89. Mengetahui yang Sebenarnya tentang Orang Tuaku

Oleh Saudari Aliyah, Korea Selatan

Sejak kecil, orang tuaku adalah panutanku dalam kepercayaanku kepada Tuhan. Kesanku tentang mereka adalah bahwa mereka sangat bersemangat dalam iman mereka dan rela berkorban. Tak lama setelah menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman, ibuku meninggalkan pekerjaannya yang sangat bagus untuk melaksanakan tugasnya sepenuh waktu. Ibuku memiliki beberapa keterampilan dan pengetahuan dan rela membayar harga, jadi dia selalu mendapat tugas-tugas penting di gereja. Beberapa waktu kemudian, keluarga kami dikhianati oleh seorang Yudas, jadi orang tuaku membawaku bersembunyi saat aku masih kecil untuk menghindari penangkapan PKT. Meskipun demikian, mereka tetap melaksanakan tugas mereka. Sementara itu, mereka menjalani kehidupan sederhana, dan perilaku mereka secara umum tampak saleh dan rohani, dan aku sering mendengar anggota gereja berkata kemanusiaan orang tuaku baik, bahwa mereka orang percaya sejati, dan bahwa mereka orang-orang yang mengejar kebenaran. Aku harus berpisah dari orang tuaku saat usiaku 10 tahun karena penindasan Partai dan meskipun kami tidak mungkin bisa bertemu lagi, aku selalu menganggap mereka orang-orang yang luar biasa. Aku sangat menghormati dan memuja mereka dan merasa mereka memiliki iman yang luar biasa, mengira dengan semua pengorbanan mereka, mereka pasti mengejar kebenaran, memiliki kemanusiaan baik, dan Tuhan pasti berkenan akan mereka. Aku bahkan merasa mereka adalah orang-orang yang dapat diselamatkan. Aku sangat bangga memiliki orang tua seperti mereka.

Beberapa waktu kemudian, kami semua akhirnya melarikan diri ke luar negeri karena penganiayaan Partai. Saat aku dapat menghubungi mereka tak lama setelah itu, kulihat mereka masih melaksanakan tugas di luar negeri. Terutama saat kudapati ibuku telah menjadi pengawas untuk beberapa proyek, aku makin menghormati dia. Orang tuaku telah bertahun-tahun menjadi orang percaya, telah mengalami begitu banyak hal, dan kini mereka melaksanakan tugas-tugas yang sedemikian pentingnya. Aku merasa yakin bahwa mereka adalah para pencari kebenaran, bahwa mereka memiliki tingkat pertumbuhan, jadi setelah ini, setiap kali aku mengalami keadaan atau kesulitan tertentu, aku akan dapat meminta mereka untuk membantuku. Ini hal yang sangat baik.

Beberapa waktu kemudian, terkadang kami mempersekutukan keadaan kami masing-masing. Suatu saat, ayah berkata dia sedang melaksanakan tugas yang di matanya tugas tersebut tidak membutuhkan keterampilan teknis apa pun, dan bahwa dia selalu ingin berganti tugas. Kebetulan pada saat itu, aku juga sedang hidup dalam keadaan yang sama, jadi kami saling bersekutu dan membagikan beberapa bagian firman Tuhan untuk kami masuki bersama-sama. Seiring berjalannya waktu, dengan makan dan minum firman Tuhan, aku akhirnya sadar bahwa aku bersikap pilih-pilih terhadap tugasku, dan aku hanya mau melaksanakan tugas-tugas yang memungkinkanku untuk mendapatkan reputasi dan keuntungan, tetapi jika itu tidak memungkinkanku untuk mendapatkannya, aku bersikap ceroboh. Aku selama itu begitu egois, tercela, dan tidak memiliki hati yang tulus terhadap Tuhan. Aku mulai benci dan muak akan diriku sendiri dan berhasil keluar dari keadaanku tersebut. Namun, ayahku tetap hidup dalam keadaan ini, dan dia benar-benar tidak punya motivasi untuk melaksanakan tugasnya. Aku bingung. Karena telah lebih dari satu dekade menjadi orang percaya, dia seharusnya memiliki tingkat pertumbuhan tertentu, jadi mengapa dia tak mampu menyelesaikan masalah sikapnya yang pilih-pilih terhadap tugasnya? Aku juga sadar bahwa sering kali saat kuceritakan kesulitan dan masalahku kepada orang tuaku, walaupun mereka mengirimiku firman Tuhan dan menyampaikan persekutuan mereka, pandangan mereka tentang segala sesuatu, apa yang mereka katakan tidak benar-benar menyelesaikan masalahku. Aku mulai sedikit merasa bahwa mereka sebenarnya tidak memahami kebenaran seperti yang selama ini kubayangkan. Beberapa waktu kemudian, semua saudara-saudari diminta menulis esai tentang pengalaman mereka bersaksi bagi Tuhan. Kupikir sebagai orang yang sudah lama percaya kepada Tuhan, orang tuaku pasti punya banyak pengalaman, terutama ibuku. Dia pernah ditindas oleh antikristus dan secara keliru diusir dari gereja, tetapi dia terus mengabarkan Injil dengan segenap kemampuannya. Setelah diterima kembali di gereja, dia mengerahkan segenap kemampuannya dalam tugas apa pun yang diberikan kepadanya. Dia juga sudah beberapa kali mengalami dirinya dikeluarkan dan ditugaskan kembali, jadi dia pasti punya banyak pengalaman. Kupikir dia seharusnya menulis tentang pengalaman-pengalaman ini sesegera mungkin untuk bersaksi bagi Tuhan. Jadi, aku mulai mendesak ibuku untuk menulis esai sesegera mungkin, tetapi dia terus menghindar, berkata dia ingin melakukannya, tetapi terlalu sibuk dalam tugasnya dan tidak bisa menenangkan dirinya, jadi aku terus mendorongnya, tetapi dia tidak pernah menulis apa pun. Suatu kali, dia memberitahuku bahwa dia ingin menulis esai, tetapi tidak bisa mengatur pikirannya dan tidak tahu harus mulai dari mana, jadi dia ingin mendiskusikannya denganku. Aku sangat senang. Aku benar-benar ingin mendengar semua pengalamannya selama bertahun-tahun ini. Namun, aku sangat terkejut karena setelah membicarakan hal-hal yang telah terjadi pada dirinya dan kerusakan yang telah diperlihatkannya, dia tidak mengatakan tentang apa yang benar-benar dipahaminya, melainkan mengatakan banyak hal negatif, membatasi dirinya. Mengingat kembali pengalaman masa lalunya tampak sangat menyakitkan baginya, seolah dia hanya bisa tunduk tanpa punya pilihan. Aku tidak mendengarnya mengatakan sesuatu yang nyata yang diperoleh dari pengalamannya. Aku merasa sangat kesal setelah pembicaraan kami. Kupikir jika dia benar-benar telah memahami atau mendapatkan sesuatu, betapapun menyakitkan atau negatifnya pengalaman tersebut pada saat itu, asalkan dia makan dan minum firman Tuhan, mencari kebenaran, mulai memahami kehendak Tuhan, dan memperoleh pemahaman nyata tentang dirinya dan Tuhan, maka pada akhirnya dia seharusnya bisa merasakan sedikit perasaan manis dan kenikmatan saat mengalaminya. Namun, saat membicarakan pengalaman masa lalunya, dia masih terdengar sangat sakit hati dan negatif, dan pemahamannya tentang dirinya sendiri terdengar sangat sentimental dan tidak nyata. Apakah ini berarti dia tidak memiliki pengalaman nyata? Tiba-tiba aku sadar—tidak heran dia begitu enggan menulis esai yang bersaksi bagi Tuhan. Berkata tidak punya waktu hanyalah kedok. Masalahnya adalah karena dia selama ini belum memperoleh kebenaran atau belum memperoleh apa pun yang nyata, sehingga dia tak mampu menulis kesaksian berdasarkan pengalamannya. Sedangkan ayahku, meskipun dia mau berlatih menulis esai, tulisannya dipenuhi hal-hal sepele dan tidak banyak menulis tentang pengenalannya yang nyata akan dirinya sendiri atau apa yang telah dia peroleh dari pengalamannya. Tulisannya tampak tidak sesuai dengan lamanya dia percaya. Aku teringat firman Tuhan: "Apakah engkau dapat diselamatkan atau tidak, bukanlah tergantung pada seberapa hebat senioritasmu atau berapa tahun engkau telah bekerja, apalagi tergantung pada berapa banyak kredensial yang telah engkau bangun. Sebaliknya, itu tergantung pada apakah pengejaranmu telah membuahkan hasil. Engkau harus tahu bahwa mereka yang diselamatkan adalah 'pohon' yang berbuah, bukan pohon dengan dedaunan rimbun dan bunga berlimpah tetapi tidak menghasilkan buah. Bahkan seandainya engkau telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berkeliaran di jalan, apa pentingnya itu? Di manakah kesaksianmu?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penerapan (7)"). Firman Tuhan ini menyadarkan diriku. Berapapun lamanya orang telah percaya kepada Tuhan, sebanyak apa pun pekerjaan yang telah dilakukannya, atau sebanyak apa pun hal-hal yang pernah mereka alami, jika mereka tidak memperoleh apa pun yang nyata dari apa yang telah mereka alami, dan jika mereka sama sekali tidak memperoleh kebenaran dan tak mampu memberikan kesaksian mereka, itu berarti mereka tidak memiliki hidup. Orang-orang semacam ini tidak akan pernah dapat diselamatkan, sekalipun mereka percaya hingga akhir. Saat kusadari hal ini, sulit bagiku untuk menggambarkan perasaanku. Citraku tentang orang tuaku sebagai orang yang "memahami kebenaran" dan memiliki "tingkat pertumbuhan" runtuh untuk pertama kalinya. Aku tidak mengerti. Setelah bertahun-tahun menjadi orang percaya dan setelah semua pengorbanan mereka, mengapa mereka masih belum memperoleh kebenaran? Saat sedang sendirian, aku tak mampu menahan tangisku. Meskipun setelah itu, aku tidak lagi sedemikian mengagumi mereka, aku masih berpikir bahwa bagaimanapun juga, setelah berkorban selama bertahun-tahun, setidaknya pengorbanan mereka berarti mereka memiliki kemanusiaan yang baik dan merupakan orang percaya sejati. Jika mereka mampu melaksanakan tugas dengan baik dan mulai mengejar kebenaran sekarang, mereka masih bisa diselamatkan. Namun kemudian, terjadi beberapa hal yang kembali mengubah pandanganku tentang mereka.

Suatu hari, aku mendapati ayahku diberhentikan karena dia selalu bersikap asal-asalan, menghindari tugas-tugas yang sulit, dan tidak memperoleh hasil yang baik dalam tugasnya. Tak lama kemudian, aku mendapati ibuku juga diberhentikan karena kemanusiaannya buruk, tidak menjunjung tinggi kepentingan gereja, karena memiliki watak yang sangat congkak, dan tidak berperan positif dalam tugasnya. Kali ini, aku sangat terkejut dan sulit memercayainya, kupikir, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah tidak mampu melaksanakan tugas sama saja dengan disingkapkan dan disingkirkan? Apakah mereka memiliki kemanusiaan yang buruk? Semua orang yang mengenal orang tuaku sebelumnya selalu berkata kemanusiaan mereka sangat baik; jika tidak, bagaimana mungkin mereka mampu begitu banyak berkorban?" Pikiranku kacau dan segala macam kekhawatiran dan keprihatinan terus muncul. Aku bertanya-tanya bagaimana keadaan mereka, apakah mereka sakit hati atau menderita. Makin kupikirkan, makin aku merasa murung dan tertekan. Meskipun aku tahu gereja pasti telah mengatur semua ini berdasarkan prinsip, aku sangat sulit menerimanya, berpikir. "Orang tuaku telah percaya kepada Tuhan selama nertahun-tahun, mereka telah mengalami banyak hal, mereka pernah harus bersembunyi karena penganiayaan Partai Komunis, dan sejak aku masih kecil, kami hidup terpisah lebih lama daripada kami hidup bersama. Aku sangat berharap kami dapat bersatu kembali di dalam kerajaan setelah pekerjaan Tuhan berakhir. Namun kini .... Setelah bertahun-tahun mengalami begitu banyak kesukaran dan melakukan begitu banyak pekerjaan, bagaimana mereka bisa diberhentikan begitu saja?" Makin kupikirkan, makin aku merasa kesal, tak mampu menahan air mataku. Selama beberapa hari itu, aku terus menghela napas dan tidak termotivasi dalam tugasku. Setiap kali memikirkan masalah itu, aku merasa sangat kesal dan tubuhku menjadi tidak bertenaga. Aku tiba-tiba kehilangan semua motivasi untuk melakukan pengejaranku. Aku tahu keadaanku salah, dan aku terus berpikir secara rasional bahwa, "Ibu dan Ayah diberhentikan pasti karena alasan yang tepat. Tuhan itu adil." Namun, dalam hatiku, aku tidak bisa menerimanya dan aku malah berusaha bernalar dengan Tuhan, berpikir, "Ada saudara-saudari yang belum pernah berkontribusi secara nyata bagi pekerjaan gereja atau melakukan tugas penting apa pun, dan mereka masih melaksanakan tugas, jadi mengapa orang tuaku telah diberhentikan? Apa pun masalah dalam diri mereka, meskipun mereka selama ini tidak mencapai apa pun, tetap saja mereka telah berusaha keras, jadi tidak bisakah mereka mendapat kesempatan lagi, mengingat semua penderitaan dan pekerjaan yang mereka lakukan?" Aku tahu keadaanku ini salah, tetapi hatiku tetap tidak menerima hal ini, aku tidak punya motivasi untuk mencari kebenaran. Jadi, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku sangat menderita. Kumohon cerahkan dan bimbinglah aku agar aku memahami kehendak-Mu."

Aku kemudian menemui seorang saudari, menanyakan bagaimana aku dapat memperbaiki keadaanku, dan tak mampu menahan air mataku saat menjelaskan semuanya. Dia menyampaikan persekutuannya kepadaku, "Orang tuamu diberhentikan, tetapi mereka tidak dikeluarkan atau diusir. Mengapa mengapa kau begitu kesal? Kau harus mengerti bahwa ada kasih Tuhan dalam hal ini. Ini berarti Tuhan sedang memberi mereka kesempatan untuk bertobat." Perkataannya sungguh membuka mataku. Benar. Tuhan tidak pernah berkata bahwa orang diberhentikan berarti mereka telah disingkapkan dan disingkirkan. Ada banyak saudara-saudari yang baru mulai merenungkan diri mereka, menyesal, benar-benar berubah serta bertobat setelah mereka diberhentikan. Setelah itu, mereka kembali melaksanakan tugas. Bagaimanapun juga, memiliki tugas tidak menjamin kita dapat diselamatkan. Jika kita tidak mengejar kebenaran, kita masih bisa disingkirkan oleh Tuhan. Sebenarnya, diberhentikan berarti Tuhan sedang memberi orang tuaku kesempatan untuk merenungkan diri mereka dan bertobat, tetapi kupikir diberhentikan sama saja dengan disingkapkan dan disingkirkan. Pandangan ini tidak sesuai dengan kebenaran! Setelah memikirkannya seperti ini, aku merasa sedikit lebih baik, tetapi aku masih sangat kesal tentang hal itu setiap kali memikirkannya. Aku selalu merasa gereja terlalu keras terhadap mereka.

Beberapa waktu kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Makin engkau tidak memahami masalah tertentu, engkau harus makin memiliki hati yang takut akan Tuhan dan hati yang saleh, dan engkau harus sering datang ke hadapan Tuhan untuk mencari maksud Tuhan dan kebenaran. Ketika engkau tidak memahami banyak hal, engkau membutuhkan pencerahan dan bimbingan Tuhan. Ketika engkau menghadapi hal-hal yang tidak kaupahami, engkau perlu memohon kepada Tuhan untuk lebih banyak bekerja dalam dirimu. Ini adalah pertimbangan yang bijaksana dari Tuhan. Makin engkau datang ke hadapan Tuhan, hatimu akan makin dekat dengan Tuhan. Dan bukankah makin dekat hatimu dengan Tuhan, Tuhan akan makin berdiam di dalam hatimu? Makin Tuhan berada dalam diri seseorang, pengejaran mereka, jalan yang mereka tempuh, dan keadaan dalam hati mereka akan menjadi makin baik" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menghargai Firman Tuhan adalah Landasan Kepercayaan kepada Tuhan"). Aku merasa sedikit lebih tenang setelah membaca firman Tuhan. Tuhan berfirman makin kita tidak memahami sesuatu, kita harus makin mencari kebenaran dengan hati yang takut akan Tuhan. Hanya dengan cara inilah, keadaan kita akan menjadi makin baik. Saat memikirkan pemberhentian orang tuaku, aku tahu secara doktrin bahwa gereja melakukan hal yang tepat dan aku tidak boleh mengeluh atau membuat penilaianku sendiri, dan aku harus berusaha tidak berlarut-larut dalam keadaanku, tetapi aku tidak benar-benar berusaha membereskan kesalahpahamanku atau jauhnya hubunganku dengan Tuhan. Setiap kali memikirkannya, masih ada merasakan sakit hati yang tak dapat kujelaskan. Pada saat inilah, aku akhirnya mengerti bahwa ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak kita mengerti atau pahami, kita harus secara aktif mencari kebenaran, bukannya mematuhi aturan dan membatasi diri, serta membiarkan semuanya berlalu begitu saja—karena masalah tidak dapat diselesaikan dengan cara seperti itu. Sebenarnya, aku tidak benar-benar mengenal orang tuaku. Aku hanya melihat bahwa di luarnya mereka berkorban dan rela mengorbankan diri, dan mendengar orang lain mengatakan hal-hal baik tentang mereka, tetapi pemahamanku itu sempit dan sepihak. Aku seharusnya mendengar lebih banyak tentang mereka dari saudara-saudari yang berhubungan dengan orang tuaku belakangan ini, bukannya mengandalkan perasaanku sendiri. Aku mulai menyelidiki perilaku spesifik orang tuaku dalam tugas mereka. Aku membaca esai mereka dan penilaian orang lain tentang mereka. Mereka berkata ayahku bersikap asal-asalan dalam tugasnya dan menghindari tugas-tugas yang sulit, dan dia tidak mau mengerahkan segenap kemampuan dalam hal apa pun yang ada kaitannya dengan penderitaan jasmani, dan meskipun memiliki keterampilan, dia selalu pasif dalam tugasnya tanpa banyak memperoleh hasil. Dia telah diberhentikan dan dipindahtugaskan beberapa kali, tetapi dia juga tidak melaksanakan tugas barunya dengan baik. Kemudian ketika dia mengabarkan Injil, dia tetap bersikap asal-asalan dan melalaikan pekerjaan yang berat. Dia tidak bekerja ketika pengawas tidak mengawasinya. Ketika saudara-saudari menunjukkan masalah dalam tugasnya, dia tidak merenungkan dirinya, dan selalu mengarang alasan, berkata dia sudah makin tua dan punya masalah kesehatan, serta tugas itu tidak sesuai dengan kelebihannya, jadi wajar jika ada masalah, dan orang lain berharap terlalu banyak darinya. Akibatnya, dia diberhentikan karena tidak pernah membuahkan hasil yang baik dalam tugasnya. Dan ibuku, sekalipun tampak sangat energik dan mampu membayar harga dalam tugasnya, dia hanya melakukan pekerjaan yang dangkal dan dia sebenarnya sering kali bersikap asal-asalan. Dia tidak melakukan pekerjaan nyata dan menunda kemajuan pekerjaan. Meskipun dia melakukan banyak pekerjaan, ada banyak masalah, yang sangat merugikan kepentingan rumah Tuhan. Selain semua ini, dia juga selalu menutup-nutupi kesalahannya, melindungi kepentingannya sendiri alih-alih kepentingan gereja. Sebagai contoh, ada beberapa hal yang perlu segera ditangani dan ibuku adalah orang terbaik untuk menangani hal-hal itu, tetapi dia malah mengirim orang lain, takut menyinggung perasaan seseorang, menghambat pekerjaan gereja. Saudara-saudari juga berkata watak ibuku sangat congkak dan dia keras kepala. Dia memanfaatkan pengalamannya sebagai tumpuan, berbuat sekehendak hatinya tanpa berdiskusi dengan orang lain. Dia juga tidak mau menerima saran orang lain, posesif terhadap pekerjaannya sendiri, dan tidak transparan, dan saudara-saudari tidak yakin tentang detail spesifik dari cara ibuku melakukan banyak hal. Dan saat seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, dia akan murka dan memarahi mereka dengan penuh kemarahan, menyebabkan mereka merasa dikekang olehnya. Seorang saudara merasa begitu terkekang hingga dia berkata pada ibuku, "Saudari, aku orang yang tidak berkualitas. Bekerja denganku pasti menyakitkan bagimu, maafkan aku!" Dan ada orang-orang yang berkata: "Jika bukan karena tugasku, aku tak akan pernah mau berinteraksi dengan orang seperti dia." Ibuku tidak terima saat orang lain menunjukkan masalah dalam dirinya. Dia juga berprasangka buruk dan menentang saudari yang mengawasi pekerjaannya. Dia selalu menganggap orang lainlah yang mempersulit dirinya dan mereka tidak mampu memperlakukan dirinya dengan adil. Aku sangat terkejut saat membaca semua penilaian ini. Aku tidak ingin percaya bahwa orang tuaku sebenarnya seperti itu.

Beberapa waktu kemudian, aku membaca bagian ini dari firman Tuhan: "Hati nurani dan nalar kedua-duanya seharusnya menjadi bagian dari kemanusiaan seseorang. Keduanya adalah hal yang paling mendasar dan paling penting. Orang macam apakah yang tidak memiliki hati nurani dan tidak memiliki nalar kemanusiaan yang normal? Secara umum, dia adalah orang yang tidak memiliki kemanusiaan, orang yang memiliki kemanusiaan yang sangat buruk. Secara lebih mendetail, apa perwujudan tidak adanya kemanusiaan yang diperlihatkan orang ini? Cobalah menganalisis ciri-ciri apa yang ditemukan dalam diri orang-orang semacam itu dan perwujudan spesifik apa yang mereka tunjukkan. (Mereka egois dan hina.) Orang-orang yang egois dan hina bersikap asal-asalan dalam tindakan mereka dan menjauh dari apa pun yang tidak berkaitan dengan mereka secara pribadi. Mereka tidak memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka juga tidak menunjukkan perhatian kepada maksud Tuhan. Mereka tidak terbeban untuk melaksanakan tugas mereka ataupun bersaksi bagi Tuhan, dan mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). "Ketika seseorang memiliki kemanusiaan yang baik, hati yang tulus, hati nurani, dan nalar, semua ini bukanlah hal-hal yang kosong atau samar yang tidak dapat dilihat atau disentuh, melainkan hal-hal yang dapat ditemukan di mana pun dalam kehidupan sehari-hari; semua hal itu adalah kenyataan. Katakanlah seseorang itu hebat dan sempurna: apakah itu sesuatu yang bisa kaulihat? Engkau tidak dapat melihat, menyentuh, atau bahkan membayangkan apa arti menjadi sempurna atau hebat. Namun, jika engkau mengatakan seseorang itu egois, dapatkah engkau melihat tindakan orang tersebut—dan apakah dia sesuai dengan deskripsinya? Jika seseorang dikatakan bersikap jujur dengan hati yang tulus, dapatkah engkau melihat perilaku ini? Jika seseorang dikatakan curang, bengkok, dan hina, dapatkah engkau melihat hal-hal itu? Sekalipun engkau memejamkan matamu, engkau dapat merasakan apakah kemanusiaan orang itu normal atau hina melalui apa yang dia katakan dan bagaimana dia bertindak. Oleh karena itu, 'kemanusiaan yang baik atau buruk' bukanlah kata-kata yang kosong. Sebagai contoh, keegoisan dan kehinaan, kebengkokan dan kelicikan serta merasa diri benar adalah semua hal yang dapat kaupahami dalam hidup ketika engkau berinteraksi dengan seseorang; ini adalah unsur negatif kemanusiaan. Jadi, dapatkah unsur positif kemanusiaan yang seharusnya dimiliki manusia—seperti kejujuran dan cinta akan kebenaran—dilihat dalam kehidupan sehari-hari? Apakah seseorang memiliki pencerahan Roh Kudus; apakah mereka dapat menerima bimbingan Tuhan; apakah mereka memiliki pekerjaan Roh Kudus—dapatkah engkau melihat semua hal ini? Dapatkah engkau mengenali semua itu? Persyaratan apa yang harus orang penuhi untuk mendapatkan pencerahan Roh Kudus, menerima bimbingan Tuhan, dan bertindak sesuai dengan prinsip kebenaran dalam segala hal? Mereka harus memiliki hati yang jujur, mencintai kebenaran, mencari kebenaran dalam segala hal, dan mampu menerapkan kebenaran setelah mereka memahaminya. Memenuhi persyaratan ini berarti memiliki pencerahan Roh Kudus, mampu memahami firman Tuhan, dan mampu dengan mudah menerapkan kebenaran. Jika seseorang bukan orang yang jujur dan tidak mencintai kebenaran di dalam hatinya, dia akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan Roh Kudus, bahkan sekalipun engkau mempersekutukan kebenaran kepadanya, tidak akan ada hasilnya. Bagaimana engkau bisa mengetahui apakah seseorang adalah orang yang jujur? Engkau tidak boleh hanya melihat apakah dia suka berbohong dan menipu, tetapi yang terpenting lihatlah apakah dia mampu menerima kebenaran dan menerapkan kebenaran tersebut. Itulah hal yang terutama. Rumah Tuhan telah selalu menyingkirkan orang, dan pada titik ini, banyak yang telah disingkirkan. Mereka bukanlah orang yang jujur, mereka semua orang yang curang. Mereka mencintai hal-hal yang tidak benar, mereka sama sekali tidak mencintai kebenaran. Berapa lama pun mereka telah percaya kepada Tuhan, mereka tidak mampu memahami kebenaran atau masuk ke dalam kenyataan. Lebih dari itu, orang-orang semacam itu tidak mampu mengalami perubahan sejati. Oleh karenanya, penyingkiran mereka tidak dapat dihindari. Ketika engkau berhubungan dengan seseorang, apa yang kaulihat pertama kali? Lihatlah perkataan dan perbuatannya untuk mengetahui apakah dia jujur, apakah dia mencintai kebenaran, dan apakah dia mampu menerima kebenaran. Ini sangat penting. Engkau pada dasarnya dapat melihat esensi seseorang selama engkau dapat mengetahui dengan pasti apakah dia orang yang jujur, apakah dia mampu menerima kebenaran dan menerapkan kebenaran tersebut. Jika mulut seseorang penuh dengan kata-kata yang terdengar manis, tetapi dia tidak melakukan apa pun yang nyata—ketika tiba saatnya untuk melakukan sesuatu yang nyata, dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak pernah memikirkan orang lain—lalu kemanusiaan macam apakah ini? (Keegoisan dan kehinaan. Dia tidak memiliki kemanusiaan.) Apakah mudah bagi seseorang yang tidak memiliki kemanusiaan untuk mendapatkan kebenaran? Itu sulit baginya. ... Jangan perhatikan apa yang dikatakan orang-orang semacam itu; engkau harus melihat apa yang mereka jalani, apa yang mereka singkapkan, dan bagaimana sikap mereka ketika mereka melaksanakan tugas, seperti apa keadaan batin mereka dan apa yang mereka cintai. Jika mereka mencintai ketenaran dan keuntungan mereka sendiri melebihi kesetiaan mereka kepada Tuhan, jika mereka mencintai ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi kepentingan rumah Tuhan, atau jika mereka mencintai ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi perhatian yang mereka tunjukkan kepada Tuhan, maka apakah orang-orang semacam itu memiliki kemanusiaan? Mereka bukanlah orang yang memiliki kemanusiaan. Perilaku mereka dapat dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan. Sangatlah sulit bagi orang-orang semacam itu untuk mendapatkan kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Firman Tuhan membuatku mengerti bahwa untuk menilai apakah kemanusiaan seseorang itu baik atau buruk, kita harus melihat sikap mereka terhadap tugas mereka dan terhadap kebenaran. Orang yang kemanusiaannya baik mencintai kebenaran dan memikirkan kehendak Tuhan dalam tugas mereka. Mereka memperlakukan tugas mereka dengan bertanggung jawab, mereka dapat dipercaya, dan melindungi kepentingan gereja. Orang yang kemanusiaannya buruk sangat egois dan keji, hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri. Mereka bersikap asal-asalan dalam tugas mereka, berusaha bermalas-malasan, hanya banyak bicara, tanpa benar-benar menyelesaikan pekerjaan. Bahkan, mereka mungkin mengabaikan kepentingan gereja dan mengkhianatinya untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Menilai perilaku orang tuaku berdasarkan firman Tuhan, aku sadar bahwa mereka benar-benar bukan orang yang memiliki kemanusiaan yang baik seperti yang kukira. Seperti halnya ayahku—meskipun dia banyak berkorban secara dangkal, dia tidak terbeban dalam tugasnya, melainkan bersikap asal-asalan dan mengabaikan pekerjaan yang berat. Saat harus membayar harga, dia mencari banyak alasan untuk menyenangkan dagingnya, dan tidak memikirkan kebutuhan gereja. Dalam tugasnya, dia harus terus diawasi dan didesak. Dia sangat pasif. Lalu, ibuku, meskipun selalu sibuk, mampu menderita dan membayar harga untuk tugasnya, dan meskipun dia tampak menyelesaikan banyak pekerjaan, sama sekali tidak ada hasil nyata dari tugasnya, dan dia melakukannya hanya untuk pamer. Dia tampak sangat sibuk dan berfokus pada efisiensi, tetapi dia hanya mencari keuntungan yang cepat dan melaksanakan tugasnya hanya demi reputasi dan statusnya sendiri. Dia tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan dalam pekerjaannya dan ini menyebabkan kerugian besar terhadap kepentingan gereja. Dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan gereja, dia tahu dia yang terbaik untuk pekerjaan itu, tetapi bersikeras agar orang lain yang menanganinya. Aku sadar bahwa dia sama sekali tidak melindungi kepentingan gereja dalam hal-hal penting dan dia tidak sehati dengan Tuhan. Aku hanya melihat dia menyelesaikan banyak tugas dan rela membayar harga, tetapi aku tidak melihat motifnya dalam membayar harga atau apakadia benar-benar mencapai sesuatu dalam melaksanakan tugas-tugas ini, apakah dia benar-benar berkontribusi bagi gereja, atau apakah dia sebenarnya lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Akhirnya aku sadar bahwa menilai apakah kemanusiaan seseorang itu baik atau buruk bukanlah tentang berapa banyak pengorbanan atau upaya yang mereka kerahkan di luarnya, melainkan lebih tentang apakah motif mereka benar atau tidak, apakah mereka sungguh-sungguh memikirkan pekerjaan gereja ataukah melakukan segala sesuatu demi reputasi dan status mereka sendiri. Orang yang kemanusiaannya baik mungkin saja tidak memahami kebenaran, tetapi hati mereka berada di tempat yang tepat dan mereka mengikuti hati nurani mereka. Mereka sehati dengan rumah Tuhan dan mampu melindungi kepentingan gereja ketika sesuatu terjadi, sehingga mereka mampu memperoleh hasil yang baik. Sedangkan orang yang kemanusiaannya buruk, sebanyak apa pun mereka menderita dan bekerja keras, atau seandal apa pun mereka dalam berbicara, mereka sebenarnya bersikap asal-asalan dalam semua yang mereka lakukan, hanya memikirkan dan berencana untuk kepentingan mereka sendiri tanpa benar-benar memikirkan kepentingan gereja, sehingga ada banyak kelalaian dalam pekerjaan mereka dan tidak mencapai hasil nyata apa pun. Untuk sementara waktu, mereka mungkin mampu menyelesaikan beberapa hal dengan mengandalkan bakat atau pengalaman mereka, tetapi dalam jangka panjang, kerugian memakai orang semacam ini melebihi keuntungannya karena kemanusiaan dan karakter mereka di bawah standar. Mereka tidak bisa diandalkan dan tidak melakukan pekerjaan nyata. Kita tidak pernah tahu kapan mereka bisa merugikan pekerjaan gereja. Setelah menyadari hal itu, aku sangat yakin bahwa orang tuaku tidak memiliki kemanusiaan yang baik.

Aku selalu mengira karena mereka sudah begitu banyak berkorban dalam iman mereka, termasuk mengorbankan kehidupan yang sangat nyaman, karena mereka telah melaksanakan tugas yang penuh tantangan selama hampir dua dekade, maka sekalipun mereka tidak mengejar kebenaran, mereka setidaknya adalah orang percaya sejati, dan orang yang memiliki kemanusiaan yang baik. Namun, sebenarnya ada sangat banyak orang yang dapat memperlihatkan kegigihan mereka dalam menghadapi kesukaran tetapi motivasi dan esensi setiap orang dalam melakukannya bisa berbeda-beda. Aku tidak melihat apa yang mendorong mereka untuk menderita dan mengorbankan diri atau apakah mereka benar-benar mencapai sesuatu dalam tugas mereka. Aku hanya melihat pengobanan dan upaya mereka di permukaannya dan mengira mereka orang percaya sejati yang memiliki kemanusiaan yang baik. Aku sangat dangkal dan bodoh dalam cara pandangku. Sebagai orang yang telah bertahun-tahun percaya, meskipun kami pernah mengalami penganiayaan oleh Partai Komunis dan menderita karena keluarga kami tercerai berai, tetapi kami juga telah menikmati begitu banyak kasih karunia Tuhan. Tuhan bukan hanya mengaruniakan begitu banyak kebenaran, tetapi Dia juga memberi kami makanan berlimpah yang kami butuhkan dalam hidup ini. Orang yang benar-benar berhati nurani dan bernalar seharusnya berusaha sebaik mungkin untuk melaksanakan tugas dan membalas kasih Tuhan. Namun, setelah bertahun-tahun percaya dan memahami begitu banyak doktrin, orang tuaku masih belum memiliki rasa terbeban atau rasa tanggung jawab yang paling dasar terhadap tugas mereka. Mereka bahkan tidak mampu melindungi kepentingan gereja. Berdasarkan perilaku mereka, pemberhentian mereka oleh gereja sepenuhnya merupakan keadilan Tuhan! Menangani mereka dengan cara ini bukan saja baik untuk pekerjaan gereja, tetapi juga baik untuk mereka. Jika gagal dan jatuh dengan cara seperti ini dapat membantu mereka untuk merenungkan diri mereka dan berpaling kepada Tuhan, mengubah sikap mereka terhadap tugas, tentunya itu adalah keselamatan bagi mereka dan titik balik di jalan iman mereka. Jika mereka terus berperilaku seperti itu, tidak merenungkan diri mereka, sama sekali tidak bertobat, atau berubah, mereka benar-benar bisa disingkapkan dan disingkirkan. Aku teringat firman Tuhan: "Besarnya penderitaan yang harus ditanggung seseorang dan jarak yang harus mereka tempuh di jalan mereka, semua itu ditetapkan oleh Tuhan, dan sesungguhnya tak seorang pun dapat membantu orang lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Pada saat ini, yang bisa kulakukan hanyalah menunjukkan masalah yang kulihat dan berusaha membantu mereka semampuku, tetapi mengenai jalan yang mereka pilih, itu bukan sesuatu yang perlu kukhawatirkan. Hatiku terasa jauh lebih cerah setelah memahami hal-hal ini, dan aku tidak lagi merasa kesal atau terluka karena mereka. Aku mampu memperlakukan masalah ini dengan benar.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Engkau harus tahu orang-orang macam apa yang Aku inginkan; mereka yang tidak murni tidak diizinkan masuk ke dalam kerajaan, mereka yang tidak murni tidak diizinkan mencemarkan tanah yang kudus. Meskipun engkau mungkin sudah melakukan banyak pekerjaan, dan telah bekerja selama bertahun-tahun, pada akhirnya, jika engkau masih sangat kotor, maka menurut hukum Surga tidak dapat dibenarkan jika engkau berharap dapat masuk ke dalam kerajaan-Ku! Semenjak dunia dijadikan sampai saat ini, tak pernah Aku menawarkan jalan masuk yang mudah ke dalam kerajaan-Ku kepada orang-orang yang menjilat untuk mendapatkan perkenanan-Ku. Ini adalah peraturan surgawi, dan tak seorang pun dapat melanggarnya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani"). "Aku memutuskan tempat tujuan setiap orang bukan berdasarkan usia, senioritas, jumlah penderitaan, dan yang utama, bukan berdasarkan sejauh mana mereka mengundang rasa kasihan, tetapi berdasarkan apakah mereka memiliki kebenaran. Tidak ada pilihan lain selain ini. Engkau semua harus menyadari bahwa semua orang yang tidak mengikuti kehendak Tuhan juga akan dihukum. Ini adalah fakta yang tak dapat diubah" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Bagian firman Tuhan ini membuatku sangat terharu. Satu-satunya standar Tuhan untuk menentukan apakah orang dapat diselamatkan atau tidak adalah apakah mereka memiliki kebenaran dan mengubah watak mereka. Tuhan telah bekerja selama ini dan mengungkapkan begitu banyak kebenaran, menyampaikan persekutuan yang sedemikian spesifik dan terperinci tentang jalan untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran dan memperoleh keselamatan. Asalkan orang mampu mencintai dan dan menerima kebenaran, ada harapan untuk memperoleh keselamatan dari Tuhan. Namun, jika orang hanya puas dengan memberikan pengorbanan yang dangkal sekalipun mereka telah bertahun-tahun percaya, jika mereka sama sekali tidak menerapkan kebenaran atau mengubah watak mereka, itu berarti mereka tidak menerima kebenaran, melainkan muak akan kebenaran. Untuk orang seperti itu, sebanyak apa pun pengorbanan mereka, selama apa pun mereka bekerja, atau sepenting apa pun tugas yang telah mereka laksanakan, jika mereka belum memperoleh kebenaran dan hidup, atau jika watak mereka tidak berubah pada akhirnya, dan mereka tetap memberontak dan menentang Tuhan, mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja, mereka tidak dapat diselamatkan. Mereka yang melakukan banyak kejahatan akan dihukum oleh Tuhan, dan itu ditentukan oleh keadilan Tuhan. Memikirkannya membuatku makin memahami bagaimana orang tuaku bisa sampai ke titik ini. Meskipun mereka telah meninggalkan rumah dan pekerjaan mereka, serta bekerja keras, mereka tidak mencintai kebenaran. Mereka bersikap asal-asalan dan keras kepala dalam tugas, serta tidak merenungkan atau mengenal diri mereka sendiri berdasarkan firman Tuhan. Saat saudara-saudari menunjukkan masalah mereka, mereka tidak mau tunduk, berdalih, menganggap orang itu hanya berusaha mempersulit mereka dan orang lain berharap terlalu banyak dari mereka. Ini memperlihatkan bahwa mereka muak akan kebenaran dan tidak mau menerimanya, dan karena itulah watak rusak mereka tidak berubah bahkan setelah bertahun-tahun percaya. Sebaliknya, makin lama mereka menjadi orang percaya dan makin banyak mereka bekerja, watak congkak mereka menjadi makin parah. Aku bisa melihat dari sikap mereka terhadap kebenaran bahwa semua pengorbanan mereka bukanlah untuk mendapatkan kebenaran dan hidup, melainkan mereka berkorban dengan enggan untuk mendapatkan berkat. Sama seperti Paulus, semua yang dia lakukan hanyalah untuk bertransaksi dengan Tuhan. Dia bukan orang percaya sejati yang sungguh-sungguh mengorbankan dirinya untuk Tuhan. Aku akhirnya mengerti bahwa apakah seseorang itu sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, memiliki kemanusiaan baik, dan dapat diselamatkan atau tidak, itu harus dinilai dari sikap mereka terhadap kebenaran. Tidaklah benar menilai mereka berdasarkan seberapa banyak kontribusi dangkal mereka, sebanyak apa mereka bekerja, tugas apa yang telah mereka lakukan. Meskipun beberapa saudara-saudari mungkin tidak berkontribusi besar bagi gereja, dan tugas mereka terlihat tidak penting, tetapi mereka melaksanakan tugas mereka dengan teguh dan dengan segenap hati. Fokus mereka dalam tugas adalah untuk mencari kebenaran dan merenungkan watak rusak mereka, dan setelah mengenalinya mereka menyesalinya secara pribadi dan menerapkan kebenaran, serta berusaha mengubah watak rusak mereka. Orang-orang seperti ini mampu tetap teguh di rumah Tuhan. Makin kupikirkan, makin aku memahami bahwa Tuhan itu benar-benar adil. Standar Tuhan untuk menilai orang tidak pernah berubah. Namun, aku memikirkan keselamatan berdasarkan imajinasiku sendiri. Aku selalu mengira bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan atau menyingkirkan mereka yang telah banyak berkorban dan bekerja keras sekalipun mereka tidak berkontribusi apa pun. Namun, aku benar-benar melihat keadilan Tuhan dalam kasus orang tuaku. Tuhan tidak melakukan sesuatu berdasarkan emosi atau gagasan dan imajinasi manusia, melainkan Dia menggunakan standar kebenaran untuk menilai dan memandang setiap orang. Bahkan orang-orang yang pernah memegang peran penting di rumah Tuhan pun tidak terkecuali. Setelah menyadari hal ini, hatiku terasa lebih dicerahkan dan lebih bebas.

Aku membaca beberapa bagian lain firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Suatu hari, ketika engkau memahami sedikit kebenaran, engkau tidak akan lagi berpikir bahwa ibumu adalah orang yang terbaik, atau orang tuamu adalah orang yang terbaik. Engkau akan menyadari bahwa mereka juga adalah bagian dari umat manusia yang rusak, dan bahwa watak rusak mereka semuanya sama. Satu-satunya yang membedakan mereka adalah hubungan darah mereka secara jasmani dengan dirimu. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka sama saja dengan orang tidak percaya. Engkau tidak akan lagi memandang mereka dari sudut pandang anggota keluarga, atau dari sudut pandang hubungan dagingmu, tetapi dari sisi kebenaran. Apa aspek utama yang harus kaulihat? Engkau harus melihat pandangan mereka tentang kepercayaan kepada Tuhan, pandangan mereka tentang dunia, pandangan mereka tentang penanganan masalah, dan yang terpenting, sikap mereka terhadap Tuhan. Jika engkau menilai aspek-aspek ini secara akurat, engkau akan mampu melihat dengan jelas apakah mereka orang baik atau orang jahat. Suatu hari engkau mungkin melihat dengan jelas bahwa mereka adalah orang-orang dengan watak yang rusak sama seperti dirimu. Bahkan mungkin lebih jelas bahwa mereka bukanlah orang-orang yang baik hati yang memiliki kasih sejati terhadapmu seperti yang kaubayangkan, mereka juga sama sekali tidak mampu menuntunmu kepada kebenaran atau ke jalan yang benar dalam hidup. Engkau mungkin melihat dengan jelas bahwa apa yang telah mereka lakukan untukmu tidak memberikan manfaat yang besar bagimu, dan tidak berguna bagimu dalam menempuh jalan yang benar dalam hidup. Engkau juga mungkin mendapati bahwa banyak dari penerapan dan pendapat mereka bertentangan dengan kebenaran, bahwa semuanya itu berasal dari daging, dan ini membuatmu memandang rendah mereka, dan merasa jijik dan bertentangan. Jika engkau memahami hal-hal ini, maka engkau akan mampu memperlakukan orang tuamu dengan benar di dalam hatimu, dan engkau tidak akan lagi merindukan mereka, mengkhawatirkan mereka, atau tak mampu hidup berpisah dari mereka. Mereka telah selesaikan misi sebagai orang tua, jadi engkau tidak akan lagi memperlakukan mereka sebagai orang terdekatmu atau memuja mereka. Sebaliknya, engkau akan memperlakukan mereka sebagai orang biasa, dan pada waktu itulah engkau akan sepenuhnya melepaskan diri dari belenggu perasaan dan benar-benar lepas dari perasaan dan kasih sayang keluargamu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Menyelesaikan Watak Rusak yang Dapat Membawa Transformasi Sejati"). "Ada banyak orang yang menderita secara emosional padahal itu tidak perlu; sebenarnya, semua penderitaan ini tidak perlu dan tidak berguna. Mengapa Kukatakan demikian? Orang selalu dikendalikan oleh perasaan mereka, sehingga mereka tak mampu menerapkan kebenaran dan tak mampu tunduk kepada Tuhan; selain itu, dikendalikan oleh perasaan sama sekali tidak bermanfaat bagi seseorang dalam pelaksanaan tugas mereka ataupun dalam mengikut Tuhan, dan terlebih lagi, itu merupakan hambatan besar dalam jalan masuk kehidupan mereka. Jadi, menderita karena dikendalikan oleh perasaan tidak ada artinya, dan Tuhan tidak mengingatnya. Jadi, bagaimana engkau dapat membebaskan dirimu dari penderitaan yang tidak berarti ini? Engkau harus memahami kebenaran, dan mengerti serta memahami yang sebenarnya tentang esensi dari hubungan daging ini; dengan demikian, akan mudah bagimu untuk membebaskan diri dari kendali perasaan daging. ... Iblis ingin menggunakan kasih sayang untuk mengendalikan dan mengikat manusia. Jika orang tidak memahami kebenaran, mereka akan mudah tertipu. Sangat sering, demi orang tua dan orang-orang yang mereka kasihi, mereka tidak bahagia, mereka menangis, mereka menanggung kesulitan, dan mereka berkorban. Ini adalah kebodohan karena ketidakmengertian mereka; mereka rela menanggung semua itu, dan mereka menuai apa yang mereka tabur. Menderita hal-hal ini sama sekali tidak ada artinya—usaha sia-sia yang sekali tidak akan dikenang oleh Tuhan—dan bisa dikatakan mereka sedang mengalami neraka. Setelah engkau benar-benar memahami kebenaran dan memahami yang sebenarnya tentang esensi mereka, engkau akan menjadi bebas; engkau akan merasa bahwa penderitaanmu sebelumnya adalah kebodohan dan ketidaktahuan. Engkau tidak dapat menyalahkan orang lain; engkaulah yang harus disalahkan karena kebutaanmu sendiri, kebodohanmu, dan fakta bahwa engkau tidak memahami kebenaran atau tidak memahami masalah dengan jelas" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Menyelesaikan Watak Rusak yang Dapat Membawa Transformasi Sejati"). Membaca firman Tuhan ini membuatku sangat emosional. Tuhan sangat memahami kita! Semua air mata dan penderitaanku yang tak perlu ini adalah karena aku terlalu emosional dan tidak memahami segala sesuatu dengan jelas. Sebelumnya, aku tidak memahami kebenaran atau tidak mengetahui yang sebenarnya tentang orang tuaku, aku hanya berpikir mereka hebat, sangat mengagumkan, bahwa mereka adalah panutanku dan bahwa aku harus berusaha menjadi seperti mereka. Aku bahkan mengira mereka adalah orang-orang yang memahami kebenaran dan kemungkinan besar akan diselamatkan, tetapi saat melihat mereka berdasarkan firman Tuhan dan kebenaran, akhirnya aku sadar betapa salahnya pandanganku dan akhirnya aku mampu mengetahui yang sebenarnya tentang orang macam apa mereka sebenarnya. Aku melihat banyak hal dalam diri mereka yang bukan saja tidak kusukai, tetapi juga kubenci. Aku tidak lagi memuja dan menghormati mereka, dan aku juga tidak lagi menderita atau menangis bagi mereka. Aku menjadi mampu melihat mereka secara akurat dan objektif.

Melalui apa yang tersingkap dalam situasi ini, akhirnya kusadari bahwa aku terlalu emosional. Jika aku hidup dalam perasaan kasih sayang daging ini, aku hanya memikirkan apakah orang tuaku akan merasa sakit hati dan menderita, dan aku tidak bisa menerima cara rumah Tuhan menangani mereka. Aku dipenuhi dengan penentangan, dan bahkan mengeluh bahwa Tuhan tidak adil. Kini aku mengerti mengapa Tuhan membenci ikatan emosional di antara manusia. Itu karena ketika manusia hidup dalam emosi-emosi ini, mereka bingung antara mana yang benar dan mana yang salah, apa yang baik dan apa yang jahat, dan mereka menjadi jauh dari Tuhan. Aku tidak mengenal diriku sebelumnya. Saat kulihat saudara-saudari menangis selama berhari-hari karena kerabat mereka yang telah diberhentikan, aku memandang rendah mereka. Kupikir jika hal seperti itu terjadi kepadaku, aku tidak akan selemah itu. Namun, ketika aku benar-benar menghadapi hal yang sama, aku jauh lebih lemah daripada siapa pun, dan aku hancur lebur. Aku bukan hanya menangis beberapa kali, tetapi aku juga hidup dalam kenegatifan dan itu memengaruhi tugasku. Aku benar-benar bodoh dan naif, juga cukup tidak masuk akal. Lewat pengalaman ini, akhirnya aku mendapatkan pemahaman tentang saudara-saudari yang berjuang melepaskan diri dari emosi mereka, dan aku merasa malu karena kebodohan dan kesombonganku di masa lalu. Aku juga belajar bahwa ada kebenaran yang harus dicari dalam segala hal yang terjadi, bahwa selalu ada kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengenali yang sebenarnya dan memetik pelajaran, dan bahwa kita harus memperlakukan semua orang di sekitar kita, bahkan orang tua sendiri berdasarkan firman Tuhan dan kebenaran. Dengan demikian, kita tidak akan memperlakukan mereka berdasarkan emosi dan imajinasi kita, atau melakukan hal-hal yang menentang Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: 88. Di Tengah Siksaan dan Penderitaan Aku Melihat ...

Selanjutnya: 90. Tugasmu Bukan Kariermu

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

44. Aku Telah Pulang

Oleh Saudara Chu Keen Pong, MalaysiaAku telah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun dan melayani di gereja selama dua tahun,...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Hubungi kami via Messenger