukankah keadaan Wanda sudah buruk selama kurun waktu ini? Jika ini terus berlanjut, hidupnya akan menderita dan itu akan memengaruhi pekerjaannya. Apakah aku harus bergegas untuk bersekutu dengannya? Namun, jika aku begitu saja menunjukkan bahwa dia tidak punya rasa terbeban, akankah dia merasa terkekang dan mengira aku mengawasi pekerjaannya? Mungkin aku cukup memberi tahu pemimpin dan biarlah dia yang membantu Wanda. Dengan begitu aku tak perlu menyinggungnya." Namun aku lalu berpikir, "Jika aku memberi tahu pemimpin dan Wanda mengetahuinya, akankah dia berkata bahwa aku mengadukannya? Tidak, lebih baik diam saja." Aku terus bimbang seperti ini dan sama sekali tak bisa tenang karena masalah ini. Aku sadar keadaanku salah, jadi aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia memimpinku untuk mencari kebenaran dan menyelesaikan masalahku.

Suatu kali ketika dalam pertemuan, aku membaca firman Tuhan: "Ketika engkau semua melihat suatu masalah tetapi tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya, tidak mempersekutukannya, tidak berusaha untuk membatasinya, dan selain itu, engkau tidak melaporkannya kepada atasanmu, tetapi berperan sebagai penyenang orang, apakah ini tanda ketidaksetiaan? Apakah penyenang orang memiliki kesetiaan kepada Tuhan? Tidak sedikit pun. Orang semacam itu bukan saja tidak setia kepada Tuhan—mereka juga bertindak sebagai kaki tangan Iblis, pelayan dan pengikutnya. Mereka tidak setia dalam tugas dan tanggung jawab mereka, melainkan kepada Iblislah, mereka sangat setia. Di sinilah letak inti masalahnya. Adapun dalam hal kurangnya profesionalitas, adalah mungkin untuk terus-menerus belajar dan menyatukan pengalamanmu sementara melaksanakan tugasmu. Masalah-masalah seperti itu dapat dengan mudah diselesaikan. Hal yang paling sulit diselesaikan adalah watak manusia yang rusak. Jika engkau tidak mengejar kebenaran atau menyelesaikan watak rusakmu, tetapi selalu berperan sebagai penyenang orang, dan tidak memangkas atau membantu mereka yang kaulihat telah melanggar prinsip, ataupun menyingkapkan atau mengungkapkan mereka, tetapi selalu mundur, tidak memikul tanggung jawab, maka pelaksanaan tugasmu yang seperti itu hanya akan merugikan dan menunda pekerjaan gereja" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). "Cara orang berperilaku dan bertindak dalam berinteraksi dengan orang lain haruslah didasarkan pada firman Tuhan; ini adalah prinsip paling dasar bagi manusia dalam cara mereka berperilaku. Bagaimana orang dapat menerapkan kebenaran jika mereka tidak memahami prinsip tentang cara manusia berperilaku? Menerapkan kebenaran bukanlah tentang mengucapkan kata-kata kosong atau meneriakkan slogan, melainkan tentang bagaimana orang, apa pun yang ditemuinya dalam hidupnya, selama itu ada kaitannya dengan prinsip tentang cara manusia berperilaku, sudut pandangnya terhadap segala sesuatu, atau pelaksanaan tugasnya, mereka dihadapkan pada pilihan, dan mereka harus mencari kebenaran, mencari dasar dan prinsip di dalam firman Tuhan, dan kemudian menemukan jalan penerapannya. Mereka yang mampu menerapkan dengan cara seperti ini adalah orang yang mengejar kebenaran. Mampu mengejar kebenaran dengan cara seperti ini sebesar apa pun kesulitan yang dihadapi, berarti sedang menempuh jalan Petrus, jalan mengejar kebenaran. Sebagai contoh: prinsip apa yang harus kaupatuhi dalam hal berinteraksi dengan orang lain? Mungkin sudut pandangmu yang semula adalah 'Keharmonisan adalah harta karun; kesabaran adalah kecerdikan', dan engkau harus selalu menjaga hubungan baik dengan semua orang, berusaha agar orang lain terhindar dari rasa malu, dan tidak menyinggung siapa pun, sehingga engkau dapat memelihara hubungan baik dengan orang lain. Karena dibatasi oleh sudut pandang ini, engkau tetap diam ketika menyaksikan orang lain melakukan hal buruk atau melanggar prinsip. Engkau lebih memilih pekerjaan gereja mengalami kerugian daripada menyinggung siapa pun. Engkau menjaga hubungan baik dengan semua orang, siapa pun mereka. Engkau hanya memikirkan perasaan manusia dan melindungi reputasi saat berbicara, dan engkau selalu mengucapkan perkataan yang terdengar manis untuk menyenangkan orang lain. Sekalipun engkau mendapati seseorang yang bermasalah, engkau memilih untuk menoleransi orang itu, dan hanya membicarakan tentang dirinya di belakangnya, tetapi di depan orang itu engkau berusaha untuk tidak berkonfrontasi dengannya dan menjaga hubungan di antaramu. Bagaimana menurutmu perilaku semacam itu? Bukankah itu adalah perilaku penyenang orang? Bukankah itu sikap yang sangat licik? Perilaku ini melanggar prinsip tentang cara manusia berperilaku. Bukankah berperilaku dengan cara seperti ini sangat hina? Mereka yang bertindak seperti ini bukanlah orang yang mulia, ini bukanlah cara berperilaku yang baik. Sekalipun engkau telah sangat banyak menderita, dan sekalipun engkau telah banyak membayar harga, jika engkau tidak berprinsip dalam perilakumu, itu berarti engkau telah gagal dalam hal ini, dan perilakumu tidak akan diakui, diingat, ataupun diterima di hadapan Tuhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Firman Tuhan membuatku sadar, aku telah memiliki pandangan yang keliru bahwa hubungan antar manusia harus selalu damai. Jika aku selalu menunjukkan dan mengungkapkan masalah orang lain, itu akan menyinggung mereka dan kemungkinan melukai harga dirinya serta hubungan kami, membuat sulit untuk hidup rukun. Setelah membandingkan pandangan ini dengan firman Tuhan, akhirnya aku memahami bahwa itu tak sesuai kebenaran, dan bertentangan dengan prinsip untuk menjadi manusia. Orang semacam ini egois, tercela, licin, dan curang. Demi menjaga hubungan baik, mereka diam saja ketika melihat orang yang bermasalah, dan ucapannya hanya berisi sanjungan serta pujian. Mereka tidak tulus dalam berinteraksi dan tidak benar-benar membantu, tapi malah merugikan orang. Orang seperti ini adalah orang yang rendah di mata Tuhan, dan Dia tidak berkenan dengan mereka. Seperti itu jugalah perlakuanku terhadap Wanda—aku jelas melihat bahwa dia tak terbeban dalam tugasnya dan tidak melakukan pekerjaan nyata, tapi aku tidak menerapkan kebenaran dengan menunjukkan masalahnya kepadanya. Aku bahkan tak punya keberanian untuk melaporkan masalahnya. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana menjaga hubunganku dengannya. Aku berpikir bahwa mengungkapkan masalah orang akan menyinggung dan melukai perasaan mereka. Meskipun aku melihat itu memengaruhi pekerjaan, aku masih tak mau memberontak terhadap daging dan menerapkan kebenaran. Aku sudah menjadi orang licik, seorang penyenang orang. Aku menemukan masalah saudariku tapi tak mengungkapkannya. Meskipun aku menjaga hubungan kami, itu sama sekali tak bermanfaat bagi jalan masuk kehidupannya, dan juga memengaruhi pekerjaan penginjilan gereja. Dengan melakukan ini, aku benar-benar merugikan orang lain dan pekerjaan gereja.

Setelah ini, aku merenungkan seperti apakah seharusnya prinsip untuk berinteraksi dengan orang lain. Aku melihat firman Tuhan berkata: "Engkau semua harus berfokus pada kebenaran—hanya dengan cara demikianlah engkau dapat masuk ke dalam hidup, dan hanya setelah engkau masuk ke dalam hidup, barulah engkau dapat membekali orang lain dan memimpin mereka. Jika ditemukan bahwa tindakan orang lain bertentangan dengan kebenaran, kita harus dengan penuh kasih membantu mereka mengejar kebenaran. Jika orang lain mampu menerapkan kebenaran, dan ada prinsip dalam cara mereka melakukan segala sesuatu, kita harus berusaha belajar dan meneladani mereka. Inilah yang dimaksud dengan saling mengasihi. Suasana seperti inilah yang harus ada di dalam gereja—semua orang berfokus pada kebenaran dan berusaha untuk memperolehnya. Tidak masalah apakah mereka orang-orang berusia lanjut atau orang muda, atau apakah mereka orang yang sudah lama percaya atau belum lama percaya. Tidak masalah juga apakah mereka berkualitas tinggi atau rendah. Hal-hal ini tidak penting. Di hadapan kebenaran, semua orang setara. Hal-hal yang harus engkau lihat adalah siapa yang mampu berbicara dengan benar dan sesuai dengan kebenaran, siapa yang memikirkan kepentingan rumah Tuhan, siapa yang paling terbeban dalam pekerjaan rumah Tuhan, siapa yang memahami kebenaran dengan lebih jelas, siapa yang juga memiliki rasa keadilan, dan siapa yang bersedia membayar harga. Orang-orang seperti itu harus didukung dan dihargai oleh saudara-saudari mereka. Atmosfer kejujuran yang berasal dari mengejar kebenaran ini harus ada di dalam gereja; dengan demikian, engkau akan memiliki pekerjaan Roh Kudus dan Tuhan akan memberikan berkat dan bimbingan. Jika atmosfer yang ada di dalam gereja adalah atmosfer bergosip, ribut satu sama lain, saling mendendam, saling cemburu, dan berdebat satu sama lain, maka Roh Kudus pasti tidak akan bekerja di dalam diri engkau semua" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Orang yang Melaksanakan Tugasnya dengan Baik, dengan Segenap Hati, Pikiran, dan Jiwalah Orang yang Mengasihi Tuhan"). Di dalam gereja kebenaran berkuasa; saudara-saudari harus berinteraksi berdasarkan prinsip kebenaran. Anggota gereja hendaknya memprioritaskan kebenaran ketika berinteraksi. Siapa pun yang melanggar prinsip harus diberi tahu, dipangkas, dan dibantu dengan penuh kasih agar mereka dapat berjuang mengejar kebenaran. Siapa pun yang bicara dan bertindak selaras dengan kebenaran, yang memiliki rasa keadilan serta mampu melindungi pekerjaan gereja harus didukung dan dilindungi. Ketika semua orang berusaha melaksanakan tugasnya sesuai tuntutan Tuhan, mempersekutukan dan menerapkan kebenaran, maka penyimpangan yang dilakukan umat pilihan Tuhan saat melaksanakan tugasnya akan berkurang seiring berjalannya waktu. Ketika memahami hal-hal ini, hatiku dicerahkan, dan aku memiliki jalan penerapan. Kemudian, aku juga berpikir bahwa sebenarnya, setiap orang percaya sejati di dalam Tuhan ingin melaksanakan tugas mereka dengan baik dan membalas kasih-Nya. Namun, tak ada yang dapat terhindar dari disingkapkan kerusakan serta berbagai kekurangannya selama melaksanakan tugas mereka. Saudara-saudari harus saling membantu dan mengoreksi dalam hal ini. Tindakan menunjukkan dan mengungkapkan masalah orang lain bukanlah untuk mempermalukan, ataupun menyerang mereka, justru ini dilakukan untuk membantu mereka menyadari masalahnya dan agar bisa secepatnya membalikkan keadaan mereka yang salah. Hanya inilah kasih sejati, dan ungkapan dari saling mengasihi. Ini adalah untuk melindungi pekerjaan gereja. Sebaliknya, ketika kau melihat masalah orang lain tetapi diam saja, menjalankan falsafah Iblis untuk melindungi kepentingan pribadimu, ini artinya tidak bertanggung jawab terhadap jalan masuk kehidupan mereka dan pekerjaan gereja. Hidup dengan cara seperti ini sangat egois dan tercela. Aku teringat pada interaksiku dengan Wanda. Aku melihat ada masalah dalam tugasnya, tapi tak memberinya bantuan nyata karena aku hanya peduli dengan melindungi citraku, dan tak memikirkan jalan masuk kehidupannya, atau pekerjaan gereja. Aku benar-benar egois, hina, dan tak punya kemanusiaan! Pada titik ini, aku dipenuhi dengan rasa bersalah, dan bersedia menerapkan firman Tuhan, serta memperlakukan saudariku sesuai prinsip kebenaran.

Kemudian, aku menemui Wanda dan berterus terang serta bersekutu dengannya. Satu demi satu aku sampaikan semua masalah yang kulihat. Dia sangat tersentuh setelah membaca satu bagian firman Tuhan, dan berkata keadaannya sangat buruk belakangan ini dan bahkan tak tahu harus berkata apa selama berdoa. Aku terkejut mendengar hal ini dan menyalahkan diriku sendiri. Jika saja aku menunjukkan masalahnya dan membantunya lebih awal, mungkin dia bisa lebih awal membalikkan keadaannya yang salah, dan tugasnya tidak akan terpengaruh. Aku melihat bagaimana tindakanku yang tak menerapkan kebenaran dan menjadi penyenang orang hanya untuk menjaga hubunganku dengan saudariku benar-benar merugikannya. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan dan bertekad, bahwa dalam berinteraksi dengan orang nanti, aku akan berfokus untuk menerapkan kebenaran, dan jika menemukan masalah, aku akan menunjukkannya dan segera membantu daripada menjadi penyenang orang.

Sejak saat itu, Wanda lebih aktif dalam tugasnya. Namun, setelah beberapa waktu, aku perhatikan pekerjaannya sering melanggar prinsip. Bahkan jika seseorang memiliki kemanusiaan yang buruk dan tidak sesuai dengan prinsip menerima Injil dia tetap memberitakan Injil kepada mereka, sehingga usahanya sia-sia. Aku bingung. Wanda telah begitu lama memberitakan Injil. Seharusnya dia memiliki pemahaman yang lebih baik tentang setiap aspek dari prinsip. Bagaimana dia bisa membuat kesalahan yang begitu jelas? Apakah keadaannya belum berbalik? Mungkin aku harus mengingatkannya. Namun aku kemudian berpikir, "Aku sudah membantu dia sebelumnya. Aku tak perlu selalu mengoreksinya. Ini sangat tak nyaman. Jika aku selalu mengoreksinya, akankah dia menganggapku orang yang congkak, yang selalu mengorek masalah orang lain, atau yang terlalu banyak tuntutan kepada orang lain? Itu akan buruk untuk citraku. Sebaiknya kubiarkan saja." Demikianlah, aku melihat keadaan dan kondisi Wanda yang tidak benar selama melaksanakan tugasnya, tapi aku tetap berpura-pura tidak melihat dan tidak menunjukkan atau membantunya. Waktu pun berlalu, Wanda pun diberhentikan karena telah lama bersikap asal-asalan dan tidak efektif dalam tugasnya. Aku merasa sangat bersalah. Aku jelas melihat adanya masalah dalam caranya melaksanakan tugasnya, tetapi aku tak mengindahkannya. Aku pura-pura buta, dan tak melakukan apa pun untuk mengingatkan atau membantunya. Sekarang dia telah diberhentikan, bukankah aku juga bertanggung jawab? Aku merasa tersiksa dan bingung. Mengapa aku selalu menjadi penyenang orang dan tak mampu menerapkan kebenaran? Apa akar dari masalah ini?

Saat merenung dan mencari, aku melihat firman Tuhan berkata: "Ada prinsip dalam falsafah duniawi tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berbunyi, 'Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain.' Itu berarti untuk menjaga hubungan persahabatan, orang harus tutup mulut tentang masalah teman mereka, meskipun mereka melihatnya dengan jelas—bahwa mereka harus menaati prinsip untuk tidak memukul wajah orang atau menyingkapkan kekurangan mereka. Mereka harus saling menipu, saling menyembunyikan, saling terlibat dalam persekongkolan; dan meskipun mereka tahu betul orang macam apa orang lain itu, mereka tidak mengatakannya secara langsung, tetapi menggunakan cara-cara licik untuk menjaga hubungan persahabatan mereka. Mengapa orang ingin menjaga hubungan seperti itu? Ini karena orang tidak mau menciptakan musuh di tengah masyarakat atau di dalam kelompoknya, karena melakukan ini berarti dia akan sering menempatkan dirinya dalam situasi berbahaya. Karena engkau tahu seseorang akan menjadi musuhmu dan menyakitimu setelah engkau menyingkapkan kekurangannya atau menyakiti hatinya, karena engkau tidak ingin menempatkan dirimu dalam situasi seperti itu, engkau menggunakan prinsip falsafah duniawi tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berbunyi, 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka.' Berdasarkan falsafah ini, jika dua orang berada dalam hubungan seperti itu, dapatkah mereka dianggap sebagai sahabat sejati? (Tidak.) Mereka bukan sahabat sejati, apalagi orang kepercayaan dari masing-masing mereka. Jadi, sebenarnya hubungan macam apakah ini? Bukankah ini adalah hubungan sosial yang dangkal? (Ya.) Dalam hubungan sosial semacam itu, orang tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka, tidak bisa berbicara dari hati ke hati, tidak dapat mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan. Mereka tidak dapat menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka, atau mengemukakan masalah yang mereka lihat dalam diri orang lain, atau mengucapkan perkataan yang akan bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya, mereka memilih mengucapkan perkataan yang menyenangkan, untuk menyenangkan hati orang lain. Mereka tidak berani mengatakan yang sebenarnya ataupun menjunjung tinggi prinsip, agar orang lain jangan sampai memusuhi mereka. Ketika tak seorang pun mengancam seseorang, bukankah orang tersebut akan hidup relatif tenang dan damai? Bukankah inilah tujuan orang dalam mengucapkan pepatah, 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka'? (Ya.) Jelas, ini adalah cara hidup yang licik dan menipu yang mengandung unsur kewaspadaan, yang tujuannya adalah untuk melindungi diri sendiri. Orang yang hidup seperti ini tidak memiliki sahabat karib, yang dengannya mereka dapat membicarakan apa pun. Mereka bersikap waspada terhadap satu sama lain, saling memanfaatkan, dan mengungguli, masing-masing mengambil apa yang mereka butuhkan dari hubungan tersebut. Bukankah begitu? Kesimpulannya, tujuan dari 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka' adalah untuk menjaga agar tidak menyinggung orang lain dan menciptakan musuh, untuk melindungi diri sendiri dengan tidak menyakiti siapa pun. Ini adalah teknik dan metode yang orang gunakan untuk menjaga dirinya agar tidak dirugikan" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (8)"). "Natur Iblis dalam diri manusia mengandung banyak falsafah dan racun Iblis. Terkadang engkau sendiri bahkan tidak menyadari semua itu, dan tidak memahami semua itu; meskipun demikian, setiap saat dalam hidupmu didasarkan pada hal-hal ini. Terlebih lagi, engkau menganggap hal-hal ini cukup benar, masuk akal, dan sama sekali tidak salah. Ini cukup untuk menunjukkan bahwa falsafah Iblis telah menjadi natur manusia, dan bahwa mereka sedang hidup sepenuhnya sesuai dengan falsafah Iblis, menganggap cara hidup ini baik, dan sama sekali tanpa rasa pertobatan. Karena itu, mereka selalu memperlihatkan natur Iblis dalam diri mereka, dan mereka selalu hidup berdasarkan falsafah Iblis. Natur Iblis adalah hidup manusia dan merupakan esensi natur manusia" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Menempuh Jalan Petrus"). Dari penyingkapan firman Tuhan, aku mengerti, bahwa alasan aku tak berdaya untuk tidak menjadi penyenang orang karena aku telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis. Hatiku penuh dengan falsafah dan hukum Iblis, seperti "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka," dan "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," dll. Hal-hal ini telah menjadi pedoman yang mendasari tindakan serta caraku bersikap. Di bawah kuasa falsafah Iblis ini, aku menganggap bahwa tidak menyinggung orang melalui ucapan dan tindakanku, menjaga hubungan baik, dan memelihara perdamaian adalah cara berperilaku yang bijak. Jadi, meskipun aku melihat Wanda bersikap asal-asalan dalam tugasnya dan melanggar prinsip, yang mana itu telah memengaruhi pekerjaan, aku tak mau mengungkapkan atau mengoreksinya. Aku lebih suka membiarkan pekerjaan penginjilan dirugikan demi menjaga hubunganku. Aku sangat terikat oleh falsafah Iblis, sehingga aku tak mampu menerapkan kebenaran, dan sama sekali tak punya hati nurani atau nalar! Aku melihat firman Tuhan berkata: "Jelas, ini adalah cara hidup yang licik dan menipu yang mengandung unsur kewaspadaan, yang tujuannya adalah untuk melindungi diri sendiri" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (8)"). Aku sangat tersentuh. Firman Tuhan sungguh benar, dan mengungkapkan maksudku yang hina ketika aku hidup berdasarkan falsafah Iblis. Sebelumnya, dengan angkuh aku berpikir bahwa, alasanku tak mengoreksi saudariku adalah karena aku takut dia akan merasa terkekang. Namun sebenarnya, ini hanyalah dalihku untuk tak menerapkan kebenaran. Aku takut jika terlalu sering mengoreksinya, dia bisa tersinggung, dan menganggapku orang yang congkak yang suka mengorek kesalahan dan tak mampu memperlakukan orang dengan adil. Untuk memberikan kesan yang baik kepada saudariku, aku berpura-pura tak melihat masalahnya, dan tidak mempersekutukan kebenaran ataupun mengungkapkan dirinya untuk membantunya. Sebenarnya, jika dipikirkan, ketika aku melihat masalah saudara-saudari lalu menunjukkan serta mengungkapkannya, maka itu membantu mereka. Ini berarti memiliki rasa keadilan dan tanggung jawab atas kehidupan mereka serta pekerjaan gereja, ini juga bukan penyingkapan watak congkak, maupun berusaha menyulitkan mereka. Namun, aku dengan konyolnya berpikir bahwa menunjukkan dan mengungkapkan masalah orang lain adalah tanda kecongkakan, dan menganggap penerapan yang positif ini sebagai penyingkapan kerusakan. Aku benar-benar tidak tahu mana yang benar dan yang salah dan sangat tidak masuk akal! Baru pada saat itulah aku menyadari bahwa aku tidak tulus dalam berinteraksi dengan orang lain, semua hanyalah penampilan palsu dan tipu muslihat. Aku sangat licin dan licik! Aku teringat ketika bekerja sama dengan Wanda dalam tugas kami, aku tidak menerapkan kebenaran sebagaimana seharusnya, dan tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana mestinya. Sekarang dia telah diberhentikan, dan menyisakan penyesalan dalam diriku. Aku telah mengalami betapa hidup menuruti falsafah Iblis benar-benar merugikan orang lain dan diriku sendiri juga bagaimana hal itu membuat hidupku hina serta nista. Aku tak mau lagi hidup berdasarkan falsafah Iblis. Aku ingin mencari kebenaran dan melaksanakan tugasku dengan baik.

Kemudian, aku melihat firman Tuhan berkata: "Menjadi orang yang jujur, atau lebih jelasnya: Menjadi orang yang sederhana dan terbuka, yang tidak menutupi apa pun, yang tidak berbohong, yang tidak berbicara secara cerdik, dan menjadi orang yang lugas yang memiliki rasa keadilan, yang mampu berbicara dengan jujur. Orang harus mencapai ini terlebih dahulu. ... Tuhan paling membenci orang yang curang. Jika engkau ingin terbebas dari pengaruh Iblis dan memperoleh keselamatan, engkau harus menerima kebenaran. Engkau harus terlebih dahulu memulainya dengan menjadi orang yang jujur. Jujur saja, katakan yang sebenarnya, jangan terkekang oleh perasaanmu, singkirkan kepura-puraan dan tipu dayamu, lalu bicaralah dan tangani masalah dengan prinsip—inilah cara hidup yang mudah dan bahagia, dan engkau akan dapat hidup di hadirat Tuhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Menerapkan Kebenaran Engkau Dapat Melepaskan Belenggu Watak yang Rusak"). "Kerajaan-Ku memerlukan orang-orang yang jujur, orang-orang yang tidak munafik atau curang. Bukankah orang-orang yang tulus dan jujur tidak disenangi di dunia? Aku justru sebaliknya. Orang-orang jujur boleh datang kepada-Ku; Aku menyenangi orang-orang seperti ini, dan Aku juga membutuhkan orang-orang seperti ini. Inilah kebenaran-Ku" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 33"). Firman Tuhan membuatku mengerti bahwa Tuhan menyukai orang yang murni dan lurus, yang bisa berterus terang dan tidak menipu dalam ucapan serta tindakan mereka. Hanya orang jujur yang layak masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Ini telah diputuskan oleh watak Tuhan yang benar. Ketika merenungkan bagaimana di dunia orang tidak percaya, setiap interaksi adalah kepura-puraan. Hanya perkataan yang menyenangkan dan menyanjung yang diucapkan di depan orang lain, tanpa kejujuran sedikit pun. Dalam menghadapi hal-hal jahat yang bertentangan dengan hati nurani dan etika, kebanyakan orang memilih melindungi diri mereka sendiri, dan merasa lebih baik menghindari membuat masalah. Mereka bahkan sama sekali tak berani berkata dengan jujur atau adil. Mereka sangat munafik dan tak dapat dipercaya, serta tak punya integritas maupun pendirian. Namun, ketika berinteraksi dengan saudara-saudari, aku pun menjalankan falsafah Iblis ini. Ketika melihat masalah, aku tak mengungkapkannya atau membantu. Aku hanya menjaga hubunganku dengan orang lain. Hidup dengan cara seperti ini sangat licin dan licik. Ini membuat Tuhan jijik dan Dia membencinya. Pada titik ini, aku teringat betapa Tuhan itu kudus dan memiliki esensi setia. Tuhan yang berinkarnasi berinteraksi dengan manusia secara nyata. Di mana pun dan kapan pun, Dia selalu mengungkapkan kebenaran, melakukan penghakiman, dan menyingkapkan orang-orang, menurut watak rusak yang mereka singkapkan, serta gagasan mereka tentang Tuhan. Secara khusus, firman penghakiman dan pengungkapan Tuhan berbicara langsung kepada akar dan esensi kerusakan kita. Meskipun perkataan-Nya keras dan tajam, semua itu supaya kita mengenali diri sendiri, bertobat dan berubah. Firman Tuhan itu tetap dan tegas. Semuanya adalah perkataan yang tulus dari hati. Tuhan memiliki hati yang sangat jujur dan dapat dipercaya bagi manusia. Jika Tuhan tidak dengan jelas menunjukkan dan mengatakannya kepada kita, jika Dia tidak mengungkapkan kebenaran tentang seberapa dalam manusia telah dirusak oleh Iblis, kita pasti tak pernah mengenal diri kita sendiri. Sebaliknya, kita akan hidup dalam imajinasi kita sendiri, menganggap diri kita baik. Watak rusak kita pasti tak pernah berubah, dan kita takkan pernah memperoleh keselamatan. Tuhan berharap kita mampu mengenali kebenaran tentang kerusakan kita melalui firman penghakiman dan penyingkapan-Nya, sehingga kita bisa bertobat kepada Tuhan, hidup berdasarkan firman-Nya, dan berusaha menjadi orang yang jujur. Inilah kasih Tuhan terhadap manusia. Setelah merenungkan semua ini, aku merasakan dorongan yang sangat besar. Aku bertekad untuk mengikuti tuntutan Tuhan, dan menjadi orang yang murni, lurus, dan jujur.

Suatu ketika, pemimpin kami, Saudari Belinda, sedang mendiskusikan pekerjaan dengan kami. Aku menemukan ada penyimpangan dalam pekerjaan yang dia tugaskan, dan ingin menunjukkan hal itu kepadanya. Namun aku kemudian berpikir, "Saudari ini adalah pemimpin. Jika aku menunjukkan kelalaian atau penyimpangan dalam tugasnya, akankah dia menjadi malu? Bagaimana jika dia mengira aku berusaha mempersulit dirinya dan kelak dia akan membalasku? Lupakan saja, aku seharusnya diam saja. Semua orang melakukan kesalahan." Di titik ini, aku sadar bahwa pandanganku yang penyenang orang kembali muncul. Jadi aku berdoa agar Tuhan membimbingku untuk menerapkan sesuai dengan prinsip kebenaran. Setelah itu, aku membaca firman Tuhan yang berkata: "Jika engkau memiliki motivasi dan sudut pandang penyenang orang, engkau tidak akan mampu menerapkan kebenaran dan mematuhi prinsip dalam segala hal, dan engkau akan selalu gagal dan jatuh. Jika engkau tidak sadar dan tidak pernah mencari kebenaran, berarti engkau adalah pengikut yang bukan orang percaya, dan engkau tidak akan pernah memperoleh kebenaran dan hidup. Lalu, apa yang harus kaulakukan? Ketika menghadapi hal-hal semacam itu, engkau harus berdoa kepada Tuhan dan berseru kepada-Nya, memohon keselamatan, dan memohon agar Tuhan memberimu lebih banyak iman dan kekuatan dan memampukanmu untuk mematuhi prinsip, melakukan apa yang harus kaulakukan, menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip, tetap teguh pada pendirianmu, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan mencegah kerugian apa pun terjadi pada pekerjaan rumah Tuhan. Jika engkau mampu memberontak terhadap kepentingan diri sendiri, kesombonganmu, dan pendirianmu tentang penyenang orang, dan jika engkau melakukan apa yang harus kaulakukan dengan hati yang jujur dan seutuhnya, engkau akan mengalahkan Iblis dan memperoleh aspek kebenaran ini. Jika engkau selalu bersikeras untuk hidup berdasarkan falsafah Iblis, melindungi hubunganmu dengan orang lain, tidak pernah menerapkan kebenaran, dan tidak berani mematuhi prinsip, lalu, akan mampukah engkau menerapkan kebenaran dalam hal-hal lain? Engkau tetap tidak akan memiliki iman atau kekuatan. Jika engkau tak pernah mampu mencari atau menerima kebenaran, apakah percaya kepada Tuhan seperti itu akan memungkinkanmu memperoleh kebenaran? (Tidak.) Dan jika engkau tidak mampu memperoleh kebenaran, dapatkah engkau diselamatkan? Tidak. Jika engkau selalu hidup berdasarkan falsafah Iblis, sama sekali tidak memiliki kenyataan kebenaran, engkau tidak akan pernah dapat diselamatkan. Seharusnya engkau mengerti dengan jelas bahwa memperoleh kebenaran adalah syarat yang diperlukan untuk memperoleh keselamatan. Jadi, bagaimana agar engkau dapat memperoleh kebenaran? Jika engkau mampu menerapkan kebenaran, jika engkau mampu hidup berdasarkan kebenaran, dan kebenaran menjadi dasar hidupmu, maka engkau akan memperoleh kebenaran dan memiliki hidup, dan karena itu engkau akan menjadi salah satu dari mereka yang diselamatkan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku sadar, jika orang hidup berdasarkan falsafah Iblis dan selalu menjadi penyenang orang, mereka tak akan pernah memperoleh kebenaran, dan pada akhirnya takkan pernah memperoleh keselamatan. Pada saat yang sama, aku memahami, jika kita ingin mengatasi masalah menjadi penyenang orang ini, kita harus banyak berdoa dan mengandalkan Tuhan, memohon kekuatan kepada Tuhan, mampu memberontak terhadap daging, melepaskan kepentingan pribadi, dan memikirkan pekerjaan gereja. Dengan sering melakukan penerapan seperti ini, secara berangsur-angsur kita mampu mengalahkan belenggu watak rusak kita. Jika kita tak pernah mampu menerapkan kebenaran dan tidak setia pada tugas kita, pada akhirnya kita akan disingkapkan dan disingkirkan. Dengan pemikiran ini, aku memiliki keberanian dan motivasi untuk menerapkan kebenaran. Aku tak boleh terus menjadi penyenang orang tanpa hati nurani dan kemanusiaan. Jadi, aku sampaikan masalah ini dengan Belinda. Setelah menyampaikan kepadanya, aku merasa sangat lega. Kemudian, dalam sebuah pertemuan, Belinda mempersekutukan perenungan dan apa yang dia dapatkan setelah dikoreksi. Ketika mendengarkan pemahaman pengalamannya, aku menjadi sangat tersentuh, dan aku merasakan manisnya menerapkan kebenaran! Setelah memiliki pengalaman ini, imanku untuk menerapkan kebenaran makin meningkat. Setelah ini, ketika menghadapi situasi yang serupa, meskipun sering kali pandanganku sebagai penyenang orang masih sering tersingkap, penderitaan dan pergumulan yang kualami lebih ringan daripada sebelumnya. Aku dapat dengan sadar memberontak terhadap diri sendiri dan menerapkan kebenaran. Dengan menerapkan kebenaran seperti ini, hatiku merasa sangat lega dan tenang. Firman Tuhanlah yang menghasilkan dampak ini. Terima kasih Tuhan!

Sebelumnya: 97. Mengapa Aku Takut untuk Memikul Tanggung Jawab dalam Tugasku?

Selanjutnya: 99. Apakah Memercayai Tuhan Hanya karena Kasih Karunia Itu Benar?

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

23. Di Ujung Tanduk

Oleh Zhang Hui, TiongkokTahun 2005, tak lama setelah menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman, aku membagikan Injil dengan...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini