Cara Mengejar Kebenaran (16)

Isi persekutuan kita baru-baru ini adalah tentang membedakan berbagai jenis orang—membedakan berbagai kategori dan golongan mereka berdasarkan asal-usul mereka, dan kemudian membedakan esensi berbagai jenis orang melalui beragam perwujudan mereka dalam kehidupan nyata. Belajar membedakan berbagai jenis orang bermanfaat dalam hal cara memperlakukan mereka dengan benar dan cara memperlakukan dirimu sendiri dengan benar, bukan? (Ya.) Bukankah mempersekutukan hal-hal ini juga telah meluruskan gagasan dan imajinasi yang sebelumnya orang miliki tentang orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Misalnya, banyak orang yang sebelumnya memperlakukan semua orang percaya sebagai saudara-saudari. Asalkan seseorang itu berada di gereja, asalkan mereka bersemangat dalam melaksanakan tugas, maka betapa pun banyaknya kejahatan yang mereka lakukan, betapa pun mengerikannya kemanusiaan mereka, atau betapa pun congkak, curang, atau liciknya watak mereka, orang-orang ini memperlakukan mereka sebagai saudara-saudari dan membantu mereka dengan kasih. Apakah orang-orang semacam itu memiliki kemampuan untuk membedakan? (Tidak.) Selama penyiraman dan pemberian makan selama beberapa tahun terakhir ini, sudut pandang engkau semua telah banyak berubah, bukan? (Ya.) Sekarang setelah sudut pandangmu berubah, bukankah engkau relatif berprinsip dalam memperlakukan berbagai jenis orang? (Ya.) Bukankah sudut pandang dan sikapmu terhadap berbagai jenis orang berbeda dari sebelumnya? (Ya, berbeda.) Sebelum mempersekutukan hal-hal ini, orang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan berbagai jenis orang, mereka yakin bahwa asalkan seseorang itu percaya kepada Tuhan, dia adalah orang baik, anggota rumah Tuhan, dan bahwa orang yang memiliki kemanusiaan yang buruk pun adalah orang yang ingin Tuhan selamatkan. Melihatnya sekarang, benarkah demikian? (Tidak.) Sekarang ini tidaklah demikian. Jadi, melihatnya sekarang, apakah ada lebih banyak orang baik atau orang jahat? (Menurutku ada lebih banyak orang jahat. Sebelumnya, aku memandang banyak orang sebagai orang yang cukup baik, tetapi melalui persekutuan dari Tuhan dan dengan mengaitkannya dengan perwujudan berbagai jenis orang, aku merasa ada lebih banyak orang jahat.) Sebelumnya, paling-paling engkau memiliki sedikit kemampuan untuk membedakan mereka yang jelas-jelas adalah pengikut yang bukan orang percaya, para oportunis, roh-roh jahat, setan-setan najis, dan mereka yang dapat menyebabkan kekacauan dan gangguan yang jelas, mengetahui bahwa mereka bukan orang baik atau bukan saudara-saudari. Sekarang, melalui persekutuan semacam ini, selain mampu membedakan mereka yang memiliki perwujudan yang jelas, bukankah pada dasarnya engkau mampu membedakan semua orang berdasarkan apa yang mereka perlihatkan dan perwujudan mereka? (Ya.) Jadi, setelah persekutuan semacam ini, ketika engkau semua kembali berinteraksi dengan orang-orang, bukankah itu terasa berbeda dari sebelumnya? (Sedikit berbeda. Sekarang, ketika aku berinteraksi dengan orang-orang, aku berfokus mengamati apa yang mereka perlihatkan dan sudut pandang apa yang mereka ungkapkan ketika menghadapi berbagai hal, untuk mengukur apakah mereka bereinkarnasi dari manusia, dari binatang, atau dari setan. Aku mulai berfokus untuk membedakan orang berdasarkan esensi dan golongan mereka.) Ini berarti engkau telah belajar membedakan orang. Lalu, dapatkah engkau membedakan dirimu sendiri? (Sedikit.) Singkatnya, mempersekutukan topik ini bermanfaat untuk membedakan orang. Ini dapat membantumu membedakan perilaku dan sudut pandang berbagai jenis orang serta mengetahui yang sebenarnya tentang esensi orang-orang ini. Dengan demikian, engkau akan memperlakukan berbagai jenis orang berdasarkan prinsip, dan ketika menghadapi orang, peristiwa, atau hal-hal khusus tertentu, engkau tidak akan memperlakukannya berdasarkan gagasan dan imajinasi, serta akan mampu memahami beberapa prinsip dasar dalam menangani masalah, sehingga lebih sedikit melakukan hal-hal bodoh. Misalnya, sebelumnya, ketika melihat beberapa orang dengan perilaku yang abnormal atau pemikiran dan pandangan yang menyimpang, engkau mungkin mengira orang-orang itu berkualitas buruk dan tidak memiliki kemampuan untuk memahami, atau bahwa mereka telah mendengar sedikit khotbah dan memiliki fondasi yang terlalu dangkal, dan karenanya engkau harus mengerahkan beberapa upaya untuk lebih banyak menyirami dan membantu mereka. Sekarang, melalui persekutuan, setelah memperoleh kemampuan untuk membedakan mereka yang bereinkarnasi dari binatang dan mereka yang bereinkarnasi dari setan, engkau akan meninggalkan penerapan-penerapan bodoh yang sebelumnya itu dan tidak lagi melaksanakan tugas yang sia-sia. Jadi, mampukah engkau semua memperlakukan orang berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran? (Kami mampu melakukannya sedikit.) Apakah akan ada penyimpangan dalam penerapanmu? (Jika aku tidak mampu menilai esensi yang orang miliki secara akurat, mungkin akan ada penyimpangan dalam penerapanku.) Dalam keadaan apa akan ada penyimpangan dalam penerapanmu? Misalkan perilaku lahiriah mereka sangat sesuai dengan gagasan kebanyakan orang—mereka mampu membayar harga dan meninggalkan segala sesuatu, sering mengatakan hal-hal yang benar, dan sering bersedekah serta membantu orang lain—dalam hal kemanusiaan, orang ini dianggap baik, tetapi pada saat yang sama, mereka sama sekali tidak normal, dan mereka sering memperlihatkan perilaku yang ekstrem, serta memperlihatkan beberapa perwujudan supernatural, akan mampukah engkau mengenali orang semacam itu? Tahukah engkau bagaimana cara memperlakukan mereka? (Hanya karena persekutuan yang sebelumnya dari Tuhan, barulah aku tahu bahwa orang semacam itu adalah salah satu dari mereka yang bereinkarnasi dari setan.) Engkau mampu menggolongkan bahwa esensi mereka adalah esensi setan dan mampu mengetahui yang sebenarnya tentang fakta ini, tetapi dapatkah engkau menentukan cara yang tepat untuk memperlakukan mereka berdasarkan perwujudan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan keadaan mereka saat ini? Ini berkaitan dengan prinsip tentang cara memperlakukan orang. Jadi, bagaimana cara yang tepat untuk memperlakukan orang semacam ini? Jika keadaan kehidupan mereka pada dasarnya normal, mereka belum pernah menyebabkan gangguan pada pekerjaan gereja, dan belum pernah mengganggu orang lain, maka perlakukan mereka dengan benar—jika mereka mampu melakukan pelayanan, biarkan mereka melakukannya; jika tidak mampu, dan telah menyebabkan gangguan pada orang lain, dan kebanyakan orang telah mengetahui yang sebenarnya tentang perwujudan dan apa yang mereka perlihatkan serta mampu memastikan bahwa esensi mereka adalah esensi setan, maka belum terlambat untuk menangani mereka dengan mengeluarkan mereka. Bukankah ini sebuah prinsip? (Ya.) Ini adalah sebuah prinsip; di dalam hatimu, engkau harus memahaminya. Dengan cara apa pun mereka ditangani setelah itu, waktunya harus tepat. Katakanlah engkau mampu mengetahui yang sebenarnya tentang mereka, tetapi kebanyakan orang belum pernah berhubungan dengan mereka, apalagi mengetahui yang sebenarnya tentang mereka. Jika engkau kemudian langsung menggolongkan dan menangani mereka tanpa mempersekutukan kebenaran dan tanpa menjelaskan cara untuk membedakan mereka, itu terlalu gegabah. Misalkan setelah mengetahui yang sebenarnya tentang esensi mereka, engkau mulai merasa jijik terhadap mereka, lalu mencari kesempatan untuk memangkas mereka, atau selalu menargetkan mereka dalam perkataan dan tindakanmu, serta pada saat mempersekutukan kebenaran—apakah ini cara bertindak yang baik? (Tidak.) Mengapa tidak? (Karena jika kami memperlakukan mereka dengan cara seperti ini, kebanyakan orang tidak akan tahu apa yang sedang terjadi dan bahkan mungkin akan mengembangkan kesalahpahaman. Esensi orang ini harus disingkapkan dan diungkapkan melalui fakta, dan hanya setelah orang-orang memiliki kemampuan untuk mengenali mereka, barulah tepat untuk menyingkapkan, menelaah, atau memangkas mereka—dengan demikian semua orang akan mengerti. Jika orang ini bukanlah orang yang mengejar kebenaran, tetapi mereka tidak menimbulkan gangguan dan masih mampu melakukan pelayanan, maka kami harus membiarkan mereka melakukan pelayanan. Jika kami tahu mereka bukan orang yang mengejar kebenaran, tetapi tetap terus-menerus memangkas mereka, itu akan memengaruhi pelaksanaan tugas mereka.) Bertindak seperti itu tidak berprinsip. Ketika memperlakukan mereka yang bereinkarnasi dari setan dan mereka yang bereinkarnasi dari binatang, sekalipun, melalui hubungan dan pengamatan dalam jangka waktu yang lama, engkau telah mengetahui yang sebenarnya tentang esensi mereka, engkau harus menggunakan sedikit hikmat dan memperlakukan mereka berdasarkan prinsip. Tidak apa-apa untuk menggunakan hikmat, tetapi engkau tidak boleh melanggar prinsip. Memperlakukan orang-orang semacam itu berdasarkan prinsip melibatkan banyak rincian. Salah satunya adalah bahwa sekalipun engkau melihat dengan jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang muak akan kebenaran, yang memiliki esensi setan, engkau tidak selalu dapat menemukan kesalahan mereka atau mencari-cari kesalahan mereka untuk memangkas mereka, atau menyingkapkan mereka di setiap kesempatan. Mereka tidak akan tahu apa yang sedang terjadi; mereka tidak akan tahu apa-apa, dan tidak akan tahu mengapa engkau memangkas dan menargetkan mereka. Melakukan hal ini bahkan akan memengaruhi pelaksanaan tugas mereka. Sekalipun, di mata orang lain, engkau tidak salah dalam apa yang kaulakukan atau katakan, bertindak dengan cara ini bukan saja tidak membuahkan hasil, melainkan bahkan juga mengarah pada akibat-akibat negatif, dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Oleh karena itu, apa pun jenis orang yang sedang kauhadapi, engkau harus memperlakukan mereka berdasarkan prinsip dan tidak memihak; jangan bertindak berdasarkan perasaanmu. Tidak apa-apa untuk menerapkan sedikit hikmat, tetapi engkau harus memperlakukan mereka berdasarkan prinsip. Bertindak dengan cara ini, di satu sisi, menjaga ketertiban dan mengikuti aturan, dan lebih kecil kemungkinannya untuk menimbulkan kekacauan; di sisi lain, ini juga membuktikan bahwa engkau memiliki hati yang takut akan Tuhan, bahwa engkau tidak merajarela melakukan perbuatan jahat, dan tidak dengan semaunya atau sembrono melakukan sesuatu berdasarkan niatmu sendiri. Engkau harus memiliki prinsip dalam memperlakukan setiap jenis orang. Entah mereka adalah para setan, binatang, atau manusia, engkau harus memperlakukan mereka berdasarkan prinsip. Engkau harus mampu membedakan orang-orang semacam ini dan memahami prinsip dalam memperlakukan orang. Engkau tidak boleh memiliki pemahaman yang menyimpang dalam hal ini, benar? (Ya.) Jangan melakukan apa pun yang mengacaukan. Jika engkau melakukan sesuatu yang menyebabkan kekacauan atau gangguan, berarti engkau terlalu bodoh; ini bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan manusia. Mengerti? (Mengerti.)

Sebelumnya, kita telah bersekutu tentang perwujudan esensi mereka yang bereinkarnasi dari binatang dan mereka yang bereinkarnasi dari setan, yang merupakan dua golongan yang berbeda. Ini membantu orang untuk melihat bahwa meskipun semua jenis manusia memiliki penampilan manusia, perbedaan dalam esensi mereka dan golongan mereka dapat dibedakan melalui perbedaan sikap mereka terhadap kebenaran. Seperti apa pun penampilan lahiriah seseorang—mungkin orang itu memiliki postur tubuh yang proporsional, tampak cukup sopan dan baik hati, atau tampak terpelajar, terdidik dengan baik, memiliki status dan keanggunan, dan bahkan tampak bermartabat, tampak cukup hebat, bukan orang biasa—tak satu pun dari hal-hal ini merupakan dasar untuk menggolongkan esensi mereka. Seperti apa pun penampilan mereka, entah mereka tinggi atau pendek, gemuk atau kurus, apa pun warna kulit mereka, atau entah hidup mereka makmur atau miskin, tak satu pun dari hal-hal ini dapat menunjukkan esensi mereka yang sesungguhnya. Menggolongkan esensi seseorang tidak dapat didasarkan pada standar budaya tradisional manusia atau pepatah tentang perilaku moral, juga tidak dapat didasarkan pada semboyan atau pepatah terkenal dari orang-orang ternama yang dirangkum oleh orang-orang di sepanjang sejarah, ataupun didasarkan pada pernyataan menyesatkan dari partai-partai penguasa. Lalu, harus berdasarkan apa menggolongkannya? Orang harus menggunakan firman Tuhan, kebenaran yang diungkapkan oleh Tuhan dan tuntutan Tuhan terhadap manusia, sebagai dasar untuk menilai dan menentukan esensi berbagai jenis orang. Orang sama sekali tidak boleh menilai orang-orang berdasarkan penampilan lahiriahnya, bakatnya, atau pengetahuan yang telah dipahaminya, dan tentu saja tidak berdasarkan statusnya atau perannya di tengah masyarakat dan di antara orang-orang. Semua cara menilai orang tersebut adalah salah. Orang harus menilai orang-orang berdasarkan firman Tuhan; hanya firman Tuhan yang merupakan kebenaran. Di satu sisi, penilaian harus didasarkan pada kebenaran; di sisi lain, penilaian harus didasarkan pada sikap seseorang terhadap kebenaran dan berdasarkan mampu tidaknya mereka memahami kebenaran. Mengenali esensi orang dan menentukan golongan mereka berdasarkan kebenaran adalah cara yang paling akurat. Tentu saja tidak akan ada kesalahan.

Setelah bersekutu tentang perwujudan dua jenis orang—mereka yang bereinkarnasi dari binatang dan mereka yang bereinkarnasi dari setan—selanjutnya kita harus bersekutu tentang perwujudan mereka yang bereinkarnasi dari manusia sejati. Sekarang kita telah sampai pada bagian yang paling krusial. Mereka yang bereinkarnasi dari binatang memiliki perwujudan dan ciri tertentu yang menunjukkan hal tersebut, begitu pula mereka yang bereinkarnasi dari setan. Jadi, apakah mereka yang bereinkarnasi dari manusia juga memiliki perwujudan dan ciri yang sama? (Ya.) Ini pasti. Kita telah menyebutkan beberapa perwujudan dan ciri dasar kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia sejati. Hari ini, kita akan bersekutu tentang perwujudan dan ciri spesifik dari mereka yang bereinkarnasi dari manusia. Mengingat golongan dari jenis orang ini adalah manusia, sebelum kita mempersekutukannya secara formal, mari kita pikirkan terlebih dahulu apa sajakah ciri dasar manusia. Atau, melalui interaksimu dan pergaulanmu dengan orang lain selama bertahun-tahun, apa sajakah ciri yang telah kauamati dalam jenis orang yang tergolong manusia ini? Apa saja perwujudan mereka? Silakan menjawabnya. (Jenis orang yang tergolong manusia ini memiliki hati nurani dan nalar. Misalnya, jika mereka melakukan kesalahan, atau berbuat salah kepada seseorang, atau melakukan sesuatu yang melanggar kebenaran, di dalam hati nuraninya, mereka merasa bersalah.) (Jenis orang ini setidaknya mampu memahami kebenaran, menyukai hal-hal positif, dan membenci hal-hal negatif. Hati nurani dan nalar mereka sehat.) Mampu memahami kebenaran merupakan standar yang relatif tinggi. Sebelum mereka menjumpai kebenaran, ciri kemanusiaan apa yang dimiliki jenis orang ini? Apa sajakah ciri dari tindakan, ucapan, dan cara mereka berperilaku serta berinteraksi dengan orang lain? Seperti apa perwujudan dan ungkapan kemanusiaan normal yang mereka perlihatkan? Artinya, ketika mereka berinteraksi dan bergaul dengan orang, perwujudan apa yang mereka perlihatkan yang memungkinkan orang lain melihat bahwa mereka adalah sosok yang positif? (Mereka relatif rasional, mereka baik hati, mereka tidak melakukan hal-hal yang menipu atau merugikan orang lain, dan mereka tidak berniat merugikan orang lain.) Yang dapat engkau semua pikirkan adalah perwujudan positif yang relatif sesuai dengan kemanusiaan, yaitu perwujudan orang baik dalam pikiran orang. Baik hati, tidak curang atau tidak merugikan orang lain, menepati janji, memiliki rasa tanggung jawab, mampu hidup rukun dengan orang lain, mendambakan hal-hal positif dan membenci hal-hal negatif—semua ini adalah beberapa perwujudan kemanusiaan yang positif. Apakah masih ada lagi? (Selain itu, memiliki pemahaman rohani—mampu memahami firman Tuhan.) Memiliki pemahaman rohani tidak ada kaitannya dengan kemanusiaan yang sedang kita bahas saat ini. Kita terutama sedang membahas tentang berbagai sudut pandang orang yang memiliki kemanusiaan dalam menangani berbagai hal, serta perwujudan dari esensi cara orang berperilaku dan perlakuan mereka terhadap orang lain, prinsip serta standar minimum mereka dalam hal cara mereka berperilaku dan bertindak, dan sebagainya. Perwujudan kemanusiaan yang positif yang dapat orang lihat dan pelajari jumlahnya sedikit. Tampaknya, orang-orang di antara umat manusia yang memahami cara berperilaku benar-benar langka. Tak heran jika banyak orang berkata bahwa mereka telah gagal dalam cara mereka berperilaku. Lihatlah bagaimana para aktor dalam film dan acara TV menggambarkan karakter positif—mengenai mengungkapkan sudut pandang, perwujudan, atau sikap tertentu dalam suatu hal, para aktor itu tidak tahu bagaimana cara bertindak atau mengungkapkannya, dan pemahaman mereka di bidang ini kosong. Jika engkau meminta mereka berperan sebagai penjahat, preman, bos mafia, pelacur, perempuan bejat, atau tokoh terkenal atau hebat, mereka mampu memainkan peran-peran tersebut dengan sangat baik, menggambarkan setiap gerak tubuh, setiap kata dan tindakan, bahkan tatapan mereka, dengan sangat jelas dan spesifik. Beberapa penonton, setelah menonton mereka memainkan peran negatif, bahkan secara keliru meyakini dari acara tersebut bahwa mereka benar-benar adalah orang jahat, dan ingin memukul mereka jika suatu saat bertemu dengan mereka. Beberapa bahkan akan meludahi mereka. Lihat betapa jelasnya orang-orang itu memainkan peran mereka, mereka benar-benar menghidupkan sosok jahat tersebut. Bagaimana jika mereka harus berperan sebagai orang yang baik? Dapatkah orang memperoleh inspirasi dari penampilan mereka, mengetahui cara menjadi orang yang memiliki kemanusiaan? Benar-benar tidak ada aktor semacam itu. Umat manusia sepenuhnya tidak tahu tentang cara menjadi orang yang memiliki kemanusiaan. Tidak hanya penulis naskah dan sutradara yang tidak mengetahuinya, tetapi penonton juga tidak mengetahuinya—tak seorang pun mengerti apa artinya memiliki kemanusiaan. Itulah sebabnya, kemanusiaan digambarkan dengan sangat dangkal dalam film dan acara TV. Contohnya, ketika seorang aktor berperan sebagai anggota Partai Komunis yang memejamkan mata sesaat sebelum meninggal, para penonton berkata, "Dia pasti belum mati, dia belum membayar iuran partainya!" Benar saja, dalam waktu kurang dari sedetik, dia membuka matanya, dan dengan gemetar, mengeluarkan beberapa koin dari sakunya, sambil berkata, "Ini iuran partaiku. Aku tidak boleh berutang kepada Partai. Semoga Partai merasa tenang. Setelah aku mati, aku akan tetap setia kepada Partai, dengan teguh, bahkan sampai mati!" Baru setelah itulah dia mati. Seperti inilah orang yang memiliki kemanusiaan digambarkan dalam film dan acara TV. Di mata penonton, hal itu sebenarnya sama sekali kosong. Orang-orang semacam itu tidak ada dalam kehidupan nyata, dan sangat sulit bagi mereka untuk mencapai hal ini. Oleh karena itu, umat manusia benar-benar tidak memahami apa arti kemanusiaan yang sejati, dan sangat sulit bagi mereka untuk mendefinisikan standarnya. Entah standar yang ditetapkan terlalu tinggi dan benar-benar kosong, atau orang tidak mengerti dan menetapkan standar secara sembarangan. Sebenarnya, kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia sejati sangatlah sederhana. Seberapa sederhana? Itu adalah sesuatu yang berada dalam jangkauanmu, sesuatu yang dapat kaucapai. Apa artinya berada dalam jangkauanmu? Itu berarti sangat praktis, sangat nyata, sangat objektif, sama sekali tidak kosong. Karena sangat objektif dan praktis, orang-orang merasa itu sangat biasa dan sama sekali tidak layak disebutkan, terlebih lagi, mereka merasa bahwa perwujudan ini adalah apa yang sudah seharusnya diperlihatkan oleh umat manusia. Umat manusia ini menganjurkan hal-hal yang agung, luhur, dan mengesankan. Banyak orang bukan saja tidak memiliki perwujudan kemanusiaan yang sejati, melainkan juga membencinya karena perwujudan kemanusiaan yang normal sangatlah praktis, sangat biasa, sangat lumrah, dan sebaliknya, mereka mengejar dan memuja pengetahuan. Dengan cara ini, tren jahat telah terbentuk di seluruh masyarakat, tren yang membenci dan memandang rendah perwujudan manusia sejati. Bahkan orang yang benar-benar memiliki kemanusiaan pun tidak merasa bahwa berperilaku dengan cara seperti itu adalah berperilaku sebagai manusia sejati atau sebagai orang yang memiliki kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berusaha menjadi orang yang disebut mulia dan luar biasa seperti yang dianjurkan oleh tren jahat masyarakat. Hal ini mengingkari dan menutupi esensi kemanusiaan yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kemanusiaan. Apa yang dimaksud "menutupi" di sini? Itu berarti tak seorang pun menganggapmu orang yang memiliki kemanusiaan. Itu berarti, apa pun yang kaulakukan, orang lain mengucilkan dan memandang rendah dirimu, dan di antara orang-orang, engkau tidak memiliki tempat untuk menggunakan bakatmu, tidak ada tempat bagimu untuk berbicara, dan tidak ada kesempatan bagimu untuk menunjukkan kelebihanmu. "Mengingkari" berarti kemanusiaanmu yang normal sama sekali tidak layak disebut di antara umat manusia yang rusak. Memiliki kemanusiaan bukanlah sesuatu yang mereka anjurkan. Apa yang mereka anjurkan? Mereka menganjurkan tindakan yang menyenangkan sebanyak mungkin orang, menjadi orang yang mahir memanipulasi, menyanjung dan menjilat, serta berbohong dan menipu, mampu mengatakan apa pun sekalipun itu munafik atau bertentangan dengan perasaan mereka yang sebenarnya. Mengatakan yang sebenarnya tidak akan membuatmu mencapai apa pun di tengah masyarakat ini. Sebaik apa pun kemanusiaanmu, masyarakat ini tidak menganjurkannya, dan akan mengingkarinya. Jika engkau mengatakan beberapa hal yang positif, adil, atau wajar, atau perkataan hati nurani, jika engkau mengatakan beberapa hal yang rasional sambil mengambil tempatmu yang semestinya, mereka akan mengucilkan dirimu, mengingkarimu, dan meremehkanmu. Bahkan ada orang-orang yang akan mengejekmu, mencemooh dirimu, mempermalukanmu, dan kemudian mengumpulkan semua kekuatan dan kuasa jahat untuk menyerang dan mengucilkanmu, pada akhirnya membuatmu merasa terlalu malu untuk menunjukkan wajahmu, membuatmu mengingkari dirimu sendiri. Engkau akhirnya akan berpikir, "Aku tidak berguna, aku tidak mampu beradaptasi dengan tren masyarakat, ataupun dengan orang-orang ini. Aku tidak tahu bagaimana cara melakukan rencana jahat, aku tidak mampu merancang siasat atau tipu muslihat, jadi sangat sulit bagiku untuk bertahan hidup di antara orang-orang ini." Engkau mulai merasa sangat rendah diri, merasa tidak mampu berintegrasi dengan orang-orang ini. Sebenarnya, engkau tidak mampu menyesuaikan diri dengan falsafah mereka tentang cara berinteraksi dengan orang lain, metode dan cara mereka dalam menangani masalah, serta cara mereka dalam bertahan hidup. Setelah diingkari oleh tren jahat ini dan orang-orang jahat ini, engkau mengingkari kemanusiaanmu sendiri, lalu mencoba segala cara yang mungkin untuk beradaptasi dengan mereka, mengikuti mereka, berintegrasi ke dalam masyarakat, berintegrasi dengan orang-orang jahat ini, dan berintegrasi ke dalam tren yang jahat ini. Engkau berusaha meniru cara orang lain dalam menggunakan tipu muslihat, intrik, dan siasat, engkau juga berusaha meniru cara orang lain dalam mengucapkan perkataan yang menyanjung, perkataan yang munafik, dan perkataan yang bertentangan dengan perasaan mereka yang sebenarnya. Namun, dengan cara apa pun engkau berusaha meniru hal-hal ini dan sebanyak apa pun upaya yang kaukerahkan, pada akhirnya, engkau merasa ini bukanlah perkataan yang ingin kauucapkan atau hal-hal yang ingin kaulakukan. Setiap perkataan yang kauucapkan sangat bertentangan dengan perasaanmu yang sebenarnya, dan setiap hal yang kaulakukan membuatmu merasa bersalah dalam hati nuranimu; engkau merasa ini bukanlah hal yang seharusnya kaukatakan atau lakukan. Engkau hidup seperti ini setiap hari, mengenakan topeng. Meskipun tampaknya dalam hal perilaku, ucapan, atau beberapa pemikiran dan pandangan, engkau telah berintegrasi dengan tren jahat ini dan berintegrasi dengan umat manusia yang rusak ini, di lubuk hatimu, engkau merasa menderita, tertekan, dan penuh kebencian. Setelah mengalami pengalaman hidup seperti itu, engkau mulai mendambakan perlakuan yang adil dan sepatutnya, hal-hal yang positif, dan terang. Jadi, ciri kemanusiaan apa yang dimiliki orang semacam itu yang memungkinkan mereka memiliki perasaan dan pengalaman seperti itu di tengah orang-orang dan tren-tren yang jahat? Sebenarnya, sangat sederhana: Ketika orang memiliki esensi kemanusiaan berupa hati nurani dan nalar, mereka akan memiliki pengalaman seperti itu ketika hidup di antara orang-orang.

Hati nurani dan nalar adalah dua hal paling mendasar yang harus dimiliki oleh mereka yang memiliki kemanusiaan. Meskipun kedua hal ini telah dibahas berulang kali, keduanya sangat penting bagi manusia dan juga merupakan kriteria terpenting untuk menilai apakah seseorang itu termasuk golongan manusia atau bukan. Apa yang dimaksud dengan hati nurani secara spesifik? Aku telah mengatakan sebelumnya bahwa hati nurani adalah kemampuan yang dihasilkan dalam hati manusia, dan itu membuat tuntutan tertentu terhadap orang, dan terutama terwujud dalam prinsip yang orang gunakan dalam caranya berperilaku serta menjadi standar minimum bagi caranya berperilaku. Secara spesifik, keyakinan seseorang dalam caranya berperilaku, prinsip-prinsip yang digunakan dalam caranya berperilaku serta berinteraksi dengan orang lain, dan apa yang diperlihatkan kemanusiaannya dapat membuktikan apakah orang itu memiliki hati nurani atau tidak. Baru saja, ketika Aku bertanya apa yang dimaksud dengan hati nurani secara spesifik, engkau semua tidak dapat menjawabnya. Engkau semua hanya berfokus pada apa yang kauanggap sebagai kebenaran yang mendalam, tetapi mengenai kebenaran yang seperti ini, engkau semua merasa itu terlalu kecil, terlalu biasa, dan terlalu tidak penting untuk disebutkan, sehingga engkau semua sama sekali tidak menghiraukannya dan tidak menganggapnya serius. Jika orang memiliki hati nurani, itu berarti kemanusiaan mereka memiliki dua ciri: Salah satu cirinya adalah integritas, dan ciri lainnya adalah kebaikan. Engkau mungkin tidak dapat mengetahui dari penampilan lahiriah apakah seseorang itu baik hati atau tidak, tetapi jika seseorang itu baik hati, engkau akan segera mengetahuinya setelah engkau bergaul dengannya. Apa dasar untuk menilai apakah seseorang itu berintegritas? Dasarnya adalah prinsip mereka dalam cara mereka berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Jika mereka suka berkhianat, licik, berbahaya, lihai, dan penuh siasat serta sulit dipahami dalam cara mereka berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain, maka orang ini jelas tidak berintegritas. Jika cara mereka berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain sangat sederhana, sangat lugas, sangat terus terang, jika mereka berbicara dengan sangat terang-terangan kepada orang lain, tidak melakukan kebengkokan atau tipu daya ketika berinteraksi dengan orang lain, berbicara dan bertindak tanpa kepalsuan—menyebut hitam sebagai hitam dan putih sebagai putih, membedakan hal-hal tersebut dengan sangat jelas—mampu menjunjung tinggi hal-hal positif, dan tidak berkompromi dengan kekuatan jahat, maka orang ini cukup berintegritas. Jika orang berintegritas sekaligus baik hati, berarti orang ini memiliki hati nurani, mereka memiliki ciri minimum kemanusiaan. Ciri lain kemanusiaan adalah nalar. Nalar juga merupakan istilah dan topik yang sering kita bahas, tetapi tak seorang pun pernah secara eksplisit mendefinisikan apa itu nalar. Apa yang termasuk dalam nalar, dan perwujudan seperti apa yang merupakan perwujudan memiliki nalar—apakah engkau semua jelas tentang hal ini? Kebanyakan orang tidak begitu jelas; pemahaman mereka di bidang ini masih relatif samar. Jadi, apa artinya memiliki nalar? Itu berarti mampu mengatakan apa yang seharusnya dikatakan dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan mengambil pendirian yang benar; inilah yang disebut memiliki nalar. Jika engkau adalah orang yang memiliki kemanusiaan, ucapan dan tindakanmu akan terukur. Engkau akan tahu perkataan apa yang harus kauucapkan, hal apa yang harus kaulakukan, bagaimana seharusnya pendirianmu dalam mengucapkan perkataan tersebut, dan cara bicara seperti apa yang harus kaugunakan untuk mengungkapkan hal tertentu, di lingkungan saat ini dan berdasarkan identitas serta statusmu. Di dalam hatimu, engkau akan memiliki standar dan batas yang wajar mengenai hal-hal ini. Itu berarti, nalarmu akan mampu mengatur perkataan dan perilakumu, menjadikan perkataan dan perilakumu pantas, sehingga di luarnya orang lain akan melihat bahwa itu rasional dan terukur, bahwa ucapan dan tindakanmu tepat dan mampu mendidik kerohanian orang lain. Dalam hal kualitasmu, tingkat pendidikanmu, atau usiamu, entah perkataan yang kauucapkan dan hal-hal yang kaulakukan itu sepenuhnya pantas atau tidak, setidaknya, engkau akan memiliki batasan di dalam hatimu, sebuah standar yang membuatmu tetap terkendali, yang memungkinkanmu berbicara dan bertindak dalam keadaan rasional. Inilah artinya memiliki nalar. Siapa pun yang dihadapi orang yang bernalar—orang kaya atau miskin, orang yang memiliki status atau tidak—dalam situasi apa pun, ucapan dan tindakan mereka tidak dikekang oleh apakah suasana hati mereka baik atau buruk, dan mereka juga tidak memikirkan apakah suatu hal bermanfaat bagi mereka atau tidak; di dalam hatinya, mereka selalu memiliki pengendalian diri, memiliki standar atau batasan yang mengatur mereka. Mereka tidak akan dengan sengaja melontarkan argumen yang menyimpang, juga tidak akan menimbulkan masalah yang tidak masuk akal. Sekalipun terkadang mereka marah dan sangat jengkel di dalam hatinya, dan pilihan kata mereka kurang tepat, hal-hal yang mereka katakan bukanlah argumen yang menyimpang atau kekeliruan; melainkan argumen yang masuk akal dan dapat dibenarkan. Apa artinya "dapat dibenarkan"? Itu berarti, meskipun apa yang mereka katakan belum tentu sesuai dengan kebenaran, di mata kebanyakan orang, "penalaran" ini dapat diterima; umumnya diakui sebagai sesuatu yang benar, dan tak seorang pun menentangnya. Orang seperti itu adalah orang yang bernalar.

Kedua aspek ini, hati nurani dan nalar, telah dijelaskan dengan gamblang. Perwujudan utama memiliki kemanusiaan adalah dua hal ini: Yang satu adalah memiliki hati nurani, dan yang lain adalah memiliki nalar. Katakan kepada-Ku, apakah kedua aspek ini hampa atau tidak? (Tidak.) Bukankah keduanya sangat nyata? (Ya.) Keduanya sangat nyata, dan tidak hampa. Lalu, mengapa umat manusia tidak menganjurkannya? Karena orang yang berhati nurani memiliki integritas dan kebaikan, dan orang yang berintegritas dan baik hati, di tengah tren-tren jahat dan di antara umat manusia yang jahat dan rusak ini, dianggap menjijikkan, serta sangat tidak penting, dipandang rendah oleh semua orang. Jika engkau adalah orang yang berintegritas dan baik hati, mereka bahkan akan menginterogasimu: "Apa gunanya kau berintegritas dan baik hati? Apakah kau memiliki pengetahuan? Apakah kau memiliki status sosial? Apakah kau memiliki ketenaran atau kekuasaan di tengah masyarakat?" Engkau berkata, "Aku tidak memiliki ketenaran atau kekuasaan; aku hanyalah orang yang agak berintegritas dan baik hati." Orang-orang akan mentertawakan dan menolakmu dengan jijik. Di mata mereka, memiliki hati nurani, serta berintegritas dan baik hati bukanlah modal—tanpa pengetahuan, status, ketenaran, atau kekuasaan, engkau tidak akan mencapai apa pun di tengah masyarakat. Mereka berkata, "Kau memiliki hati nurani, tetapi seberapa berhargakah hati nurani itu? Apa yang dapat kaulakukan? Dapatkah kau menggunakan intrik dan siasat atau menipu orang? Dapatkah kau memenangkan hati orang dan membuat mereka mendukungmu?" Engkau tidak dapat melakukan semua ini. Jika engkau memiliki hati nurani, jika engkau memiliki integritas dan kebaikan—kedua aspek kemanusiaan ini—engkau tidak akan tertarik pada hal-hal yang ditemukan di tengah tren jahat masyarakat, engkau tidak akan mengikuti tren-tren ini, sehingga engkau tidak akan mencapai apa pun di tengah masyarakat dan akan dikucilkan oleh orang-orang. Mengapa mereka akan mengucilkanmu? Karena kebanyakan orang mengagungkan tren-tren jahat, dan tren-tren jahat telah menjadi hal yang diterima secara umum di tengah masyarakat—jika engkau bertindak berdasarkan hati nuranimu dan menangani segala sesuatunya dengan tidak berpihak, orang lain akan menganggapmu sebagai orang aneh dan akan mengucilkan dirimu. Di gereja, jika engkau mampu mengandalkan hati nuranimu dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran dalam ucapan dan tindakanmu, serta berani menyingkapkan dan menelaah orang jahat, maka mereka yang berasal dari setan akan kehilangan kedudukan mereka dan tersingkap; intrik dan siasat mereka, serta natur Iblis mereka yang membenci kebenaran, akan tersingkap sepenuhnya. Oleh karena itu, orang-orang yang berasal dari setan ini terutama takut akan keberadaan orang-orang di gereja yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran. Setiap kali bertemu siapa pun yang memahami kebenaran, mereka mengucilkan dan menekan mereka, karena sangat takut bahwa mereka yang memahami kebenaran akan bangkit untuk menyingkapkan mereka, sehingga membuat mereka tersingkap dan disingkirkan. Mereka didorong oleh natur Iblis yang mereka miliki untuk bertindak seperti ini. Di rumah Tuhan, mereka yang berasal dari setan tidak mampu tetap teguh, justru karena di rumah Tuhan, kebenaranlah yang berkuasa, Tuhanlah yang berkuasa. Namun berbeda halnya di dunia orang tidak percaya. Karena ateisme dan tren-tren jahat merajalela di dunia ini, orang yang memiliki kemanusiaan tidak dapat menemukan kedudukan yang kokoh di tengah tren-tren jahat dan di antara umat manusia yang jahat dan rusak ini. Sementara itu, orang yang kejam dalam taktik mereka, yang berbahaya, dan licik sering kali menjadi pemimpin, menjadi orang-orang yang menonjol, mereka yang disebut orang-orang terkemuka di kalangan masyarakat. Orang yang memiliki kemanusiaan, apa pun kualitas, karunia, kelebihan, atau bakat mereka, dikucilkan dan tidak memiliki kesempatan untuk maju. Selama mereka mengucapkan beberapa perkataan yang adil atau menangani masalah dengan tidak berpihak, orang-orang jahat dan para setan itu akan menyiksa mereka. Oleh karena itu, umat manusia yang jahat ini, yang berasal dari setan, mengabaikan hati nurani; hanya orang yang memiliki kemanusiaan yang berhati nurani. Mengenai nalar, perwujudan memiliki nalar adalah bahwa apa pun yang menimpa seseorang, mereka mampu memperlakukannya secara rasional, berbicara dan bertindak adil, mereka tidak akan bertindak berdasarkan perasaan, ketenaran, atau status mereka, dan mereka tidak akan memaksa atau mengekang orang lain. Mereka mampu memperlakukan suatu masalah secara rasional: Jika benar, maka itu benar; jika tidak benar, maka itu tidak benar; jika tepat, maka itu tepat; jika salah, maka itu salah. Mereka menilai segala sesuatu secara tidak berpihak dan melakukan segala sesuatu secara adil, berdasarkan prinsip, dan tidak melanggar batas-batas moral kemanusiaan. Seperti inilah perwujudan memiliki nalar. Kedua hal ini, hati nurani dan nalar, tidak akan bertahan di tengah masyarakat, terutama di negara-negara jahat dan di tengah tren-tren jahat, di mana keduanya bahkan lebih tidak berlaku dan tidak dapat dipertahankan. Namun, hati nurani dan nalar justru merupakan dua ciri utama yang dimiliki kemanusiaan normal, dan keduanya juga merupakan ciri yang seharusnya dimiliki umat manusia. Hanya ketika engkau memiliki kedua ciri ini, barulah engkau adalah manusia sejati. Jika engkau adalah orang yang memiliki hati nurani dan kemanusiaan, maka di satu sisi, engkau akan sangat berprinsip dalam caramu berperilaku dan akan mampu memperlakukan orang lain dengan cara yang relatif adil. Seperti apa pun hubunganmu dengan seseorang, atau entah mereka pernah menyakitimu atau tidak, engkau mampu memperlakukan mereka dengan benar dan menilai mereka secara objektif. Inilah integritas, sebuah ciri kemanusiaan. Selain itu, jika engkau memiliki kebaikan, yakni ciri lain kemanusiaan, engkau akan memiliki batasan tertentu ketika berurusan dengan orang lain atau melakukan sesuatu, yang dapat mengendalikanmu agar tidak berbicara atau bertindak bertentangan dengan hati nuranimu. Misalnya, orang jahat selalu mengucapkan perkataan yang menyimpang dan melontarkan argumen yang menyimpang, menganggap hitam sebagai putih, dan memutarbalikkan fakta. Mereka menyimpan dendam dan mencoba memikirkan segala cara dalam mencari kesempatan untuk menyiksa dan membalas dendam kepada siapa pun yang merugikan mereka atau yang telah menyakiti atau menargetkan mereka. Namun, bagi orang yang memiliki kemanusiaan, karena mereka memiliki integritas dan kebaikan, yang merupakan bagian dari hati nurani, sekalipun seseorang telah menyakiti atau menipu mereka, dan mereka ingin membalas dendam, dan mereka mungkin mengatakan sesuatu yang kasar seperti, "Aku membencinya sampai ke lubuk hatiku!" Di saat-saat mereka gampang marah, ketika dihadapkan dengan kesempatan nyata untuk membalas dendam, hati mereka melunak, dan mereka mengalah; mereka tak mampu mendorong diri mereka untuk melakukannya, mereka merasa tidak tega. Tak lama kemudian, mereka tak dapat lagi membangkitkan kebencian ini. Seperti inilah orang yang baik hati itu. Jika seseorang telah menipu atau menyakitimu, dan engkau memiliki kesempatan untuk membalas dendam, kesempatan untuk melihat musuhmu menderita hukuman dan pembalasan, akan dapatkah engkau bertindak dan melakukan sesuatu untuk membalas dendam terhadap mereka? Ketika engkau merasa geram, engkau mungkin berkata, "Aku pasti akan membalas dendam terhadap mereka! Mereka benar-benar mengerikan dan kejam!" Namun, ketika kesempatan untuk membalas dendam benar-benar datang, engkau tak dapat mendorong dirimu untuk melakukannya. Engkau akan berkata, "Lupakan saja, itu sudah lama sekali. Anggaplah itu sudah berakhir." Engkau tidak akan mengejarnya tanpa henti, dan engkau juga tidak akan bersikeras melihat musuhmu mengalami hukuman atau akhir yang buruk. Engkau tidak akan hidup dengan kebencian yang terus-menerus di dalam hatimu; setelah beberapa saat, kebencian itu akan sirna. Inilah perwujudan memiliki hati yang baik. Kebaikan adalah perwujudan dari ciri orang yang memiliki hati nurani, dan juga ciri memiliki golongan sebagai manusia. Tentu saja, di mata beberapa orang, kebaikan adalah kelemahan. Beberapa orang tidak percaya bahkan mungkin menganggapmu tidak bernyali dan bahkan memanas-manasimu, dengan berkata, "Kau harus kejam dan berhati dingin. Ketika kesempatan untuk membalas dendam tiba, kau harus balas dendam, taklukkan sendiri mereka, dan bunuh musuhmu dengan tanganmu sendiri." Namun, engkau merenungkan, "Jika kubunuh musuhku dengan tanganku sendiri, bukankah itu berarti aku melakukan kejahatan? Kehidupan mereka tidak memengaruhiku; hanya saja satu hal yang mereka lakukan itu memang keterlaluan dan menyakitiku, tetapi semua itu sudah berlalu." Seiring waktu, engkau mendapati dirimu tidak lagi membenci mereka. Ada orang-orang yang menganggapmu terlalu pengecut, tidak cukup kejam. Engkau sendiri juga merasa bingung: "Mengapa aku tidak dapat bersikap kejam? Mengapa aku selalu bersikap lunak terhadap musuh-musuhku dan tidak mampu menyimpan dendam?" Di mata sebagian orang, memiliki hati yang baik adalah kelemahan dalam kemanusiaan. Padahal sebenarnya, itu adalah ciri kemanusiaan, bukan? (Ya.)

Kita tidak akan membahas lebih terperinci tentang hati nurani dan nalar, dua komponen penting dari ciri kemanusiaan tersebut. Mari kita membahas dua aspek lain yang lebih spesifik, yang paling mudah diabaikan atau yang tidak pernah orang sadari. Jika kita hanya mengatakan bahwa orang memiliki hati nurani dan nalar kemanusiaan, hal ini terdengar relatif umum bagi orang-orang, dan akan sangat sulit untuk menentukan hal-hal apa yang telah orang lakukan atau perwujudan apa yang mereka miliki yang memperlihatkan bahwa mereka benar-benar memiliki hati nurani dan nalar, dan sulit untuk menilai apakah mereka benar-benar memiliki kemanusiaan yang normal. Oleh karena itu, kita tidak akan bersekutu dari sudut perwujudan spesifik hati nurani dan nalar, tetapi dari dua aspek lainnya. Artinya, jika orang memiliki esensi kemanusiaan, maka di satu sisi, mereka mampu membedakan yang benar dan yang salah, dan selain itu, mereka juga tahu apa yang benar dan apa yang tidak benar. Apakah seseorang itu memiliki kedua aspek ini, itu cukup untuk memperlihatkan apakah mereka memiliki hati nurani dan nalar. Ini adalah cara yang lebih spesifik untuk menelaah apakah kemanusiaan seseorang memiliki hati nurani dan nalar. Hanya ketika orang memiliki kedua aspek ini—membedakan yang benar dan yang salah serta mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar—barulah itu benar-benar memperlihatkan bahwa mereka memiliki hati nurani dan nalar kemanusiaan. Jika mereka tidak memiliki kedua aspek ini, maka klaim mereka bahwa mereka memiliki hati nurani dan nalar adalah salah dan tidak sesuai dengan fakta. Mari kita melihat terlebih dahulu tentang mampu membedakan yang benar dan yang salah. "Membedakan" berarti mengerti, mengetahui, menyadari, dan memahami. Apa arti "yang benar dan yang salah"? Yang benar dan yang salah mengacu pada hal positif dan hal negatif. Lalu apa arti mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar? Misalnya, "Manusia diciptakan oleh Tuhan". Apakah pernyataan ini benar atau tidak benar? (Benar.) "Manusia berevolusi dari kera". Apakah pernyataan ini benar atau tidak benar? (Tidak benar.) Jika engkau dapat membedakan dan menilai pandangan mana yang benar dan mana yang tidak benar, ini berarti mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Para setan berkata, "Manusia berevolusi dari kera." Setelah mendengarnya, engkau berkata, "Itu tidak benar. Manusia diciptakan oleh Tuhan." Maka dalam hal ini, engkau tidak bingung, dan engkau tahu apa yang benar dan apa yang tidak benar. Lalu, apakah ada perbedaan antara benar dan tidak benar, serta benar dan salah? (Ya.) "Tuhan berdaulat atas nasib seluruh umat manusia." Apakah pernyataan ini benar atau tidak benar? (Benar.) "Manusia mengendalikan nasibnya sendiri." Apakah pernyataan ini benar atau tidak benar? (Tidak benar.) "Berapa lama seseorang hidup, itu bergantung pada cara mereka merawat diri sendiri dan menjaga kesehatan." Apakah pernyataan ini benar atau tidak benar? (Tidak benar.) "Umur seseorang ditentukan oleh Tuhan." Benar atau tidak benar? (Benar.) Sekarang engkau tahu apa arti mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar, bukan? (Ya.) Selanjutnya, mari kita melihat tentang mampu membedakan yang benar dan yang salah. Mengacu pada apakah "benar dan salah" yang baru saja kita sebutkan? (Hal positif dan hal negatif.) Misalnya, menjadi orang yang jujur—apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal positif.) Bagaimana dengan "Uang membuat dunia berputar"? (Itu hal negatif.) Siapa yang dapat memberikan contoh lainnya? (Sangat wajar dan dapat dibenarkan bagi manusia untuk menyembah Tuhan. Ini adalah hal yang positif.) Lalu bagaimana dengan membakar dupa dan menyembah Buddha? (Itu adalah hal negatif.) Mencari kebenaran dalam melakukan segala sesuatu. (Itu adalah hal positif.) Mengikuti kemauan sendiri dan membuat keputusan sepihak dalam apa pun yang dilakukan. (Itu adalah hal negatif.) Engkau tahu mana yang positif dan mana yang negatif, serta mampu menilai pandangan mana yang benar dan mana yang tidak benar—ini disebut mampu membedakan yang benar dan yang salah serta mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Memiliki wawasan dan pemahaman ini, serta memiliki kemampuan untuk membedakan hal-hal ini dalam hatimu—ini menunjukkan bahwa engkau adalah orang yang memiliki kualitas kemanusiaan. Mampu membedakan yang benar dan yang salah serta mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar berarti bahwa dalam kemanusiaan seseorang, terdapat kemampuan bawaan untuk mengidentifikasi beberapa hal positif dan hal negatif. Selain itu, terdapat juga kesadaran dan perasaan dalam hati mereka tentang apakah hal-hal tertentu itu benar atau tidak benar. Bahkan tanpa mendengar kebenaran atau memahami kebenaran, kemanusiaan mereka memiliki kemampuan membedakan semacam ini. Sekalipun mereka tidak dapat mengungkapkannya, di dalam hatinya, mereka tahu hal mana yang positif dan mana yang negatif, dan mereka tahu bahwa hal-hal negatif itu tidak benar. Jika di dalam hatinya, mereka juga memiliki perasaan benci dan mampu menolak serta tidak mengikuti hal-hal ini, itu jauh lebih baik. Ketika mereka tidak memahami kebenaran, sekalipun mereka tidak mampu membedakan hal positif dan hal negatif dengan sangat jelas, di dalam hatinya, mereka memiliki perasaan yang berbeda dan cara yang berbeda dalam memperlakukan hal positif dan hal negatif. Misalnya, mengenai beberapa tren jahat di tengah masyarakat, ketika orang yang memiliki kemanusiaan melihat tren-tren jahat ini, mereka merasakan kebencian yang mendalam di hati mereka. Mereka merasa bahwa hal-hal ini bukanlah jalan yang benar, bukan hal yang positif, dan bukan hal yang seharusnya dikejar atau dilakukan orang. Meskipun, sebagai orang yang hidup di lingkungan sosial ini, mereka tak punya pilihan selain mengikuti tren-tren jahat, di lubuk hatinya, mereka membencinya. Sembari membencinya, mereka juga mencari setiap kesempatan untuk melepaskan diri dari lingkungan ini atau memikirkan segala cara untuk menghindarinya dan menolak tren-tren jahat ini.

Membedakan yang benar dan yang salah sangat penting bagi manusia. Karena benar dan salah berkaitan dengan hal positif dan hal negatif, menurut engkau semua, hal-hal apa yang merupakan hal positif, dan hal-hal apa yang merupakan hal negatif? (Percaya kepada Tuhan, mengikuti Tuhan, menyembah Tuhan, tunduk kepada Tuhan, serta melaksanakan tugas dan menjadi orang yang jujur—semua itu adalah hal positif. Berbohong dan menipu, menentang Tuhan, memberontak terhadap Tuhan, mengkhianati Tuhan—semua itu adalah hal negatif.) (Hal positif terutama berasal dari Tuhan dan sesuai dengan kebenaran. Misalnya, berbagai hasil yang dicapai oleh pekerjaan Tuhan, serta pengetahuan sejati yang orang miliki tentang watak dan esensi Tuhan, semua itu adalah hal positif dan semuanya sesuai dengan kebenaran.) Jangan menganggap hal-hal positif sangat hampa atau sangat muluk. Sebenarnya, hal-hal positif adalah berbagai orang, peristiwa, serta hal positif dan tepat yang bermanfaat bagi manusia. Apa pun yang bermanfaat bagi manusia, apa pun yang bermanfaat dan tidak merugikan kehidupan normal mereka, adalah hal positif. Misalnya, apakah aturan dan hukum alam merupakan hal positif? (Ya.) Firman Tuhan semuanya adalah kebenaran dan semuanya adalah hal positif; segala sesuatu yang berkaitan dengan kebenaran adalah hal positif. Perbekalan hidup dan kebenaran yang Tuhan berikan kepada umat manusia, serta isi pekerjaan Tuhan dalam mengelola dan menyelamatkan umat manusia, adalah hal-hal positif yang berkaitan dengan kebenaran. Semua tuntutan Tuhan terhadap manusia, setiap firman Tuhan, prinsip-prinsip penerapan untuk berbagai kebenaran—semua ini adalah hal positif. Selain pekerjaan Tuhan dalam mengelola umat manusia, ada banyak hal positif lainnya yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan tidak berbahaya bagi manusia. Dapatkah engkau semua melihat hal-hal itu? Dapatkah engkau mengidentifikasi hal-hal tersebut? Mampukah di lubuk hatimu, engkau menerima dan menyetujui hal-hal tersebut? Mampukah engkau mematuhi, beradaptasi, dan mengikutinya? Misalnya, apakah hukum tentang keempat musim adalah hal yang positif? (Ya.) Di musim semi, udara menghangat dan bunga-bunga bermekaran, segala sesuatu tumbuh dan segar kembali, es dan salju mencair. Apakah ini hal yang positif? (Ya.) Di musim panas, matahari bersinar terang, sinarnya menyengat, dan segala sesuatu tumbuh dengan cepat, berjemur di bawah sinar matahari. Apakah ini hal yang positif? (Ya.) Di musim gugur, panas yang menyengat berangsur-angsur memunculkan langit yang cerah dan udara yang segar; berbagai tanaman berangsur-angsur matang, menghasilkan biji dan buah, menghasilkan panen. Apakah ini hal yang positif? (Ya.) Di musim dingin, suhu turun, cuaca berangsur-angsur menjadi dingin, dan terkadang turun salju. Meskipun tidak semenyenangkan, senyaman, atau sebebas musim-musim lainnya, di musim dingin, segala sesuatu dapat menyimpan energi mereka, dan umat manusia juga beristirahat serta memulihkan diri. Jadi, apakah hukum ini adalah hal yang positif? (Ya.) Saat matahari terbit, burung lark berkicau, burung-burung pagi berkicau, mengingatkan manusia bahwa hari sudah pagi dan saatnya bangun, bahwa mereka harus mulai berjerih payah untuk hidup, untuk penghidupan, dan untuk kelangsungan hidup umat manusia. Apakah ini hal yang positif? (Ya.) Umat manusia bangun mendengar kicauan burung-burung pagi dan burung lark lalu mulai berjerih payah pada hari itu. Ini adalah hal yang positif. Pada malam hari, berbagai serangga dan makhluk, sesuai dengan hukumnya masing-masing, melakukan segala macam aktivitas—ada yang keluar untuk mencari makan dan ada yang mulai bersuara. Pada saat ini, umat manusia menjadi tenang dan lambat laun tertidur. Mendengarkan kicauan derik jangkrik, diiringi oleh suara-suara dari berbagai makhluk dan aktivitas malam mereka, manusia pun terhanyut ke alam mimpi, tidur dengan begitu nyenyak, begitu bahagia, dan damai. Apakah ini hal yang positif? (Ya.) Bagi manusia, hal-hal positif ini adalah hal-hal yang sering terjadi. Engkau dapat menerima berbagai tanda dan sinyal dari hal-hal ini, dan engkau juga dapat merasakan manfaat yang dibawa hal-hal ini dalam hidupmu, serta berbagai perubahan dan pengaruh yang dibawa hal-hal tersebut saat engkau menjalani hidupmu. Jika engkau memiliki respons yang benar dan pemahaman yang benar tentang keberadaan berbagai hal positif di sekitarmu, serta memiliki cara yang tepat dalam memperlakukan hal-hal positif ini, itu memperlihatkan bahwa engkau adalah orang yang memiliki pemahaman tentang yang benar dan yang salah, bahwa engkau responsif, peka, dan perseptif terhadap lingkungan hidup yang terbentuk dari segala sesuatu yang Tuhan ciptakan, serta memiliki hati yang bersyukur atas pengaruh semua hal di sekitarmu ini atau atas keberadaan hal-hal ini dalam hidupmu. Itu memperlihatkan bahwa engkau mampu merasakan bahwa keberadaan Tuhan dan segala sesuatu yang telah Dia ciptakan begitu nyata, serta merasakan manfaat dari semua hal itu bagimu dan pengaruhnya terhadapmu dalam berbagai aspek. Jika engkau mampu memperoleh pesan-pesan semacam itu dan memiliki perasaan-perasaan ini, berarti engkau adalah orang yang mampu memahami yang benar dan yang salah serta memiliki kemanusiaan. Engkau mampu memahami hal-hal positif dengan benar, mampu beradaptasi dengannya, mengikutinya, dan hidup berdampingan dengannya. Engkau bukan saja tidak merasa jijik akan hal-hal ini; sebaliknya, karena engkau percaya kepada Tuhan dan memahami beberapa kebenaran, engkau bahkan lebih yakin bahwa semua hal positif ini berasal dari Tuhan, dari Sang Pencipta, dan engkau dapat lebih bersyukur atas keberadaan hal-hal positif ini. Seiring dengan itu, di dalam hatimu, engkau merasa jijik dan muak terhadap hal-hal negatif. Jadi, apa sajakah hal-hal negatif itu? (Pencemaran lingkungan, pemanfaatan yang berlebihan.) Merusak dan mencemari lingkungan, penebangan liar, pemanfaatan dan eksploitasi yang berlebihan—semua ini adalah hal negatif. Selain itu, hal-hal apa lagi yang engkau semua rasakan negatif, dan di dalam hatimu, engkau jelas merasa muak akan hal tersebut? Umat manusia selalu ingin menaklukkan alam—apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Misalnya, beberapa tempat sering kali mengalami badai, sehingga beberapa orang selalu merenung, "Badai ini menerbangkan debu ke mana-mana, menghancurkan rumah dan ladang. Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk membangun tembok yang dapat menghalanginya, untuk menunjukkan bahwa teknologi manusia sudah maju dan kemampuan manusia telah menjadi makin kuat." Apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Di dalam hatimu, bagaimana perasaan engkau semua setelah mendengar perkataan mereka? (Kurasa orang-orang itu melebih-lebihkan kemampuan mereka sendiri.) Tepat seperti itu. Beberapa tempat ditutupi padang rumput yang luas, sehingga beberapa orang berkata, "Para penggembala hidup nomaden di padang rumput, dan mereka hampir tidak mendapatkan makanan enak sepanjang tahun. Selama setengah tahun, mereka selalu berada di tempat terbuka, menggembalakan sapi dan domba di padang rumput. Kapankah hari-hari sulit ini akan berakhir? Kita harus mencari cara untuk meningkatkan kehidupan para penggembala, mengubah padang rumput dan tanah-tanah berumput menjadi gedung dan kota, sehingga para penggembala tidak lagi harus bertahan hidup dengan menggembala. Dengan demikian, mereka akan menikmati kehidupan yang lebih baik, dan mereka akan berterima kasih kepada negara dan pemerintah." Apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Dapatkah engkau semua merasakan bahwa melakukan seperti ini adalah hal negatif? Mengubah padang rumput menjadi gedung dan kota—ini adalah pemikiran dan sudut pandang yang keliru; penerapan ini sangat tak masuk akal! Engkau semua tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang hal ini, bukan? Engkau semua berpikir, "Ini urusan pemerintah, kita tidak bisa berbuat apa-apa," dan engkau semua tidak merasakan apa pun tentang hal ini. Selain itu, umat manusia selalu mengembangkan pengeksplorasian ruang angkasa, selalu ingin pergi ke bulan, untuk mengamati Mars dan Jupiter. Mereka bahkan ingin menjelajahi matahari, tetapi karena suhu matahari terlalu tinggi, mereka tidak dapat pergi ke sana. Jadi, mereka membangun pesawat ruang angkasa untuk mengatasi gravitasi bumi dan terbang ke bulan dan Mars. Apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Ini adalah hal negatif. Jadi, adakah hal positif yang berkaitan dengan sains? Adakah klaim yang positif dan sesuai dengan hukum alam mengenai segala sesuatu yang Tuhan ciptakan? (Beberapa alat yang diciptakan dan diproduksi melalui cara-cara ilmiah, seperti komputer, dapat meningkatkan efisiensi kerja kita. Ini adalah hal positif.) Ini bukan hal positif juga bukan hal negatif. Semua itu hanyalah alat. Semua itu tidak ada kaitannya dengan pemikiran, teori, atau argumen tertentu. Hal-hal positif dan negatif yang kita bicarakan berkaitan dengan esensi dan hal-hal mendasar dari segala sesuatu, dan juga motif di balik berbagai proyek penelitian ilmiah yang dilakukan oleh umat manusia. Berdasarkan hal-hal ini, kita menentukan apakah sesuatu itu positif atau negatif. Lalu, apa lagi hal-hal negatif lainnya? (Sekarang ini, umat manusia tidak mengikuti hukum pertumbuhan segala sesuatu, tetapi menggunakan cara-cara ilmiah untuk mengubah hukum tersebut. Misalnya, ayam diberi pakan yang mengandung hormon dan dapat siap dipasarkan dalam tiga puluh hari, dan sayuran serta buah-buahan yang tidak sedang musim dibudidayakan. Tampaknya sains dan teknologi telah maju, tetapi hal ini melanggar hukum pertumbuhan segala sesuatu dan bertujuan untuk memuaskan hasrat manusia akan makanan. Ini adalah hal negatif.) Ini adalah hal negatif. Ada orang-orang yang ingin menaklukkan harimau dan singa. Mereka melihat bahwa harimau itu terlihat tangguh—bahkan harimau menguap pun membuat orang merasa takut—jadi mereka ingin menaklukkannya, lalu mencabut taringnya dan memeliharanya di halaman mereka, membuat harimau menjaga rumah mereka seperti anjing. Apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Ini adalah hal negatif. Segala sesuatu yang dilakukan manusia dan berbagai hal yang mereka ciptakan untuk mengejar kenikmatan duniawi dengan menggunakan berbagai cara ilmiah dan cara-cara yang bertentangan dengan hukum alam, semuanya merupakan hal negatif, bukan hal positif, karena kerugian yang ditimbulkannya terhadap umat manusia terlalu besar, dan kerusakannya terhadap lingkungan hidup manusia terlalu parah. Contohnya, beberapa tempat sangat gersang, sehingga pemerintah menggunakan pesawat terbang untuk menyebarkan partikel penyemaian awan untuk memicu curah hujan. Apakah ini hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Beberapa tempat mendapatkan terlalu banyak curah hujan, yang menyebabkan banjir, sehingga pemerintah mengerahkan pesawat terbang untuk menyebarkan awan untuk mengendalikan curah hujan. Bukankah ini melanggar dan merusak hukum alam? (Ya.) Merusak hukum alam, melanggar hukum alam, tidak mematuhi hukum alam, berbuat sesuka hati, memamerkan teknologi manusia yang canggih—semua ini adalah hal negatif. Selain ini, ada lagikah hal negatif lainnya? Apakah melakukan penelitian tentang partikel biologis dan modifikasi genetik merupakan hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Karena penelitian ilmiah dalam hal genetika yang telah dilakukan, orang dapat mengonsumsi lebih banyak makanan yang dimodifikasi secara genetik. Jadi, apakah makanan yang dimodifikasi secara genetik merupakan hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Mengapa kaukatakan itu negatif? Ada orang-orang yang berkata, "Ini adalah pencapaian ilmiah, yang bertujuan memungkinkan lebih banyak orang memiliki cukup makanan dan tidak kelaparan. Selain itu, orang telah mengonsumsi makanan yang dimodifikasi secara genetik selama beberapa dekade, dan tumbuh tinggi dan tegap—terutama anak-anak muda sekarang ini tubuhnya lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Semua ini berkat kontribusi sains bagi umat manusia. Karena makanan yang dimodifikasi secara genetik membawa manfaat yang begitu besar bagi manusia, mengapa itu dikatakan sebagai hal yang negatif?" Dapatkah engkau semua menjelaskan hal ini? (Meskipun orang-orang sekarang tubuhnya lebih tinggi, kondisi tubuh mereka makin buruk, dan mereka tertular lebih banyak penyakit—semua ini disebabkan karena orang mengonsumsi makanan yang diolah secara ilmiah. Jadi, itu adalah hal negatif.) Di luarnya, makanan yang dimodifikasi secara genetik tampak bermanfaat bagi manusia—tubuh orang-orang menjadi lebih tinggi dan lebih tegap—tetapi kondisi tubuh mereka telah memburuk. Secara keseluruhan, makanan tersebut berdampak negatif pada manusia, lebih merugikan mereka daripada menguntungkan. Entah orang menganggapnya bermanfaat atau merugikan, makanan tersebut merupakan hal negatif, sama sekali bukan hal positif, karena hal-hal itu melanggar hukum alam yang Tuhan ciptakan, dan bertentangan dengan fungsi yang seharusnya dimiliki berbagai makhluk hidup asli yang Tuhan ciptakan dalam tubuh manusia. Dampaknya pada manusia mungkin tidak terasa pada awalnya, tetapi setelah dua puluh tahun, akibat buruknya menjadi nyata: Banyak orang mulai mengidap berbagai macam penyakit aneh, dan bahkan kesuburan mereka pun terpengaruh. Ini cukup untuk membuktikan bahwa makanan semacam itu bukanlah hal positif. Meskipun dari perspektif manusia, makanan hasil rekayasa genetika merupakan produk teknologi, suatu kontribusi ilmu pengetahuan bagi umat manusia, dari perspektif hal positif dan hal negatif, semua itu sama sekali bukanlah hal positif.

Umat manusia selalu berusaha untuk meneliti bulan dan mengeksplorasi apakah ada planet lain yang cocok untuk dihuni manusia. Apakah penelitian ilmiah ini, sudut pandang ini, merupakan hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Mengapa merupakan hal negatif? (Tuhan menciptakan manusia untuk hidup di Bumi; Dia tidak pernah bermaksud agar kita hidup di planet lain. Manusia selalu ambisius dan ingin pergi ke mana-mana. Pada akhirnya, itu hanya membuang-buang tenaga, dan mereka tidak bisa pergi ke mana pun.) Dari perspektif manusia, meneliti hal-hal ini cukup normal; ini menciptakan kondisi kehidupan untuk masa depan umat manusia, yang merupakan hal yang baik. Banyak fungsi yang Tuhan tetapkan di Bumi telah hancur; berbagai bencana sering terjadi, lingkungan hidup di Bumi telah rusak, udara, air, dan tanah semuanya tercemar parah, dan semua jenis makhluk hidup menghadapi kepunahan. Hidup di Bumi menjadi sulit. Beberapa lembaga penelitian ilmiah kemudian mulai meneliti planet lain, berharap umat manusia dapat pergi ke planet lain dan menetap di sana. Mereka percaya bahwa, agar keturunan umat manusia dapat bertahan hidup, orang harus mempersiapkan diri terlebih dahulu—jika mereka tidak mempersiapkan diri sekarang dan umat manusia tidak dapat bertahan hidup di Bumi di masa mendatang, bukankah tidak akan ada jalan keluar bagi umat manusia? Jadi, apakah sudut pandang ini, penelitian ilmiah ini, pada akhirnya merupakan hal negatif atau hal positif? (Hal negatif.) Atas dasar apa kaukatakan bahwa itu adalah hal negatif? (Atas dasar bahwa Tuhan sama sekali tidak menyiapkan kondisi yang ramah bagi manusia untuk hidup di planet lain. Jangankan planet lain, bahkan tempat-tempat yang sangat panas dan sangat dingin di Bumi pun tidak cocok untuk dihuni manusia. Namun, manusia selalu ambisius, selalu ingin melepaskan diri dari kedaulatan Tuhan dan pengaturan Tuhan, ingin tinggal di planet lain—ini bertentangan dengan pengaturan dan ketetapan Tuhan. Oleh karena itu, ini adalah hal negatif.) Tuhan menciptakan Bumi—sebuah lingkungan hidup yang indah—untuk manusia, tetapi manusia tidak mengelolanya dengan baik. Mereka selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan industri modern, dan akibatnya, mereka telah menghancurkan lingkungan ekologi Bumi dan mencemari udara, air, bahkan tanah. Manusia tidak lagi memiliki akses ke berbagai biji-bijian dan sayuran organik, dan mereka pun terjangkit segala macam penyakit. Bertahan hidup di Bumi menjadi sulit, dan kini mereka berpikir untuk pergi ke planet lain, tanpa mempertimbangkan apakah daging mereka yang fana itu bahkan mampu pergi ke sana. Manusia, daging yang fana ini, hanya cocok untuk menghuni Bumi, dan hanya dapat melakukannya di Bumi. Ini adalah ketetapan Tuhan. Ke mana manusia bisa pergi hanya dengan mengandalkan berbagai kondisi bawaan mereka? Burung dapat mengepakkan sayap dan terbang tinggi ribuan meter ke udara, tetapi manusia sendiri tidak dapat terbang ke udara; mereka membutuhkan bantuan pesawat terbang. Namun, terbang dengan pesawat terbang terkadang berbahaya. Oleh karena itu, manusia paling cocok hidup di Bumi. Atribut fisik manusia sesuai dengan tanah di Bumi, dan dengan semua aspek kondisi kehidupan di Bumi, dengan segala sesuatunya, dengan keempat musim, dan hukum alam. Oleh karena itu, umat manusia hanya bisa disebut penduduk Bumi. Hukum-hukum kelangsungan hidup manusia dan kondisi-kondisi kehidupan ini telah ditetapkan sebelumnya bagi manusia ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, umat manusia hanya cocok untuk bertahan hidup di Bumi, bukan untuk menghuni planet lain. Umat manusia telah merusak dan menghancurkan Bumi hingga Bumi menjadi tak layak huni, dan mereka ingin meninggalkannya begitu saja, selalu berusaha untuk menghuni planet lain. Ini adalah perjuangan yang sia-sia. Penerapan ini tidak sejalan dengan hukum alam yang Tuhan tetapkan bagi penduduk bumi; sebaliknya itu melanggar hukum kelangsungan hidup fisik bagi penduduk Bumi dan merupakan penerapan yang sangat tidak bijaksana. Jadi, itu adalah hal negatif. Sekalipun ada beberapa planet yang memiliki udara, dan penduduk Bumi dapat pergi ke sana untuk melihat-lihat, bukan berarti umat manusia dapat bertahan hidup di planet-planet tersebut. Bahkan di Bumi, engkau bisa pergi ke Kutub Selatan atau Kutub Utara untuk melihat-lihat, engkau bisa menginjakkan kaki di sana, tetapi jika engkau tinggal di sana selama bertahun-tahun, mampukah engkau menanggungnya? Ada juga beberapa tempat yang relatif panas dengan suhunya di atas enam puluh derajat Celcius sepanjang tahun; tempat-tempat itu juga tidak cocok untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia tidak cocok bertahan hidup untuk jangka panjang di beberapa tempat di Bumi karena lingkungan geografis yang khusus, apalagi hidup di planet lain. Itu bukan bagian dari pengaturan Tuhan. Berdasarkan karakteristik daging manusia, umat manusia ini hanya cocok untuk hidup di Bumi; ada alasan yang kuat untuk hal ini. Tujuan Tuhan menciptakan Bumi adalah untuk mengatur lingkungan hidup yang cocok bagi umat manusia. Jika engkau ingin melepaskan diri dari lingkungan semacam itu dan mencari jalan keluar lain, itu hanya akan membawa pada kehancuran. Oleh karena itu, ini adalah hal negatif. Jika engkau tahu bahwa selalu meneliti hunian di planet lain adalah hal negatif, tetapi di dalam hatimu, engkau tetap menyetujui umat manusia untuk melakukan penelitian ilmiah demi untuk menemukan cara hidup di planet lain, itu membuktikan bahwa ada masalah dengan kemanusiaanmu, bahwa engkau tidak memahami yang benar dan yang salah, bahwa engkau tidak dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar. Jika engkau jelas tahu bahwa jalan ini tidak memungkinkan, tetapi engkau tetap mendambakan dan berharap dapat hidup di planet lain di zaman berikutnya, berarti engkau bukanlah orang yang normal—engkau orang yang aneh.

Orang yang memahami yang benar dan yang salah, di satu sisi, mampu mencintai dan menerima hal-hal positif serta memiliki pemahaman yang jelas tentang hal-hal tersebut. Di sisi lain, mereka mampu mengenali hal-hal negatif, dan karena mereka memiliki kemanusiaan dan nalar, di dalam hatinya, mereka merasa muak dan jijik akan hal-hal negatif. Tentu saja, mereka juga mampu membenci, mengkritik, dan menyangkal hal-hal ini berdasarkan pemahaman mereka akan beberapa kebenaran. Jika engkau tidak mampu melakukan hal ini, berarti engkau bukanlah orang yang memahami yang benar dan yang salah. Dapat juga dikatakan bahwa engkau kurang dalam hal kemanusiaan. Jika engkau tidak memiliki kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam kemanusiaanmu, berarti ada kondisi sangat penting, ada komponen sangat penting yang tidak ada dalam kemanusiaanmu. Ini berarti engkau tidak memiliki kemanusiaan yang normal, dan engkau tidak dapat disebut sebagai manusia sejati. Ada orang yang mungkin berkata, "Contoh-contoh yang baru saja diberikan adalah beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar dalam kehidupan orang sehari-hari dan juga berkaitan dengan sains. Jika hal-hal tersebut adalah hal-hal negatif dan mengharuskan kita untuk mengenalinya, lalu haruskah kita menolaknya?" Itu tidak perlu. Membedakan yang benar dan yang salah berarti di dalam hatimu, engkau memiliki kemampuan membedakan hal positif dan hal negatif. Di dalam kemanusiaanmu, engkau memiliki standar penilaian, dan engkau tahu hal apa yang positif dan hal apa yang negatif. Engkau juga memiliki sikap yang jelas, tahu cara memperlakukan hal positif dan hal negatif. Engkau mampu menerima, mengikuti, dan beradaptasi dengan hal-hal positif, dan di dalam hatimu, engkau tidak memiliki penentangan atau kemuakan terhadap hal-hal tersebut. Sedangkan mengenai hal-hal negatif, di lubuk hatimu, engkau mampu mengenalinya, dan engkau mampu menolak, muak akan hal-hal itu, dan membencinya, bahkan memiliki sudut pandangmu sendiri tentang hal-hal tersebut, yang kaugunakan untuk mengkritiknya. Inilah sikap dan perwujudan yang seharusnya dimiliki oleh orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah. Namun, jika di dalam hatimu, engkau menolak dan membenci hal yang jelas-jelas positif, dan bahkan menganggapnya biasa-biasa saja dibandingkan dengan hal-hal negatif, juga menganggapnya terlalu biasa, terlalu lumrah, dan terlalu tidak layak untuk disebutkan. Di dalam hatimu, engkau juga mengagumi, merindukan, dan mengejar hal-hal negatif, dan bahkan menyetujui hal-hal negatif tersebut di tengah masyarakat dan di dunia. Selain itu, dengan cara apa pun kebenaran atau prinsip tentang cara membedakan dipersekutukan, engkau tidak dapat memahaminya ataupun menerimanya. Jika itulah yang terjadi, berarti kemanusiaanmu tidak normal. Jika engkau tidak memiliki persepsi atau sudut pandang yang jelas mengenai hal positif dan hal negatif karena engkau masih muda dan kurang pengalaman dalam hidup atau kurang wawasan, atau karena hal-hal ini belum ada kaitannya dengan dirimu atau belum memasuki kehidupanmu, maka belum dapat dikatakan bahwa engkau adalah orang yang tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah. Namun, setelah mempersekutukan apa arti hal positif dan apa arti hal negatif, jika di lubuk hatimu, engkau masih tidak dapat menerima atau mengikuti hal-hal positif, dan justru merasa muak dan membencinya, sambil dengan penuh semangat mengejar dan mendambakan hal-hal negatif, itu berarti engkau bukan orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah. Melihatnya dari titik ini, sangatlah jelas bahwa orang semacam ini tidak memiliki kemanusiaan. Hal tentang kemampuan membedakan yang benar dan yang salah ini menyingkapkan orientasi orang terhadap hal positif dan hal negatif, sehingga memungkinkan kita untuk menentukan termasuk golongan apa orang tersebut sebenarnya. Apa pun yang mereka temui, jika mereka cenderung ke arah hal negatif dan bukan hal positif, maka jelaslah bahwa orang ini tidak memiliki kemanusiaan dan tidak memiliki hati nurani dan nalar. Mengapa Kukatakan demikian? Mereka mendambakan hal-hal jahat, mendambakan berbagai usaha, proyek penelitian, atau aspek-aspek teknologi tertentu yang dianjurkan, disetujui, dan dilakukan oleh Iblis dan umat manusia yang jahat, bukannya mendambakan dan mengikuti aturan dan hukum asli dari hal-hal positif, yang berasal dari Tuhan. Jadi, orang-orang semacam itu jelas bukan manusia. Apakah ini jelas? (Ya.)

Kita baru saja membahas tentang kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam kemanusiaan yang orang miliki, tentang apakah orang mampu mengidentifikasi hal positif dan hal negatif. Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan membedakan seperti ini, padahal dalam hidupnya, orang sering bersentuhan baik dengan hal positif maupun dengan hal negatif. Contohnya, apakah emosi normal yang orang miliki—sukacita, marah, sedih, bahagia—adalah hal positif atau hal negatif? (Hal positif.) Bagaimana dengan pemberontakan manusia terhadap Tuhan? Apakah itu hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Bagaimana dengan keinginan berlebihan yang manusia tujukan terhadap Tuhan? Apakah itu hal positif atau hal negatif? (Hal negatif.) Dalam kehidupan mereka sehari-hari, orang benar-benar tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang banyak hal yang mereka temui. Ada hal-hal positif yang selalu menyertai orang dalam kehidupan dan keberadaan mereka; hal-hal tersebut memainkan peran yang sangat penting dalam hidup mereka, dan dampak positif dari hal-hal itu terhadap kelangsungan hidup manusia tidak dapat digantikan oleh dampak dari hal negatif apa pun. Namun, orang sering mengabaikan hal-hal positif ini, dan justru percaya bahwa banyak hal negatiflah yang selalu menyertai orang, yang menopang kehidupan mereka, dan menyertai dalam kelangsungan hidup mereka. Dari sini, dapat dilihat bahwa banyak orang sebenarnya tidak memiliki perasaan tentang hal-hal positif. Tidak terlalu bermasalah jika engkau tidak memiliki perasaan tentang hal-hal ini. Asalkan setelah mengetahui bahwa itu adalah hal positif, engkau tidak muak akan hal itu, dan bahkan di lubuk hatimu, mendambakan dan mencintainya, maka ini membuktikan bahwa kemanusiaanmu mendambakan hal-hal positif. Misalkan engkau mengetahui apa itu hal positif dan apa itu hal negatif, tetapi engkau tetap tidak mampu mendorong dirimu untuk menyukai hal-hal positif. Sebaliknya, di dalam hatimu, engkau memiliki kesukaan akan hal-hal negatif, engkau bahkan sangat tertarik akan hal-hal itu, dan, bahkan jika kondisinya memungkinkan dan engkau memiliki kesempatan, engkau pasti akan mengejar dan berusaha memperoleh hal-hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa mengenai orientasimu terhadap hal positif dan hal negatif, engkau mencintai hal negatif dan tidak mencintai hal positif. Jika engkau tidak mencintai hal positif, ini memperlihatkan bahwa engkau bukanlah sosok yang positif. Jika engkau bukan sosok yang positif, berarti engkau pasti bukan orang yang memiliki hati nurani dan nalar; engkau adalah sosok yang negatif. Jika engkau bukan orang yang memiliki hati nurani dan nalar, berarti engkau non-manusia, engkau bukan manusia. Misalnya, seseorang menanam tomat. Dia mendengar bahwa setelah tomat tumbuh, tomat-tomat itu dapat diubah dari hijau menjadi merah dalam semalam hanya dengan menggunakan bahan kimia, dan kemudian siap untuk dijual. Dia kemudian berpikir, "Ini bagus. Semua orang menjualnya dengan cara ini, jadi aku juga akan melakukannya. Dengan cara ini, aku bisa menjadi kaya, dan aku juga bisa makan tomat lebih awal. Ini sempurna!" Jadi, dia menjual tomat-tomat ini, dan dia sendiri memakannya. Seseorang mengingatkannya bahwa tomat yang dimatangkan dengan bahan kimia berbahaya bagi manusia, dan bahwa menjualnya sama saja dengan merugikan orang lain, tetapi dia menolaknya, dengan berkata, "Bagaimana bisa ini merugikan orang? Ini adalah buah dari penelitian ilmiah; ini adalah hal positif. Sains melayani umat manusia, dan karena hal-hal ini telah ditemukan melalui sains, ini seharusnya diterapkan secara luas dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia tidak dapat berjalan tanpa sains; kita harus mengandalkannya." Beberapa orang bahkan memperlakukan sains sebagai kebenaran, dan mereka mengajar orang untuk mencintai, mempelajari, dan menggunakan sains, serta mendasarkan segala sesuatu pada sains. Ada orang-orang yang sekarang mungkin telah menemukan bahwa sains itu belum tentu benar, dan bahwa beberapa hal yang ditemukan melalui sains berbahaya bagi manusia—misalnya, senjata kimia dan senjata canggih mampu membantai umat manusia, dan khususnya makanan yang dimodifikasi secara genetik merupakan momok yang tak berkesudahan bagi umat manusia. Namun, banyak orang tidak berpikir demikian, dengan berkata, "Mungkinkah sains itu salah? Jika sains salah, akankah negara mendukungnya? Seluruh umat manusia mempelajari dan menggunakan sains—mungkinkah seluruh umat manusia salah?" Benarkah pernyataan ini? Mereka yakin bahwa, karena seluruh umat manusia menghormati dan menggunakan sains, dan karena ini adalah tren masyarakat, betapa pun negatifnya, sains dapat menjadi hal yang positif. Apakah orang-orang ini mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Tidak.) Perkataan apa yang mereka ucapkan? (Kekeliruan.) Itu adalah kekeliruan, ajaran sesat, dan argumen yang menyimpang. Meskipun kebanyakan umat manusia yang jahat menyetujui dan mengakui perkataan ini, sebanyak apa pun orang yang mengakui dan menyetujuinya, apa yang salah akan selalu salah, hal negatif akan selalu menjadi hal negatif, dan penalaran yang menyimpang akan selalu menjadi penalaran yang menyimpang. Mustahil bagi perkataan tersebut untuk menjadi hal positif, dan juga mustahil untuk menjadi kebenaran.

Bukankah orang-orang yang selalu mengikuti tren masyarakat dan suka mengucapkan kekeliruan adalah orang yang sangat menyukai hal-hal negatif? (Ya.) Mampukah mereka menerima kebenaran dan hal-hal positif? (Tidak.) Mereka tidak mampu menerima hal-hal positif. Misalnya, ada orang-orang yang jatuh sakit, dan sebenarnya, penyakit mereka dapat disembuhkan dengan berolahraga dan menyesuaikan rutinitas harian mereka, tetapi mereka bersikeras menggunakan cara-cara dan metode pengobatan modern berteknologi tinggi. Engkau mungkin berkata, "Meskipun pengobatan sekarang sudah maju, dan pengobatan telah memiliki hasil yang jelas, itu akan menimbulkan efek samping, yang akibatnya tidak akan dapat dipulihkan. Kau harus menggunakan metode alami—seperti berolahraga, menyesuaikan rutinitas harian, dan menyesuaikan kebiasaan serta pola makan—agar tubuhmu secara bertahap kembali ke ritme normal dan alami, dan setelahnya beberapa gejalanya akan berangsur-angsur mereda." Ada orang-orang yang dapat menerima pandangan semacam ini, tetapi ada yang tidak. Mereka berpikir, "Itu pendekatan yang ketinggalan zaman. Itu adalah cara dan falsafah yang digunakan umat manusia dalam mengobati penyakit ribuan tahun yang lalu. Ide bahwa sembuh berarti tiga puluh persen pengobatan dan tujuh puluh persen pemulihan sudah tidak relevan lagi! Kedokteran sekarang sudah maju, dan perawatan berteknologi tinggi memberikan hasil yang cepat. Obat-obatan menyembuhkanmu dalam sekejap mata!" Berdasarkan pandangan mereka, asalkan kedokteran sudah maju dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit umat manusia serta memungkinkan orang untuk berumur panjang, maka kedokteran telah menjadi hal yang positif, dan orang haruslah percaya pada kedokteran dan sains, serta membiarkan sains berdaulat atas nasib mereka. Mereka berpikir bahwa sebanyak apa pun penyakit yang orang derita, tidak ada yang perlu ditakutkan—dengan cara-cara berteknologi tinggi, penyakit parah apa pun yang sulit diobati dapat disembuhkan, dan sekalipun ada efek sampingnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apakah pandangan ini akurat? Ini adalah kekeliruan. Katakan kepada-Ku, jika engkau berbicara kepada orang semacam ini tentang hal-hal positif, dapatkan engkau membuat mereka memahaminya? Dapatkan mereka menerimanya? (Tidak, kami tidak dapat membuat orang itu memahaminya.) Salah satu alasan mengapa engkau tidak dapat membuat mereka memahaminya adalah karena mereka sendiri tidak mampu menerima sudut pandang yang positif. Alasan lainnya adalah karena seluruh umat manusia di seluruh dunia sedang diseret oleh tren-tren jahat, tanpa terkecuali. Meskipun mereka percaya kepada Tuhan, di lubuk hatinya, mereka tidak menerima kebenaran, mereka tidak menerima hal-hal positif, dan mereka tidak memandang orang dan hal-hal berdasarkan firman Tuhan. Sebaliknya, mereka tetap menggunakan pandangan Iblis dan tren-tren jahat Iblis sebagai dasar untuk memandang atau memperlakukan setiap hal. Oleh karena itu, meskipun orang semacam ini telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, telah mendengarkan beberapa khotbah, dan telah melaksanakan tugas mereka, serta berkata bahwa mereka bersedia menerima kebenaran, pandangan tentang berbagai hal yang mereka junjung tinggi dalam kehidupan nyata tetap tidak berubah, dan mereka juga belum berubah dalam hal memilih antara hal negatif dan hal positif. Hal-hal negatif yang telah mereka terima telah berakar di hati mereka, dan sekalipun mereka tahu bahwa hal-hal tersebut bukanlah kebenaran, mereka akan tetap memegang hal-hal tersebut. Ini sangat memperlihatkan bahwa yang sesungguhnya mereka cintai dalam hati mereka adalah hal-hal negatif, bukan kebenaran. Meskipun mereka telah membaca firman Tuhan, mendengarkan khotbah tentang kebenaran, dan mereka memahami secara doktrin bahwa firman tersebut adalah benar dan merupakan kebenaran, mereka tetap tidak bersedia melepaskan hal-hal negatif yang telah lama mereka terima di lubuk hati mereka, dan mereka tidak pernah menggunakan firman Tuhan sebagai dasar untuk membedakan hal-hal negatif. Ketika menghadapi hal-hal tertentu, di dalam hatinya, mereka tetap berpaut pada pandangan asli mereka yang tidak benar, dan mereka tetap menganggap hal-hal negatif sebagai hal-hal positif, dan pandangan yang tidak benar sebagai pandangan yang benar. Mengenai hal-hal positif, meskipun mereka tidak secara eksplisit mengatakan bahwa itu adalah hal-hal negatif, di dalam hatinya, mereka enggan melepaskan hal-hal negatif dan menerima hal-hal positif, karena mereka merasa, "Hal-hal positif tampaknya terlalu kecil pengaruhnya, dan terlalu sedikit orang yang dapat menerimanya. Hal-hal positif tidak dapat bertahan di tengah masyarakat—ini adalah fakta objektif." Ini membuktikan bahwa di dalam hatinya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, dan bahwa ada masalah dengan kemanusiaan mereka. Orang semacam ini tidak tertarik pada hal-hal positif, dan sering ingin mengubah natur, mengubah hukum kelangsungan hidup dunia alami, mengubah hukum fisiologi manusia, dan mengubah hukum kelangsungan hidup manusia, selalu ingin menaklukkan alam dan menaklukkan berbagai makhluk hidup. Misalnya, mereka selalu merenungkan hal-hal seperti ini: "Bagaimana kita bisa memasukkan gen kucing ke dalam tubuh anjing, agar anjing dapat menangkap tikus seperti kucing? Bukankah luar biasa jika kucing dapat menangkap tikus sekaligus menjaga rumah seperti anjing?" "Jika ayam betina bisa bertelur sekaligus berkokok, maka kita hanya perlu beternak ayam betina—betapa hebatnya!" Engkau lihat, mereka selalu merenungkan hal-hal yang tidak semestinya. Jika itu adalah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah, mereka akan berpikir, "Binatang yang Tuhan ciptakan sungguh mengagumkan! Ayam jantan dapat berkokok dan menemani ayam betina, ayam betina dapat bertelur dan menetaskan anak ayam, dan manusia dapat memakan baik daging ayam jantan maupun ayam betina. Anjing dapat melindungi rumah dan menemani pemiliknya, kucing dapat menangkap tikus, dan terkadang mereka juga dapat menjadi anggota keluarga yang tidak mencolok. Semua ini luar biasa, masing-masing memiliki fungsinya sendiri—segala sesuatu yang diciptakan Tuhan itu baik!" Namun, orang yang tidak mampu memahami hal-hal positif akan menggunakan pandangan Iblis untuk menyangkal dan mengutuk hal-hal positif, dan berdasarkan pandangan Iblis mereka bahkan akan berusaha untuk mengubah hukum kelangsungan hidup berbagai makhluk, mengubah berbagai hukum alam, dan bahkan mengubah hukum kelangsungan hidup manusia, semuanya adalah demi membiarkan sains berkuasa. Orang-orang semacam itu tentu saja tidak memiliki kemanusiaan yang normal. Tidak ada ciri mampu membedakan yang benar dan yang salah dalam kemanusiaan mereka. Selain itu, mereka tidak tahu bagaimana mengelola hidup mereka berdasarkan hukum alam, dan mereka selalu ingin melakukan segala sesuatu berdasarkan keinginan manusia, menggunakan sarana teknologi atau metode buatan untuk mengubah hukum normal kehidupan fisik. Misalnya, orang normal membutuhkan tujuh atau delapan jam istirahat sehari agar menjadi bertenaga dan mampu menjalani hidup dan bekerja untuk sehari itu, tetapi orang semacam ini merenungkan, "Bukankah hebat jika orang dapat hidup dan bekerja secara normal setiap hari tanpa perlu tidur atau makan? Aku ingin tahu cara-cara berteknologi tinggi seperti apa yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini?" Ide-ide konyol dan aneh bisa begitu saja muncul di benak mereka. Mereka tidak merenungkan bagaimana cara beradaptasi dan mengikuti hukum-hukum ini dari perspektif kemanusiaan yang normal dan dengan demikian menangani berbagai kebutuhan dan masalah-masalah daging dengan benar, tetapi selalu ingin mengubah hukum-hukum ini, agar berbeda dari orang biasa, agar mampu melampaui naluri fisik mereka, dan agar tidak dikontrol atau dikendalikan oleh daging mereka. Bukankah ini menakutkan? Mereka selalu ingin terlihat paling menonjol. Orang lain tidur delapan jam sehari, tetapi mereka ingin tidur hanya sepuluh menit, atau paling lama satu atau dua jam, dan masih memiliki cukup tenaga untuk hari itu. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh orang normal. Hukum alami tubuh manusia telah ditetapkan di bawah ketetapan Tuhan. Seberapa besar nafsu makan seseorang, seperti apa hukum berfungsinya organ-organ dalam yang mereka miliki, berapa banyak tenaga yang orang miliki, berapa banyak pekerjaan yang dapat mereka lakukan dalam sehari, berapa banyak hal yang dapat dipikirkan otak mereka dalam sehari, dan berapa lama mereka dapat memikirkannya—semua ini telah ditetapkan. Dari perspektif kemanusiaan, hukum-hukum ini sebenarnya normal, dan merupakan hal-hal positif. Hanya dengan mengikuti hukum-hukum tertentu, barulah umat manusia dapat terus hidup dari tahun ke tahun, dapat terus berkembang biak dan hidup dari generasi ke generasi, dan kelangsungan hidup umat manusia dapat berlanjut. Memang begitulah adanya bagi semua makhluk hidup. Hanya dengan mengikuti hukum-hukum alam tertentu dan hukum-hukum kehidupan tertentu, hanya dengan memiliki periode beristirahat dan beraktivitas, barulah kelangsungan hidup mereka dapat dipertahankan. Jika orang melanggar hukum-hukum alam, kelangsungan hidup mereka akan menemui masalah, dan mereka mungkin tidak akan hidup terlalu lama. Jika ada suatu masalah dengan kondisi fisik seseorang, maka kehidupan normal mereka, makanan sehari-hari mereka, serta pemikiran normal mereka, penilaian normal mereka, dan jumlah pekerjaan yang dapat mereka lakukan dalam sehari, dan sebagainya, semuanya akan terpengaruh. Oleh karena itu, hukum-hukum alam umat manusia melindungi kelangsungan hidup normal umat manusia. Ini adalah hal-hal positif dan tidak boleh dipandang rendah oleh manusia, dan manusia juga tidak boleh merasa muak akan hal itu. Sebaliknya, mereka harus menghormati dan mengikutinya. Makhluk-makhluk bukan manusia yang berasal dari Iblis selalu merasa, "Mengikuti hukum alam umat manusia ini membuat orang tampak sama sekali tidak mampu dan tidak berguna! Kita selalu dibatasi oleh hukum-hukum alam ini—ketika lelah, kita harus tidur; ketika lapar, kita harus makan. Jika tidak melakukan hal-hal ini, pikiran kita tidak mampu mengikuti perkataan kita, tangan kita mulai gemetar, jantung kita mulai berdebar kencang, kaki kita lemas dan kita tidak bisa berdiri tegak. Ini sungguh menyusahkan! Bayangkan jika kita bisa hanya minum obat dan hidup dengan normal, atau jika kita bisa tetap bertenaga bahkan setelah tidak beristirahat selama beberapa hari, yang akan membuat kita jauh lebih hebat daripada robot. Atau bayangkan ketika sedang lapar, kita hanya cukup menekan titik akupuntur tertentu dan langsung merasa tidak lapar. Atau bayangkan tidak makan selama beberapa hari dan tetap baik-baik saja, daging kita tidak menyusut, tenaga kita tidak menurun, dan tubuh kita tetap normal dan sehat. Sungguh luar biasa!" Orang selalu ingin mengubah hukum-hukum alam ini. Bukankah ini sama saja dengan menyangkal dan menentang hal-hal positif? (Ya.) Keberadaan hal-hal positif ini memastikan kelangsungan hidup normal umat manusia dan mempertahankan kehidupan normal umat manusia, jadi orang tidak saja harus mengikutinya tetapi juga memperlakukannya secara rasional. Mereka tidak boleh menentang, menindas, atau berseberangan dengan hukum-hukum tersebut, apalagi melawannya. Di sisi lain, hal-hal yang melampaui hukum alam umat manusia, imajinasi yang orang miliki, beberapa ide abnormal mereka, dan perilaku luar biasa mereka, semuanya itu adalah hal-hal negatif. Karena semuanya itu adalah hal-hal negatif, orang harus mengenali dan menolaknya, bukan menerimanya. Jika engkau memiliki kemampuan membedakan hal positif dan hal negatif, serta mampu memperlakukan dan menanganinya dengan benar dan rasional saat menjalani hidupmu, berarti kemanusiaanmu normal. Jika engkau sering tidak merasakan dampak positif dari hal-hal positif ini pada dirimu, dan engkau sering ingin melawannya dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengannya, dan engkau sering berusaha untuk mengubah hal-hal positif ini berdasarkan beberapa perkataan dan sudut pandang negatif, sehingga melanggar hukum objektif segala sesuatu, itu membuktikan bahwa, dalam hal kemanusiaanmu, engkau tidak memiliki kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Setelah bersekutu dengan cara ini, apakah engkau sekarang mengerti? (Ya.)

Jika orang memiliki kemanusiaan, bukankah mereka seharusnya mengerti apa itu hal-hal positif dan menerimanya? (Ya.) Bukankah mereka juga seharusnya mampu mengenali hal-hal negatif, sekaligus mampu membenci dan menolaknya dari lubuk hati mereka? (Ya.) Lalu, hal-hal apa lagi yang orang tidak mampu mengidentifikasi apakah itu hal positif atau hal negatif? Apakah percaya dan mengikuti Tuhan adalah hal positif atau hal negatif? (Hal positif.) Apakah kedaulatan Tuhan atas nasib manusia adalah hal positif atau hal negatif? (Hal positif.) Kedaulatan Tuhan atas nasib manusia adalah hal positif. Jadi, sudut pandang utama seperti apa yang mendasari perlawanan umat manusia yang rusak terhadap kedaulatan dan pengaturan Tuhan? (Orang percaya bahwa nasib orang berada di tangan mereka sendiri, dan bahwa pengetahuan dapat mengubah nasib orang.) Inilah sudut pandang yang mendasari penyangkalan dan penentangan umat manusia yang rusak terhadap Tuhan; sudut pandang tersebut benar-benar hal negatif. Jadi, bagaimana seharusnya orang memahami hal tentang kedaulatan Tuhan atas nasib manusia? Ada orang-orang yang meskipun secara doktrin mengakui bahwa pernyataan "Tuhan berdaulat atas nasib manusia" adalah benar dan positif, tetapi di dalam hatinya, tetap percaya bahwa upaya manusia sendiri dapat mengubah nasib mereka, bahwa nasib mereka berada di tangan mereka sendiri, dan bahwa merekalah yang menjadi penentu keputusan. Mereka merasa jika mereka tidak belajar dengan keras dan tekun, mereka tidak akan bisa masuk universitas yang bagus, dan tidak akan memiliki pekerjaan yang baik, prospek yang baik, ataupun kondisi kehidupan yang baik. Apakah orang semacam ini adalah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Tidak.) Setelah hidup selama dua puluh atau tiga puluh tahun, mereka masih belum tahu apa arti pernyataan "Tuhan berdaulat atas nasib manusia". Mereka telah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, tetapi masih mengira bahwa nasib mereka berada di tangan mereka sendiri, bahwa pengetahuan dapat mengubah nasib mereka, dan jika mereka menginginkan tempat tujuan yang baik, menikmati hal-hal yang baik, serta menjalani kehidupan yang baik, mereka harus mengandalkan usaha mereka sendiri—seperti yang dikatakan orang tidak percaya, "Untuk bisa menang, orang haruslah berani mempertaruhkan segalanya." Apakah orang semacam ini adalah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Tidak.) Apakah orang yang tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah adalah manusia? (Bukan.) Mereka menikmati kehidupan yang baik, makan dan berpakaian dengan baik, serta dihormati oleh orang lain di tengah masyarakat, dan mereka merasa bahwa kehidupan yang mereka miliki sekarang adalah berkat kerja keras mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka yakin bahwa pernyataan "Untuk bisa menang, orang haruslah berani mempertaruhkan segalanya, dan nasib manusia bergantung pada dirinya sendiri, bukan pada orang lain" adalah benar dan merupakan sudut pandang yang tepat. Apakah ini adalah perwujudan kemanusiaan yang normal? (Tidak.) Sebelum orang memperoleh pengetahuan, mereka tidak memahami hal-hal ini, tetapi setelah mereka memahami suatu pengetahuan, mereka sepenuhnya menyangkal pernyataan "Tuhan berdaulat atas nasib umat manusia", dan sebaliknya berpikir, "Nasib seseorang ada di tangannya sendiri; orang dapat menciptakan kebahagiaan dengan tangannya sendiri." Apakah orang semacam ini adalah yang mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Tidak.) Jadi, makhluk macam apakah orang semacam ini? Bukankah mereka tidak memiliki kemanusiaan? (Ya.) Orang semacam itu adalah orang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar, dan orang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah. Bahkan setelah mereka benar-benar mengalami fakta-fakta kehidupan, mereka tetap tidak mampu benar-benar memahami apa itu hal-hal positif, dan mereka juga tidak dapat benar-benar menyadari apa esensi dari hal-hal positif. Ini memperlihatkan bahwa mereka tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah. Orang semacam itu tidak memiliki kemanusiaan; mereka sama sekali bukan manusia. Ada juga orang-orang yang dapat melontarkan doktrin, dengan berkata, "Hukum segala sesuatu berasal dari Tuhan, hukum-hukum itu positif, bermanfaat bagi umat manusia, dan hukum-hukum itu adalah apa yang harus manusia ikuti, dan juga apa yang harus manusia dambakan dan kejar," tetapi setelah bersentuhan dengan informasi dan hal-hal berteknologi tinggi, pandangan mereka tentang hal-hal ini berubah. Menjadi seperti apa pandangan mereka? Mereka berkata, "Kita, orang-orang yang percaya kepada Tuhan, selalu berbicara tentang hukum kehidupan, hukum segala sesuatu, dan hukum kelangsungan hidup segala sesuatu, dan kita mengira ini adalah hal-hal positif. Itu sangat terbelakang! Ini memperlihatkan kurangnya pengetahuan, seperti memiliki pandangan yang sempit! Teknologi sekarang sudah sangat maju; ada banyak hal yang tidak perlu kaulakukan sendiri, karena produk teknologi dapat melakukannya untukmu—itu namanya canggih! Lihat, ada mobil-mobil yang bisa mengemudi sendiri. Setelah kau masuk ke dalam mobil tersebut, engkau menentukan tujuannya, lalu kau tinggal mengucapkan sepatah kata dan mobil itu pun mulai berjalan. Itu benar-benar teknologi tinggi, sungguh mengagumkan! Umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih, dan kita telah menjadi penguasa atas segala sesuatu tanpa melakukan apa pun. Jadi, hanya sains yang merupakan kebenaran mutlak! Orang yang kurang pendidikan dan pengetahuan serta tidak memahami sains adalah orang yang terbelakang dan tidak berbudaya!" Pandangan mereka telah berubah, bukan? Di dalam hatinya, mereka belum bisa membedakan antara hal positif dan hal negatif. Ada juga orang-orang yang setelah mengunjungi museum penerbangan, berseru, "Wah, sungguh membuka mata, sains begitu maju! Kita, orang biasa, merasa hal-hal di sana benar-benar di luar jangkauan—kita tidak dapat memahami apa pun. Kau bahkan tidak dapat membayangkan sejauh mana sains telah berkembang sekarang. Kita bahkan belum pernah bersentuhan dengan hal-hal berteknologi modern dan canggih seperti itu! Sedangkan kita masih percaya kepada Tuhan, dan berbicara tentang aturan dan hukum alam—betapa terbelakangnya kita ini!" Setelah menyaksikan hal-hal menakjubkan dari masyarakat modern ini, di lubuk hatinya, orang-orang semacam itu sepenuhnya menyangkal teori-teori tentang hal positif dan hal negatif yang sebelumnya mereka pahami. Mereka tidak meyakini dengan lebih jelas apa itu hal-hal positif, sebaliknya mereka percaya bahwa hal-hal positif itu terbelakang dan tertinggal dari teknologi modern dan laju perkembangan manusia modern. Tidak hanya itu, mereka juga secara khusus menyetujui dan mendambakan hal-hal negatif ini, berharap menjadi salah seorang dari mereka yang mengembangkan teknologi modern dan maju. Apakah orang semacam ini adalah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Tidak.) Mengingat bahwa kemampuan membedakan yang benar dan yang salah merupakan ciri dalam kemanusiaan, maka hal itu adalah sesuatu yang bersifat melekat dan bawaan dari kemanusiaan, bukan sesuatu yang terbentuk kemudian. Artinya, kemampuan membedakan yang benar dan yang salah, ciri dalam kemanusiaan ini, tidak akan berubah seiring berjalannya waktu, atau seiring berubahnya lingkungan geografis atau orang, peristiwa, dan hal-hal. Tak seorang pun dapat mengubahnya, dan tidak ada hal apa pun yang dapat mengubah atau menghapusnya. Di lubuk hati orang-orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah, hal-hal positif selalu menjadi apa yang mereka dambakan, sementara hal-hal negatif selalu menjadi hal-hal yang mereka muak dan benci, dan bukan hal yang dibutuhkan oleh kemanusiaan mereka. Apa yang mereka butuhkan? Mereka membutuhkan hal-hal yang bermanfaat bagi hukum kehidupan fisik dan kelangsungan hidup fisik mereka, hal-hal yang alami, yang membuat orang merasa damai dan tenang, dan yang sesuai dengan kebutuhan hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal, bukan hal-hal yang agung, luhur, dan mengesankan. Engkau lihat, mengenai cara berperilaku, ada orang-orang yang menyukai kehidupan yang sedikit lebih sederhana dan lebih tenang; mereka tidak suka menjalani kehidupan yang luar biasa, tetapi benar-benar menyukai ketenangan, memiliki damai dan sukacita, menjalani kehidupan dengan sangat tenang. Namun, ada orang-orang yang tidak menyukainya; mereka suka menjalani kehidupan yang luar biasa, mereka menyukai hal-hal yang agung, luhur, dan mengesankan, mereka suka tampil, mereka suka terlihat paling menonjol dan menjadi terkenal, dan mereka tidak menyukai kesederhanaan atau kealamian. Ini memperlihatkan perbedaan di antara kemanusiaan yang orang miliki.

Orang yang tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah mungkin akan mengikuti beberapa pernyataan yang benar dan positif, atau di luarnya, mereka mungkin mengikuti orang lain dalam menyukai dan mendambakan hal-hal positif. Namun, seiring berjalannya waktu, lingkungan berubah, dan orang, peristiwa, dan hal-hal juga berubah, hal-hal positif ini akan segera menjadi hal-hal negatif di lubuk hati mereka, sementara hal-hal negatif, yang benar-benar mereka sukai, lalu akan menjadi hal-hal positif, menjadi objek pengejaran mereka. Itu berarti, sebelum mereka melihat hal-hal negatif yang mereka sukai, hal-hal positif hanyalah sebuah doktrin bagi mereka, dan mereka bisa saja mengikuti arus dan mengikuti pendapat kebanyakan orang, tetapi seiring bertambahnya usia dan berlalunya waktu, hal yang benar-benar mereka cintai di dalam hati mereka dan sudut pandang mereka yang sebenarnya akan muncul secara alami. Misalnya, ada orang-orang yang sering berkata, "Percaya kepada Tuhan itu baik; mereka yang percaya kepada Tuhan menempuh jalan yang benar dan tidak melakukan kejahatan; mereka semua adalah orang baik." Namun, setelah mereka percaya kepada Tuhan selama beberapa tahun dan melihat bahwa semua khotbah dan persekutuan di rumah Tuhan memberi tahu orang untuk menjadi jujur, mengejar kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, serta melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, mereka menjadi muak akan semua itu, dan merasa bahwa percaya kepada Tuhan itu tidak ada gunanya, lalu ingin meninggalkan gereja dan kembali ke dunia; hati mereka tidak lagi berada di gereja. Seperti inilah orang-orang yang tidak mencintai kebenaran. Sebenarnya, orang semacam ini tidak mencintai hal-hal positif, dan di dalam hatinya, mereka memiliki banyak penalaran yang menyimpang dan ajaran sesat. Bagi mereka, penalaran yang menyimpang dan ajaran sesat ini adalah hal-hal yang positif, sementara di lubuk hatinya, mereka muak, benci, dan memandang rendah hal yang benar-benar positif, dan tidak pernah menerimanya. Justru karena mereka tidak pernah menerima hal-hal yang positif, dan karena yang mereka sukai adalah hal-hal negatif, maka kemanusiaan yang dimiliki orang semacam ini tidak memiliki kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Sama seperti beberapa orang yang hanya menginginkan berkat ketika pertama kali mereka percaya kepada Tuhan. Setelah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun, mereka akhirnya mengerti: "Percaya kepada Tuhan berarti orang dituntut untuk bersikap jujur, setia, dan bersedia membayar harga dalam melaksanakan tugas, tulus terhadap Tuhan, tidak bertindak gegabah dan semaunya, serta menjunjung tinggi kepentingan rumah Tuhan. Khususnya ketika kepentingan rumah Tuhan bertentangan dengan kepentingan mereka sendiri, mereka harus menjunjung tinggi kepentingan rumah Tuhan dan mengesampingkan kepentingan pribadi mereka." Setelah mempelajari berbagai aspek kebenaran, mereka menyesal telah percaya kepada Tuhan, dengan berkata, "Kukira percaya kepada Tuhan itu berarti memiliki kelompok yang besar, kekuatan yang dahsyat untuk diandalkan, dan asalkan orang meninggalkan banyak hal, menderita, dan membayar harga, mereka dapat masuk ke dalam kerajaan dan memiliki tempat tujuan yang baik, dengan megah masuk ke zaman berikutnya, menjadi penguasanya dan memerintah sebagai raja. Namun, ternyata bukan itu yang terjadi. Percaya kepada Tuhan hanyalah tentang mengajar orang cara berperilaku dan cara tunduk kepada Tuhan serta menjauhi kejahatan. Terutama, jika orang percaya kepada Tuhan, mereka selalu dituntut untuk bersikap jujur serta berbicara dengan jujur, dan selalu dituntut untuk menerapkan kebenaran; mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi penentu keputusan. Lalu, apa gunanya percaya kepada Tuhan?" Kemudian di dalam hatinya, mereka mulai memiliki keluhan dan ingin mundur dari iman mereka. Namun, mereka berpikir, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama beberapa tahun; jika aku berhenti sekarang, bukankah aku telah percaya dengan sia-sia?" Pada saat itu, mereka merasa enggan untuk menyerah. Namun, jika mereka terus percaya, mereka tidak tertarik akan kebenaran. Rumah Tuhan selalu berbicara tentang mengejar kebenaran dan masuk ke dalam kenyataan, tentang tunduk kepada Tuhan, mencari kebenaran, dan bertindak berdasarkan prinsip. Mereka bosan mendengar tentang hal-hal ini dan tidak mau lagi mendengarkannya. Khususnya ketika rumah Tuhan berbicara tentang menerapkan kebenaran, di dalam hatinya, mereka merasa sedih dan menderita; ketika hal-hal positif disebutkan, di dalam hatinya, mereka merasa muak dan memandang rendah hal-hal tersebut, dan tidak mau mendengarkannya. Ada orang-orang yang setelah menyadari bahwa mereka tidak akan memperoleh kebenaran atau tempat tujuan yang baik sekalipun percaya sampai akhir, berhenti percaya begitu saja. Ada dari mereka yang pergi mencari pekerjaan atau berbisnis, dan ada yang pulang kampung untuk menikah. Mereka berhenti percaya kepada Tuhan karena mereka tidak mencintai kebenaran. Rumah Tuhan selalu berbicara tentang kebenaran dan mempersekutukan kebenaran, yang bagi mereka sangatlah memuakkan. Ini memperlihatkan bahwa orang semacam ini tidak memiliki hati nurani dan nalar, dan tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah. Ketidakmampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah berarti bahwa di dalam kemanusiaannya, mereka tidak memiliki standar dan kemampuan untuk mengidentifikasi hal positif dan hal negatif; ini adalah sesuatu yang tidak mereka miliki. Jadi, apakah orang semacam ini memiliki kemanusiaan yang normal? (Tidak.) Mereka bukan manusia. Jika orang benar-benar memiliki kemanusiaan, satu hal ini dapat membuktikannya: Di dalam hatinya, mereka mencintai dan mendambakan hal-hal positif. Bahkan ketika mereka tidak memahami kebenaran, mereka mendambakan masyarakat yang adil, yang bebas dari kegelapan, mendambakan hal-hal positif, dan mendambakan agar kebenaranlah yang berkuasa. Namun, masyarakat jahat ini tidak menyediakan ruang bagi mereka, serta orang-orang dikucilkan dan ditekan jika mereka mengungkapkan sesuatu yang positif. Dalam keadaan seperti ini, orang-orang yang memiliki kemanusiaan tidak dapat memperoleh hal-hal positif yang mereka sukai dan dambakan, sehingga di dalam hatinya, mereka merasa kesal. Namun, setelah percaya kepada Tuhan, dengan membaca firman Tuhan dan mendengarkan khotbah, mereka memahami banyak kebenaran, dan kebenaran-kebenaran ini konsisten dan sesuai dengan hal-hal positif yang dicintai kemanusiaan mereka, sehingga benar-benar memuaskan kebutuhan mereka akan hal-hal positif. Oleh karena itu, hati mereka jauh lebih mendambakan hal-hal yang positif. Meskipun sekarang ini mereka belum mampu sepenuhnya menerapkan kebenaran—karena keterbatasan lingkungan, tingkat pertumbuhan mereka yang kecil, atau karena dikekang dan diikat oleh watak-watak rusak tertentu—bagaimanapun juga, mereka memiliki tekad dan keinginan untuk suatu hari nanti mampu sepenuhnya menerapkan kebenaran dan firman Tuhan, sehingga mencapai ketundukan kepada firman Tuhan dan memenuhi kebutuhan mereka yang muncul dari kecintaan mereka akan hal-hal positif. Orang-orang semacam itu adalah mereka yang kemanusiaannya memiliki kualitas mampu membedakan yang benar dan yang salah; mereka adalah orang-orang yang memiliki kemanusiaan. Jika engkau hanya mengaku bahwa engkau mencintai hal-hal positif dan secara lisan mengakui bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah baik, ini hanyalah mengucapkan doktrin dan meneriakkan slogan. Mengucapkan perkataan yang enak didengar dan teori yang benar, atau melontarkan perkataan yang muluk-muluk—siapa pun dapat melakukannya. Ini tidak memperlihatkan bahwa engkau benar-benar mencintai hal-hal positif. Namun, jika saat engkau mendengar kebenaran, engkau mampu mencintai serta mendambakannya, dan makin banyak engkau mendengar kebenaran, makin engkau mendambakan kebenaran dan makin besar doronganmu untuk mencarinya, dan makin teguh imanmu dalam mengikuti Tuhan dan mencapai keselamatan; dan jika selama proses percaya kepada Tuhan, engkau menyadari hal yang telah kauperoleh dalam berbagai pengejaranmu, watak rusakmu berangsur-angsur dibuang, dan tindakanmu yang menentang Tuhan dan memberontak terhadap Tuhan makin berkurang—berarti engkau adalah orang yang mencintai hal-hal positif, engkau adalah orang yang memiliki kenyataan kebenaran. Orang-orang semacam itu membuahkan hasil dan menyadari hal yang telah mereka peroleh dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Engkau dapat merasakan bahwa dirimu telah berubah, dan bahwa sikapmu terhadap Tuhan dan kebenaran berbeda dari sebelumnya. Sebelumnya, engkau memberontak terhadap Tuhan tidak tunduk kepada Tuhan, dan tidak mampu menerapkan kebenaran bahkan dalam hal-hal yang sangat kecil. Namun, melalui pengejaran selama bertahun-tahun ini, melalui pelaksanaan tugasmu selama bertahun-tahun ini, dan melalui upayamu dalam segala aspek, engkau telah memahami beberapa kebenaran, dan ketika menghadapi masalah, engkau mampu mencari kebenaran dan memberontak terhadap keinginan dagingmu. Dalam beberapa hal penting yang berkaitan dengan prinsip, engkau juga mampu menaati prinsip dan tidak bertindak berdasarkan keinginanmu sendiri, dan engkau mampu menjunjung tinggi kepentingan rumah Tuhan dan menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Ini berarti engkau memiliki tingkat pertumbuhan tertentu, engkau memiliki penerapan dan jalan masuk dalam memberontak terhadap dirimu sendiri dan dalam menerima serta tunduk pada kebenaran, dan bahwa berbagai watak rusakmu juga telah berubah hingga taraf berbeda. Ini adalah perwujudan mampu membedakan yang benar dan yang salah dalam diri orang yang benar-benar memiliki kemanusiaan.

Orang yang tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah mungkin juga ingin menerima kebenaran dan bersedia mengejar keselamatan, tetapi ketika menghadapi berbagai hal, mereka tidak mampu menerapkan kebenaran. Mereka masih hidup berdasarkan watak rusak mereka, sering memberontak dan menentang Tuhan tanpa kesadaran apa pun bahwa mereka sedang melakukannya. Mereka memberontak terhadap Tuhan dengan cara ini sepuluh tahun yang lalu, dan sepuluh tahun kemudian, mereka masih dapat melakukannya. Mereka tidak menerima, juga tidak menerapkan kebenaran. Ada dua alasan mengapa mereka seperti ini: Alasan pertama, karena mereka sama sekali tidak memahami apa itu kebenaran, dan hanya berpaut pada penalaran, perkataan, dan pandangan mereka sendiri. Alasan lainnya, karena mereka sama sekali bukan orang yang menerima kebenaran. Dengan cara apa pun mereka memberontak terhadap Tuhan sepuluh tahun yang lalu, dengan cara itulah mereka memberontak sepuluh tahun kemudian, tanpa ada perubahan. Sekalipun mereka telah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka tidak memiliki kesaksian menerima kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, apalagi memiliki kesaksian memberontak terhadap daging dan watak rusak mereka. Ini memperlihatkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang menerima kebenaran. Orang-orang semacam itu bukanlah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah. Dapat juga dikatakan bahwa mereka bukanlah orang yang memiliki kemanusiaan—dengan kata lain, mereka bukanlah manusia. Ada orang-orang yang setelah mendengar firman ini, merasa tidak yakin di dalam hatinya. Mereka berkata, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama lebih dari sepuluh tahun dan selalu melaksanakan tugasku. Hanya saja aku terkadang melakukan beberapa kesalahan dan menjalani beberapa pemangkasan. Bukankah itu sangat normal? Semua orang memiliki watak yang rusak; siapa yang tidak melakukan kesalahan? Bagaimanapun juga, aku adalah orang percaya sejati. Mengapa Kaukatakan aku tidak memiliki kemanusiaan?" Memang benar bahwa engkau adalah orang percaya sejati, tetapi apakah menjadi orang percaya sejati berarti engkau mampu menerima kebenaran? Apakah menjadi orang percaya sejati berarti engkau mampu memberontak terhadap daging dan bahwa engkau tidak akan bertindak semaunya? Apakah menjadi orang percaya sejati berarti engkau mampu tunduk kepada Tuhan? Tidak. Menjadi orang percaya sejati bukanlah segalanya, dan itu tidak berarti engkau dapat memperoleh keselamatan. Memperoleh keselamatan sangat bergantung pada apakah kemanusiaanmu mampu menerima kebenaran, dan apakah engkau mampu membedakan yang benar dan yang salah. Menjadi orang percaya sejati bukanlah syarat terpenting bagi orang untuk pada akhirnya memperoleh keselamatan, juga bukan syarat dasar. Engkau mengatakan engkau adalah orang percaya sejati, tetapi seberapa banyak kebenaran yang telah kaupahami dan peroleh? Dalam hal kepentingan rumah Tuhan, dalam berapa peristiwa engkau telah menjunjung tinggi hal itu? Jika engkau menganggap dirimu orang percaya sejati, bahwa engkau memiliki hati nurani dan kemanusiaan, dan bahwa engkau adalah manusia sejati, maka, dalam hal yang sama, jika engkau mampu memberontak terhadap Tuhan sepuluh tahun yang lalu, apakah engkau tetap mampu memberontak terhadap Tuhan sekarang? Apakah engkau telah berubah? Apakah engkau telah memberontak terhadap daging? Jika engkau belum memberontak terhadap daging, dapatkah engkau melakukannya dalam sepuluh tahun ke depan? Jika engkau masih tidak mampu memberontak terhadap daging dan masih mampu memberontak terhadap Tuhan, itu memperlihatkan bahwa ada masalah dengan kemanusiaanmu. Engkau tidak mampu menerapkan kebenaran, jadi sekalipun kaukatakan bahwa engkau adalah orang percaya sejati, itu tidak ada gunanya. Kaukatakan bahwa engkau bersedia menderita dan membayar harga, dan bersedia untuk melaksanakan tugasmu dengan setia, tetapi kesediaan ini tidak berharga. Ini hanyalah prasyarat bagimu untuk mampu menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, tetapi apakah engkau pada akhirnya mampu menerapkannya, itu tergantung pada apakah engkau memiliki kemanusiaan atau tidak. Jika hatimu selamanya tidak mampu mengendalikan dan mengontrol watak rusakmu, dan engkau memilih untuk menjunjung tinggi kepentinganmu sendiri, serta memilih hal negatif alih-alih hal positif, itu memperlihatkan bahwa kemanusiaanmu tidak mencintai kebenaran dan tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol watak rusakmu. Jika engkau tidak mampu mengontrol pengungkapan watak rusakmu saat engkau tidak memahami kebenaran, itu masih bisa dimaafkan. Namun, sekarang berbeda. Engkau telah mendengarkan khotbah tentang kebenaran selama bertahun-tahun, tetapi engkau masih belum mampu mengendalikan watak rusakmu agar dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran dan mengambil pilihan yang tepat ketika menghadapi berbagai masalah. Engkau dengan jelas melihat orang-orang jahat sedang mengganggu pekerjaan gereja, tetapi engkau tidak mampu bangkit untuk membela kepentingan rumah Tuhan. Namun, ketika seseorang merugikan kepentinganmu sendiri, engkau dapat melakukan semua yang mampu kaulakukan untuk membela kepentinganmu tersebut. Ini cukup untuk membuktikan bahwa tidak ada hati nurani atau nalar dalam kemanusiaanmu untuk mengatur dan mengendalikanmu agar memilih jalan dan prinsip penerapan yang benar. Jika engkau melakukan hal-hal tidak masuk akal semacam itu, tetapi masih mengaku bahwa engkau adalah manusia, itu memperlihatkan bahwa hati nurani dan nalarmu tidak lagi berfungsi. Itu berarti engkau bukan manusia normal, karena di dalam kemanusiaanmu tidak terdapat hati nurani dan nalar, juga tidak terdapat apa pun yang dapat memungkinkanmu untuk mengambil pilihan yang benar. Mengerti? Ada orang-orang yang berkata, "Sekarang ini, tingkat pertumbuhanku kecil. Karena lingkungan keluarga dan caraku dibesarkan, aku menjadi orang yang semaunya, manja, dan sombong. Namun dalam kehidupan nyata, aku tahu apa itu hal positif dan apa itu hal negatif, dan aku tahu apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan. Hanya saja, karena tingkat pertumbuhanku kecil dan aku belum memiliki seseorang yang memahami kebenaran untuk mencerahkan, mengawasi, dan mendorongku, aku belum menerapkan kebenaran dan telah melakukan beberapa pelanggaran, dan di dalam hatiku, aku merasa sedikit menyesal." Dalam kehidupan nyata, orang-orang semacam itu mampu menggunakan hati nurani mereka untuk mengatur perilaku mereka, dan mengendalikan diri mereka agar menempuh jalan yang benar. Mereka adalah orang-orang yang dapat diselamatkan. Ini karena mereka mampu menerima kebenaran, mampu menerapkan beberapa kebenaran, dan telah mengalami beberapa perubahan. Hanya saja, kecepatan kemajuan mereka sedikit lebih lambat daripada orang kebanyakan, dan pertumbuhan mereka agak kurang pesat, tetapi mereka terus berubah. Itu sama seperti bagaimana beberapa benih tumbuh dengan cepat di tanah yang subur, sementara benih lainnya tumbuh dengan lebih lambat dan dengan kesulitan yang lebih besar di pasir atau di celah-celah bebatuan; tetapi asalkan ada kehidupan di dalamnya, benih-benih itu akan tumbuh. Begitu pula dengan manusia. Asalkan kemanusiaan mereka memiliki hati nurani dan nalar yang seharusnya orang miliki, itu membuktikan bahwa mereka memiliki kehidupan manusia—setelah mereka menerima kebenaran, mereka akan berubah. Sekalipun perubahannya lambat—orang lain membuat kemajuan yang besar dalam sepuluh tahun sementara mereka hanya membuat sedikit kemajuan dalam dua puluh atau tiga puluh tahun—meskipun lambat, mereka berkembang ke arah yang positif, mereka sedang berubah, dan kehidupan mereka terus bertumbuh. Secepat atau selambat apa pun pertumbuhan mereka, orang semacam ini memiliki kualitas kemanusiaan. Namun, ada jenis orang lainnya yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tetapi sama sekali tidak ada perwujudan pertumbuhan dalam kehidupannya. Siapa pun yang mempersekutukan kebenaran, mereka merasakan kemuakan dan tidak bersedia mendengarkan. Lingkungan apa pun yang Tuhan atur, mereka tidak mencari kebenaran dan tidak mampu memetik pelajaran darinya, serta tidak mampu memperoleh bimbingan yang positif dan pertolongan darinya. Di dalam hatinya, mereka muak akan hal-hal positif. Watak dan gaya hidup mereka yang suka berbuat sekehendak hati tidak pernah berubah. Orang-orang semacam itu adalah orang yang tidak berhati nurani dan tidak bernalar. Mereka bukan manusia—mereka non-manusia. Dengan Aku menjelaskannya seperti ini, apakah semua ini menjadi lebih jelas dan lebih mudah dipahami olehmu? (Ya.)

Ada jenis orang lainnya: Mereka tahu bahwa percaya kepada Tuhan itu baik, tetapi mereka tidak memahami apa itu hal positif dan apa itu hal negatif; selain itu, mereka sama sekali tidak menggunakan hati nurani mereka untuk mengatur atau mengendalikan ucapan dan tindakan mereka. Orang-orang semacam itu lebih mudah dikenali. Mereka sama sekali tidak mencintai hal-hal positif, dan mereka juga tidak memahami makna segala sesuatu. Semua ini membingungkan bagi mereka. Jika kautanyakan kepada mereka apa arti hal-hal positif, mereka akan berbicara dalam hal doktrin dan berkata bahwa apa yang Tuhan katakan dan lakukan semuanya adalah hal-hal positif. Apa yang mereka katakan terdengar cukup bagus, tetapi ketika menghadapi sesuatu, mereka tidak mampu menghubungkannya dengan firman Tuhan atau tidak mampu mengenalinya; pikiran mereka menjadi kacau, mereka menjadi bingung dan tidak memiliki kejelasan tentang apa pun. Jika kautanyakan kepada mereka kebenaran apa yang telah mereka peroleh dari kepercayaan mereka kepada Tuhan selama bertahun-tahun, mereka berkata, "Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, semua yang Dia lakukan bagi manusia adalah baik, dan Tuhan mengasihi manusia. Iblis menentang Tuhan, dan Iblis menyakiti, menganiaya, dan menindas manusia." Jika kautanyakan kepada mereka apa lagi yang telah mereka peroleh, mereka berkata, "Kita harus melaksanakan tugas kita dengan baik, lebih banyak menderita, dan lebih banyak membayar harga." Jika kemudian kautanyakan kepada mereka prinsip apa yang harus orang ikuti dalam melaksanakan tugasnya, mereka berkata, "Kita harus mendengarkan apa pun yang dikatakan atasan dan melakukan apa pun yang mereka minta untuk kita lakukan. Sekalipun pekerjaan itu kotor dan melelahkan, kita harus melakukannya dengan baik; kita tidak boleh mengacaukan dan mengganggu, atau menyebabkan masalah. Kita harus melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi semua orang dan bagi rumah Tuhan." Semua doktrin yang mereka katakan ini benar, tidak ada satu kata pun yang salah di dalamnya. Namun, ketika menghadapi sesuatu, yang mereka ungkapkan hanyalah sudut pandang yang menyimpang dan bodoh, dan berapa kali pun engkau mengoreksi mereka, mereka tidak dapat berubah. Orang celaka macam apa orang-orang semacam itu? (Mereka adalah orang yang bingung.) Apakah orang yang bingung adalah manusia? (Bukan.) Apakah orang-orang yang bingung itu? (Binatang.) Kata yang beradab adalah "hewan", dan istilah sehari-harinya adalah "binatang". Berapa pun banyaknya khotbah yang mereka dengarkan, mereka tidak memahami apa itu kebenaran, apa itu hal-hal positif, atau apa itu hal-hal negatif. Betapa pun banyaknya hal yang mereka lakukan yang memberontak terhadap Tuhan, di dalam hatinya, mereka tidak memiliki kesadaran akan hal itu dan tetap merasa bahwa mereka pada dasarnya baik hati dan memiliki hati yang penuh simpati. Ketika melihat seseorang menderita, di dalam hatinya, mereka merasa pedih dan berharap bisa menderita menggantikan mereka. Ketika melihat seseorang yang tidak memiliki apa pun untuk dimakan atau dikenakan, mereka ingin memberikan pakaian dan makanan mereka sendiri kepada orang itu. Sebanyak apa pun firman Tuhan yang menyingkapkan kerusakan umat manusia yang mereka dengarkan, mereka tetap merasa diri mereka sangat baik, lebih baik daripada siapa pun. Sebanyak apa pun kesalahan yang mereka lakukan, mereka tidak tahu di mana letak kesalahan mereka, dan tidak pernah mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak. Jika kautanyakan kepada mereka, "Apakah kau adalah manusia yang rusak? Apakah kau memiliki watak yang rusak?" Mereka berkata, "Ya. Semua orang memiliki kerusakan, bagaimana mungkin aku tidak? Perkataanmu itu bodoh!" Mereka bahkan menyebutmu bodoh. Namun, ketika mereka melakukan kesalahan, mereka tidak mengakuinya, dan bahkan mengalihkan kesalahan kepada orang lain. Apa pun kesalahan yang mereka lakukan, mereka tidak mengakuinya, dan betapa pun seriusnya kesalahan yang mereka lakukan, mereka selalu memiliki alasan dan dalih untuk membenarkan diri mereka sendiri. Apakah orang-orang semacam itu bernalar? Apakah mereka adalah orang yang mampu membedakan yang benar dan yang salah? (Mereka tidak bernalar dan tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah.) Mereka tampaknya berusaha keras setiap hari, mendengarkan khotbah dan membaca firman Tuhan dari pagi hingga malam hari, tetapi mereka tidak mampu memahami satu pun kalimat kebenaran, tidak mampu melakukan satu hal pun yang sesuai dengan prinsip kebenaran, dan tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun yang sesuai dengan kebenaran. Jangankan perkataan yang sesuai dengan kebenaran—mereka bahkan tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun yang sesuai dengan hati nurani dan nalar kemanusiaan; mereka hanya mengucapkan perkataan yang bingung dan tak masuk akal, serta hanya melontarkan argumen yang menyimpang. Orang-orang semacam itu jauh dari memiliki hati nurani dan nalar; mereka hanyalah orang-orang yang bingung, penuh dengan penalaran yang menyimpang. Setelah mendengarkan banyak khotbah, mereka dapat mengucapkan beberapa perkataan rohani. Ketika engkau mendengar mereka mengucapkan perkataan rohani, engkau merasa mereka cukup mahir dan pandai berbicara, tetapi dalam menangani berbagai hal, engkau mendapati mereka bingung dan tak masuk akal. Ketika mereka melontarkan argumen yang menyimpang, mereka bisa membuatmu terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Apa artinya "membuatmu terkejut sampai tak bisa berkata-kata"? Itu berarti, engkau tidak dapat membayangkan ada orang yang bisa mengucapkan perkataan yang sedemikian tak masuk akal atau memiliki cara berpikir seperti itu, bahwa itu sama sekali tak terbayangkan olehmu, dan bahwa pada akhirnya, engkau hanya dapat menanggapinya dengan diam, yang merupakan cara terbaik untuk berurusan dengan mereka.

Jika seseorang adalah manusia dan memiliki kemanusiaan yang normal, maka kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah sangatlah penting. Saat mereka belum menerima pembekalan firman Tuhan dan tidak memahami kebenaran, mereka dapat menggunakan hati nurani dan nalar yang mereka miliki untuk memahami beberapa hal positif dan hal negatif yang sederhana. Mereka memiliki kemampuan membedakan dan kognitif tertentu mengenai beberapa hal positif dan hal negatif yang mereka temui dalam kehidupan nyata. Mereka dapat memiliki sedikit kemampuan untuk membedakan hal-hal yang termasuk dalam akal sehat dasar manusia, mengenali hukum kelangsungan hidup manusia, serta membedakan orang, peristiwa, dan hal-hal yang sering mereka temui. Mereka bukanlah orang yang hidup dengan cara yang bingung, melainkan memiliki kemampuan membedakan dan kognitif mengenai hal positif dan hal negatif di dunia manusia, dan tentu saja, mereka juga memiliki pemikiran tertentu, pendirian, dan sikap yang benar terhadap hal-hal tersebut. Setelah berusia tiga puluh tahun, orang-orang semacam ini mulai secara bertahap menghadapi berbagai hal dalam kehidupan. Sekalipun mereka belum membaca firman Tuhan atau belum menerima pembekalan firman Tuhan, ketika mereka berusia lima puluhan atau enam puluhan, mereka secara bertahap dapat merangkum apa itu hal-hal positif dan apa itu hal-hal negatif, kemudian hidup berdasarkan hal-hal positif yang mampu mereka pahami, serta mengikuti beberapa hukum tentang hal-hal positif. Mengenai beberapa hal negatif, selain mampu mengenalinya, di lubuk hatinya, mereka juga mampu menjauhkan diri darinya. Ketika mereka tak punya pilihan selain mengikuti tren duniawi atau beberapa falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain dan pepatah yang beredar di tengah masyarakat, mereka merasa bahwa mereka sedang bertindak bertentangan dengan hati nurani, dan hati nurani mereka akan menegur mereka. Di lubuk hatinya, mereka tidak menerima pandangan semacam itu; mereka hanya bertindak seperti ini demi bertahan hidup atau demi keuntungan sementara. Bukan niat awal mereka untuk melakukan hal-hal ini; melainkan, itu adalah pilihan yang diambil di luar kehendak mereka. Setelah orang-orang semacam itu percaya kepada Tuhan, mereka lebih memperhatikan apa tepatnya yang dikatakan firman Tuhan tentang segala macam hal, seperti hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dan kelangsungan hidup manusia, apa tepatnya pernyataan akurat Tuhan tentang masalah-masalah sulit dalam kehidupan manusia, dan apa tepatnya yang Tuhan minta untuk orang lakukan ketika mereka dihadapkan dengan masalah-masalah tersebut. Mereka mendambakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Ketika mereka menerima jawabannya, mereka tidak merasa bahwa menerapkan berdasarkan firman Tuhan itu terlalu sulit atau terlalu bertentangan dengan kebutuhan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka merasa bahwa hanya kebenaran-kebenaran inilah jalan yang benar, apa yang harus orang miliki dan capai, serta keserupaan yang seharusnya orang miliki dalam kehidupan. Mereka merasa bahwa jika orang hidup dengan cara ini, itu benar-benar dapat memenuhi kebutuhan hati nurani dan kemanusiaan mereka, dan bahwa hanya dengan hidup seperti ini, barulah mereka tidak bertentangan dengan kehendak mereka, dan baru setelah itulah mereka dapat merasa praktis dan realistis serta memiliki sukacita dan kedamaian. Mereka juga merasa bahwa hanya dengan cara inilah, orang akan memiliki harapan dan bersedia untuk terus hidup, dan baru setelah itulah mereka dapat terbebas dari berbagai kekuatan jahat, berbagai tren jahat, dan keadaan hampa di mana umat manusia hidup. Di dalam hatinya, di bawah pengaruh hati nurani yang mereka miliki, mereka menyukai berbagai pernyataan, ajaran, dan perbekalan dalam firman Tuhan, dan mereka menerimanya dari lubuk hati mereka. Mereka memiliki keinginan untuk mengejar kebenaran. Terlebih lagi, saat firman Tuhan makin banyak diungkapkan, dan pembekalan firman Tuhan menjadi makin nyata dan terperinci, kerinduan mereka akan kebenaran dan hal-hal positif menjadi makin terpenuhi. Bukan berarti makin mereka mendengarkan, makin mereka menjadi gelisah, makin mereka merasa itu terlalu terperinci, atau makin mereka merasa bingung. Sebaliknya, makin mereka mendengarkan, makin segala sesuatunya tampak lebih jelas, dan makin mereka merasa mampu mengetahui yang sebenarnya tentang berbagai hal dan memiliki jalan. Mereka merasa bahwa ada harapan di depan, bahwa mereka melihat terang dan memiliki jalan untuk menerapkan kebenaran dan mencapai keselamatan. Hati mereka merasa makin praktis dan realistis, mereka makin merasa bahwa jalan percaya kepada Tuhan adalah benar, dan bahwa harga yang telah mereka bayar, tenaga, serta hati dan usaha yang telah mereka korbankan setiap hari sampai sekarang dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, semuanya itu berharga dan bermakna. Hal ini ditegaskan di lubuk hati mereka. Meskipun keinginan mereka telah terpenuhi, dan kerinduan mereka akan kebenaran telah sedikit terpuaskan, orang yang sungguh-sungguh mendambakan kebenaran akan menetapkan tekad dan membuat rencana, menuntut diri mereka untuk menerapkan dan masuk ke dalam semua aspek kebenaran, untuk menerapkan firman Tuhan, berbagai prinsip kebenaran, dan berbagai tuntutan Tuhan dalam diri mereka, membiarkan firman Tuhan menjadi kriteria bagi tindakan dan cara mereka berperilaku dalam kehidupan nyata, dan menjadi kenyataan hidup mereka. Di masa lalu, ketika mereka tidak memahami kebenaran, mereka hanya dapat mengucapkan beberapa kata dan doktrin. Ketika menghadapi berbagai hal, mereka hanya memiliki pandangan yang sepihak, seperti dalam perumpamaan tentang orang buta dan gajah; mereka tidak mampu melihat esensi masalahnya dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka merasa bahwa hidup ini sangat membosankan, tanpa tujuan untuk diperjuangkan dan tanpa harapan, dan mereka hidup dengan cara yang bingung. Namun, sekarang berbeda. Firman Tuhan diucapkan dengan makin jelas, dan kebenaran dipersekutukan dengan makin jelas. Mereka merasa bahwa jalan itu menjadi makin terang dan jelas, dan bahwa ada jalan untuk maju. Terlebih dari itu, mereka memiliki firman Tuhan untuk diikuti sebagai dasar bagi setiap perkataan yang mereka ucapkan, setiap hal yang mereka lakukan, dan setiap jenis orang yang mereka temui. Mereka merasa bahwa firman Tuhan begitu nyata dan begitu baik, dan mereka telah dengan tegas meyakini bahwa percaya kepada Tuhan adalah jalan yang benar, bahwa percaya kepada Tuhan dapat menuntun pada keselamatan, dan bahwa percaya kepada Tuhan dengan cara ini dapat memungkinkan mereka untuk hidup dalam keserupaan dengan manusia, dan bahwa ini sangatlah bermakna dan berharga! Sembari mendambakan dan menerapkan kebenaran, mereka juga terus-menerus masuk ke dalam kebenaran ini dan terus-menerus menuai hasil yang baik. Saat kerinduan dan kebutuhan akan hal-hal positif dari hati nurani dan kemanusiaan mereka dipenuhi, hidup mereka pun berangsur-angsur berubah. Meskipun mereka sering memperlihatkan watak yang rusak dan memberontak terhadap Tuhan, dan sekalipun tidak ingin melakukannya, mereka sering bertindak berdasarkan watak rusak mereka, daging mereka, serta pemikiran dan sudut pandang mereka yang bodoh dan keliru ketika menghadapi berbagai hal, pada saat yang sama juga terdapat fenomena yang baik: Ketika mereka melakukan hal ini, hati nurani mereka sering kali merasa gelisah, dan mereka merasa bahwa watak rusak mereka telah berakar kuat dan sulit diubah. Kemudian, di bawah pengaruh hati nurani yang mereka miliki, mereka sering merasa ditegur di dalam hatinya, merasa bersalah dan menyesal. Mereka sering merenungkan di mana tepatnya kesalahan mereka, dan mereka sering bertobat. Semua ini adalah dampak dari hati nurani. Jika orang memiliki hati nurani, mereka akan memiliki perasaan dan perwujudan ini; jika orang memiliki hati nurani, dengan cara inilah mereka akan hidup, sering merenungkan diri mereka sendiri, dan sering bertobat serta berbalik. Meskipun mereka sering menghadapi kegagalan dan kemunduran, serta sering menghadapi pemangkasan, penghakiman, dan hajaran karena berbuat salah, karena mereka sering bertobat dan berubah, tujuan mereka untuk mengejar kebenaran tetap sama, dan pada akhirnya, mereka akan memperoleh hasil dan tuaian yang baik. Mereka sering merasa tertegur dan bersalah, serta sering berbalik dan bertobat. Ini adalah fenomena yang baik—ini memperlihatkan bahwa mereka sudah berada di jalan yang benar, dan pada akhirnya mereka akan memperoleh keuntungan yang nyata. Di satu sisi, watak rusak mereka sudah agak mereda, dan pemberontakan mereka terhadap Tuhan telah berkurang. Sebelumnya, ketika menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan gagasan mereka, mereka akan mengeluh, tetapi sekarang mereka tidak lagi mengeluh dan mampu mencari kebenaran; mereka tahu bahwa memperlakukan Tuhan dan pekerjaan Tuhan berdasarkan gagasan dan imajinasi adalah tak masuk akal, konyol, dan tidak benar. Selain itu, meskipun sebelumnya mereka bersikap negatif saat menghadapi kesulitan, kini mereka tidak lagi negatif; mereka mampu menghadapinya dengan benar dan tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Meskipun terkadang mereka mungkin bersikap negatif, itu tidak memengaruhi pelaksanaan tugas mereka, dan mereka telah menjadi setia dalam pelaksanaan tugas mereka. Hati nurani mereka akan memberi tahu mereka bahwa melakukan hal itu adalah benar. Ketika mereka bertindak dengan cara ini, mereka akan memiliki kedamaian dalam hati mereka dan tidak ada perasaan tertuduh, dan mereka akan makin merasa bahwa inilah cara bertindak yang seharusnya. Makin mereka menerapkan dengan cara ini, makin mereka menyadari pentingnya mencari dan menerapkan kebenaran dalam segala hal, dan makin mereka merasa bahwa mereka harus mencari kebenaran dan menerapkan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, bahwa jalan ini benar, dan bahwa menerapkan dengan cara ini membuahkan hasil. Ketika orang memperoleh hasil seperti itu, mereka mendapati bahwa hubungan mereka dengan Tuhan berubah, bahwa hidup yang ada dalam diri mereka berubah, dan bahwa watak rusak mereka makin melemah, ikatan dan kekangan watak-watak ini terhadap mereka makin berkurang; mereka juga mendapati bahwa keinginan mereka untuk mengejar kebenaran dan kerinduan mereka akan kebenaran menjadi makin kuat, dan kekuatan mereka untuk menerapkan kebenaran serta mengatasi watak rusak mereka juga makin meningkat. Dengan cara ini, orang akan memiliki semacam perasaan tertentu, yaitu bahwa ada harapan bagi mereka untuk membuang watak rusak dan mencapai keselamatan, bahwa jalan yang mereka tempuh adalah benar, dan bahwa menerima, menerapkan, dan tunduk pada kebenaran adalah benar. Inilah sikap orang yang memiliki hati nurani dan nalar dalam kemanusiaannya terhadap kebenaran. Inilah perwujudan yang orang miliki saat mereka secara bertahap menerima kebenaran. Ini adalah perwujudan yang paling normal. Bagi mereka yang tidak memiliki perwujudan ini, hati nurani mereka tidak dapat berperan sebagai pengatur—setidaknya seperti itu. Jika engkau memiliki hati nurani, hati nuranimu pasti akan berperan sebagai pengatur. Jika hati nuranimu tidak mampu berperan sebagai pengatur, berarti hati nuranimu itu bukanlah hati nurani—engkau tidak memiliki hati nurani. Jika orang memiliki hati nurani, mereka akan mampu membedakan yang benar dan yang salah, membedakan hal positif dan hal negatif, dan akan memilih hal positif serta meninggalkan hal negatif. Jika orang memiliki hati nurani dan mampu membedakan yang benar dan yang salah, mereka akan memilih untuk menerima, menerapkan, dan tunduk pada kebenaran, serta bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Jika mereka tidak menerapkan kebenaran kali ini, hati nurani mereka akan menegur mereka, dan jika mereka tidak menerapkan kebenaran di lain waktu, mereka akan kembali ditegur. Jika engkau memiliki perasaan hati nurani dan memahami yang benar dan yang salah, maka, setelah mendengar begitu banyak kebenaran, ketika engkau berulang kali berbuat salah, hati nuranimu akan makin menegur dan menuduhmu, dan engkau akan mampu tunduk pada perasaan hati nuranimu dan mengambil pilihan yang tepat. Ada orang yang berkata, "Hati nuraniku juga menegurku ketika aku berbuat salah, tetapi bahkan setelah ditegur selama sepuluh atau dua puluh tahun, aku tetap tidak mau memilih untuk menerapkan kebenaran." Itu berarti Kukatakan bahwa hati nuranimu bukanlah hati nurani. Engkau berkata bahwa engkau merasa ditegur oleh hati nuranimu, tetapi selama bertahun-tahun engkau tidak mampu berbalik atau bertobat, dan apa yang kausebut hati nurani itu telah gagal mengaturmu agar memilih jalan yang benar. Berarti hati nuranimu bukanlah hati nurani, dan engkau tidak memiliki kemanusiaan. Engkau berkata, "Aku tahu apa yang benar dan apa yang tidak benar—mengapa Kaukatakan aku tidak memiliki hati nurani?" Itu hanya bisa berarti bahwa hatimu terlalu keras kepala, dan hati nuranimu tidak lagi berfungsi. Jika engkau benar-benar memiliki hati nurani dalam kemanusiaanmu, ketika engkau berbuat salah dan hati nuranimu menegurmu, kemanusiaanmu akan cenderung ke arah yang positif, dan hati nuranimu akan menuduhmu dari dalam, dengan berkata, "Ini salah, ini sangat kurang dalam kemanusiaan!" Jika hati nuranimu selalu menegurmu seperti ini, menjadi orang macam apa dirimu jika tidak memiliki kemampuan untuk menyadarinya? Hanya orang yang tidak berhati nurani yang tidak memiliki kemampuan menyadari hal ini. Jika engkau benar-benar berhati nurani, ketika engkau ditegur oleh hati nuranimu, mungkinkah engkau akan tetap keras kepala? Jika engkau berkata, "Aku telah ditegur selama sepuluh atau dua puluh tahun dan tidak merasakan apa pun secara khusus," berarti engkau bukanlah orang yang memiliki hati nurani. Bukankah demikian? (Ya.) Engkau tidak memiliki hati nurani, tetapi engkau mengaku memiliki kemanusiaan—bukankah ini menipu orang? Jika engkau memiliki kemanusiaan, bagaimana mungkin engkau tidak memiliki hati nurani? Jika engkau tidak memiliki hati nurani, berarti engkau tidak memiliki kemanusiaan. Tanda tidak memiliki kemanusiaan adalah tidak memahami apa itu hal positif dan apa itu hal negatif. Engkau berkata bahwa engkau memiliki hati nurani, jadi mengapa engkau tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah? Engkau telah mendengar begitu banyak khotbah, jadi mengapa engkau tidak rindu untuk mengejar kebenaran? Engkau berkata, "Hatiku ingin mengejar kebenaran, dan bersedia menerapkan kebenaran"—lalu, kebenaran apa yang telah kauterapkan? Mana buktinya? Jika hatimu mencintai kebenaran dan bersedia mengejar kebenaran, lalu mengapa engkau tidak menerapkan kebenaran? Bukankah ini menipu orang? Bukankah ini sama seperti kebohongan seorang penipu? Ini sama seperti si naga merah yang sangat besar, yang selalu menyatakan bahwa semua yang mereka lakukan adalah untuk melayani rakyat dan memungkinkan rakyat untuk hidup bahagia, tetapi ketika orang-orang percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, mereka dengan gila-gilaan menangkap dan menganiaya orang-orang percaya. Mereka tidak mengizinkan orang-orang untuk mengikuti Tuhan, tidak mengizinkan orang-orang untuk menerima kebenaran dan memperoleh keselamatan—mereka hanya mengizinkan orang-orang untuk mengikuti Partai dan menaati perintah mereka, yang menyebabkan orang-orang berakhir di neraka dan dihukum, yang menyenangkan si naga merah yang sangat besar. Jadi, apakah perkataan si naga merah yang sangat besar bahwa mereka "melayani rakyat" benar atau bohong? Iblis selalu berkata bahwa apa yang dia lakukan adalah untuk keuntungan orang-orang, tetapi dia tidak mampu membekali orang dengan kebenaran, juga tidak mampu membimbing orang ke jalan hidup yang benar. Dia hanya menanamkan ajaran sesat dan kekeliruan kepada manusia, membuat mereka terjerumus dalam kehidupan yang penuh kebejatan, menempuh jalan kejahatan, mengejar dunia, mengejar ketenaran dan keuntungan, serta saling bertengkar dan menyakiti, tidak memperbolehkan orang untuk menempuh jalan yang benar, dan menjauhkan orang dari sisi Tuhan. Pada akhirnya, orang-orang mewujudkan ketenaran dan keuntungan, tetapi tubuh dan pikiran mereka hancur sepenuhnya; mereka dipenuhi dengan ajaran sesat dan kekeliruan Iblis, Tuhan tidak ada di dalam hati mereka, dan mereka tidak lagi percaya bahwa umat manusia diciptakan oleh Tuhan. Mereka mulai menyangkal Tuhan dan menjadi bermusuhan dengan-Nya. Apakah Iblis melakukan ini untuk keuntungan manusia? Bukankah ini merugikan dan menghancurkan manusia? Namun, orang yang tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah tidak mampu mengetahui yang sebenarnya tentang hal-hal ini.

Ada orang-orang yang berkata, "Aku memiliki kemanusiaan dan mampu membedakan yang benar dan yang salah, dan aku lebih berhati nurani daripada kebanyakan orang." Jika demikian, bandingkanlah dirimu dengan isi persekutuan hari ini dan lihatlah apakah engkau memiliki hati nurani, apakah engkau mampu menerima dan menerapkan kebenaran, apakah engkau merasa menyesal dan bersalah ketika berbuat salah, dan apakah engkau telah sungguh-sungguh bertobat dan berubah. Jika engkau tidak memiliki perwujudan jalan masuk kehidupan ini, itu membuktikan bahwa hati nuranimu tidak berfungsi meskipun telah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun sejak engkau mulai percaya kepada Tuhan. Apa di balik tidak berfungsinya hati nuranimu? Hanya ada satu alasan yang dapat menjelaskan masalah ini: Engkau adalah orang yang tidak memiliki hati nurani. Ada orang yang berkata, "Meskipun aku tidak memiliki jalan masuk kehidupan, aku memahami semua kebenaran." Jika engkau memahami kebenaran, mengapa engkau tidak menerapkannya? Mengapa engkau belum memiliki jalan masuk? Mengapa bahkan sampai sekarang kehidupan rohanimu masih belum berubah? Engkau memahami kebenaran tetapi tidak menerapkannya—di mana hati nuranimu? Ada orang yang bahkan membantah, "Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Jika aku tidak memiliki hati nurani, bagaimana aku bisa meninggalkan begitu banyak, menderita begitu banyak, dan membayar harga yang begitu mahal? Bagaimana aku bisa dengan rela melaksanakan tugasku?" Jika engkau memiliki hati nurani, lalu apa dampaknya setelah engkau mendengarkan begitu banyak kebenaran? Dapatkah itu mengendalikanmu sehingga engkau bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran? Dapatkah itu mengatur perilaku dan pemikiranmu? Engkau telah mendengarkan khotbah selama bertahun-tahun, engkau mampu menyampaikan banyak doktrin, dan engkau telah begitu banyak menderita dan begitu banyak membayar harga—lalu mengapa hati nuranimu tidak berperan untuk mengatur perilakumu, membuatmu bertindak berdasarkan prinsip, dan mencegahmu agar tidak melanggar prinsip? Jika engkau memiliki begitu banyak hati nurani dan kemanusiaan, dan engkau telah memahami begitu banyak kebenaran, mengapa engkau tidak dapat menerapkannya? Mengapa engkau secara terang-terangan melanggar prinsip dan secara terbuka mengganggu pekerjaan gereja? Jika engkau memiliki hati nurani, apakah kehidupan rohanimu telah berubah setelah melaksanakan tugasmu selama bertahun-tahun? Engkau belum berubah, dan engkau sama sekali tidak memiliki jalan masuk ke dalam kebenaran; ini memperlihatkan bahwa engkau tidak memiliki hati nurani. Ada orang-orang yang berkata, "Bagaimana aku bisa aku melaksanakan tugasku jika aku tidak memiliki hati nurani?" Engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu; engkau sedang berjerih payah. Berjerih payah tidak membutuhkan hati nurani; mengerahkan sedikit upaya sudah cukup. Ini dengan tepat menegaskan pepatah: Orang yang berjerih payah adalah orang yang tidak berhati nurani; mereka tidak mengejar jalan masuk kehidupan ataupun kebenaran, dan mereka hanya berusaha untuk berjerih payah dan bersedia mengerahkan upaya. Apa ciri berjerih payah? Bersedia menanggung kesukaran dan membayar harga, mencari sukacita, perasaan bahwa dirinya penting dan bernilai dalam menanggung kesukaran dan membayar harga, berusaha memenuhi keinginannya akan berkat dan ambisinya untuk bertransaksi dengan Tuhan, serta berusaha untuk memperoleh berkat sebagai imbalan atas penderitaan dan pengorbanannya. Jika engkau meminta mereka untuk mengerahkan upaya dalam pekerjaan, menanggung kesukaran dan membayar harga, mereka sangat bersemangat untuk melakukannya; tetapi jika engkau meminta mereka untuk bertindak berdasarkan prinsip dan menerapkan kebenaran, mereka menjadi lesu, bingung, dan tidak tahu bagaimana cara menerapkannya. Bahkan ada orang-orang yang merasa berada dalam posisi yang sulit, berpikir, "Tidak masalah jika kau memintaku untuk mengerahkan upaya, menanggung kesukaran, dan membayar harga. Aku sanggup menanggung kesukaran sebanyak apa pun, dan aku tidak akan mengeluh betapa pun lelahnya diriku. Namun, memintaku untuk bertindak berdasarkan prinsip—bukankah itu menyulitkanku? Mampu mengerahkan upaya, menanggung kesukaran, dan membayar harga tanpa mengeluh sudah cukup baik—mengapa kau masih menuntutku untuk bertindak berdasarkan prinsip? Tuntutanmu terhadap orang terlalu tinggi! Biarkan orang melakukan apa pun yang mereka inginkan; selama pekerjaan dapat diselesaikan, itu sudah cukup. Jika tidak dilakukan dengan baik, itu bisa diperbaiki seiring waktu!" Mereka hanya bersedia berjerih payah, dan mereka sangat bersemangat saat berjerih payah, tetapi mereka menjadi lesu dalam hal menerapkan kebenaran, dan mereka menjadi jauh lebih bingung dalam hal jalan masuk kehidupan. Namun, mereka masih menganggap diri mereka orang yang baik. Mereka sering berkata, "Aku orang yang berhati nurani dan baik hati. Aku mengerahkan seluruh tenagaku untuk melaksanakan tugasku dan tidak pernah menahan apa pun. Aku mampu meninggalkan keluarga dan karierku untuk mengorbankan diri bagi Tuhan. Bagaimana mungkin aku begitu terdorong? Aku pada dasarnya adalah orang yang baik!" Sebenarnya, mereka tidak memahami kebenaran apa pun, dan terlebih lagi, mereka tidak mampu bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran. Mereka hanya tahu menggunakan upaya keras secara fisik, tetapi masih menganggap diri mereka baik. Bahkan pada tahap ini, mereka sama sekali tidak memiliki perasaan dalam hati nurani dan nalar mereka. Jika engkau benar-benar berhati nurani, bagaimana engkau bisa melontarkan argumen menyimpang semacam itu? Bagaimana engkau bisa tidak memiliki pemahaman yang murni tentang kebenaran? Jika engkau memiliki hati nurani dan kemanusiaan, bagaimana engkau bisa tidak mendengarkan firman Tuhan dengan saksama, kriteria apa yang Tuhan tuntut terhadap manusia, dan prinsip apa yang harus diikuti dalam setiap hal yang kaulakukan? Jika engkau mendengarkan tetapi tidak mengerti, dan engkau mati rasa terhadap kebenaran, berarti engkau adalah orang yang tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaan. Apakah menurutmu engkau dapat menukarkan upaya kerasmu secara fisik dengan kebenaran dan hidup, dengan keselamatan? Ini mustahil; jalan itu tidak berhasil. Sekalipun engkau bersedia mengerahkan upaya, bekerja keras dengan tulus, dan mampu sedikit menderita, dan di mata orang-orang engkau cukup setia, masih sulit untuk mengatakan apakah engkau mampu setia sampai akhir. Tidak ada yang tahu kapan natur binatangmu akan berkobar, dan engkau akan menyebabkan masalah dan menciptakan kekacauan dan gangguan, dan kemudian engkau harus dikeluarkan. Bukankah beberapa orang baru saja dikeluarkan dari gereja baru-baru ini? Orang-orang seperti ini mengucapkan perkataan yang terdengar menyenangkan, dan siapa pun yang mendengarnya mengira mereka memahami kebenaran, padahal mereka sama sekali tidak menerapkan kebenaran. Mereka mengucapkan hal-hal yang terdengar menyenangkan tetapi tidak melakukan pekerjaan nyata. Mereka tidak hanya menentang orang lain, tetapi mereka juga menentang rumah Tuhan. Bukankah ini berarti menentang Tuhan? Bolehkah rumah Tuhan menoleransi mereka? Jika mereka bersedia melaksanakan tugas, mereka seharusnya melaksanakannya dengan patuh dan taat aturan, tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka berusaha untuk menjadi pemegang kendali dan penguasa, dan mereka bahkan menyebabkan gangguan dan kehancuran. Sampai sejauh mana mereka menyebabkan gangguan? Bahkan ketika Aku sedang melakukan sesuatu, mereka berusaha mencampuri, mengkritik ini dan itu, serta menghalangi dan mengganggu. Mereka berusaha mengganggu tindakan-Ku—mungkinkah Aku menunjukkan belas kasihan kepada mereka? Jika engkau hanya mengganggu kehidupan pribadi-Ku, Aku bisa mengesampingkanmu dan mengabaikanmu, tetapi Aku sedang melakukan pekerjaan di rumah Tuhan, melakukan pekerjaan nyata bagi umat pilihan Tuhan, dan engkau masih berusaha mengganggu dan merusaknya. Apa masalahnya di sini? Apa yang harus dilakukan terhadap orang semacam itu? (Mereka harus dikeluarkan.) Rumah Tuhan memiliki prinsip untuk menangani orang, dan orang-orang semacam itu harus dikeluarkan. Ada orang-orang yang berkata, "Aku telah diperlakukan tidak adil! Aku tidak tahu bahwa hal ini menyinggung-Mu. Aku tidak tahu bahwa ini menentang Yang di Atas dan menentang Tuhan. Aku tidak melakukannya dengan sengaja." Fakta bahwa engkau dapat melakukan hal semacam ini menunjukkan bahwa engkau bertindak dengan sengaja. Sudah berapa tahun engkau mendengarkan khotbah? Apakah engkau memiliki hati nurani—apakah engkau memiliki kemanusiaan? Jika engkau manusia, jika engkau memiliki kemanusiaan serta memiliki hati nurani dan nalar, engkau tidak akan melakukan hal-hal semacam itu, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. Aku sedang bekerja, dan mereka dengan sengaja mengganggu dan berusaha merusaknya. Apakah mereka masih manusia? Bukankah mereka adalah para setan? Jika orang benar-benar memiliki hati nurani dan nalar, dan benar-benar memiliki kemanusiaan, sekalipun orang biasa yang sedang melakukan sesuatu, selama itu bermanfaat bagi pekerjaan gereja dan bagi saudara-saudari, mereka tahu bahwa mereka harus menjunjung tinggi hal itu dan tidak merusaknya, apalagi jika itu adalah sesuatu yang sedang Kulakukan secara pribadi. Namun, mereka bersikeras menyebabkan gangguan dan berusaha menyabotasenya, dan tak seorang pun mampu menghentikan mereka. Mereka telah menjadi setan sepenuhnya, bukan? Kukatakan bahwa kejahatan orang-orang semacam itu serius—kita tidak boleh bersikap lunak terhadap mereka; rumah Tuhan memiliki prinsip untuk menangani orang, dan mereka harus ditangani dengan cara dikeluarkan. Apakah ini adalah cara yang tepat untuk memperlakukan mereka? (Ya.) Jika mereka mengikuti preferensi pribadi mereka hanya dalam kehidupan sehari-hari, itu dapat diterima. Misalnya, Aku mungkin berkata, "Aku suka makan mi," dan mereka menjawab, "Aku tidak suka makan mi. Ketika aku memasak, aku akan membuatkan mi untuk-Mu, dan aku akan membuat nasi untukku sendiri." Hal ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan gereja, juga tidak ada kaitannya dengan prinsip kebenaran apa pun, apalagi berkaitan dengan kemanusiaan atau hati nurani yang orang miliki. Mengikuti preferensi pribadimu di sini boleh saja, tetapi jika itu berkaitan dengan pekerjaan gereja, itu tidak dapat diterima. Jika engkau dengan gegabah melakukan perbuatan jahat dan menyebabkan kekacauan dan gangguan, engkau sedang melanggar ketetapan administratif. Orang macam apa yang dengan berani melanggar ketetapan administratif? Orang macam apa yang secara terbuka menentang kebenaran dan rumah Tuhan? (Para setan.) Orang-orang dan para binatang yang bingung dan bebal itu mampu menentang dan mengganggu dengan cara ini, apalagi para setan, mereka jauh lebih mampu melakukannya. Apa pun yang rumah Tuhan lakukan, para setan selalu berusaha mengganggunya—mereka menyebabkan gangguan seolah-olah mereka kerasukan, tanpa memedulikan akibatnya. Mereka dapat mengganggu sampai sejauh itu dan tetap tidak menyadarinya, tetap merasa bahwa mereka tidak menyebabkan gangguan, bahwa mereka sama sekali tidak bersalah, dan mereka bahkan membela diri. Tidak perlu mempersekutukan apa pun kepada orang-orang semacam itu; keluarkan saja mereka, itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Orang-orang semacam ini, yang tidak memiliki hati nurani dan nalar dalam kemanusiaannya, adalah setan tulen; mereka tidak akan pernah berubah. Engkau tidak diharuskan untuk mengejar kebenaran, juga tidak diharuskan untuk menerapkan kebenaran dalam segala hal, tetapi setidaknya engkau harus tahu bahwa engkau harus mengikuti aturan. Jika engkau bahkan tidak memahami aturan, dan tidak memahami ketetapan administratif rumah Tuhan, serta bahkan tidak menyadarinya ketika engkau melanggar ketetapan administratif, apakah itu berarti engkau memiliki kemanusiaan? Engkau tidak memiliki kemanusiaan; engkau adalah setan. Ketika setan melakukan kejahatan, mereka tidak mampu menahan diri. Penentangan mereka terhadap Tuhan, penghakiman mereka terhadap Tuhan, dan penghujatan mereka terhadap Tuhan adalah ungkapan alami dari natur mereka. Tanpa ada yang mendorong atau mengindoktrinasi, mereka secara alami mampu melakukan kejahatan seperti ini. Ini karena mereka didominasi oleh natur setan yang mereka miliki.

Hari ini, kita telah mempersekutukan hal tentang membedakan yang benar dan yang salah, yang adalah bagian dari hati nurani dan nalar yang orang miliki. Melalui persekutuan ini, apakah engkau semua sekarang memahami aspek ini dengan jelas? Manusia sejati memiliki hati nurani dan mampu membedakan yang benar dan yang salah; hati nurani mereka berfungsi. Apa pun orang, peristiwa, atau hal yang mereka temui, dan masalah apa pun yang muncul, hati nurani mereka, setidaknya, menjadi garis pertahanan pertama. Di satu sisi, hati nuranimu akan membantumu untuk membuat penilaian dan membedakan hal apa yang positif dan hal apa yang negatif; di sisi lain, hati nuranimu dapat membantumu melakukan pemeriksaan dan memeriksa jalan di depanmu agar engkau tidak berada di bawah standar minimum dalam caramu berperilaku, dan hati nuranimu pada akhirnya akan membantumu membuat pilihan dan memilih jalan yang benar. Secara alami, orang yang memahami kebenaran atau yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun serta memiliki landasan dalam kepercayaan mereka, di bawah pengaruh hati nurani mereka, pada akhirnya akan memilih hal-hal yang positif, dan memilih untuk mencari dan menerima kebenaran. Oleh karena itu, hati nurani memainkan peran utama dalam kemanusiaan; hati nurani berperan membimbing orang menuju jalan yang benar dan mengatur orang agar memilih hal-hal yang positif. Jika orang tidak memiliki hati nurani, maka dapat dipastikan bahwa mereka bukan saja tidak akan mampu memilih hal-hal positif dan jalan yang benar, melainkan dalam apa pun yang mereka lakukan, mereka juga tidak akan memiliki pengendalian dan pengaturan minimum dari hati nurani. Orang semacam itu berada dalam bahaya besar; kemungkinan besar mereka akan melakukan kejahatan dan menentang Tuhan. Jika mereka bereinkarnasi dari binatang, mereka mungkin melakukan hal-hal yang dilakukan oleh para setan jahat, dan orang yang adalah para setan jahat dan para setan itu mampu melakukan kejahatan yang jauh lebih besar, yang sangat menakutkan. Jadi, memiliki hati nurani sangatlah penting. Apakah ini jelas? (Ya.) Jika orang tidak memiliki hati nurani untuk mengatur perilaku mereka dan membimbing mereka agar menempuh jalan yang benar, maka jalan yang akan mereka pilih pasti jalan yang salah, dan hal yang akan mereka lakukan adalah hal-hal negatif—yang akibatnya akan tak terbayangkan. Jika mereka berani melanggar kebenaran dan hukum perkembangan segala sesuatu, dan juga dengan gegabah menghujat, menghakimi kebenaran dan semua pekerjaan yang Tuhan lakukan, bahkan secara terbuka menentang Tuhan dan melanggar ketetapan administratif Tuhan, serta dengan lancang mengumpat, mengutuk, dan menghujat Tuhan, maka mereka sama persis dengan para setan dan Iblis. Mereka mampu melakukan semua kejahatan yang dilakukan para setan dan Iblis, melakukan semua hal yang dilakukan para setan dan Iblis, dan mengucapkan semua kekeliruan, ajaran sesat, dan argumen menyimpang yang diucapkan para setan dan Iblis. Orang-orang ini adalah setan dan Iblis tulen.

Apa yang telah engkau semua pahami dari persekutuan hari ini? (Aku telah memahami bahwa orang yang memiliki kemanusiaan memiliki hati nurani dan nalar, serta mampu membedakan yang benar dan yang salah. Mengenai kemampuan membedakan yang benar dan yang salah, Tuhan, dengan menggunakan berbagai contoh, telah menjelaskan dengan sangat gamblang apa itu hal positif dan apa itu hal negatif, sehingga ketika kita menghadapi berbagai hal, kita dapat membuat penilaian yang akurat dan pada saat yang sama memiliki perspektif yang tepat di balik pengejaran kita—kita haruslah mendambakan dan mengejar hal-hal positif, serta membenci dan menolak hal-hal negatif.) Hati nurani dan nalar dalam kemanusiaan merupakan syarat paling dasar bagi seseorang untuk memperoleh keselamatan. Jika engkau semua memiliki kedua syarat dasar ini tetapi tidak mengejar kebenaran, dan tidak menerapkan sedikit kebenaran yang kaupahami itu, dan pada akhirnya tidak dapat mencapai ketundukan pada kebenaran, maka engkau tetap tidak akan mampu mencapai keselamatan. Hati nurani dan nalar hanyalah syarat dasar untuk memperoleh keselamatan; mengenai jalan mana yang kautempuh, itu bergantung pada pilihanmu sendiri. Jika engkau adalah orang yang sungguh-sungguh memiliki hati nurani dan nalar, engkau akan memiliki kesempatan, di bawah kendali hati nuranimu, untuk memilih menempuh jalan mengejar kebenaran. Jika hati nuranimu mengatur dan membimbingmu agar memilih jalan yang benar, tetapi engkau tidak bersedia menderita dan membayar harga, tidak bersedia memberontak terhadap daging dan melepaskan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan dagingmu, dan engkau belum menempuh jalan mengejar kebenaran, maka tetap tidak akan ada harapan bagimu untuk memperoleh keselamatan. Harapan untuk memperoleh keselamatan, di satu sisi, berkaitan langsung dengan hati nurani dalam kemanusiaanmu; di sisi lain, juga berkaitan langsung dengan harga yang mampu kaubayar dalam mengejar kebenaran, serta tekad dan keinginanmu untuk menerapkan kebenaran. Hati nurani hanya memberimu syarat dasar untuk diselamatkan, dan juga menciptakan banyak kesempatan bagimu untuk menerapkan kebenaran, memberimu kesempatan untuk mulai menempuh jalan yang benar di bawah kendali hati nuranimu. Itu berarti, kesempatanmu untuk menempuh jalan yang benar akan relatif tinggi, dan harapanmu untuk memperoleh keselamatan juga akan relatif tinggi, lebih dari lima puluh persen—tetapi, hal itu tidak menjamin. Oleh karena itu, sekalipun engkau merasa memiliki hati nurani dan kemanusiaan, janganlah berpuas diri, mengira bahwa hanya dengan memiliki hati nurani dan nalar berarti engkau adalah orang baik dan mampu mencapai keselamatan, bahwa itu sudah pasti. Jika engkau berpikir seperti ini, maka Kuberitahukan kepadamu bahwa ada penyimpangan dalam pemahamanmu tentang hal ini. Jika engkau memiliki hati nurani dan kemanusiaan, ini hanya menegaskan bahwa engkau adalah orang yang telah dipilih dan dipanggil Tuhan. Namun, faktor penentu terpenting apakah engkau pada akhirnya dapat memperoleh keselamatan atau tidak, itu terletak pada pengejaranmu sendiri. Sekalipun hati nuranimu biasanya aktif, sering kali mengatur perilakumu dan mengaturmu agar memilih jalan yang benar, jika engkau sering melanggar hati nuranimu dan tidak memilih jalan yang benar, serta bukan memilih untuk menerapkan kebenaran, melainkan sering melindungi kepentingan pribadimu, reputasi, dan harga dirimu, serta sering mempertimbangkan prospek, ambisi, dan keinginan pribadimu, maka harapanmu untuk akhirnya memperoleh keselamatan akan sangat tipis—sedikit demi sedikit, harapan itu akan hancur karenamu. Ini akan menjadi hal yang sangat tragis. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Baiklah, sekian persekutuan kita hari ini. Sampai jumpa!

9 Maret 2024

Sebelumnya: Cara Mengejar Kebenaran (15)

Selanjutnya: Cara Mengejar Kebenaran (17)

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini

Hubungi kami via WhatsApp