Cara Mengejar Kebenaran (10)
Hari ini kita akan melanjutkan persekutuan tentang pembahasan kita sebelumnya. Tentang apakah persekutuan kita dalam pertemuan terakhir kali? (Terakhir kali, Tuhan bersekutu terutama tentang dua topik. Pertama, Tuhan bersekutu tentang pertanyaan yang orang ajukan: "Jika manusia tidak mengejar cita-cita dan keinginan mereka, akankah dunia berkembang seperti sekarang ini?" Selanjutnya, Tuhan bersekutu tentang cara pandang dan sudut pandang yang keliru dari beberapa orang mengenai pernikahan, lalu bersekutu tentang konsep dan definisi pernikahan yang benar.) Terakhir kali, Aku mempersekutukan topik yang sangat luas, yaitu pernikahan. Pernikahan adalah topik yang luas yang berkaitan dengan semua manusia dan memenuhi sejarah perkembangan manusia. Topik ini berkaitan dengan kehidupan orang sehari-hari, dan penting bagi semua orang. Terakhir kali kita mempersekutukan beberapa pembahasan yang menyentuh topik ini, terutama tentang asal-usul dan pembentukan pernikahan, serta perintah dan ketetapan Tuhan bagi kedua belah pihak dalam pernikahan, serta tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipikul oleh kedua belah pihak dalam pernikahan. Berdasarkan apakah pembahasan ini? (Berdasarkan catatan Alkitab.) Persekutuan ini didasarkan pada firman dan ayat-ayat yang tercatat dalam Alkitab, yang mana setelah Tuhan menciptakan manusia, Dia menetapkan pernikahan bagi mereka, bukan? (Benar.) Melalui persekutuan kita yang terakhir, dan melalui pembacaan beberapa ucapan dan perbuatan Tuhan mengenai pernikahan manusia sebagaimana yang tercatat dalam Alkitab, apakah sekarang engkau semua memiliki definisi yang akurat tentang pernikahan? Ada orang-orang yang berkata: "Kami masih muda, kami tidak memiliki konsep tentang pernikahan, dan kami juga belum punya pengalaman. Mendefinisikan pernikahan adalah hal yang sulit bagi kami." Apakah ini hal yang sulit? (Tidak.) Ini tidak sulit. Jadi, bagaimana seharusnya kita mendefinisikan pernikahan? Berdasarkan ucapan dan perbuatan Tuhan mengenai pernikahan manusia, bukankah engkau semua seharusnya telah memiliki definisi yang akurat tentang pernikahan? (Ya.) Mengenai pernikahan, baik yang sudah menikah maupun belum, engkau harus memiliki pemahaman yang akurat tentang firman yang Kupersekutukan sekarang. Ini adalah aspek kebenaran yang harus kaupahami. Berdasarkan sudut pandang ini, apakah engkau memiliki pengalaman dalam pernikahan atau tidak, dan apakah engkau tertarik pada pernikahan atau tidak, dan perhitungan serta rencana apa pun yang mungkin kaumiliki di masa lalu mengenai pernikahan, selama masalah ini berkaitan dengan pengejaranmu akan kebenaran, engkau harus memahaminya. Ini juga merupakan masalah yang harus kaulihat dengan jelas, karena ini berkaitan dengan kebenaran, gagasan dan sudut pandang manusia, pengejaran akan kebenaran, dan prinsip serta jalan penerapanmu dalam perjalananmu mengejar kebenaran. Jadi, apakah engkau memiliki pengalaman dalam pernikahan sebelumnya atau tidak, apakah engkau tertarik untuk menikah atau tidak, atau bagaimana keadaan pernikahanmu, jika engkau ingin mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, engkau harus memiliki pemahaman yang akurat dan gagasan serta sudut pandang yang benar mengenai pernikahan, sama seperti hal-hal apa pun yang berkaitan dengan kebenaran; di dalam hatimu, engkau tidak boleh menentangnya, atau bersikap tidak realistis dan memiliki gagasan tentangnya, atau memperlakukannya berdasarkan latar belakang dan keadaanmu sendiri, atau membuat pilihan apa pun sehubungan dengan hal itu. Semua ini adalah sudut pandang yang keliru. Pernikahan, seperti halnya masalah lainnya, berkaitan dengan pandangan, sudut pandang, dan perspektif orang. Jika engkau ingin memiliki gagasan, pandangan, sudut pandang, dan perspektif yang selaras dengan kebenaran tentang hal pernikahan, engkau harus memiliki pemahaman dan definisi yang akurat tentang pernikahan, yang semuanya berkaitan dengan kebenaran. Jadi, dalam hal pernikahan, engkau harus memiliki pemahaman yang benar dan memahami kebenaran yang Tuhan ingin orang pahami dalam hal ini. Hanya dengan memahami kebenaran di sini, barulah engkau dapat memiliki gagasan dan sudut pandang yang benar untuk menghadapi pernikahan ketika engkau menikah, atau ketika muncul hal-hal dalam hidupmu yang berkaitan dengan hal pernikahan; hanya dengan cara demikianlah engkau dapat memiliki sudut pandang dan perspektif yang benar mengenai hal tersebut, dan tentu saja, memiliki jalan yang akurat untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pernikahan. Ada orang-orang yang berkata: "Aku tidak akan pernah menikah." Dan mungkin engkau tidak akan pernah menikah, tetapi engkau pasti memiliki beberapa gagasan dan sudut pandang tentang pernikahan, besar atau kecil, benar atau salah. Selain itu, dalam hidupmu, engkau pasti akan bertemu dengan beberapa orang atau hal-hal yang menimbulkan masalah yang berkaitan dengan hal pernikahan, lalu bagaimana engkau akan memandang dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut? Ketika masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan ini muncul, apa yang harus kaulakukan untuk memiliki gagasan, pandangan, sudut pandang, dan prinsip-prinsip penerapan yang akurat? Bagaimana engkau harus bertindak agar selaras dengan maksud Tuhan? Ini adalah sesuatu yang harus kaupahami, sesuatu yang harus kaukejar untuk maju. Apa maksud-Ku ketika Aku mengatakan hal itu? Maksud-Ku, ada orang-orang yang mungkin berpikir bahwa pernikahan tidak ada hubungannya dengan mereka, jadi mereka tidak terlalu mendengarkannya. Apakah ini sudut pandang yang benar? (Tidak.) Tidak. Apa pun topik yang Kubahas, selama topik itu berkaitan dengan kebenaran, berkaitan dengan mengejar kebenaran, dan berkaitan dengan dasar dan standar dalam memandang orang dan hal-hal, serta dalam berperilaku dan bertindak, maka engkau harus menerimanya dan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dan saksama. Karena ini bukanlah akal sehat, juga bukan pemahaman, apalagi pemahaman profesional—ini adalah kebenaran.
Mari kita kembali dan melanjutkan persekutuan mengenai topik pernikahan. Apa definisi pernikahan yang seharusnya? Berdasarkan ketetapan dan pengaturan Tuhan mengenai pernikahan, serta nasihat dan perintah-Nya kepada kedua belah pihak yang menikah yang Kupersekutukan sebelumnya, konsep dan definisi pernikahanmu tidak boleh kacau; sebaliknya, konsep dan definisimu harus jelas dan tegas. Pernikahan harus menjadi penyatuan seorang laki-laki dan seorang perempuan di bawah ketetapan dan pengaturan Tuhan. Inilah komposisi pernikahan, dan ada syarat-syaratnya. Di bawah ketetapan dan pengaturan Tuhan, seorang laki-laki dan seorang perempuan bersatu membentuk sebuah pernikahan. Bukankah demikian? (Ya.) Bukankah definisi pernikahan seperti itu secara teoretis akurat? (Ya.) Mengapa dikatakan akurat? Bagaimana engkau bisa yakin bahwa definisi itu akurat? Karena itu didasarkan pada catatan Alkitab, dan ada indikasi yang dapat diikuti. Catatan Alkitab dengan jelas menerangkan asal-usul pernikahan. Ini adalah definisi pernikahan. Berdasarkan definisi pernikahan yang jelas ini, mari kita lihat tugas-tugas apa saja yang dilaksanakan masing-masing pihak dalam pernikahan. Bukankah ayat-ayat Alkitab yang kita baca pada pertemuan terakhir mencatat hal ini dengan jelas? (Ya.) Tugas paling sederhana yang dilaksanakan masing-masing pihak dalam pernikahan adalah mendampingi dan membantu satu sama lain. Lalu, apa perintah Tuhan kepada perempuan? (Tuhan berkata kepada perempuan itu: "Aku akan melipatgandakan rasa sakitmu pada saat mengandung; dalam kesakitan engkau akan melahirkan anak-anakmu; dan engkau akan berahi kepada suamimu, dan ia akan memerintah atasmu" (Kejadian 3:16).) Ini adalah teks asli Alkitab. Dengan menggunakan bahasa modern kita, perintah Tuhan kepada perempuan adalah tugasnya. Apa tugas itu? Untuk melahirkan anak-anak, membesarkan mereka, dan merawat serta mengasihi suaminya. Ini adalah perintah Tuhan kepada perempuan. Selanjutnya, apa tugas laki-laki yang Tuhan perintahkan untuk dilaksanakan? Sebagai kepala rumah tangga, laki-laki harus menanggung beban hidup keluarga dan menafkahi keluarga dengan peluh di wajahnya. Dia juga harus menanggung beban mengurus anggota keluarga, istrinya, dan hidupnya sendiri. Inilah pembagian tugas Tuhan di antara laki-laki dan perempuan. Engkau harus jelas dan pasti mengenai tugas laki-laki dan perempuan. Ini adalah definisi dan pembentukan pernikahan, serta tanggung jawab yang harus dipikul kedua belah pihak dan kewajiban yang harus mereka penuhi. Inilah pernikahan itu sendiri dan hakikat pernikahan yang sejati. Apakah ada hal yang negatif dalam topik yang telah kita bahas terkait pernikahan? (Tidak.) Tidak ada hal yang negatif di dalamnya. Semuanya sangat murni, selaras dengan kebenaran, dan sesuai dengan fakta, serta selaras dengan dasar firman Tuhan. Dengan catatan Alkitab sebagai dasarnya, hal pernikahan menjadi sangat pasti dan jelas bagi orang modern; kita tidak perlu memberikan terlalu banyak prasyarat atau menjelaskan asal-usul pernikahan secara panjang lebar. Hal itu tidak perlu. Definisi pernikahan sudah jelas, dan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak dalam pernikahan, serta kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi, sudah jelas dan pasti. Ketika orang sudah jelas dan pasti mengenai hal-hal ini, apa dampaknya terhadap pengejaran mereka akan kebenaran? Apa makna di balik pemahaman akan definisi dan komposisi pernikahan serta tugas kedua belah pihak? Dengan kata lain, apa hasil dari mempersekutukan topik ini bagi orang-orang, dan apa dampak yang ditimbulkannya? Bahasa kasarnya, apa gunanya engkau semua mendengarkan pembahasan ini? (Pembahasan ini memungkinkan kami memiliki sudut pandang yang benar dan selaras dengan kebenaran dalam memandang segala sesuatu ketika kami menghadapi pernikahan, atau ketika kami memandang pernikahan; kami tidak akan dipengaruhi atau disesatkan oleh tren jahat atau gagasan yang ditanamkan oleh Iblis.) Ini adalah salah satu efek positifnya. Apakah mempersekutukan definisi dan pembentukan pernikahan serta tugas kedua belah pihak memungkinkan orang memiliki pemikiran dan sudut pandang yang benar mengenai pernikahan? (Ya.) Ketika orang memiliki gagasan dan sudut pandang yang benar, apakah manfaat dan dampak positifnya memungkinkan mereka untuk memiliki pandangan yang benar tentang pernikahan dalam kesadaran mereka? Setelah orang memiliki pandangan yang benar tentang pernikahan dan gagasan serta sudut pandang yang benar, apakah mereka memiliki daya tahan dan kekebalan tertentu terhadap gagasan dan sudut pandang negatif yang berlawanan, yang merupakan tren jahat? (Ya.) Apa yang dimaksud dengan daya tahan dan kekebalan ini? Itu berarti, setidaknya, engkau memiliki kemampuan untuk mengenali beberapa gagasan dan sudut pandang jahat mengenai pernikahan yang berasal dari dunia dan masyarakat. Setelah engkau memiliki kemampuan untuk mengenali, engkau tidak akan lagi memandang pernikahan berdasarkan gagasan dan sudut pandang yang berasal dari tren jahat dunia, dan engkau juga tidak akan menerima gagasan dan sudut pandang tersebut. Jadi, apa manfaatnya bagimu jika tidak menerima gagasan dan sudut pandang tersebut? Gagasan dan sudut pandang tersebut tidak akan mengendalikan sudut pandang dan tindakanmu mengenai pernikahan, dan tidak akan lagi merusakmu, juga tidak akan menanamkan dalam dirimu gagasan dan sudut pandang jahat tersebut; oleh karena itu, engkau tidak akan memandang pernikahan dengan mengikuti tren jahat dunia, dan engkau juga tidak akan terbawa oleh tren jahat tersebut, sehingga engkau akan mampu tetap teguh dalam kesaksianmu mengenai hal pernikahan. Jadi, dalam arti tertentu, sudahkah engkau melepaskan beberapa gagasan, sudut pandang, dan perspektif dunia yang jahat mengenai pernikahan? (Ya.) Setelah orang memiliki definisi yang akurat tentang pernikahan, mereka mampu melepaskan beberapa pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka mengenai pernikahan, tetapi apakah cukup sampai di situ saja? Apakah mereka mampu sepenuhnya melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka mengenai pernikahan? Itu sangat tidak cukup. Mereka hanya memiliki definisi dan konsep pernikahan yang akurat, hanya sekadar memiliki konsep dan pemahaman awal yang mendasar tentang pernikahan dalam pemikiran mereka. Namun, berbagai gagasan, sudut pandang, dan topik yang disebarluaskan oleh dunia dan masyarakat mengenai pernikahan akan tetap memengaruhi gagasan dan sudut pandangmu, serta memengaruhi perspektifmu—dan bahkan tindakanmu—berkenaan dengan pernikahan. Jadi, hingga saat ini, setelah memiliki definisi yang akurat tentang pernikahan, orang-orang masih belum mampu melepaskan sepenuhnya pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka berkenaan dengan pernikahan. Jadi selanjutnya, bukankah kita harus bersekutu tentang berbagai pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dalam diri orang-orang berkenaan dengan pernikahan? (Ya.)
Aku akan mengakhiri persekutuan tentang definisi pernikahan ini. Selanjutnya, kita akan bersekutu tentang bagaimana melepaskan berbagai pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul karena pernikahan. Pertama, mari kita mempersekutukan berbagai khayalan orang mengenai pernikahan. Ketika Aku menyebutkan khayalan, maksud-Ku adalah gambaran yang orang bayangkan di pikiran mereka. Gambaran-gambaran ini belum menjadi kenyataan; itu hanyalah khayalan yang dipicu oleh kehidupan sehari-hari orang atau keadaan-keadaan yang mereka jumpai. Imajinasi tersebut membentuk gambaran dan ilusi di pikiran orang, bahkan menjadi pengejaran, cita-cita dan keinginan mereka mengenai pernikahan. Jadi, agar dapat melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu dalam hal pernikahan, sebaiknya lepaskan terlebih dahulu berbagai khayalan yang pernah atau sudah tertanam di benak dan lubuk hatimu. Inilah hal pertama yang harus kaulakukan untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu dalam hal pernikahan—yaitu, melepaskan berbagai khayalanmu tentang pernikahan. Jadi, mari kita terlebih dahulu membahas tentang khayalan apa yang orang-orang miliki tentang pernikahan. Berbagai pendapat orang zaman dahulu dari ratusan atau ribuan tahun yang lalu tentang pernikahan sudah terlalu jauh dari masa kini, jadi kita tidak akan membahasnya. Sebaliknya, kita akan membahas tentang pendapat dan tindakan masyarakat modern yang terkini, populer, modis, dan yang diterima secara umum tentang pernikahan; hal-hal ini memengaruhimu, menyebabkanmu terus-menerus memiliki segala macam khayalan di lubuk hati atau pikiranmu mengenai pernikahan. Pertama, beberapa pendapat mengenai pernikahan menjadi populer di tengah masyarakat, kemudian berbagai karya sastra mengusung gagasan dan pendapat para penulis mengenai pernikahan; ketika karya sastra ini diubah menjadi acara televisi dan film untuk diputar di layar kaca, karya-karya tersebut bahkan lebih secara gamblang menguraikan berbagai pendapat orang tentang pernikahan, berbagai pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka mengenai pernikahan. Hal-hal ini sedikit banyak terus-menerus ditanamkan ke dalam dirimu, baik terlihat maupun tidak terlihat. Sebelum engkau semua memiliki konsep pernikahan yang akurat, pendapat dan informasi masyarakat tentang pernikahan ini menciptakan prasangka dalam dirimu dan diterima olehmu; lalu engkau semua mulai berkhayal tentang bagaimana pernikahanmu nantinya, dan seperti apa pasanganmu nantinya. Entah engkau menerima informasi-informasi ini melalui acara televisi, film, dan novel, atau melalui lingkaran sosialmu dan orang-orang dalam hidupmu—apa pun sumbernya, semua pesan ini berasal dari manusia, masyarakat, dan dunia, atau lebih tepatnya, mereka berkembang dan berasal dari tren jahat. Tentu saja, jauh lebih tepat lagi, semua itu berasal dari Iblis. Bukankah benar demikian? (Ya.) Selama proses ini, gagasan dan sudut pandang apa pun tentang pernikahan yang telah kauterima, sebenarnya, saat menerima berbagai gagasan dan sudut pandang tentang pernikahan, engkau terus-menerus berkhayal tentang pernikahan dalam benakmu. Semua khayalan ini berkisar pada satu hal. Tahukah engkau semua apa itu? (Kasih yang romantis.) Di tengah masyarakat saat ini, pesan yang makin populer atau yang diterima secara umum berkisar pada pembicaraan tentang pernikahan dengan istilah kasih yang romantis; kebahagiaan sebuah pernikahan bergantung pada adanya kasih yang romantis ini, dan apakah suami dan istri saling mencintai atau tidak. Pendapat masyarakat mengenai pernikahan ini—hal-hal yang memenuhi pemikiran orang dan kedalaman jiwa mereka—terutama adalah tentang kasih yang romantis. Pendapat-pendapat ini ditanamkan ke dalam diri orang, menyebabkan mereka memiliki segala macam khayalan tentang pernikahan. Sebagai contoh, mereka berkhayal tentang siapakah orang yang mereka cintai kelak, akan menjadi orang seperti apa mereka, dan apa saja persyaratan untuk menjadi pasangan hidup mereka. Khususnya, ada pesan-pesan beragam yang berasal dari masyarakat, yang mengatakan bahwa mereka tentu saja harus mencintai orang tersebut dan orang tersebut juga harus mencintai mereka, bahwa inilah satu-satunya kasih romantis yang sejati, bahwa hanya kasih romantis yang sejatilah yang dapat membawa kepada pernikahan, bahwa hanya berdasarkan kasih yang romantis, barulah pernikahan bisa menjadi yang indah dan bahagia, dan pernikahan tanpa kasih yang romantis adalah tidak bermoral. Jadi, sebelum mereka menemukan orang yang akan mereka cintai, semua orang bersiap untuk mencari kasih yang romantis, membuat rencana pernikahan terlebih dahulu, mempersiapkan hari di mana mereka akan bertemu dengan orang yang mereka cintai sehingga mereka bisa dengan segera mengejar kasih mereka, dan mewujudkan kasih mereka, bukan? (Ya.) Di masa lalu, orang tidak berbicara tentang kasih yang romantis, juga tidak berbicara tentang apa yang disebut kebebasan pernikahan, ataupun berkata bahwa kasih itu polos, bahwa kasih adalah yang tertinggi. Pada waktu itu, orang merasa malu berbicara tentang pernikahan, kasih, dan percintaan. Khususnya jika berbicara tentang lawan jenis, orang akan merasa malu, tersipu dan jantung mereka berdegup kencang, atau sulit berbicara. Zaman sekarang, sikap orang telah berubah. Ketika mereka melihat orang lain membicarakan percintaan dan pernikahan dengan begitu tenang dan percaya diri, mereka juga ingin menjadi orang seperti itu, membicarakan percintaan dan pernikahan dengan bebas dan terbuka, tanpa merasa malu atau jantung yang berdegup kencang. Selain itu, mereka ingin dapat mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka saat bertemu dengan orang yang ingin mereka kejar, untuk mencurahkan isi hati mereka; mereka bahkan berkhayal tentang segala macam adegan berpacaran atau berkencan, dan terlebih lagi, mereka berkhayal tentang orang seperti apa yang akan mereka cintai dan kejar. Perempuan berkhayal bahwa orang yang mereka kejar adalah seorang pangeran tampan, tinggi badannya minimal 1.8 meter, humoris, sopan, terpelajar, memiliki latar belakang keluarga yang baik, dan bahkan lebih baik lagi, dia memiliki mobil dan rumah, status sosial, sejumlah kekayaan, dan sebagainya. Sedangkan bagi laki-laki, mereka berkhayal bahwa pasangan mereka adalah seorang perempuan cantik berkulit putih, perempuan cerdas yang bisa menonjol di pertemuan sosial dan ahli memasak di dapur. Mereka bahkan berkhayal bahwa pasangan mereka adalah seorang perempuan yang cantik dan kaya, dan akan lebih baik lagi jika dia memiliki latar belakang keluarga yang kuat. Lalu orang-orang akan berkata bahwa perjodohan mereka berdua itu seperti Romeo dan Juliet, seperti pasangan yang sempurna atau pasangan yang serasi, pasangan yang membuat iri orang-orang yang melihat mereka, yang tidak pernah berselisih paham atau marah satu sama lain, yang tidak pernah bertengkar karena alasan apa pun, yang sangat mencintai satu sama lain—seperti pasangan di film yang bersumpah untuk saling mencintai hingga lautan menjadi kering dan bebatuan menjadi debu, menjadi tua bersama, tidak pernah membenci atau menjauhi satu sama lain, tidak pernah putus asa terhadap satu sama lain, dan tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Perempuan berkhayal bahwa suatu hari mereka akan masuk ke dalam aula pernikahan dengan orang yang mereka cintai, dan kemudian dengan berkat dari pendeta, mereka akan saling bertukar cincin, saling mengucapkan sumpah, mengikrarkan janji kasih yang tulus, berkomitmen untuk menjalani kehidupan ini bersama-sama dan tidak melepaskan atau meninggalkan satu sama lain baik dalam keadaan sakit maupun miskin. Laki-laki juga berkhayal bahwa suatu hari nanti mereka akan memasuki aula pernikahan dengan perempuan yang mereka cintai, dan dengan berkat dari pendeta, mereka saling bertukar cincin dan mengikrarkan janji, berjanji bahwa setua atau seburuk apa pun pengantin baru mereka nantinya, mereka tidak akan meninggalkan atau menelantarkannya, dan mereka akan memberinya pernikahan yang paling indah dan bahagia, dan menjadikannya perempuan paling bahagia di dunia. Semua laki-laki dan perempuan berkhayal seperti ini, mengejar pernikahan seperti ini, dan dalam kehidupan nyata, mereka terus mempelajari segala macam pengejaran, cita-cita, dan keinginan tentang pernikahan. Demikian juga halnya, mereka tanpa henti mengulangi khayalan-khayalan ini di lubuk hati mereka, berharap suatu hari nanti khayalan mereka akan terwujud dalam kehidupan nyata mereka, membuatnya bukan lagi semacam cita-cita atau keinginan, melainkan sesuatu yang nyata. Di bawah pengaruh kehidupan modern dan pengondisian segala jenis pesan dan informasi di tengah masyarakat, setiap perempuan berharap untuk mengenakan gaun pengantin putih dan menjadi pengantin tercantik di dunia, menjadi perempuan yang paling bahagia di dunia; dia juga berharap untuk mengenakan cincin berliannya sendiri, yang tentunya harus melebihi satu karat, dan harus memiliki kemurnian terbaik. Cincin tersebut tidak boleh bercacat, dan laki-laki yang paling dia cintai harus memasukkan cincin tersebut di jarinya. Inilah khayalan pernikahan seorang perempuan. Di satu sisi, dia memiliki beberapa khayalan mengenai bentuk pernikahannya; di sisi lain, dia juga memiliki segala macam khayalan tentang kehidupan pernikahan, berharap laki-laki yang dia cintai tidak akan gagal memenuhi harapannya, bahwa dia akan mencintainya dalam pernikahan sedalam ketika mereka pertama kali jatuh cinta, bahwa dia tidak akan mencintai perempuan lain, bahwa dia akan memberinya kehidupan yang bahagia, memenuhi komitmennya, dan sampai lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu, mereka akan tetap bersama di kehidupan ini dan di akhirat. Selain itu, dia juga memiliki segala macam khayalan dan persyaratan mengenai orang yang dia cintai. Setidaknya, dia haruslah seorang pangeran tampan, jika bukan, setidaknya dia menunggang kuda putih, atau menunggang kuda hitam. Tentu saja, kualitas seperti seorang pangeran inilah yang ada dalam benak seorang perempuan untuk laki-laki idealnya—betapa romantis dan megahnya hal itu, betapa bahagianya hidupnya nanti. Dasar dari khayalan yang orang miliki mengenai pernikahan ini berasal dari masyarakat, kelompok sosial mereka, atau segala macam informasi, segala jenis buku, karya sastra, dan film; ditambah lagi beberapa unsur yang agak berkesan borjuis di dalam hati mereka yang sejalan dengan kesukaan mereka sendiri, sehingga mereka berkhayal tentang segala jenis orang yang bisa mereka cintai, segala jenis kekasih, segala jenis bentuk pernikahan dan kehidupan. Singkatnya, berbagai khayalan orang semuanya didasarkan pada pemahaman masyarakat tentang pernikahan, penafsiran tentang pernikahan, dan berbagai pendapat tentang pernikahan. Baik perempuan maupun laki-laki sama saja seperti ini. Berbagai pengejaran laki-laki akan pernikahan tidak kalah dengan pengejaran perempuan. Seorang laki-laki juga berharap untuk menemukan seorang gadis yang dia sukai, yang berbudi luhur, lemah lembut, baik hati, dan penuh perhatian, yang memperlakukannya dengan perhatian dan kasih sayang, dan yang bergantung padanya seperti seekor burung kecil, yang selalu mengabdi padanya, yang tidak meremehkan segala kekurangan atau kelemahannya, yang bahkan menerima segala kekurangan dan kelemahannya, yang saat dia merasa berkecil hati atau frustrasi, dan saat dia gagal, akan mengulurkan tangan untuk membantu dan menyokongnya, lalu berkata kepadanya: "Sayang, tidak apa-apa, aku di sini. Tak ada yang tidak bisa kita lewati bersama. Jangan takut. Aku akan selalu berada di sisimu setiap saat." Perempuan memiliki segala macam persyaratan terhadap laki-laki, dan demikian pula, laki-laki memiliki segala macam persyaratan terhadap perempuan, jadi baik laki-laki maupun perempuan, mereka mencari pasangan mereka di antara orang banyak, dan dasar untuk mencari pasangan mereka adalah berbagai khayalan mereka tentang pernikahan. Tentu saja, laki-laki akan lebih sering berkhayal tentang memiliki pengaruh yang kuat di tengah masyarakat, memiliki karier, memperoleh sejumlah kekayaan tertentu, dan mengumpulkan sejumlah modal tertentu, sehingga setelah itu dia dapat mencari pasangan yang setara dengannya dalam hal status, identitas, selera, dan kesukaan. Selama dia menyukai perempuan itu dan perempuan itu memenuhi persyaratannya, dia akan rela melakukan apa saja untuknya, bahkan berjalan di atas bara api untuknya. Tentu saja, secara sedikit lebih realistis, dia akan membelikannya beberapa barang bagus, memenuhi kebutuhan materielnya, membelikannya mobil, rumah, cincin berlian, tas dan pakaian bermerek. Jika dia mampu, dia juga akan membeli kapal pesiar pribadi dan pesawat pribadi, dan akan membawa perempuan yang dicintainya berlayar berdua saja, atau mengajaknya melihat dunia, bepergian ke gunung-gunung, pulau-pulau, dan tempat-tempat indah yang paling terkenal di dunia. Betapa indahnya kehidupan seperti itu. Perempuan membayar segala macam harga untuk berbagai khayalan pernikahan mereka, dan dengan cara yang sama, laki-laki berjuang dan bekerja untuk mewujudkan berbagai khayalan pernikahan mereka. Seperti apa pun khayalan yang kaumiliki mengenai pernikahan, selama itu berasal dari dunia, dari pemahaman dan pendapat manusia yang rusak mengenai pernikahan, atau dari informasi tentang pernikahan yang ditanamkan oleh dunia dan manusia yang rusak, gagasan dan sudut pandang ini hingga taraf tertentu akan memengaruhi kehidupan dan keyakinanmu, serta akan memengaruhi pandanganmu terhadap kehidupan dan jalan yang kautempuh dalam hidup. Ini karena pernikahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh orang dewasa mana pun, dan juga merupakan topik yang tidak bisa dihindari. Sekalipun engkau memutuskan untuk tetap melajang sepanjang hidupmu, tidak pernah menikah, khayalanmu tentang pernikahan akan tetap ada. Engkau mungkin memutuskan untuk tetap melajang, tetapi mulai dari saat engkau memiliki konsep dan pemikiran paling mendasar mengenai pernikahan, engkau memiliki berbagai macam khayalan tentang hal itu. Khayalan-khayalan ini tidak hanya memenuhi pikiranmu, tetapi juga memenuhi kehidupan sehari-harimu dan memengaruhi gagasan, sudut pandang, dan pilihanmu saat engkau menghadapi segala macam hal. Sederhananya, jika seorang perempuan memiliki standar untuk siapa yang dia cintai, maka entah standar tersebut adalah kedewasaan atau kemapanan, dia akan menggunakan standar ini untuk mempertimbangkan baik dan buruknya kemanusiaan dan karakter lawan jenisnya, serta apakah lawan jenisnya tersebut adalah jenis orang yang bersamanya dia ingin menghabiskan waktu atau tidak. Standar ini tidak dapat dipisahkan dari standar yang dia gunakan dalam memilih pasangan pernikahan. Sebagai contoh, katakanlah jenis laki-laki yang dia sukai memiliki ciri-ciri yang khas dengan bentuk wajah persegi dan lebar, dan berkulit cerah; cara bicaranya elegan, dengan sedikit kesan kutu buku, dan dia cukup sopan. Dalam pandangannya tentang kasih, dia merasa nyaman dengan laki-laki seperti ini, dan dia lebih condong menyukai laki-laki seperti ini. Jadi, dalam hidupnya, apakah orang tersebut adalah orang yang dia cintai atau bukan, dia pasti akan merasa nyaman dengan dia. Maksud-Ku, ketika dia berhubungan dengan orang semacam itu, entah kemanusiaannya baik atau buruk, seperti apa pun karakternya, apakah dia orang yang tidak setia atau orang jahat, semua hal ini bukanlah hal yang utama; ini bukanlah standar yang dia gunakan untuk memandang lawan jenisnya. Apa standarnya? Ini adalah standar yang digunakannya dalam memilih seorang suami. Jika pasangannya sejalan dengan standar yang dia miliki dalam memilih seorang suami, meskipun laki-laki tersebut bukan orang yang sebenarnya dia pilih sebagai suami, laki-laki tersebut tetaplah seseorang yang ingin dia habiskan waktu bersamanya. Apa yang dijelaskan oleh masalah ini? Pandangan seseorang tentang kasih—secara lebih spesifik, standar seseorang berkenaan dengan pasangan dalam kasih atau pernikahan—sangat memengaruhi pandangannya terhadap semua lawan jenisnya. Ketika dia bertemu dengan seorang laki-laki yang memenuhi standarnya untuk memilih seorang suami, dia mendapati segala sesuatu tentang laki-laki itu enak dipandang, suaranya enak didengar, dan perkataan serta tindakannya nyaman untuk dilihat. Meskipun dia bukan orang yang ingin dia cintai dan kejar, dia tetap menganggapnya enak dipandang. Anggapan enak dipandang inilah yang menjadi sumber masalah. Apa pun yang dia katakan, engkau tidak mampu membedakan apakah itu benar atau salah; engkau menganggap segala sesuatu tentang dirinya baik dan benar, dan menganggap dia melakukan segala sesuatu dengan baik. Dari kesan baik yang kaumiliki tentang dirinya, lambat laun engkau mulai mengagumi dan memujanya. Berasal dari manakah kekaguman dan pemujaan ini? Itu berasal dari standar yang kaugunakan dalam memilih pasangan untuk kasih dan pernikahan. Pada taraf tertentu, standar ini menyesatkan caramu memandang orang lain; lebih tepatnya, ini mengaburkan kriteria dan alasan yang kaugunakan untuk memandang lawan jenis. Penampilan luarnya sesuai dengan standar estetikamu, jadi seperti apa pun karakter yang dia miliki, apakah tindakannya sesuai dengan prinsip atau tidak, apakah dia memiliki prinsip-prinsip kebenaran atau tidak, apakah dia mengejar kebenaran atau tidak, apakah dia memiliki iman dan ketundukan yang sejati kepada Tuhan atau tidak—hal-hal ini menjadi sangat kabur bagimu, dan engkau mungkin akan dipengaruhi secara emosi dalam caramu memandang orang ini. Karena engkau memiliki kesan yang baik terhadap orang ini, dan karena dia memenuhi standarmu secara emosi, engkau melihat semua yang dia lakukan sebagai hal yang baik dan benar; engkau melindungi dan memujanya, sampai-sampai ketika dia melakukan sesuatu yang jahat, engkau tidak menyadarinya, dan engkau tidak menyingkapkannya atau meninggalkannya. Apa penyebabnya? Itu karena perasaanmu yang bekerja, memikat hatimu. Begitu perasaanmu bekerja, apakah mudah bagimu untuk melakukan hal-hal berdasarkan prinsip? Perasaanmu telah mengambil alih, jadi engkau tidak memiliki prinsip. Jadi, akibat yang ditimbulkan masalah ini sangatlah serius. Meskipun dia bukan orang yang kaucintai, atau bukan orang yang ingin kaunikahi, dia tetap selaras dengan estetika dan kebutuhan emosimu; dalam kondisi ini, engkau pasti dipengaruhi dan dikendalikan oleh perasaanmu, dan sangat sulit bagimu untuk memandang orang ini, sulit bagimu untuk menangani masalah yang terjadi pada orang ini, dan menangani masalahmu sendiri berdasarkan firman Tuhan. Begitu perasaan mengendalikanmu dan menjadi kekuatan yang mendominasi dalam dirimu, sangatlah sulit untuk melepaskan diri dari belenggu emosi yang mengikatmu, untuk masuk ke dalam kenyataan menerapkan kebenaran. Jadi, apa maksud-Ku dengan semua ini? Maksud-Ku, setiap orang memiliki berbagai macam khayalan tentang pernikahan. Ini karena engkau tidak hidup sendirian atau hidup di planet lain, dan tentu saja engkau bukan anak di bawah umur, apalagi cacat mental atau idiot; engkau adalah orang dewasa, dan engkau memiliki gagasan orang dewasa. Demikian juga halnya, engkau tanpa sadar menerima berbagai pendapat masyarakat tentang pernikahan, menerima informasi tentang pernikahan yang berasal dari masyarakat dan manusia yang jahat. Setelah menerima hal-hal tersebut, tanpa sadar engkau berkhayal tentang siapa pasangan romantismu nantinya. Apa yang dimaksud dengan berkhayal? Itu berarti memikirkan hal-hal yang kosong dan yang tidak realistis. Berdasarkan apa yang telah kita persekutukan dan singkapkan saat ini, itu terutama diarahkan pada berbagai pendapat tentang pernikahan yang berasal dari masyarakat dan manusia yang jahat. Karena engkau tidak memiliki pandangan tentang pernikahan yang benar dan selaras dengan kebenaran, engkau pasti akan dipengaruhi, dicemari, dan dirusak oleh berbagai pendapat tentang pernikahan yang berasal dari masyarakat dan manusia yang jahat, tetapi engkau tidak tahu dan tidak sadar. Engkau tidak dapat merasakan bahwa ini adalah sebuah pencemaran, sebuah kerusakan. Tanpa sadar, engkau menerima pengaruh ini, dan tanpa sadar, engkau mulai berpikir bahwa semua ini sangat adil dan masuk akal, dan engkau menganggapnya sebagai hal yang sudah sewajarnya, mengira bahwa semua ini adalah gagasan yang seharusnya dimiliki oleh orang dewasa. Engkau akan dengan sendirinya mengubah semua ini menjadi tuntutan dan kebutuhanmu yang pantas—gagasan wajar yang seharusnya dimiliki orang dewasa. Jadi, sejak engkau mulai menerima informasi-informasi ini, khayalanmu tentang pernikahan akan makin meningkat dan jauh makin dalam. Pada saat yang sama, rasa malumu tentang pernikahan akan terus berkurang, atau dapat dikatakan, engkau akan merasa makin enggan untuk secara proaktif menolak khayalan tentang pernikahan tersebut. Dengan kata lain, akan makin tak disadari, makin banyak, dan makin beraninya engkau berkhayal mengenai pasangan yang kaucintai atau mengenai berbagai adegan dan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan. Bukankah demikian? (Ya.) Makin orang menerima opini dan informasi tentang pernikahan dari masyarakat dan manusia yang jahat, mereka makin berani dan tidak terkendali dalam membayangkan pernikahan mereka sendiri, dalam mencari pasangan yang mereka cintai, dan mengejar pasangan tersebut. Pada saat yang sama, mereka berharap bahwa kekasih mereka bisa menjadi seperti tokoh yang digambarkan dalam novel percintaan, drama TV, atau film percintaan—bahwa mereka akan mencintai pasangan mereka tanpa syarat, sampai lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu, tetap setia sampai mati. Sedangkan bagi diri mereka sendiri, mereka juga sangat mencintai pasangannya seperti yang digambarkan dalam drama TV dan novel percintaan, hingga lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu, tetap setia hingga mati. Singkatnya, khayalan-khayalan ini tidak ada kaitannya dengan kebutuhan manusia dan kehidupan di dunia nyata. Tentu saja, khayalan-khayalan ini juga tidak ada kaitannya dengan esensi kemanusiaan; semua itu sama sekali tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Sama seperti apa pun yang dianggap baik oleh manusia, semua itu hanyalah pemikiran menyenangkan yang dihasilkan oleh imajinasi manusia. Karena pemikiran ini tidak sesuai dengan definisi Tuhan tentang pernikahan dan pengaturan-Nya untuk hal tersebut, orang seharusnya melepaskan gagasan dan sudut pandang yang sama sekali tidak selaras dengan fakta ini, yang seharusnya tidak mereka kejar dari awalnya.
Bagaimana seharusnya orang melepaskan khayalan-khayalan yang tidak realistis tentang pernikahan ini? Mereka harus meluruskan pemikiran dan pandangan mereka tentang percintaan dan pernikahan. Pertama, manusia harus melepaskan apa yang mereka sebut pandangan tentang kasih, melepaskan hal-hal yang bersifat khayalan dan pepatah-pepatah seperti mencintai seseorang hingga lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu, kasih yang tak tergoyahkan sampai mati, dan kasih yang abadi. Orang-orang tidak tahu apakah mereka akan memiliki kasih seperti itu sepanjang hidup mereka, apalagi di kehidupan mendatang atau sampai lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu. Berapa tahun waktu yang dibutuhkan hingga lautan mengering dan bebatuan berubah menjadi debu? Bukankah manusia akan menjadi monster jika mereka bisa hidup sampai sekian lama? Menjalani hidup ini dengan baik sudah cukup bagus, dan menjalaninya dengan kesadaran dan kejelasan. Memainkan peranmu dengan baik dalam pernikahan sudah cukup bagus, melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki atau perempuan, memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh seorang laki-laki atau perempuan, memenuhi tanggung jawab bersama, saling mendukung, saling membantu, dan mendampingi satu sama lain seumur hidup. Ini adalah pernikahan yang sempurna dan baik, dan semua hal lainnya, yang disebut kasih, yang disebut janji kasih yang tulus, kasih yang abadi itu—semua ini tidak berguna, tidak ada hubungannya dengan pernikahan yang telah Tuhan tetapkan, dan tidak ada kaitannya dengan perintah dan nasihat Tuhan kepada laki-laki dan perempuan. Ini karena apa pun dasar pernikahan, atau bagaimanapun keadaan sang suami atau istri, entah kaya atau miskin, atau apa pun bakat, status sosial, dan latar belakang sosial yang mungkin mereka miliki, atau apakah mereka adalah jodoh yang sempurna atau pasangan yang serasi; apakah pernikahan itu terjadi karena cinta pada pandangan pertama atau karena dijodohkan oleh orang tua, apakah itu terjadi secara tidak disengaja atau terbentuk melalui kasih yang tumbuh karena hubungan yang sudah lama terjalin—apa pun jenis pernikahan itu, selama kedua orang tersebut menikah dan masuk ke dalam pernikahan, pernikahan ini pasti harus menghadapi kehidupan nyata dari kebutuhan sehari-hari. Tak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kehidupan nyata, dan setiap pernikahan, baik ada kasih atau tidak, pada akhirnya harus kembali ke kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, tagihan-tagihan, termasuk listrik dan air harus dibayar dan sang istri mengeluh, "Ya ampun, tagihannya naik lagi. Semuanya naik, semuanya naik kecuali gaji. Bagaimana orang bisa hidup jika harga barang-barang naik seperti ini?" Namun, meskipun mengeluh, dia tetap harus menggunakan air dan listrik, dia tidak punya pilihan. Jadi, dia membayar tagihannya, dan setelah tagihannya terbayar, dia harus menghemat uang untuk makanan dan pengeluaran, berusaha menghemat uang yang harus dia keluarkan untuk tagihan yang lebih tinggi. Melihat ada sayur-sayuran yang didiskon di pasar, sang suami berkata, "Kacang-kacangan sedang diskon hari ini. Belilah lebih banyak, belilah cukup untuk dua minggu." Sang istri berkata, "Berapa banyak yang harus kita beli? Jika kita membeli terlalu banyak dan tidak bisa menghabiskan semuanya, itu akan membusuk. Dan jika kita membeli sebanyak itu, kita bahkan tidak bisa memasukkan semuanya ke dalam kulkas!" Sang suami menjawab, "Jika kita tidak bisa memasukkannya ke dalam kulkas, tak bisakah kita makan lebih banyak saja? Kita bisa makan kacang-kacangan dua kali sehari. Jangan selalu terlalu khawatir untuk membeli makanan mahal untuk dimakan!" Sang suami menerima gajinya dan berkata, "Aku menerima bonus lagi bulan ini. Kalau aku mendapat bonus akhir tahun yang besar, kita bisa pergi berlibur. Semua orang akan berlibur ke Maladewa atau Bali. Aku juga akan mengajakmu berlibur ke sana, jadi kau bisa bersenang-senang." Pohon buah-buahan di sekitar rumah mereka menghasilkan buah yang berlimpah, dan suami-istri tersebut berdiskusi: "Tahun lalu panen kita buruk. Tahun ini hasil panennya berlimpah, jadi kita bisa menjualnya dan menghasilkan uang. Setelah kita menghasilkan uang, mungkin kita bisa merenovasi rumah kita? Kita bisa memasang jendela aluminium yang lebih besar dan memasang pintu besi baru yang besar." Ketika cuaca musim dingin tiba, sang istri berkata, "Aku telah mengenakan jaket katun ini selama tujuh atau delapan tahun, dan jaket ini makin tipis. Saat kau gajian, kau bisa berhemat sedikit dan menyisihkan uang agar aku bisa membeli jaket musim dingin. Harga jaket bulu setidaknya enam ratus lima puluh ribu hingga delapan ratus lima puluh ribu rupiah, atau mungkin satu juta hingga satu juta tiga ratus ribu rupiah." "Baik," kata sang suami. "Aku akan menyisihkan sejumlah uang dan membelikanmu jaket hangat bagus yang terbuat dari bulu bebek." Sang istri berkata, "Kau ingin membelikanku jaket, tetapi kau sendiri tidak punya jaket. Belilah juga untukmu." Sang suami menjawab, "Kalau uangku cukup, aku akan membelinya. Jika tidak, aku cukup mengenakan jaket lamaku setahun lagi." Suami yang lain berkata kepada istrinya, "Kudengar ada restoran besar yang buka dekat rumah kita, menyajikan segala jenis makanan laut. Bagaimana kalau kita pergi ke sana?" Sang istri berkata, "Ayo kita pergi. Kita punya cukup uang, kita mampu membelinya." Mereka pergi menyantap makanan laut dan pulang ke rumah dengan gembira dan merasa sangat bahagia. Sang istri berpikir, "Lihatlah betapa nyamannya hidupku sekarang. Aku menikah dengan laki-laki yang tepat. Aku bisa menyantap makanan laut segar. Tetangga kami tidak mampu membeli makanan laut segar. Hidupku menyenangkan!" Bukankah ini kehidupan pernikahan? (Ya.) Hidup mereka dihabiskan dengan penuh perhitungan dan perdebatan. Mereka bekerja setiap hari dari fajar hingga senja hari, berangkat kerja pukul delapan sehingga harus bangun pukul lima pagi. Saat beker berbunyi, mereka berpikir, "Oh, aku sebenarnya tidak ingin bangun, tetapi aku tak punya pilihan. Aku harus bangun mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluargaku," jadi mereka pun bergumul untuk turun dari tempat tidur. "Untungnya aku tidak terlambat hari ini, jadi bonusku tidak akan dikurangi." Mereka menyelesaikan pekerjaan dan pulang ke rumah, serta berkata, "Hari ini sungguh berat, sangat sulit! Kapan aku tidak harus bekerja?" Mereka harus terus sibuk untuk mendapatkan gaji dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga; mereka harus hidup seperti ini agar dapat menjalani hidup dengan baik, untuk mempertahankan kehidupan dua orang dalam kerangka pernikahan, atau agar mereka dapat memiliki kehidupan yang stabil. Mereka menghabiskan hidup mereka dengan cara seperti ini sampai mereka menjadi tua dan mencapai usia lanjut, dan istrinya yang sudah tua itu berkata, "Ya ampun, suamiku, coba lihat, rambutku sudah beruban! Ada kerutan di sekitar mataku dan garis-garis di dagu bermunculan. Apakah sekarang aku sudah tua? Akankah kau tidak menyukai penampilanku yang tua dan pergi mencari perempuan lain?" Suaminya menjawab, "Tidak mungkin, sayangku. Aku telah menghabiskan seluruh hidupku bersamamu dan kau masih tidak mengenalku. Apakah menurutmu aku laki-laki seperti itu?" Istrinya selalu khawatir suaminya tidak akan menyukainya lagi setelah dia menjadi tua dan dia takut suaminya tidak lagi menginginkan dirinya. Dia makin sering mengomel, suaminya makin jarang berbicara, mereka makin jarang berbicara satu sama lain, dan mereka menonton acara mereka sendiri di TV, tidak memedulikan satu sama lain. Suatu hari, sang istri berkata, "Suamiku, kita sering bertengkar dalam hidup kita. Sangat sulit hidup bersamamu selama bertahun-tahun ini. Aku tidak mau menghabiskan hidupku di masa depan dengan laki-laki sepertimu. Setelah makan, kau tidak pernah menawarkan diri untuk membantuku membereskan peralatan makan, kau hanya duduk di sana dan tidak melakukan apa pun. Kau belum pernah memperbaiki kesalahanmu ini di sepanjang hidupmu. Ketika kau berganti pakaian, kau tidak pernah mencuci pakaianmu sendiri, akulah yang selalu harus mencucinya dan menyimpannya untukmu. Jika aku mati, lalu siapa yang akan membantumu?" Suaminya berkata, "Huh, aku tak dapat hidup tanpamu? Ada begitu banyak perempuan muda yang mengejarku sampai-sampai aku tak bisa mengusir mereka." Istrinya menjawab, "Jangan membual! Lihatlah betapa joroknya penampilanmu. Kau tak bisa bersama siapa pun selain aku." Suaminya berkata, "Silakan marah kalau kau mau, tetapi di luar sana banyak orang yang menyukaiku. Hanya kau yang meremehkanku dan tidak menghormatiku." Pernikahan macam apa yang mereka jalani? Sang istri berkata, "Oh, walaupun aku tidak punya apa-apa yang bisa membuatku bahagia dan tidak ada kenangan yang indah setelah seumur hidup bersamamu, sekarang setelah aku tua, aku berpikir: jika tidak ada kau, aku akan merasa sepertinya ada yang kurang. Jika kau pergi mendahuluiku, aku akan bersedih dan tidak ada orang yang bisa kuomeli. Aku tidak mau hidup sendiri. Aku harus pergi mendahuluimu sehingga kau harus menjalani hidup sendirian tanpa ada orang yang mencuci pakaianmu atau memasak makananmu, tak ada orang yang mengurus kehidupan sehari-harimu, sehingga kau ingat kebaikanku. Bukankah kau bilang ada banyak perempuan muda yang mengejarmu? Jika aku mati, kau bisa langsung pergi dan mendapatkannya." Suaminya berkata, "Tenang, akan kupastikan kaulah yang terlebih dahulu pergi sebelum aku. Setelah kau tidak ada, aku pasti akan mencari seseorang yang lebih baik darimu sebagai pasangan." Namun, apa yang sebenarnya dipikirkan suaminya di dalam hatinya? "Kau yang pergi terlebih dahulu, dan setelah kau tidak ada, aku akan bertahan dalam kesepian ini. Aku lebih suka menanggung kesukaran ini dan menderita seperti ini daripada membiarkan kau menderita." Namun, sang istri tua itu selalu mengeluh tentang suaminya, bahwa suaminya melakukan kesalahan ini dan itu, mengalami kegagalan ini dan itu, dan meskipun suaminya tidak memperbaiki kesalahannya, mereka tetap hidup dengan cara seperti itu, dan seiring berjalannya waktu, dia menjadi terbiasa. Pada akhirnya, perempuan itu pasrah dengan perkataan suaminya, laki-laki itu bertahan dengan omelan istrinya, dan dengan cara seperti inilah mereka hidup bersama sepanjang hidup mereka. Inilah kehidupan pernikahan.
Meskipun ada banyak hal yang tidak orang sukai dalam pernikahan, dan ada banyak pertengkaran, dan pasangan itu mengidap penyakit, mengalami kemiskinan, kesulitan keuangan dalam hidup, dan bahkan menghadapi peristiwa yang sangat menyenangkan dan menyedihkan, serta peristiwa-peristiwa lainnya yang seperti itu, tetapi mereka melewati segala rintangan bersama-sama, dan pasangan mereka adalah seseorang yang tidak akan pernah mampu mereka tinggalkan, seseorang yang tidak akan pernah mampu mereka lepaskan sebelum mereka menutup mata untuk terakhir kalinya. Apa arti pasangan? Itu artinya suami-istri. Laki-laki memenuhi tanggung jawab seumur hidup terhadap perempuan, demikian pula perempuan memenuhi tanggung jawab seumur hidup terhadap laki-laki; perempuan mendampingi laki-laki sepanjang hidup, dan laki-laki mendampingi perempuan sepanjang hidup. Tak ada satu pun dari mereka yang dapat mengatakan dengan jelas siapa di antara mereka yang lebih sering mendampingi; juga tidak ada yang bisa mengatakan dengan jelas siapa yang lebih banyak berkontribusi, siapa yang lebih banyak melakukan kesalahan, atau siapa yang lebih banyak memiliki kekurangan; juga tidak ada yang bisa mengatakan dengan jelas siapa di antara mereka yang menjadi andalan utama atau yang menafkahi keluarga dalam hidup mereka bersama; tidak ada yang dapat mengatakan dengan jelas siapa kepala rumah tangganya, atau siapa yang menjadi pemimpin dan siapa yang menjadi penolong; tidak ada yang dapat mengatakan dengan jelas siapa di antara mereka yang tidak dapat meninggalkan pasangan mereka, apakah laki-laki yang tidak dapat meninggalkan perempuan, atau perempuan yang tidak dapat meninggalkan laki-laki; dan tidak ada yang dapat mengatakan dengan jelas siapa yang benar dan siapa yang salah ketika mereka bertengkar: inilah kehidupan, inilah kehidupan normal seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam kerangka pernikahan, dan ini adalah situasi kehidupan yang paling normal dan umum bagi manusia. Begitulah hidup ini, tidak dapat dipisahkan dari segala macam kesalahan dan prasangka manusia, dan terlebih dari itu, tidak dapat dipisahkan dari segala macam kebutuhan manusia, serta tentu saja tidak dapat dipisahkan dari semua pilihan manusia yang benar atau salah, rasional atau tidak rasional, yang dibuat berdasarkan hati nurani dan nalar. Inilah kehidupan, inilah kehidupan yang paling normal. Tidak ada yang benar atau salah, yang ada hanyalah situasi hidup yang relatif wajar dan konvensional serta kenyataan hidup. Jadi, fakta apa yang diungkapkan oleh kenyataan kehidupan dan situasi hidup dalam kerangka pernikahan ini kepada orang-orang? Yaitu, bahwa orang harus melepaskan segala macam khayalannya yang tidak realistis tentang pernikahan, melepaskan semua gagasan yang tidak ada hubungannya dengan definisi pernikahan yang benar serta ketetapan dan pengaturan Tuhan. Semua ini adalah hal-hal yang harus orang lepaskan, karena hal-hal tersebut tidak ada kaitannya dengan kehidupan kemanusiaan yang normal atau kewajiban dan tanggung jawab yang dipenuhi oleh manusia normal dalam kehidupan. Oleh karena itu, orang harus melepaskan berbagai definisi dan pepatah tentang pernikahan yang berasal dari masyarakat dan manusia yang jahat, terutama yang disebut kasih yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan pernikahan yang sebenarnya. Pernikahan bukanlah sebuah komitmen seumur hidup, juga bukan sebuah janji kasih yang tulus seumur hidup, apalagi sebuah pemenuhan janji seumur hidup. Justru, ini adalah kehidupan nyata dari seorang laki-laki dan perempuan dalam pernikahan, inilah yang mereka butuhkan dalam kehidupan nyata dan ekspresi mereka dalam kehidupan nyata. Ada orang-orang yang berkata, "Jika Engkau sedang mempersekutukan topik tentang pernikahan dan Engkau tidak berbicara tentang kasih, Engkau tidak berbicara tentang janji kasih yang tulus, atau kasih yang bertahan hingga lautan mengering dan bebatuan menjadi debu, atau janji-janji yang saling diikrarkan pasangan suami-istri, maka apa yang akan Engkau bicarakan?" Aku berbicara tentang kemanusiaan, tentang tanggung jawab, tentang melakukan apa yang seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan sesuai dengan nasihat dan perintah Tuhan, tentang memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh laki-laki dan perempuan, tentang memikul kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul seorang laki-laki dan perempuan—dengan demikian, kewajiban, tanggung jawab, atau misimu akan terpenuhi. Selain itu, apa cara penerapan yang benar dalam hal melepaskan berbagai khayalan tentang pernikahan yang perlu kita persekutukan? Caranya adalah engkau tidak boleh mendasarkan pemikiran atau tindakanmu pada berbagai gagasan yang berasal dari manusia yang jahat dan tren jahat, tetapi engkau harus mendasarkannya pada firman Tuhan. Bagaimanapun Tuhan berbicara tentang masalah pernikahan, engkau harus mendasarkan pemikiran dan tindakanmu pada firman-Nya. Prinsip ini benar, bukan? (Ya.) Apakah sekarang kita hampir selesai mempersekutukan topik mengenai hal melepaskan berbagai khayalan tentang pernikahan? Apakah sekarang pada dasarnya topik ini sudah jelas bagimu? (Ya, sudah jelas sekarang.)
Kita baru saja bersekutu mengenai hal melepaskan berbagai khayalan tentang pernikahan, dan ada orang-orang yang berkata, "Jika aku tidak ingin melajang dan berencana untuk berkencan dengan seseorang dan mencari seseorang untuk kunikahi, lalu bagaimana aku harus menerapkan firman Tuhan agar aku dapat melepaskan berbagai khayalanku tentang pernikahan? Bagaimana aku harus menerapkan prinsip ini?" Bukankah ini ada kaitannya dengan prinsip mengenai hal memilih pasangan, prinsip mengenai hal memilih jodoh untuk dinikahi? Apa prinsip mengenai hal memilih pasangan yang ditanamkan dunia ke dalam dirimu? Seorang pangeran tampan, seorang perempuan cantik berkulit putih, seorang laki-laki tampan dan kaya raya, seorang perempuan cantik dan kaya raya, yang paling bagus jika mereka adalah generasi kedua dari keluarga kaya. Dengan menikahi orang seperti itu, engkau menghilangkan 20 tahun pergumulan dalam hidupmu. Laki-laki tersebut haruslah seseorang yang mampu membeli cincin berlian, gaun pengantin, dan mengadakan pernikahan glamor untukmu. Dia haruslah seseorang yang berambisi dalam karier, yang bisa menghasilkan banyak uang, atau yang sudah memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu. Bukankah ini pemikiran dan pandangan yang ditanamkan dunia ke dalam dirimu? (Ya.) Lalu ada pula orang-orang yang berkata, "Pasanganku haruslah seseorang yang kucintai." Orang lain berkata, "Itu tidak benar. Orang yang kaucintai belum tentu mencintaimu. Rasa cinta tidak boleh bertepuk sebelah tangan; orang yang kaucintai harus juga mencintaimu. Jika dia mencintaimu, maka dia tidak akan pernah memutuskan untuk meninggalkanmu atau melepaskanmu. Jika orang yang kaucintai tidak mencintaimu, maka suatu hari dia akan pergi meninggalkanmu." Apakah pandangan ini benar? (Tidak.) Kalau begitu, katakan kepada-Ku, prinsip apa yang harus engkau semua ikuti ketika memilih pasangan yang didasarkan pada firman Tuhan dan menggunakan kebenaran sebagai standarnya? Bahaslah topik ini berdasarkan pemikiran dan pandangan benar yang engkau semua miliki sekarang. (Jika aku ingin mencari pasangan, setidaknya dia haruslah seseorang yang percaya kepada Tuhan, seseorang yang mampu mengejar kebenaran, yang memiliki tujuan hidup yang sama denganku dan mengikuti jalan yang sama denganku.) Seseorang yang memiliki cita-cita yang sama dan mengikuti jalan yang sama sepertimu dan yang percaya kepada Tuhan—engkau menyebutkan beberapa kriteria spesifik dalam memilih pasangan. Siapa lagi yang ingin berbicara? (Kami juga harus melihat apakah dia adalah seseorang yang memiliki kemanusiaan, dan apakah dia mampu memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya dalam keluarga. Ada hal lain juga: tidaklah benar bahwa seseorang pasti akan menemukan pasangan untuk pernikahan hanya karena mereka ingin mencari pasangan sekarang. Terserah Tuhan untuk mengaturnya, dan orang harus tunduk dan menunggu.) Ada penerapan yang spesifik, dan juga ada dasar pemikiran dan teori yang spesifik. Engkau harus tunduk dan menunggu, memercayakan masalah ini kepada Tuhan dan biarkan Dia yang mengaturnya untukmu, sementara pada saat yang sama, engkau juga harus memperlakukan masalah ini dengan prinsip. Siapa lagi yang ingin berbicara? (Tuhan, pandanganku sama dengan pandangan mereka, yaitu orang harus menemukan seseorang yang memiliki cita-cita yang sama dan mengikuti jalan yang sama, seseorang yang memiliki kemanusiaan dan mampu bertanggung jawab. Orang harus melepaskan pandangan yang keliru tentang pernikahan yang Iblis tanamkan dalam diri mereka, melaksanakan tugas mereka dengan segenap hatinya, tunduk pada kedaulatan Tuhan dan menantikan pengaturan Tuhan.) Jika dia tidak mampu membelikanmu cincin berlian, apakah engkau akan tetap menikahinya? (Jika dia adalah laki-laki yang memiliki kemanusiaan, aku akan menerimanya meskipun dia tidak mampu membelikanku cincin berlian.) Katakanlah dia memiliki sejumlah uang dan mampu membelikanmu cincin berlian satu karat, tetapi dia malah membelikanmu cincin berlian 0.3 karat—apakah engkau bersedia menikahinya? (Aku tidak akan menuntut hal seperti itu darinya.) Tidak apa-apa untuk tidak menuntut hal seperti itu. Dengan menghemat uang, kelak engkau dapat membelanjakannya seiring waktu, dan ini artinya memiliki pandangan jangka panjang. Bahkan sebelum menemukan pasangan, engkau sudah memiliki pola pikir untuk hidup sejahtera—itu cukup realistis! Siapa lagi? (Tuhan, menurutku pertama-tama, aku harus melepaskan standar duniawi dalam memilih pasangan. Artinya, aku tidak boleh selalu berkhayal tentang menemukan pangeran tampan, atau laki-laki tampan dan kaya raya, atau seseorang yang romantis. Setelah aku melepaskan hal-hal ini, aku harus memperlakukan pernikahan dengan pandangan yang benar, dan kemudian tunduk dan menunggu waktu-Nya. Meskipun seseorang seperti ini mungkin muncul, dia haruslah seseorang yang memiliki cita-cita dan mengikuti jalan yang sama sepertiku. Aku tidak boleh mengandalkan pandangan duniawiku untuk menuntut agar laki-laki itu memperhatikanku. Yang terpenting adalah dia mampu mengejar kebenaran dan memperhatikan maksud Tuhan.) Jika dia mengejar kebenaran, memperhatikan maksud Tuhan, keluar untuk melaksanakan tugasnya sehingga dia tidak pernah ada di rumah dan engkau harus menanggung beban hidup keluarga seorang diri, dan tangki gas kehabisan gas sehingga engkau harus membawanya ke atas seorang diri—maka apa yang akan kaulakukan? (Aku akan membawanya sendiri.) Dan jika engkau tidak mampu membawanya, engkau dapat menyewa seseorang untuk membantu. (Atau aku dapat mencari seorang saudara atau saudari untuk membantu.) Ya, semua ini adalah cara untuk menghadapi situasi ini. Jadi, apakah engkau akan marah jika dia pergi selama satu atau dua tahun, atau selama tiga atau lima tahun? "Bukankah ini seperti hidup sebagai seorang janda? Apa gunanya menikah dengannya? Bukankah ini sama seperti sebelum aku menikah, hanya hidup seorang diri? Aku harus menangani semuanya sendiri. Alangkah sialnya aku menikah dengannya!" Bukankah engkau akan berpikir seperti ini? (Tidak, aku tidak boleh berpikir seperti ini, karena dia akan melaksanakan tugasnya dan bekerja untuk tujuan yang sudah sewajarnya. Aku seharusnya tidak terlalu memikirkan hal itu.) Itu adalah pemikiran yang sangat bagus, tetapi mampukah engkau mengatasi semua ini dalam kehidupan nyata? Jika laki-laki yang kautemukan ini sangat jujur, biasanya pendiam dalam perkataan dan sikapnya, tidak romantis, dan dia tidak pernah membelikanmu pakaian yang layak, tidak pernah memberimu bunga, dan terutama tidak pernah mengatakan "Aku cinta padamu" atau semacamnya, sehingga di dalam hatimu engkau tidak tahu apakah dia mencintaimu atau tidak, padahal dia adalah seorang laki-laki yang sangat baik, sangat memperhatikanmu dan menjagamu dalam kehidupan, yang sama sekali tidak mengatakan hal-hal semacam itu dan tidak melakukan apa pun yang romantis, dan yang bahkan tidak berusaha merayumu atau menenangkanmu saat engkau sedang menginginkannya bersikap romantis—bukankah engkau akan menyimpan kemarahan terhadapnya di dalam hatimu? (Aku mungkin akan merasa marah jika aku tidak percaya kepada Tuhan dan tidak memahami kebenaran, tetapi setelah mendengarkan persekutuan Tuhan, aku tahu bahwa tidak menjadi masalah apakah dia mengatakan hal-hal itu dan melakukan hal-hal romantis itu atau tidak. Semua ini adalah pandangan orang-orang duniawi dan bukan pandangan yang harus diikuti oleh orang-orang yang memiliki kemanusiaan normal. Aku harus melepaskan hal-hal ini dan kemudian aku tidak akan mengeluh.) Engkau seharusnya tidak mengeluh, bukan? (Ya.) Saat ini, engkau tidak berada dalam situasi itu, dan engkau tidak tahu apa yang akan kaurasakan dalam situasi tersebut, atau bagaimana suasana hatimu akan turun-naik dan berubah. Namun, saat ini, secara teori, engkau semua tahu bahwa karena engkau percaya kepada Tuhan, engkau tidak boleh mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal terhadap pasanganmu, dan engkau juga tidak boleh mengeluh kepada pasanganmu ketika hal-hal itu terjadi, karena semua ini bukanlah hal-hal yang kauinginkan. Sekarang engkau memiliki gagasan-gagasan ini, tetapi apakah engkau mampu melakukannya? Apakah hal tersebut mudah dilakukan? (Kami harus memberontak terhadap kesukaan dan pandangan duniawi kami; setelah itu akan relatif mudah untuk melepaskan hal-hal ini.) Akan Kuberitahukan kepadamu bagaimana menangani masalah ini. Dalam kehidupan pernikahan, semua laki-laki dan perempuan akan menghadapi masalah-masalah ini, mereka memiliki pemikiran serta suasana hati ini, dan mereka akan memiliki kebutuhan-kebutuhan ini. Namun, hal paling mendasar yang harus kaupahami adalah, jika pasangan yang kaupilih adalah keinginan hatimu—mengesampingkan fakta bahwa ini sudah diatur oleh Tuhan—engkau sendiri yang memilihnya dan puas dengan segala sesuatu tentang dirinya, dan khususnya, dia memiliki cita-cita yang sama dan mengikuti jalan yang sama sepertimu, dia mampu melaksanakan tugasnya di rumah Tuhan, dan semua yang dia lakukan adalah adil, maka engkau harus menggunakan pendekatan rasional dan membiarkan dia melakukan hal itu, membiarkan dia mengabaikan perasaanmu, bahkan membiarkan dia mengabaikan keberadaanmu—secara teori, inilah sesuatu yang harus kaulakukan. Selain itu, jika kebutuhan atau suasana hati seperti itu muncul dalam dirimu karena situasi khusus atau peristiwa tertentu, maka engkau harus datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa. Akankah engkau mampu melepaskan semua hal ini sepenuhnya setelah engkau berdoa? Tidak mungkin. Bagaimanapun juga, orang hidup dalam kemanusiaan mereka yang normal, mereka mempunyai pikiran, dan pikiran mereka akan menyebabkan segala macam suasana hati muncul dalam diri mereka. Sekarang kita tidak akan membahas apakah suasana hati ini benar atau salah. Untuk sekarang ini, masalah yang paling nyata adalah engkau merasa suasana hati ini sulit untuk dilepaskan. Sekalipun engkau melepaskannya kali ini, semua itu mungkin muncul lagi dalam situasi objektif. Jadi, apa yang harus kaulakukan? Engkau tidak perlu khawatir tentang hal-hal tersebut, karena secara teori, baik secara formal maupun secara rasional, engkau telah meninggalkan pengejaran atau kebutuhan ini. Hanya saja, karena kemanusiaan mereka, orang-orang dari berbagai usia akan memiliki kebutuhan tersebut dan mengalami suasana hati tersebut hingga taraf yang berbeda dan dalam tingkat yang berbeda. Engkau sudah jelas tentang situasi nyata ini dan telah berdoa kepada Tuhan, engkau membiarkan suasana hati tersebut berlalu kali ini, atau suasana hati yang kaualami tidak terlalu parah dan engkau tidak menganggapnya terlalu serius. Namun, engkau pasti akan mengalami suasana hati ini lagi di lain waktu. Jadi, apa penerapan spesifikmu? Engkau tidak perlu terlalu memikirkannya atau menganggapnya serius, dengan berkata, "Oh, aspek watakku ini masih belum berubah." Ini bukanlah sejenis watak apa pun; ini hanyalah suasana hati sesaat yang tidak ada hubungannya dengan watakmu. Engkau juga tidak perlu membesar-besarkannya, dengan berkata, "Oh, mengapa aku masih seperti ini? Bukankah aku mengejar kebenaran? Mengapa aku bersikap seperti ini? Ini mengerikan!" Tidak perlu membesar-besarkannya; itu hanyalah ekspresi suasana hati yang merupakan bagian dari berbagai emosi kemanusiaanmu yang normal. Abaikan saja. Inilah sikap dalam menangani suasana hati. Selain itu, selama suasana hati tersebut tidak memengaruhi tatanan dan keteraturan kehidupan normalmu, kehidupan rohanimu, atau pelaksanaan tugasmu, maka itu tidak menjadi masalah. Sebagai contoh, karena suamimu (atau istrimu) sibuk melaksanakan tugasnya, sudah lama sekali engkau tidak bertemu, dan engkau tidak punya waktu untuk mengobrol bersama. Suatu hari, tiba-tiba engkau melihat seorang saudari sedang berbincang bersama suaminya, dan muncullah suasana tertentu dalam hatimu, dan engkau berpikir, "Lihat, dia mampu melaksanakan tugasnya bersama suaminya. Mereka sangat bahagia dan gembira. Mengapa suamiku sangat tak berperasaan? Mengapa dia tidak bertanya kepadaku, 'Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini? Apakah kau baik-baik saja?' Mengapa dia tidak memedulikanku? Mengapa dia tidak menghargaiku atau mencintaiku?" Engkau mengalami suasana hati seperti ini, dan setelah beberapa waktu, engkau berpikir, "Oh, merasa murung itu tidak baik." Engkau tahu bahwa perasaan seperti itu tidak baik, tetapi engkau tetap merasa sedikit marah dan bergumul dengan diri sendiri, dengan berkata, "Aku tidak akan ambil pusing dengannya, aku hanya akan menunggu dia berinisiatif untuk memperhatikanku. Jika dia tidak memperhatikanku, aku akan marah kepadanya. Kami sudah menikah selama bertahun-tahun, kami belum bertemu satu sama lain selama ini dan dia tetap tidak mengatakan bahwa dia merindukanku. Apakah dia merindukanku atau tidak? Dia tidak memedulikanku, jadi aku tidak akan memedulikannya!" Engkau bergumul dengan dirimu sendiri dan hidup dalam suasana hati seperti ini. Hanya sesaat, luapan kemarahan dan sebuah suasana hati muncul. Selama engkau bisa tidur dan makan secara normal, membaca firman Tuhan, menghadiri pertemuan, melaksanakan tugasmu secara normal, dan bergaul dengan saudara-saudarimu secara normal, engkau tidak perlu mengkhawatirkan suasana hati seperti itu, dan engkau dapat memikirkan apa pun yang kauinginkan di dalam hatimu. Apa pun yang kaupikirkan, selama akal sehatmu normal dan engkau melaksanakan tugasmu secara normal, maka tidak menjadi masalah. Engkau tidak perlu memaksa diri untuk menekannya, engkau juga tidak perlu memaksa diri untuk berdoa kepada Tuhan dan memohon agar Dia mendisiplinkan atau menghajarmu atau merasa engkau adalah orang berdosa. Tidak perlu membesar-besarkannya, karena suasana hati ini akan segera lenyap. Jika engkau benar-benar merindukan suamimu, engkau dapat meneleponnya dan menanyakan kabarnya, engkau berdua dapat saling membuka hati dan berbicara, dan dengan demikian, bukankah suasana hati sesaat dan kesalahpahaman itu akan lenyap? Sebenarnya, engkau tidak membutuhkan dia untuk melakukan apa pun. Terkadang engkau hanya merasakan perasaan sesaat dan ingin mendengar suaranya, atau engkau mungkin merasakan kesepian sesaat, atau merasa tidak puas untuk sesaat, atau engkau mungkin merasa tidak bahagia, lalu engkau meneleponnya dan mendengarkan dia berbicara. Setelah itu engkau tahu bahwa dia baik-baik saja, bahwa dia sangat mencintaimu sama seperti sebelumnya, dan bahwa engkau ada dalam pikirannya. Itu hanya karena dia sedang sibuk bekerja, atau itu karena laki-laki bisa saja mengabaikan detail-detail kecil dan dia sedang sibuk dengan tugasnya dan menganggap belum terlalu lama sejak terakhir kali dia memberi kabar, dan itulah sebabnya dia belum menghubungimu. Bukankah bagus kalau dia sibuk dan melaksanakan tugasnya secara normal? Bukankah inilah yang sebenarnya kauinginkan? Jika dia melakukan kejahatan, menyebabkan gangguan dan kekacauan, lalu dikeluarkan, bukankah engkau akan mengkhawatirkan dirinya? Segalanya baik-baik saja dengannya sekarang, dan segala sesuatu sama seperti sebelumnya—dengan begitu, bukankah pikiranmu menjadi tenang? Apa lagi yang kauinginkan? Bukankah demikian? (Ya.) Menelepon dengan cara seperti ini dan mengucapkan beberapa patah kata kepada satu sama lain, sebagaimana dikatakan orang-orang tidak percaya, menghilangkan kesepian di hati dan perasaan rindu, dan bukankah setelah itu masalah ini terselesaikan? Apakah ada kesulitan? Menelepon suamimu dan menunjukkan kepedulian terhadap satu sama lain—katakan kepada-Ku, apakah Tuhan mengutuk hal seperti itu? (Tidak.) Engkau semua adalah suami-istri yang sah menurut hukum, dan meneleponnya, berbicara, dan mengungkapkan kerinduanmu kepada satu sama lain adalah hal yang wajar, itu adalah perasaan manusia yang normal, dan itu adalah sesuatu yang harus kaulakukan dalam lingkup kemanusiaan. Selain itu, hal ini tercakup dalam ketetapan Tuhan mengenai pernikahan bagi manusia—saling mendampingi, saling menghibur, dan saling mendukung. Jika dia tidak memenuhi tanggung jawab ini, tidak bisakah engkau membantunya memenuhi tanggung jawab tersebut? Ini adalah hal yang sangat sederhana yang sangat mudah untuk ditangani. Bukankah masalah ini terselesaikan dengan melakukan penerapan seperti ini? Perlukah segala macam suasana hati muncul di hatimu? Tidak, tidak perlu. Menerapkan hal ini sangatlah mudah.
Mari kita kembali ke pertanyaan yang baru saja Kuajukan: "Bagaimana seharusnya orang melepaskan berbagai khayalan mereka tentang pernikahan?" Engkau semua telah mengemukakan beberapa gagasan untuk menjawab pertanyaan ini. Jika orang ingin melepaskan berbagai khayalan mereka tentang pernikahan, maka mereka harus terlebih dahulu percaya dan tunduk pada pengaturan dan takdir Tuhan. Engkau tidak boleh memiliki khayalan yang subjektif atau tidak realistis tentang pernikahan, tentang siapa pasanganmu atau orang seperti apa pasanganmu; engkau harus memiliki sikap tunduk kepada Tuhan, engkau harus tunduk pada pengaturan dan takdir Tuhan, dan percaya bahwa Tuhan akan mempersiapkan seseorang yang paling cocok untukmu. Bukankah memiliki sikap yang tunduk adalah keharusan? (Ya.) Kedua, engkau harus melepaskan standar-standar untuk memilih pasangan yang ditanamkan ke dalam dirimu oleh tren jahat di tengah masyarakat dan kemudian menetapkan standar yang benar untuk memilih pasangan, yaitu, setidaknya pasanganmu haruslah seseorang yang percaya kepada Tuhan seperti dirimu dan menempuh jalan yang sama seperti dirimu—ini dari sudut pandang umum. Selain itu, pasanganmu harus mampu memenuhi tanggung jawab sebagai laki-laki atau perempuan dalam pernikahan; dia harus mampu memenuhi tanggung jawab seorang pasangan. Bagaimana caramu dapat menilai aspek ini? Engkau harus melihat kualitas kemanusiaan mereka, apakah mereka memiliki rasa tanggung jawab atau tidak, dan apakah mereka memiliki hati nurani atau tidak. Dan bagaimana caramu menilai apakah seseorang memiliki hati nurani dan kemanusiaan atau tidak? Jika engkau tidak bergaul dengan mereka, engkau tidak mungkin akan mengetahui seperti apa kemanusiaan mereka, dan meskipun engkau benar-benar bergaul dengan mereka, jika itu hanya dalam waktu singkat, engkau mungkin masih tidak dapat mengetahui seperti apakah mereka. Jadi, bagaimana caramu menilai apakah seseorang memiliki kemanusiaan atau tidak? Lihatlah apakah mereka bertanggung jawab atas tugas mereka, atas amanat Tuhan, dan atas pekerjaan rumah Tuhan, dan lihatlah apakah mereka mampu melindungi kepentingan rumah Tuhan dan apakah mereka setia pada tugas mereka atau tidak—inilah cara terbaik untuk menilai kualitas kemanusiaan seseorang. Misalkan karakter orang ini sangat jujur, dan dalam hal pekerjaan yang didelegasikan rumah Tuhan kepadanya, dia sangat berdedikasi, bertanggung jawab, serius dan sungguh-sungguh, sangat teliti, sama sekali tidak ceroboh, dan tidak pernah lalai, dan dia mengejar kebenaran, dan dia mendengarkan dengan saksama dan sungguh-sungguh segala sesuatu yang Tuhan firmankan. Setelah firman ini jelas baginya dan dia memahaminya, dia segera menerapkannya; walaupun orang semacam itu mungkin tidak memiliki kualitas yang tinggi, setidaknya dia adalah orang yang tidak bersikap asal-asalan dalam melaksanakan tugasnya dan pekerjaan gereja, serta mampu memikul tanggung jawab dengan sungguh-sungguh. Jika dia teliti dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, dia pasti akan dengan segenap hati menjalani hidup bersamamu dan akan memikul tanggung jawab untukmu sampai akhir—karakter orang semacam itu mampu bertahan dalam ujian. Sekalipun engkau sakit, makin tua, makin jelek, atau engkau memiliki kesalahan dan kekurangan, orang ini akan selalu memperlakukanmu dengan benar dan menoleransimu, dan dia akan selalu berupaya sebaik mungkin untuk menjagamu dan keluargamu serta melindungimu, memberimu kehidupan yang stabil, sehingga engkau hidup dengan pikiran yang tenang. Ini adalah hal yang paling membahagiakan bagi seorang laki-laki atau perempuan dalam kehidupan pernikahan. Dia belum tentu mampu memberimu kehidupan yang kaya, mewah, atau romantis, dan dia belum tentu mampu memberimu sesuatu yang berbeda dalam hal kasih sayang atau aspek lainnya, tetapi setidaknya, dia akan membuatmu merasa tenang dan bahwa bersamanya, hidupmu akan menjadi mapan, dan tidak akan ada bahaya atau perasaan tidak nyaman. Ketika engkau melihat orang tersebut, engkau akan dapat melihat seperti apa kehidupannya 20 atau 30 tahun dari sekarang dan bahkan hingga usia lanjut. Orang semacam ini harus menjadi standarmu dalam memilih pasangan. Tentu saja, standar dalam memilih pasangan ini agak tinggi dan orang semacam ini tidak mudah ditemukan di antara manusia modern, bukan? Untuk menilai seperti apakah karakter seseorang dan apakah dia mampu memenuhi tanggung jawabnya dalam pernikahan atau tidak, di satu sisi, engkau harus melihat sikapnya terhadap tugasnya. Di sisi lain, engkau harus melihat apakah dia memiliki hati yang takut akan Tuhan atau tidak. Jika dia memiliki hati yang takut akan Tuhan, setidaknya dia tidak akan melakukan apa pun yang tidak manusiawi atau tidak bermoral atau tidak etis, sehingga dia pasti akan memperlakukanmu dengan baik. Jika dia tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan dia lancang, keras kepala, atau kemanusiaannya jahat, licik, dan congkak; jika dia tidak memiliki Tuhan di dalam hatinya dan menganggap dirinya memiliki derajat yang lebih tinggi daripada orang lain; jika dia menangani pekerjaan, tugas, dan bahkan amanat Tuhan serta urusan besar apa pun di rumah Tuhan dengan semaunya berdasarkan kehendaknya sendiri, bertindak dengan sembrono, tidak pernah berhati-hati, tidak mencari prinsip, dan terutama ketika menangani uang persembahan, dia dengan sembrono mengambil dan menyalahgunakannya tanpa rasa takut, maka engkau sama sekali tidak boleh mencari orang seperti itu. Tanpa hati yang takut akan Tuhan, dia mampu melakukan apa pun. Saat ini, laki-laki seperti itu mungkin merayumu dan menjanjikan kasih abadinya kepadamu, tetapi ketika harinya tiba saat dia sedang tidak bahagia, ketika engkau tidak mampu memuaskan kebutuhannya dan tidak lagi menjadi orang yang dia cintai, maka dia akan mengatakan bahwa dia tidak mencintaimu dan dia tidak memiliki perasaan lagi kepadamu, dan dia akan pergi meninggalkanmu kapan pun dia mau. Meskipun engkau belum bercerai, dia akan tetap mencari orang lain—semua ini mungkin saja terjadi. Dia bisa meninggalkanmu kapan pun, di mana pun, dan dia mampu melakukan apa pun. Laki-laki semacam itu sangat berbahaya dan tidak layak engkau memercayakan seluruh hidupmu kepadanya. Jika engkau menemukan laki-laki semacam ini sebagai kekasihmu, jantung hatimu, pasangan pilihanmu, maka engkau akan berada dalam masalah. Sekalipun dia tinggi, kaya, dan tampan, sangat berbakat, dan dia menjagamu dengan baik serta penuh perhatian kepadamu, dan secara lahiriah, dia sangat memenuhi syarat baik sebagai pacar maupun sebagai suamimu, tetapi dia tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, maka orang tersebut tidak bisa menjadi pasangan pilihanmu. Jika engkau tergila-gila dengannya dan mulai berkencan dengannya lalu engkau menikah, maka dia akan menjadi mimpi buruk dan bencana bagimu di sepanjang hidupmu. Engkau berkata, "Aku tidak takut, aku mengejar kebenaran." Engkau telah jatuh ke dalam tangan setan, dan dia membenci Tuhan, menentang Tuhan, dan menggunakan segala macam cara untuk mengganggu kepercayaanmu kepada Tuhan—mampukah engkau mengatasi hal ini? Tingkat pertumbuhanmu yang rendah dan imanmu yang lemah tidak tahan terhadap siksaannya, dan setelah beberapa hari engkau begitu tersiksa sehingga engkau memohon belas kasihan dan tidak mampu terus percaya kepada Tuhan. Engkau kehilangan kepercayaanmu kepada Tuhan dan pikiranmu dipenuhi dengan pergumulan yang berkecamuk ini. Itu seperti dilempar ke dalam penggiling daging dan tercabik-cabik, tanpa ada keserupaan dengan manusia, terperosok seluruhnya ke dalamnya, hingga akhirnya engkau ditakdirkan bernasib sama dengan setan yang kaunikahi, dan hidupmu akan berakhir.
Kita baru saja mempersekutukan dua standar mengenai bagaimana menilai apakah orang mampu atau tidak memenuhi tanggung jawab mereka dalam pernikahan. Dapatkah engkau mengingat apa sajakah standar-standar itu? (Ya.) Kedua standar ini berhubungan dengan kualitas kemanusiaan orang. Salah satu standarnya adalah melihat apakah mereka melaksanakan tugas mereka dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, dan apakah mereka mampu melindungi pekerjaan gereja dan kepentingan rumah Tuhan atau tidak. Engkau mungkin tidak mampu menilai beberapa orang dengan jelas hanya dengan melihat mereka; mereka mungkin mampu melaksanakan tugas mereka dan melindungi pekerjaan gereja agar dapat mengejar status atau ketika mereka memiliki status, tetapi akan seperti apakah mereka jika mereka tidak lagi memiliki status adalah sesuatu yang belum kaulihat dengan jelas. Pada saat ini, engkau tidak mungkin mampu membuat penilaian yang akurat tentang mereka. Namun, ketika engkau melihat mereka membuat kekacauan, mengutuk dan menghujat Tuhan ketika mereka kehilangan status mereka, berkata bahwa Tuhan tidak adil, pada saat itulah engkau akan mampu mengenali mereka, dan akan berpikir, "Orang ini sama sekali tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Untungnya dia memperlihatkan dirinya yang sebenarnya tepat pada waktunya. Jika tidak, aku pasti telah memilihnya untuk menjadi pasangan nikahku." Jadi, standar lainnya dalam memilih pasangan—apakah mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan atau tidak—juga sangat penting. Jika engkau menilai dan mengukur orang berdasarkan standar ini, maka hal itu akan menyelamatkanmu dari mimpi buruk sebuah pernikahan. Apakah kedua standar untuk memilih pasangan ini penting? (Ya.) Apakah engkau memahaminya? (Ya.) Jadi, ada perempuan-perempuan yang sangat mencintai uang. Ketika mereka mulai berkencan dengan seorang laki-laki, mereka terlihat sangat lembut dan bijaksana, dan laki-laki tersebut berpikir, "Perempuan ini sangat menawan! Dia seperti burung kecil, bermanja-manja di dekatku sepanjang hari dan menempel di tubuhku seperti lem. Dia adalah jenis perempuan yang diimpikan dan dikejar laki-laki. Seorang laki-laki membutuhkan seorang perempuan seperti ini, seseorang yang berbicara dengan lembut, yang bergantung kepada suaminya, dan yang benar-benar membuat suaminya merasa dibutuhkan. Dengan perempuan seperti ini yang selalu dekat dan berada di sisiku, hidup akan menjadi sangat bahagia." Jadi, mereka menikah, tetapi kemudian dia melihat bahwa meskipun istrinya percaya kepada Tuhan, dia tidak berusaha keras untuk mengejar kebenaran. Setiap kali suaminya menyinggung tentang pelaksanaan tugasnya, dia berkata dia tidak punya waktu, dia selalu mencari alasan dan mengatakan dia lelah, dan tidak mau menderita apa pun. Di rumah, dia tidak memasak atau mencuci, tetapi hanya menonton TV sepanjang waktu; ketika dia melihat seseorang membeli tas bermerek, atau keluarga seseorang tinggal di rumah mewah dan mereka telah membeli sebuah mobil mahal, dia berkomentar tentang betapa cakapnya laki-laki itu dalam keluarga tersebut; dia biasanya menghabiskan banyak uang, dan setiap kali dia pergi ke toko emas, toko perhiasan, atau toko barang mewah, dia selalu ingin membelanjakan uang dan membeli barang-barang bagus. Engkau tidak memahaminya dan berpikir, "Dahulu dia sangat menawan. Bagaimana dia bisa menjadi perempuan semacam ini?" Lihat, dia sudah berubah, bukan? Saat engkau berdua berpacaran sebelumnya, dia mampu melaksanakan tugasnya dan sedikit menderita, tetapi semua itu hanya di luarnya. Kini setelah engkau menikah, dia tidak lagi seperti itu. Dia melihat bahwa engkau tidak mampu memenuhi kebutuhan materielnya dan mulai menyalahkanmu, dengan berkata, "Mengapa engkau tidak keluar mencari uang? Apa gunanya percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu? Dapatkah percaya kepada Tuhan menyediakan makanan di atas meja? Dapatkah percaya kepada Tuhan membuatmu kaya?" Dia bahkan mengatakan hal-hal yang biasanya dikatakan orang tidak percaya—apakah perempuan ini benar-benar percaya kepada Tuhan? (Tidak.) Dia tidak pernah ingin melaksanakan tugasnya, dia tidak memikirkan apa pun tentang kepercayaan kepada Tuhan, mengejar kebenaran, atau berusaha memperoleh keselamatan, sampai akhirnya dia bahkan mengatakan hal-hal yang sangat memberontak dan sama sekali tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Jadi, apa yang selalu dipikirkan perempuan semacam ini? (Makanan, pakaian, dan kesenangan.) Yang dia pikirkan hanyalah uang dan kesenangan jasmaniah, itu saja. Dia adalah orang yang mencintai uang dan segala sesuatu yang berasal dari dunia. Jika engkau menikahinya dan dia menghalangi kepercayaanmu kepada Tuhan dan mendorongmu untuk melepaskan tugasmu dan mengejar hal-hal duniawi, apa yang akan kaulakukan? Engkau tetap ingin mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, tetapi jika engkau mengikutinya, engkau tidak akan mampu memperoleh keselamatan. Jika engkau tidak mengikutinya, dia akan bertengkar denganmu dan menceraikanmu. Dan setelah engkau bercerai, engkau akan hidup seorang diri tanpa pasangan—akan mampukah engkau mengatasi hal ini? Jika engkau belum pernah memiliki pasangan, maka itu tidak menjadi masalah, tetapi kini engkau telah bersama pasanganmu selama bertahun-tahun dan terbiasa hidup bersamanya. Tiba-tiba engkau mendapati dirimu bercerai tanpa ada pasangan lagi—mampukah engkau mengatasi hal ini? Tidak mudah mengatasinya, bukan? Entah itu dalam hal kebutuhan hidup, kebutuhan emosi, atau dunia rohanimu, engkau tidak mampu mengatasinya. Caramu menjalani hidup telah berubah dari sebelumnya menjadi cara yang lain, dan pola, irama, serta cara hidupmu sebelumnya telah sepenuhnya terperosok ke dalam kekacauan. Pernikahan seperti apa yang kaumiliki? Apa yang telah diakibatkan oleh pernikahan ini bagimu? Kebahagiaan ataukah bencana? (Bencana.) Pernikahan seperti itu mendatangkan bencana. Oleh karena itu, jika engkau tidak tahu cara menilai orang dan engkau mengukur orang lain tanpa mendasarkannya pada prinsip yang benar dan firman Tuhan, maka engkau harus berupaya sebaik mungkin untuk tidak sembarangan berkencan ataupun mengikuti gagasan atau memiliki rencana apa pun untuk berkencan, menikah, atau menjalani hidup pernikahan. Itu karena, sekarang ini, daya tarik tren jahat dunia ini terhadap manusia sangat besar, dan setiap orang menghadapi banyak pencobaan serta mengalami segala macam pencobaan dalam hidup; tak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya, dan meskipun engkau mengejar kebenaran, engkau tetap akan mengalami kesulitan untuk mengalahkannya. Jika engkau mengejar kebenaran dan memperoleh pemahaman tentang kebenaran serta memperoleh kebenaran, engkau akan mampu mengalahkannya. Namun, sebelum engkau memahami dan memperoleh kebenaran, pencobaan akan selalu mencobaimu, dan akan selalu menjadi bahaya bagimu. Selain itu, ada masalah penting bagimu, yaitu engkau semua tidak tahu cara menilai orang dan engkau semua tidak mampu melihat esensi orang dengan jelas—ini adalah masalah yang paling penting. Apa satu-satunya hal yang kautahu bagaimana menilainya? Laki-laki hanya tahu bagaimana menilai apakah perempuan itu cantik, apakah dia pernah kuliah, apakah keluarganya kaya, apakah dia berdandan dengan menarik, apakah dia tahu bagaimana bersikap romantis, dan apakah dia bisa penuh kasih sayang atau tidak. Secara lebih terperinci, laki-laki dapat mengetahui apakah perempuan tersebut akan menjadi istri dan ibu yang baik atau tidak, apakah dia mampu mendidik anak-anaknya dengan baik di kemudian hari atau tidak, dan apakah dia dapat mengurus rumah tangga atau tidak. Inilah hal-hal yang laki-laki paling tahu bagaimana menilainya. Dan apa yang bisa dinilai oleh perempuan tentang laki-laki? Mereka dapat menilai apakah laki-laki tersebut tahu bagaimana bersikap romantis, apakah dia cakap, apakah dia mampu menghasilkan banyak uang, apakah dia ditakdirkan untuk menjadi kaya atau miskin, dan apakah dia punya kemampuan untuk bergaul di dunia atau tidak. Pada taraf yang lebih baik, perempuan dapat menilai apakah laki-laki mampu menderita atau tidak, apakah laki-laki tersebut mampu mengurus keluarga dengan baik atau tidak, apakah perempuan bisa makan dan berpakaian dengan baik jika bersama laki-laki tersebut, seperti apa latar belakang keluarganya, apakah keluarganya kaya, apakah dia memiliki rumah, mobil, dan usaha, apakah dia pengusaha, apakah dia petani atau buruh, bagaimana keadaan ekonomi keluarganya saat ini, dan apakah orang tuanya telah menyisihkan uang untuk dia menikah. Inilah hal-hal yang paling banyak diketahui perempuan. Mengenai seperti apa esensi kemanusiaan calon suaminya, atau pilihan apa yang akan dia ambil sehubungan dengan jalan kepercayaan kepada Tuhan, apakah engkau semua mampu melihat hal-hal ini dengan jelas? (Tidak.) Lebih tepatnya, apakah orang ini mampu mengikuti jalan antikristus? Apakah dia jahat? Berdasarkan rangkuman penyingkapan dan pengungkapan kualitas kemanusiaannya, apakah dia adalah orang yang mengejar kebenaran ataukah dia adalah orang yang muak akan kebenaran? Apakah dia mampu mengikuti jalan mengejar kebenaran? Apakah dia mampu memperoleh keselamatan? Dan jika engkau menikahinya, akan mampukah engkau berdua masuk ke dalam Kerajaan sebagai suami-istri? Engkau tidak mampu melihat hal-hal ini dengan jelas, bukan? Ada orang-orang yang berkata, "Mengapa kita harus melihat hal-hal ini dengan jelas? Ada begitu banyak orang yang menikah di dunia. Mereka juga tidak mampu melihat hal-hal ini dengan jelas, tetapi mereka tetap melanjutkan hidup mereka, bukan?" Banyak orang tidak melihat pernikahan dengan jelas. Jika engkau bertemu dengan orang baik yang hidup dengan baik dan yang dengannya engkau dapat menghabiskan hidupmu tanpa banyak kesusahan atau suka dan duka, dan yang dengannya tidak ada penderitaan yang besar, maka ini dapat dianggap sebagai kehidupan yang baik dan pernikahan yang baik. Namun, ada orang-orang yang tidak melihat orang lain dengan jelas dan hanya berfokus pada penampilan orang lain dan status yang mereka miliki. Mereka ditipu, dan hanya setelah mereka menikah, barulah mereka mengetahui bahwa pasangannya adalah orang jahat, setan, dan setiap hari yang dihabiskan untuk hidup bersama orang semacam itu terasa seperti setahun. Para perempuan sering kali menangis, sementara laki-laki juga banyak ditipu dan menjadi korban, sehingga mengakibatkan perceraian setelah beberapa tahun. Ada pasangan suami-istri yang bercerai ketika anak-anaknya berusia tiga atau empat tahun atau remaja, dan bahkan ada yang telah mempunyai cucu ketika mereka merasa tidak tahan lagi untuk hidup bersama, jadi mereka bercerai. Apa yang akhirnya dikatakan orang-orang ini? "Pernikahan adalah kuburan", dan "Pernikahan adalah krematorium". Jadi, apakah kesalahan pihak perempuan atau laki-laki yang menyebabkan terjadinya hal ini? Kedua-duanya melakukan kesalahan, dan kedua-duanya tidak ada yang baik. Mereka tidak mengetahui apa esensi pernikahan atau kehidupan pernikahan. Esensi pernikahan adalah saling bertanggung jawab, masuk ke dalam kehidupan nyata dan saling mendukung. Hal ini tergantung pada kemanusiaan normal[a] dari kedua belah pihak, sehingga mereka dapat hidup bahagia dan stabil hingga usia tua dan tetap bersama sampai akhir. Dan apa esensi kehidupan pernikahan? Itu juga tergantung pada kemanusiaan normal[b] dari kedua belah pihak, dan hanya dengan cara seperti inilah mereka dapat hidup damai, tenang, dan bahagia. Kedua belah pihak harus saling bertanggung jawab, dan baru setelah itulah mereka akhirnya dapat hidup bersama melewati masa tua hingga akhir. Namun, hal itu bukan berarti masuk ke dalam Kerajaan; tidaklah mudah bagi pasangan suami-istri untuk masuk ke dalam Kerajaan bersama-sama. Sekalipun mereka tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan, bagi pasangan suami-istri untuk akhirnya hidup bersama hingga usia lanjut setidaknya menuntut mereka memiliki hati nurani dan nalar, dengan kemanusiaan yang sesuai dengan standar. Bukankah demikian? (Ya.) Apakah persekutuan dengan cara seperti ini membuatmu makin memiliki keyakinan terhadap pernikahan atau makin tidak yakin, atau apakah itu membuatmu memiliki sikap dan pandangan yang benar? (Persekutuan dengan cara seperti ini membuat kami memiliki sikap dan pandangan yang benar.) Persekutuan dengan cara seperti ini tidak ada hubungannya dengan memiliki keyakinan yang makin besar atau makin kecil, bukan? Aku membahas tentang melepaskan berbagai khayalan tentang pernikahan bukan untuk membuatmu menyerah atau menolak pernikahan, melainkan agar engkau mengambil pendekatan yang benar dan rasional terhadap hal ini. Lebih tepatnya, pembahasan ini bertujuan agar engkau dapat mempertimbangkan, memperlakukan, dan menyelesaikan masalah ini berdasarkan firman Tuhan. Pembahasan ini bukan bertujuan agar engkau sama sekali berhenti memikirkan tentang pernikahan—tidak memikirkan tidak sama dengan melepaskan. Melepaskan yang sebenarnya berarti memiliki pemikiran dan pandangan yang benar dan akurat. Jadi, melalui persekutuan dengan cara seperti ini, bukankah engkau semua telah melepaskan beberapa dari berbagai khayalanmu tentang pernikahan? (Ya.) Apakah sekarang engkau semua makin takut pada pernikahan, atau apakah engkau makin menginginkannya? Sebenarnya tak ada satu pun dari hal-hal tersebut yang terjadi. Tidak perlu terlalu takut pada pernikahan ataupun menginginkannya. Jika sekarang engkau masih lajang dan berkata, "Aku ingin mengejar kebenaran dan mengorbankan diriku untuk Tuhan. Saat ini aku sedang tidak memikirkan tentang pernikahan dan aku belum mempunyai rencana untuk menikah, jadi aku akan membiarkan pernikahan menjadi ruang kosong di hatiku, aku akan membiarkannya menjadi halaman kosong," apakah pandangan ini benar? (Tidak, Tuhan mempersekutukan kebenaran ini kepada kami karena kami perlu memperlengkapi diri kami dengan kebenaran ini, memahaminya, dan menerapkannya. Kami juga harus bertindak berdasarkan pada apa yang Tuhan firmankan, memandang orang dan hal-hal, serta berperilaku dan bertindak, sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan, dengan kebenaran sebagai standar kami. Entah kami sedang mempertimbangkan pernikahan saat ini atau tidak, kami tetap harus memahami kebenaran ini, dan hanya dengan cara demikianlah kami akan menghindarkan diri dari melakukan kesalahan.) Apakah pemahaman ini benar? (Ya.)
Sekarang, adakah orang yang berkata, "Kami lajang dan dunia orang-orang tidak percaya berkata bahwa menjadi lajang itu mulia. Jadi di rumah Tuhan, bukankah kita dapat berkata bahwa orang lajang itu kudus dan orang yang menikah itu najis?" Adakah orang yang mengatakan hal seperti ini? Ada orang-orang yang sudah menikah yang selalu memiliki kesalahpahaman tentang pernikahan. Mereka beranggapan bahwa setelah menikah, pemikiran mereka tidak semurni atau sesederhana atau sebersih sebelumnya, bahwa pemikiran mereka menjadi rumit setelah mereka menikah, dan khususnya mereka beranggapan bahwa orang yang sudah menikah memiliki hubungan dengan lawan jenis dan tidak lagi kudus. Jadi, setelah menerima pekerjaan Tuhan, mereka dengan tegas memberi tahu pasangan mereka, "Aku telah menerima pekerjaan Tuhan, dan mulai hari ini, aku harus mengejar kekudusan. Aku tidak boleh lagi tidur bersamamu. Engkau harus tidur sendiri, dan aku harus tidur di kamar lain." Sejak saat itu, mereka tidur terpisah dan pasangan mereka tidur sendirian, tetapi mereka tetap hidup bersama. Apa yang dikejar orang-orang semacam ini? Mereka mengejar sejenis kekudusan daging. Bukankah ini kesalahpahaman tentang pernikahan? (Ya.) Apakah kesalahpahaman ini mudah diluruskan? Ada orang-orang yang sudah menikah yang beranggapan bahwa mereka sudah tidak kudus lagi setelah berhubungan intim dengan lawan jenis. Makna mendasarnya di sini adalah jika mereka tidak berhubungan intim dengan lawan jenis, jika mereka meninggalkan pernikahan mereka dan bercerai, mereka akan menjadi kudus. Jika seperti itu cara orang menjadi kudus, bukankah itu berarti orang yang belum menikah jauh lebih kudus? Dengan pemahaman yang menyimpang seperti itu, pilihan atau tindakan yang orang ambil menyebabkan pasangan mereka merasa bingung dan marah. Ada suami atau istri yang tidak percaya kepada Tuhan salah paham dan menjadi enggan untuk percaya, dan ada yang bahkan menghujat Tuhan. Katakan kepada-Ku, benarkah yang dilakukan oleh orang-orang yang mengejar "kekudusan" ini? (Tidak, tidak benar.) Mengapa tidak benar? Pertama-tama, ada masalah dengan pemikiran mereka. Masalah apakah itu? (Mereka salah memahami firman Tuhan.) Pertama, pandangan mereka mengenai pernikahan itu menyimpang; kedua, definisi dan pemahaman mereka tentang kekudusan dan kenajisan itu menyimpang. Mereka beranggapan bahwa tidak berhubungan intim dengan lawan jenis membuat seseorang menjadi kudus, lalu apa yang dimaksud dengan kenajisan? Apa yang dimaksud dengan kekudusan? Apakah kekudusan berarti tidak memiliki watak yang rusak? Ketika orang memperoleh kebenaran dan wataknya berubah, mereka tidak lagi memiliki watak yang rusak. Apakah orang yang belum pernah berhubungan intim dengan lawan jenis tidak mempunyai watak yang rusak? Apakah watak rusak orang hanya muncul ketika mereka berhubungan intim dengan lawan jenis? (Tidak.) Jelas sekali, pemahaman ini salah. Setelah engkau menikah dan berhubungan intim dengan lawan jenis, watak rusakmu tidak bertambah buruk, tetapi tetap sama seperti sebelumnya. Jika engkau belum menikah dan belum pernah berhubungan intim dengan lawan jenis, apakah engkau mempunyai watak yang rusak? Engkau memiliki banyak watak yang rusak. Oleh karena itu, entah laki-laki atau perempuan, entah orang tersebut memiliki watak yang rusak atau tidak, bukan diukur berdasarkan status perkawinannya, bukan diukur berdasarkan apakah mereka sudah menikah atau belum, atau apakah mereka sudah pernah berhubungan intim dengan lawan jenis atau belum. Mengapa orang yang berpikir dan bertindak seperti ini memiliki kesalahpahaman tentang pernikahan? Mengapa mereka bertindak seperti ini? Bukankah ini sebuah masalah yang harus diselesaikan? (Ya.) Mampukah engkau semua menyelesaikannya? Orang hanya perlu berkontak dengan lawan jenis dan berhubungan intim dengan mereka, lalu mereka menjadi najis dan sama sekali rusak—benarkah demikian? (Tidak.) Jika benar demikian, maka perpaduan antara laki-laki dan perempuan yang Tuhan tetapkan adalah sebuah kesalahan. Jadi, bagaimana kita bisa mengatasi masalah ini? Apa sumber masalah ini? Masalah ini dapat diatasi dengan menganalisis dan memahami sumbernya. Bukankah engkau semua juga memiliki pandangan seperti ini? Bukankah semua orang, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, memiliki pandangan seperti ini terhadap pernikahan? (Ya.) Aku tahu engkau semua tidak dapat melepaskan diri dari masalah ini. Jadi, apa sumber dari pandangan ini? (Orang-orang tidak jelas tentang apa yang dimaksud dengan kekudusan dan apa yang dimaksud dengan kenajisan.) Dan apa sumber penyebab orang-orang tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kekudusan dan apa yang dimaksud dengan kenajisan? (Manusia tidak mampu memahami firman Tuhan atau memahami kebenaran secara murni.) Aspek firman Tuhan apa yang tidak mampu mereka pahami secara murni? (Pernikahan adalah hal yang lumrah dialami manusia dalam hidupnya dan itu juga ditetapkan oleh Tuhan, tetapi orang mengaitkan menikah dan berhubungan intim dengan lawan jenis dengan apakah mereka kudus atau tidak, padahal sebenarnya menjadi kudus berarti orang tidak memiliki watak yang rusak, dan itu tidak ada hubungannya dengan apakah mereka sudah menikah atau belum. Ambil contoh para biarawati di gereja Katolik. Jika mereka tidak menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman dan tidak memahami kebenaran, maka sekalipun mereka menghabiskan seluruh hidup mereka tanpa menikah, mereka tetap tidak dapat dianggap kudus, karena watak rusak mereka belum dibereskan.) Apakah ini menjelaskan masalahnya dengan gamblang? Apakah perbedaan antara kekudusan dan kenajisan terletak pada apakah seseorang sudah menikah atau belum? (Tidak.) Tidak, dan ada bukti kuat yang mendukungnya. Sebagai contoh, orang yang cacat mental, orang idiot, orang yang sakit jiwa, biarawati Katolik, biksuni dan biksu Buddha semuanya tidak menikah, tetapi apakah mereka kudus? (Tidak.) Orang yang cacat mental, orang idiot, dan orang yang mengalami gangguan jiwa tidak memiliki akal sehat; mereka tidak bisa menikah, tidak ada laki-laki di antara mereka yang bisa beristri, dan tidak ada perempuan di antara mereka yang bisa bersuami, dan mereka tidak kudus. Para biarawati, biksuni, dan biksu, serta orang-orang berkebutuhan khusus lainnya, tidak bisa menikah, dan mereka juga tidak kudus. Apa yang dimaksud dengan "tidak kudus"? Itu artinya mereka najis. Apa yang dimaksud dengan "najis"? (Mereka memiliki watak yang rusak.) Benar, itu berarti mereka memiliki watak yang rusak. Semua orang yang tidak menikah ini memiliki watak yang rusak dan tak ada seorang pun dari antara mereka yang kudus. Jika demikian, bagaimana dengan orang yang sudah menikah? Apakah ada perbedaan dalam esensi di antara mereka yang sudah menikah dan mereka yang belum menikah ini? (Tidak.) Dalam hal esensi, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Apa maksud-Ku mengatakan tidak ada perbedaan di antara keduanya? (Mereka semua telah dirusak oleh Iblis dan mereka semua memiliki watak yang rusak.) Benar, mereka semua telah dirusak oleh Iblis dan mereka semua memiliki watak yang rusak. Mereka tidak mampu tunduk kepada Tuhan atau tunduk pada kebenaran, dan mereka tidak mampu mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Mereka tidak dipuji oleh Tuhan, mereka tidak diselamatkan, dan mereka semua najis. Jadi, kudus atau najisnya seseorang tidak dapat diukur dari apakah mereka sudah menikah atau belum. Lalu mengapa orang memiliki pemahaman yang salah tentang pernikahan, menganggap bahwa orang yang menikah itu tidak kudus, bahwa mereka najis? Apa inti dari kesalahpahaman ini? (Pandangan mereka mengenai pernikahan itu menyimpang.) Apakah karena pandangan mereka mengenai pernikahan dan kehidupan pernikahan itu menyimpang, ataukah karena pandangan mereka mengenai hal lain yang menyimpang? Adakah yang bisa menerangkan hal ini dengan jelas? Seperti yang kita katakan sebelumnya, pernikahan apa pun pada akhirnya akan kembali ke kehidupan nyata. Jadi, apakah kehidupan pernikahan inilah yang menjadi sumber dari apa yang orang anggap najis? (Tidak.) Itu bukanlah sumber dari apa yang orang anggap najis. Sumber dalam pemikiran orang-orang tentang apa yang mereka anggap najis sebenarnya telah mereka ketahui dalam pikiran dan lubuk hati mereka: itu adalah hasrat seksual mereka, dan di sinilah letak kesalahpahamannya. Orang menggunakan hal menikah dan belum menikah untuk mendefinisikan dan membedakan apakah seseorang itu kudus atau najis. Ini adalah sebuah kesalahpahaman, dan sumber dari kesalahpahaman ini adalah pemahaman yang keliru dan salah yang orang miliki terhadap hasrat seksual daging mereka. Mengapa Kukatakan pemahaman ini keliru? Orang menganggap bahwa setelah mereka merasakan hasrat seksual dan menikah lalu mereka berhubungan intim dengan lawan jenis dan bahwa, setelah mereka berhubungan intim dengan lawan jenis, mereka mulai menjalani apa yang disebut kehidupan hasrat seksual daging, dan kemudian mereka menjadi najis. Bukankah ini anggapan mereka? (Ya.)
Jadi, mari kita bahas apa sebenarnya arti hasrat seksual. Asalkan engkau mengerti dan memahaminya secara benar, akurat, dan objektif, engkau akan menyelesaikan masalah ini dan meluruskan kesalahpahaman tentang kenajisan dan kekudusan ini. Bukankah demikian? Setelah orang menikah, hasrat seksual mereka dipuaskan dan mereka meluapkan hasrat seksual dan jasmaniah mereka, jadi mereka berpikir, "Kami orang yang sudah menikah tidak kudus, kami najis. Laki-laki dan perempuan yang masih lajang itu kudus." Ini jelas merupakan pemahaman yang menyimpang, yang disebabkan karena tidak mengetahui apa sebenarnya arti hasrat seksual. Sekarang, mari kita lihat manusia pertama: apakah Adam memiliki hasrat seksual? Manusia yang telah Tuhan ciptakan memiliki kemampuan berpikir, berbicara, pancaindra, serta kehendak bebas dan kebutuhan emosional. Apa yang dimaksud dengan "kebutuhan emosional"? Artinya, manusia membutuhkan pasangan untuk mendampingi dan mendukung mereka, memiliki pasangan untuk berkomunikasi, seseorang untuk merawat, menjaga, dan menyayangi mereka—inilah kebutuhan emosional. Di sisi lain, orang juga memiliki hasrat seksual. Apa dasar dari pernyataan ini? Dasarnya adalah, setelah Tuhan menciptakan Adam, Tuhan berkata Adam membutuhkan seorang pendamping, pasangan ini diberikan hanya untuk kebutuhan hidupnya dan kebutuhan emosionalnya. Namun, ada kebutuhan lain yang juga Tuhan sebutkan. Apa yang Tuhan katakan? Kejadian, pasal 2, ayat 24: "Karena itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan akan bersatu dengan istrinya; dan mereka akan menjadi satu daging." Maksud dari firman ini sangat jelas; kita tidak perlu menjelaskannya secara panjang lebar. Engkau memahami firman ini, bukan? Jelas sekali, ketika Tuhan menciptakan Adam, nenek moyang manusia, Adam memiliki kebutuhan ini. Tentu saja, ini adalah penafsiran yang objektif. Yang lebih penting dari itu, ketika Tuhan menciptakan Adam, dia memiliki organ perasa ini, dan dia memiliki kondisi dan ciri fisiologis ini—inilah keadaan Adam yang sebenarnya, nenek moyang pertama manusia yang Tuhan ciptakan, yang adalah manusia pertama. Dia memiliki kemampuan berbicara, mendengar, melihat, merasakan, dan dia memiliki organ perasa, kebutuhan emosional, hasrat seksual, kebutuhan fisiologis, dan tentu saja dia memiliki kehendak bebas, seperti yang baru saja kita sebutkan. Hal-hal ini bersama-sama membentuk manusia yang Tuhan ciptakan. Bukankah ini keadaan yang sebenarnya? (Ya.) Inilah struktur fisiologis laki-laki. Bagaimana dengan perempuan? Tuhan menciptakan struktur fisiologis bagi perempuan yang berbeda dengan struktur fisiologis laki-laki, dan tentu saja menciptakan hasrat seksual yang sama dengan hasrat seksual laki-laki. Apa dasar pernyataan ini? Dalam Kejadian, pasal 3, ayat 16, Tuhan berfirman: "Aku akan melipatgandakan rasa sakitmu pada saat mengandung; dalam kesakitan engkau akan melahirkan anak-anakmu." Berasal dari manakah anak-anak yang disebutkan dalam "melahirkan anak-anak" ini? Misalkan ada perempuan yang tidak memiliki kebutuhan fisiologis seperti ini, atau lebih tepatnya, dia tidak memiliki kebutuhan hasrat seksual perempuan—akankah dia bisa mengandung? Tidak, dan ini sangat jelas. Jadi, dengan melihat dua kalimat dari Tuhan ini, laki-laki dan perempuan yang Tuhan ciptakan memiliki struktur fisiologis yang berbeda, tetapi keduanya memiliki ciri-ciri fisiologis yang sama yaitu hasrat seksual. Hal ini disahkan melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan dan pesan tersirat dari perintah yang diberikan kepada manusia. Manusia yang Tuhan ciptakan memiliki struktur fisiologis dan juga memiliki kebutuhan struktur fisiologis mereka. Jadi, bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini sekarang? Yang disebut hasrat seksual ini adalah bagian dari daging, seperti organ manusia. Sebagai contoh, engkau sarapan pada pukul enam pagi, dan pada tengah hari semua makanan tersebut sedikit banyak telah dicerna dan perutmu kosong. Perut mengirimkan informasi ini ke otak, dan otak memberitahumu, "Perutmu sedang kosong; sudah waktunya makan." Seperti apakah perasaan di perut ini? Rasanya agak kosong dan tidak nyaman, dan engkau ingin makan sesuatu. Dan bagaimana perasaan ingin makan sesuatu ini muncul? Ini adalah hasil kerja dan metabolisme dari seluruh sistem saraf dan organmu—sesederhana itu. Hasrat seksual mempunyai sifat yang sama dengan organ tubuh lainnya; setiap organ berhubungan dengan sistem saraf, yang mengirimkan perintah ke berbagai organmu. Sebagai contoh, hidungmu mencium bau-bauan, dan ketika hidungmu mencium bau busuk, bau ini memasuki sistem sarafmu, dan sistem saraf memberi tahu otakmu, "Bau ini busuk, ini bukan bau yang enak." Otak meneruskan informasi ini kepadamu, dan kemudian engkau segera menutup hidung atau mengipasi hidungmu dengan tangan untuk mengusir bau busuk tersebut—ada serangkaian gerakan ini. Jadi, serangkaian gerakan dan tindakan ini, serta perasaan dan kesadaran semacam ini, semuanya diperintahkan oleh organ-organ tertentu dan sistem saraf di dalam tubuhmu. Sebagai contoh, engkau mendengar suara yang sangat keras dan memekakkan telinga, dan setelah telingamu menerima informasi ini, engkau merasa kesal atau muak, dan engkau menutup telingamu. Sebenarnya, yang diterima oleh telingamu hanyalah sebuah suara, sebuah informasi, tetapi otaklah yang membedakan apakah suara tersebut bermanfaat bagimu atau tidak. Jika suara itu tidak terlalu mengganggumu, engkau hanya mendengarnya dan mengenalinya, dan kemudian suara itu berlalu tanpa engkau terlalu memperhatikannya; jika suara tersebut berdampak negatif pada jantung atau tubuhmu, otakmu akan mengenalinya dan kemudian akan menyuruhmu untuk menutup telinga atau membuka mulutmu lebar-lebar—serangkaian tindakan dan pemikiran seperti ini akan terjadi. Hal yang sama juga berlaku dengan hasrat seksual manusia, yang juga memiliki organ yang berkaitan, yang memiliki penilaian dan interpretasi yang berbeda di bawah kendali saraf yang berkaitan. Hasrat seksual manusia adalah hal yang sederhana seperti ini. Hasrat seksual ini berada pada tingkat yang sama dan setara dengan organ tubuh manusia lainnya, tetapi itu memiliki kekhasannya tersendiri, dan itulah sebabnya orang akan selalu memiliki berbagai macam gagasan, pandangan atau pemikiran yang berbeda-beda tentangnya. Jadi, melalui persekutuan dengan cara seperti ini, bukankah kini engkau semua memiliki pemahaman yang benar? (Ya.) Hasrat seksual manusia bukanlah sesuatu yang misterius; itu diciptakan oleh Tuhan dan sudah ada sejak manusia diciptakan. Karena hasrat seksual ditetapkan oleh Tuhan dan diciptakan oleh Tuhan, maka itu tidak bisa menjadi hal yang negatif atau najis hanya karena manusia memiliki berbagai kesalahpahaman dan gagasan tentangnya. Itu sama saja dengan organ perasa manusia lainnya; itu ada di dalam tubuh manusia dan, jika hasrat seksual ada dalam pernikahan yang benar yang diatur dan ditetapkan oleh Tuhan, maka itu adalah hal yang wajar. Namun, jika orang mengumbarnya atau menyalahgunakannya, maka itu menjadi hal yang negatif. Tentu saja, hasrat seksual itu sendiri tidak negatif, tetapi orang yang menggunakannya atau pemikiran-pemikiran itulah yang negatif. Sebagai contoh, cinta segitiga, perzinaan, inses, pemerkosaan, kekerasan seksual, dan sebagainya—hal-hal yang berhubungan dengan hasrat seksual ini menjadi hal yang negatif dan tidak ada kaitannya dengan hasrat seksual daging manusia yang semula. Hasrat seksual daging sama dengan organ tubuh: itu diciptakan oleh Tuhan. Namun, karena kejahatan dan kerusakan manusia, segala macam hal-hal jahat yang berkaitan dengan hasrat seksual terjadi, dan kemudian itu tidak ada hubungannya dengan hasrat seksual yang pantas dan normal—ini adalah dua hal dengan natur yang berbeda. Bukankah demikian? (Ya.) Cinta segitiga, perselingkuhan, serta inses dan pelecehan seksual—semua ini adalah hal-hal jahat yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terjadi di antara manusia yang rusak. Hal-hal ini tidak ada hubungannya dengan hasrat seksual dan pernikahan yang benar; itu najis, tidak benar, dan itu bukan hal yang positif. Apakah sekarang engkau memahaminya dengan jelas? (Ya.)
Melalui persekutuan dengan cara seperti ini, sekarang, mampukah engkau memahami dengan jelas pemahaman dan tindakan orang yang sudah menikah yang menyimpang itu, serta membedakan antara yang benar dan yang salah darinya? (Ya.) Ketika engkau bertemu dengan orang yang baru percaya yang berkata, "Kami telah menerima pekerjaan Tuhan, jadi apakah kami sebagai pasangan suami-istri harus hidup terpisah?" apa yang akan kaukatakan? (Kami akan menjawab tidak.) Engkau dapat bertanya kepada mereka, "Mengapa engkau harus hidup terpisah? Apakah engkau berdua bertengkar? Apakah salah seorang darimu mendengkur begitu keras hingga yang satunya kurang tidur? Jika ya, maka itu adalah masalahmu dan engkau bisa hidup terpisah. Jika itu karena alasan lain, maka engkau tidak perlu hidup terpisah dengan pasanganmu." Ada orang lain yang berkata, "Oh, kami sudah hidup bersama sebagai pasangan suami-istri selama hampir empat puluh tahun. Kami sudah makin tua, anak-anak kami sudah dewasa, jadi haruskah kami tidur di ranjang terpisah? Kami tidak boleh tidur bersama lagi, anak-anak kami akan mentertawakan kami. Kami harus menjaga integritas kami di usia tua." Apakah ini hal yang wajar untuk dikatakan? (Tidak.) Tidak, tidak wajar. Mereka ingin menjaga integritas mereka di usia tua; integritas macam apa ini? Apa yang mereka lakukan ketika mereka masih muda? Bukankah mereka hanya sedang berpura-pura? Bukankah orang-orang semacam ini menjijikkan? (Ya.) Ketika engkau bertemu dengan orang-orang semacam itu, katakan kepada mereka, "Kami tidak mengatakan hal-hal seperti itu dalam kepercayaan kami kepada Tuhan, dan rumah Tuhan juga tidak memiliki tuntutan atau aturan seperti itu. Engkau akan memahami hal ini pada waktunya. Engkau dapat hidup sesuka hatimu; itu urusanmu, dan itu tidak ada hubungannya dengan hal percaya kepada Tuhan atau mengejar kebenaran, juga tidak ada hubungannya dengan memperoleh keselamatan. Engkau tidak perlu menanyakan hal-hal ini, dan engkau juga tidak perlu mengorbankan apa pun untuk hal-hal ini." Bukankah masalahnya sudah terselesaikan? (Ya.) Masalah hasrat seksual manusia dalam pernikahan telah terselesaikan—kesulitan terbesar telah diatasi. Apakah engkau semua memahami hal ini melalui persekutuan dengan cara seperti ini? Apakah engkau masih menganggap hasrat seksual itu misterius? (Tidak.) Apakah engkau masih menganggap hasrat seksual itu najis atau kotor? (Tidak.) Mengenai hasrat seksual, itu tidak najis dan tidak kotor; itu adalah sesuatu yang baik. Namun, jika orang menyalahgunakannya, maka itu sudah tidak baik lagi, dan menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Bagaimanapun juga, setelah bersekutu dengan cara seperti ini, bukankah berbagai khayalan orang-orang yang realistis dan tidak realistis mengenai pernikahan terselesaikan? (Ya.) Setelah mempersekutukan definisi dan konsep pernikahan, pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu yang menyesatkan dan menyimpang mengenai pernikahan pada dasarnya telah dilepaskan hingga taraf tertentu dalam pikiranmu. Jika masih ada yang tersisa di dalam pikiranmu, engkau harus secara bertahap mengenalinya dalam dirimu dan terus mengalami dan memahaminya secara bertahap melalui penerapan pribadimu dalam kehidupan nyata. Tentu saja, yang terpenting adalah, orang harus memiliki pemahaman dan sudut pandang yang benar mengenai pernikahan itu sendiri—ini sangat penting. Entah engkau berencana untuk menikah di kemudian hari atau tidak, sikap dan perspektifmu terhadap pernikahan akan memengaruhi pengejaranmu akan kebenaran, dan itulah sebabnya engkau harus membaca firman Tuhan mengenai hal ini secara mendetail, dan akhirnya memperoleh sudut pandang dan pemahaman yang benar tentang pernikahan, yang setidaknya harus sesuai dengan kebenaran. Setelah kita selesai mempersekutukan hal ini, bukankah pemahamanmu akan bertambah luas? (Ya.) Engkau tidak akan lagi bersikap sangat kekanak-kanakan dan berpikiran sempit, bukan? Saat engkau membahas hal ini dengan orang-orang di kemudian hari, mereka akan melihat bahwa meskipun engkau terlihat masih muda, engkau memiliki pemahaman tentang pernikahan, dan mereka akan bertanya, "Sudah berapa lama kau menikah?" Engkau akan menjawab, "Aku belum menikah." Mereka akan berkata, "Lalu mengapa kau memiliki pemahaman yang begitu dewasa tentang pernikahan, seolah-olah pemahamanmu bahkan lebih matang daripada pemahaman orang dewasa?" Engkau akan menjawab, "Aku memahami kebenaran, dan kebenaran yang kupahami ini memiliki dasar. Jika kau tidak percaya kepadaku, aku akan mengambil Alkitabku dan menunjukkan kepadamu keadaan ketika Tuhan menciptakan Adam, dan engkau akan melihat apakah apa yang kukatakan itu akurat atau tidak." Pada akhirnya, engkau akan meyakinkan hati mereka, karena semua yang kaukatakan berasal dari pemahaman dan pengertianmu yang murni, tanpa ada percampuran sedikit pun oleh imajinasi atau gagasan manusia atau pandangan manusia yang menyimpang—semua yang kaukatakan sesuai dengan kebenaran dan firman Tuhan.
Setelah kita selesai mempersekutukan masalah pemahaman dan penerapan yang menyimpang dari orang yang sudah menikah, sekarang, mari kita mempersekutukan topik "mengejar kebahagiaan pernikahan bukanlah misimu". Ketika orang mampu melepaskan berbagai khayalan tentang pernikahan, itu berarti mereka telah memiliki beberapa pemahaman dan gagasan yang benar yang relatif sesuai dengan kebenaran mengenai konsep dan definisi pernikahan; tetapi ini bukan berarti bahwa mereka mampu sepenuhnya melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka mengenai pernikahan. Sedangkan bagi mereka yang sudah menikah, bagaimana cara mereka mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka? Dapat dikatakan bahwa banyak orang tidak mampu memahami kebahagiaan pernikahan dengan benar, atau tidak mampu memahami hubungan antara kebahagiaan pernikahan dan misi manusia dengan benar. Bukankah ini juga adalah masalah? (Ya.) Orang yang sudah menikah selalu menganggap pernikahan sebagai peristiwa besar dalam hidup dan menganggapnya sangat penting. Oleh karena itu, mereka memercayakan seluruh kebahagiaan hidup mereka pada kehidupan pernikahan mereka dan kepada pasangan mereka, meyakini bahwa mengejar kebahagiaan pernikahan adalah satu-satunya tujuan yang harus dikejar dalam hidup ini. Itulah sebabnya banyak orang mengerahkan upaya yang sangat besar, membayar harga yang sangat mahal, dan melakukan pengorbanan yang sangat besar demi kebahagiaan pernikahan. Sebagai contoh, ada seseorang yang menikah dan, untuk memikat pasangannya serta menjaga agar pernikahan dan kasih mereka tetap "hangat", dia akan melakukan banyak hal. Ada perempuan yang berkata, "Jalan menuju hati seorang laki-laki adalah melalui perutnya," jadi dia belajar dari ibunya atau orang-orang yang lebih tua cara memasak, cara memasak hidangan yang lezat dan kue-kue kering, membuat segala macam makanan yang disukai suaminya dan berusaha menyediakan makanan yang lezat dan cocok untuknya. Ketika sedang lapar, suaminya teringat akan masakan istrinya yang lezat, lalu dia teringat akan rumahnya, lalu dia memikirkan istrinya, dan kemudian dia bergegas pulang ke rumah. Dengan demikian, dia tidak akan sering ditinggal seorang diri di rumah, tetapi sering didampingi suaminya, sehingga dia merasa bahwa belajar memasak hidangan yang lezat untuk membuat suaminya sayang kepadanya melalui perut suaminya sangatlah penting. Karena ini adalah salah satu cara untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahan dan karena ini adalah harga yang harus dia bayar dan tanggung jawab yang harus dia penuhi demi kebahagiaan pernikahannya, dia bekerja keras untuk mempertahankan pernikahannya dengan cara seperti ini. Ada juga perempuan yang merasa tidak aman dengan pernikahannya, dan sering kali menggunakan berbagai cara untuk menyenangkan, memikat, dan mengingatkan suaminya. Sebagai contoh, perempuan semacam ini akan sering bertanya kepada suaminya apakah dia ingat kapan kencan pertama mereka, kapan mereka pertama kali bertemu, kapan ulang tahun pernikahan mereka, dan tanggal-tanggal lainnya. Jika suaminya ingat, maka dia merasa bahwa suaminya mencintainya, bahwa dia ada di dalam hati suaminya. Jika suaminya tidak ingat, maka dia akan menjadi marah dan mengeluh, "Kau bahkan tak mampu mengingat tanggal sepenting ini. Apa kau tidak mencintaiku lagi?" Jadi, dalam upaya terus-menerus untuk memikat pasangan mereka, menarik perhatian mereka, dan mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka, baik laki-laki maupun perempuan menggunakan cara-cara duniawi untuk mengingatkan pasangan mereka, dan mereka semua melakukan hal-hal yang tidak bermakna dan kekanak-kanakan. Ada juga perempuan yang rela membayar berapa pun harganya untuk melakukan hal-hal yang membahayakan kesehatan mereka sendiri. Sebagai contoh, ada perempuan yang berusia di atas tiga puluh tahun yang setelah melihat bahwa kulit mereka tidak lagi halus dan putih, dan wajah mereka tidak lagi begitu cerah dan cantik, pergi ke dokter kecantikan untuk melakukan prosedur pengencangan kulit wajah atau menerima suntikan asam hialuronat untuk mengurangi kerutan. Ada perempuan yang, agar terlihat lebih cantik, menjalani operasi kelopak mata ganda dan menato alisnya, sering mendandani dirinya dengan cara yang sangat cantik dan seksi untuk memikat suaminya, bahkan dia belajar melakukan hal-hal romantis yang orang-orang lain lakukan demi kebahagiaan pernikahan mereka sendiri. Sebagai contoh, pada hari istimewa, perempuan semacam ini mungkin mempersiapkan makan malam mewah dengan lilin dan anggur merah. Kemudian dia mematikan lampu dan ketika suaminya pulang, dia menyuruh suaminya memejamkan matanya dan bertanya, "Hari ini hari apa?" Suaminya berusaha menebak untuk waktu yang lama tetapi tidak dapat memikirkan hari apa yang dimaksud istrinya. Dia menyalakan lilin dan ketika suaminya membuka matanya dan melihat, ternyata hari itu adalah hari ulang tahunnya sendiri dan suaminya berkata, "Oh, betapa indahnya! Aku sangat mencintaimu! Aku bahkan tidak ingat hari ulang tahunku sendiri. Kau ingat hari ulang tahunku, kau sangat menggemaskan!" Perempuan itu lalu merasa senang dan puas. Hanya dengan beberapa kata dari suaminya, dia merasa puas dan tenang. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memutar otak memikirkan cara untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka. Sang istri melakukan perubahan dan pengorbanan yang sangat besar, menghabiskan banyak waktu dan upaya, dan sang suami juga melakukan hal yang sama, bekerja keras untuk menghasilkan uang di dunia, memenuhi dompetnya, membawa pulang lebih banyak uang, membuat kehidupan yang lebih baik untuk dinikmati istrinya. Agar dapat mempertahankan kebahagiaan pernikahannya, dia juga harus belajar dari apa yang orang lain lakukan dan membeli bunga mawar, hadiah ulang tahun, kado Natal, coklat di hari Valentine, dan lain sebagainya, memutar otaknya memikirkan cara untuk berusaha membuat istrinya bahagia, berusaha keras untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna ini. Dan kemudian suatu hari dia kehilangan pekerjaannya dan tidak berani memberi tahu istrinya, takut istrinya akan menceraikannya atau pernikahan mereka tidak akan sebahagia dahulu. Jadi, dia terus berpura-pura berangkat kerja dan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu setiap hari, sementara pada saat yang sama, dia pergi mencari pekerjaan, melamar pekerjaan ke mana-mana. Apa yang dia lakukan ketika hari gajian tiba dan dia tidak mendapat uang? Dia meminjam uang ke sana kemari dari semua orang untuk membuat istrinya bahagia, dan berkata, "Lihat, aku menerima bonus sebesar dua ribu yuan bulan ini. Belilah sesuatu yang bagus untuk dirimu sendiri." Istrinya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan benar-benar pergi membeli beberapa barang mahal. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan dia merasa tidak ada tempat untuk mengadu, dan kecemasannya pun bertambah. Baik laki-laki maupun perempuan, mereka semua mengambil banyak tindakan dan menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka, bahkan sampai melakukan hal-hal yang bertentangan dengan penilaian mereka sendiri. Meskipun sudah membuang banyak waktu dan upaya, orang-orang yang terlibat tetap tidak tahu bagaimana menghadapi atau menangani hal-hal tersebut dengan benar, bahkan memutar otak mereka untuk meniru, belajar dari orang lain, dan berkonsultasi dengan mereka agar dapat mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka. Bahkan ada orang-orang yang, setelah mereka percaya kepada Tuhan, menerima tugas dan amanat yang diberikan kepada mereka oleh rumah Tuhan, tetapi demi mempertahankan kebahagiaan dan kepuasan pernikahannya, mereka masih jauh dalam hal melaksanakan tugas mereka. Mereka seharusnya pergi ke tempat yang jauh untuk memberitakan Injil, pulang ke rumah seminggu sekali atau sesekali, atau mereka bisa meninggalkan rumah dan melaksanakan tugas mereka penuh waktu sesuai dengan berbagai kualitas dan kondisi mereka, tetapi mereka takut pasangan mereka tidak akan puas dengan mereka, bahwa pernikahan mereka tidak akan bahagia, atau mereka akan kehilangan pernikahan mereka sepenuhnya, dan demi mempertahankan kebahagiaan pernikahannya, mereka mengorbankan banyak waktu yang seharusnya digunakan untuk melaksanakan tugas mereka. Terutama jika mendengar pasangan mereka mengeluh atau terdengar tidak puas atau berkeluh kesah, mereka menjadi lebih berhati-hati untuk mempertahankan pernikahan mereka. Mereka melakukan segala cara untuk memuaskan pasangan mereka dan bekerja keras untuk membuat pernikahan mereka bahagia agar tidak hancur. Tentu saja, yang jauh lebih serius daripada ini adalah bahwa ada orang-orang yang menolak panggilan rumah Tuhan dan tidak mau melaksanakan tugas mereka demi mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka. Ketika mereka harus meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugas mereka, karena mereka tidak sanggup berpisah dengan pasangannya atau karena orang tua pasangan mereka menentang kepercayaan mereka kepada Tuhan dan tidak menyetujui mereka meninggalkan pekerjaan dan meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugas mereka, mereka berkompromi dan meninggalkan tugas mereka, dan malah memilih untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahan dan keutuhan pernikahan mereka. Demi mempertahankan kebahagiaan pernikahan dan keutuhan pernikahan mereka, serta mencegah agar pernikahan mereka tidak hancur dan berakhir, mereka memilih hanya untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban dalam kehidupan pernikahan dan meninggalkan misi sebagai makhluk ciptaan. Engkau tidak menyadari bahwa, peran apa pun yang kaumiliki dalam keluarga atau di tengah masyarakat—entah sebagai istri, suami, anak, orang tua, karyawan, atau apa pun juga—dan apakah peranmu dalam kehidupan pernikahan adalah peran yang penting atau tidak, engkau hanya memiliki satu identitas di hadapan Tuhan, yaitu sebagai makhluk ciptaan. Engkau tidak memiliki identitas kedua di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, ketika rumah Tuhan memanggilmu, itulah saatnya engkau harus memenuhi misimu. Dengan kata lain, sebagai makhluk ciptaan, engkau harus memenuhi misimu bukan hanya ketika syarat untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahan dan keutuhan pernikahanmu terpenuhi, melainkan juga, selama engkau adalah makhluk ciptaan, maka misi yang Tuhan berikan dan percayakan kepadamu harus dipenuhi tanpa syarat; apa pun keadaannya, engkau selalu berkewajiban untuk memprioritaskan misi yang dipercayakan Tuhan kepadamu. Sedangkan misi dan tanggung jawab yang diberikan kepadamu melalui pernikahan berada di urutan kedua. Misi yang harus kaupenuhi sebagai makhluk ciptaan yang telah Tuhan berikan kepadamu harus selalu menjadi prioritas utamamu dalam kondisi dan keadaan apa pun. Oleh karena itu, sebesar apa pun keinginanmu untuk mempertahankan kebahagiaan pernikahanmu, atau seperti apa pun keadaan pernikahanmu, atau sebesar apa pun harga yang dibayar pasanganmu untuk pernikahanmu, semua itu bukanlah alasan untuk menolak misi yang telah Tuhan percayakan kepadamu. Dengan kata lain, betapa pun bahagianya pernikahanmu atau sekuat apa pun keutuhannya, identitasmu sebagai makhluk ciptaan tidak berubah dan, dengan demikian, misi yang Tuhan percayakan kepadamu merupakan kewajiban yang harus kaupenuhi terlebih dahulu, dan hal ini tidak bersyarat. Jadi, ketika Tuhan memercayakan misi kepadamu, ketika engkau telah memiliki tugas dan misi sebagai makhluk ciptaan, engkau harus melepaskan pengejaranmu akan sebuah pernikahan yang bahagia, meninggalkan pengejaranmu untuk mempertahankan pernikahan yang utuh, menjadikan Tuhan dan misi yang dipercayakan rumah Tuhan kepadamu sebagai prioritas pertama, dan tidak bertindak bodoh. Mempertahankan kebahagiaan pernikahan hanyalah tanggung jawab yang kaupikul sebagai suami atau istri dalam kerangka pernikahan; itu bukanlah tanggung jawab atau misi makhluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta, oleh karena itu, engkau tidak boleh meninggalkan misi yang dipercayakan oleh Sang Pencipta kepadamu demi mempertahankan kebahagiaan pernikahanmu, dan engkau juga tidak boleh melakukan banyak hal bodoh dan kekanak-kanakan yang tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab menjadi seorang istri atau suami. Yang harus kaulakukan hanyalah memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu sebagai istri atau suami sesuai dengan firman Tuhan dan tuntutan Tuhan—yakni, sesuai dengan perintah Tuhan yang paling awal. Setidaknya, engkau harus memenuhi tanggung jawab seorang istri atau suami dengan hati nurani dan nalar kemanusiaan yang normal, dan itu sudah cukup. Mengenai apa yang disebut "Jalan menuju hati seorang laki-laki adalah melalui perutnya", atau percintaan, atau terus-menerus merayakan segala macam hari peringatan, atau dunia ini milik kita berdua, atau pengejaranmu yang ingin "bergandengan tangan dan menjadi tua bersama", atau "Aku akan mencintaimu selamanya seperti aku mencintaimu hari ini", dan hal-hal tidak bermakna lainnya, semua ini bukanlah tanggung jawab laki-laki dan perempuan normal. Tentu saja, lebih tepatnya, hal-hal tersebut bukanlah tanggung jawab dan kewajiban dalam kerangka pernikahan orang yang mengejar kebenaran. Cara hidup dan pengejaran hidup seperti ini bukanlah hal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang mengejar kebenaran, jadi engkau harus terlebih dahulu melepaskan pepatah, sudut pandang, dan penerapan-penerapan yang menjemukan, bodoh, kekanak-kanakan, dangkal, memuakkan dan menjijikkan ini dari pikiranmu. Jangan biarkan pernikahanmu memburuk, dan jangan biarkan pengejaranmu akan kebahagiaan pernikahan mengikat tangan, kaki, pikiran, dan langkahmu, dengan menjadikanmu kekanak-kanakan, bodoh, vulgar, dan bahkan jahat. Pengejaran duniawi akan pernikahan yang bahagia ini bukanlah kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang yang memiliki akal sehat, melainkan hal-hal tersebut murni berasal dari dunia yang jahat ini dan manusia yang rusak dan mempunyai dampak yang merusak terhadap kemanusiaan dan pemikiran semua orang. Semua itu akan memerosotkan pikiranmu, merusak kemanusiaanmu, dan menyebabkan pemikiranmu menjadi jahat, rumit, kacau, dan bahkan ekstrem. Sebagai contoh, ada perempuan yang melihat laki-laki lain bersikap romantis, memberikan bunga mawar kepada istrinya di hari ulang tahun pernikahannya, atau mengajak istrinya berbelanja atau memeluknya atau memberinya hadiah istimewa saat istrinya sedang marah atau tidak bahagia, atau bahkan memberikan kejutan kepada istrinya untuk berusaha membuatnya bahagia, dan sebagainya. Begitu engkau menerima pepatah dan penerapan ini dalam dirimu, engkau juga ingin pasanganmu melakukan hal-hal tersebut, engkau juga akan menginginkan kehidupan seperti itu dan perlakuan seperti itu, sehingga nalarmu menjadi tidak normal dan akan diganggu serta dirusak oleh pepatah, gagasan, dan penerapan-penerapan seperti itu. Jika pasanganmu tidak membelikanmu bunga mawar, tidak berusaha membuatmu bahagia, atau tidak melakukan sesuatu yang romantis untukmu, engkau akan merasa marah, kesal, dan tidak puas—engkau merasakan berbagai hal. Ketika hidupmu dipenuhi dengan hal-hal ini, maka kewajiban yang harus kaupenuhi sebagai seorang perempuan dan tugas serta tanggung jawab yang harus kaupenuhi di rumah Tuhan sebagai makhluk ciptaan, semuanya menjadi kacau balau. Engkau akan hidup dalam keadaan tidak puas, dan kehidupan normal serta rutinitasmu akan terganggu oleh perasaan dan pemikiran yang tidak puas ini. Oleh karena itu, pengejaranmu akan memengaruhi pemikiran logis dari kemanusiaanmu yang normal, penilaian normalmu dan, tentu saja, memengaruhi tanggung jawab dan kewajiban yang seharusnya kaupenuhi sebagai manusia normal. Jika engkau mengejar hal-hal duniawi dan kebahagiaan pernikahan, engkau pasti akan berubah menjadi orang yang sekuler. Jika engkau hanya mengejar kebahagiaan pernikahan, engkau pasti akan selalu menginginkan pasanganmu untuk mengatakan hal-hal seperti "Aku mencintaimu", dan jika pasanganmu tidak pernah mengatakan "Aku mencintaimu", engkau akan berpikir, "Oh, pernikahanku sangat tidak bahagia. Suamiku mati rasa seperti papan, seperti orang bodoh. Paling-paling, dia membawa pulang sedikit uang, mengerahkan sedikit upaya, dan melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Pada waktu makan dia berkata, 'Ayo makan,' dan ketika tiba waktunya tidur dia berkata, 'Waktunya tidur, mimpi indah ya, selamat malam,' dan hanya itu. Mengapa dia tidak pernah berkata, 'Aku mencintaimu'? Tak bisakah dia mengatakan hal romantis yang satu ini?" Mampukah engkau menjadi manusia normal jika hatimu dipenuhi dengan hal-hal seperti itu? Bukankah engkau selalu berada dalam keadaan yang tidak normal dan emosional? (Ya.) Ada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengenali tren jahat dari dunia ini; mereka tidak memiliki daya tahan, tidak memiliki kekebalan. Perempuan semacam ini menganggap hal ini, yakni fenomena mengatakan hal-hal yang romantis ini sebagai tanda kebahagiaan pernikahan, dan kemudian dia ingin mengejarnya, menirunya, memperolehnya, dan jika dia tidak dapat memperolehnya, dia menjadi marah, dan akan sering bertanya kepada suaminya, "Katakan kepadaku, apakah kau mencintaiku atau tidak?" Setelah ditanya berkali-kali, suaminya kemudian menjadi marah dan, dengan wajah memerah, dia berkata, "Aku mencintaimu, Sayang." Dan istrinya berkata, "Oh, katakan sekali lagi." Suaminya menahan diri sedemikian rupa sehingga wajah dan lehernya memerah dan, berpikir, dia berkata, "Sayang, aku mencintaimu." Lihat, laki-laki yang baik ini mengatakan hal yang memuakkan ini, tetapi itu bukan berasal dari hatinya, sehingga dia merasa tidak nyaman. Ketika istrinya mendengar dia mengatakannya, dia sangat gembira, dan berkata, "Itu sudah cukup!" Dan apa yang dikatakan suaminya? "Sekarang lihatlah dirimu. Apa kau senang sekarang? Kau hanya mencari masalah." Katakan kepada-Ku, jika seorang perempuan dan seorang laki-laki menjalani kehidupan pernikahan seperti ini, apakah ini kebahagiaan? (Tidak.) Apakah engkau bahagia saat mendengar ucapan "Aku mencintaimu"? Apakah ini menjelaskan kebahagiaan pernikahan? Apakah sesederhana ini? (Tidak.) Ada perempuan yang selalu bertanya kepada suaminya, "Hei, apakah menurutmu aku terlihat tua?" Suaminya jujur, jadi dia berkata dengan jujur, "Ya, sedikit. Siapa yang tidak terlihat tua setelah mereka berusia empat puluh tahun?" Dia menjawab, "Oh, tidakkah kau mencintaiku? Mengapa kau tidak berkata aku terlihat muda? Apa kau tidak suka aku menjadi tua? Apa kau ingin mencari perempuan simpanan?" Suaminya berkata, "Sungguh menyusahkan! Aku bahkan tidak bisa berkata jujur kepadamu. Ada apa denganmu? Aku hanya bersikap jujur. Siapa yang tidak menjadi tua? Apakah kau ingin menjadi seperti monster?" Perempuan semacam ini tidak rasional. Apa sebutan bagi orang-orang yang mengejar apa yang disebut kebahagiaan pernikahan ini? Bahasa kasarnya, mereka adalah sampah. Dan apa sebutan bagi mereka jika kita tidak berkata kasar? Mereka mengalami gangguan mental. Apa maksud-Ku dengan "gangguan mental"? Maksud-Ku, mereka tidak memiliki pemikiran manusia normal. Di usia empat puluh atau lima puluh tahun, mereka sedang mendekati usia tua dan mereka masih belum bisa memahami dengan jelas apa arti hidup, apa arti pernikahan, dan mereka selalu suka melakukan hal-hal yang tidak berguna dan memuakkan. Mereka menganggap bahwa inilah kebahagiaan pernikahan, bahwa inilah kebebasan dan hak mereka, dan bahwa mereka seharusnya mengejar dengan cara seperti ini, hidup dengan cara seperti ini, dan memperlakukan pernikahan dengan cara seperti ini. Bukankah ini berarti mereka yang tidak bertindak dengan benar? (Ya.) Apakah ada banyak orang yang tidak bertindak dengan benar? (Ya.) Ada banyak orang yang tidak bertindak dengan benar di dunia orang tidak percaya, tetapi adakah di rumah Tuhan? Apakah ada banyak? Percintaan, hadiah, pelukan, kejutan, dan kata-kata "Aku mencintaimu", dan sebagainya, semuanya adalah tanda-tanda kebahagiaan pernikahan yang mereka kejar dan itulah tujuan dari pengejaran mereka akan kebahagiaan pernikahan. Orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan adalah orang-orang yang semacam ini, dan pasti ada banyak orang yang memang percaya kepada Tuhan yang kini berada dalam pengejaran seperti itu dan memiliki pandangan seperti itu. Jadi, ada banyak orang yang telah percaya kepada Tuhan selama sepuluh tahun atau lebih, yang telah mendengarkan beberapa khotbah dan memahami beberapa kebenaran, tetapi yang, demi mempertahankan kebahagiaan pernikahan mereka, mendampingi pasangan mereka, dan menepati janji-janji yang dibuat mengenai pernikahan mereka dan tujuan kebahagiaan pernikahan yang mereka ikrarkan untuk dikejar, tidak pernah memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka di hadapan Sang Pencipta. Sebaliknya, mereka tidak mau keluar dari rumah mereka, mereka tidak mau meninggalkan rumah betapa pun sibuknya pekerjaan rumah Tuhan, dan mereka tidak mau melepaskan pasangan mereka untuk melaksanakan tugas mereka, sebaliknya mereka menganggap pengejaran dan mempertahankan kebahagiaan pernikahan sebagai tujuan seumur hidup yang mereka perjuangkan dan upayakan tanpa henti. Dengan melakukan pengejaran seperti itu, apakah mereka sedang mengejar kebenaran? Jelas sekali tidak. Karena dalam pikiran mereka, dalam lubuk hati mereka, dan bahkan dalam tindakan mereka, mereka belum melepaskan pengejaran mereka akan kebahagiaan pernikahan, dan juga belum melepaskan gagasan dan pandangan hidup "mengejar kebahagiaan pernikahan adalah misi seseorang dalam hidup", jadi mereka sama sekali tidak mampu memperoleh kebenaran. Engkau semua belum menikah dan belum masuk ke dalam pernikahan. Jika engkau semua masih mempertahankan pandangan ini ketika masuk ke dalam pernikahan, engkau juga tidak akan mampu memperoleh kebenaran. Setelah engkau mendapatkan kebahagiaan pernikahan, engkau tidak akan mampu memperoleh kebenaran. Karena engkau menganggap pengejaran akan pernikahan yang bahagia sebagai misimu dalam hidup, engkau pasti akan melepaskan dan meninggalkan kesempatan untuk memenuhi misimu di hadapan Sang Pencipta. Jika engkau melepaskan kesempatan dan hak untuk memenuhi misi sebagai makhluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta, itu berarti engkau melepaskan pengejaranmu akan kebenaran, dan tentu saja, engkau juga melepaskan kesempatanmu untuk memperoleh keselamatan—ini adalah pilihanmu.
Kita bersekutu tentang hal melepaskan pengejaran akan kebahagiaan pernikahan, bukan supaya engkau menyerah pada pernikahan sebagai formalitas, juga bukan supaya mendorongmu untuk bercerai, melainkan supaya engkau melepaskan pengejaran akan kebahagiaan pernikahan itu. Pertama-tama, engkau harus melepaskan pandangan-pandangan yang menguasaimu dalam pengejaranmu akan kebahagiaan pernikahan, dan kemudian engkau harus melepaskan penerapanmu untuk mengejar kebahagiaan pernikahan dan mencurahkan sebagian besar waktu dan tenagamu untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan serta mengejar kebenaran. Mengenai pernikahan, selama itu tidak bertentangan dengan pengejaranmu akan kebenaran, maka kewajiban yang harus kaupenuhi, misi yang harus kauselesaikan, dan peran yang harus kaumainkan dalam kerangka pernikahan tidak akan berubah. Oleh karena itu, memintamu melepaskan pengejaran akan kebahagiaan pernikahan bukan berarti memintamu untuk meninggalkan pernikahan atau bercerai secara resmi, melainkan itu berarti memintamu untuk memenuhi misimu sebagai makhluk ciptaan dan melaksanakan tugas yang harus kaulaksanakan secara benar dengan dasar pemikiran memenuhi tanggung jawab yang seharusnya kaupenuhi dalam pernikahan. Tentu saja, jika pengejaranmu akan kebahagiaan pernikahan memengaruhi, menghambat, atau bahkan merusak pelaksanaan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, engkau tidak hanya harus meninggalkan pengejaranmu akan kebahagiaan pernikahan, tetapi juga meninggalkan seluruh pernikahanmu. Apa tujuan akhir dan makna mempersekutukan hal-hal ini? Tujuan akhir dan maknanya adalah agar kebahagiaan pernikahan tidak menghalangi langkahmu, mengikat tanganmu, membutakan matamu, mengganggu pandanganmu, mengacaukan dan menyibukkan pikiranmu; agar pengejaran akan kebahagiaan pernikahan tidak memenuhi jalan hidupmu dan mengisi hidupmu, dan supaya engkau memperlakukan tanggung jawab dan kewajiban yang harus kaupenuhi dalam pernikahan dengan benar dan membuat pilihan yang benar dalam hal tanggung jawab dan kewajiban yang harus kaupenuhi. Cara yang lebih baik untuk melakukan penerapan adalah dengan mencurahkan lebih banyak waktu dan tenaga pada tugasmu, melaksanakan tugas yang harus kaulaksanakan, dan menyelesaikan misi yang Tuhan percayakan kepadamu. Jangan pernah kaulupakan bahwa engkau adalah makhluk ciptaan, bahwa Tuhanlah yang telah menuntunmu menjalani hidup hingga saat ini, bahwa Tuhanlah yang telah memberikan pernikahan kepadamu, yang telah memberimu keluarga, dan bahwa Tuhanlah yang telah memberimu tanggung jawab yang harus kaupenuhi dalam kerangka pernikahan, dan bahwa bukan engkau yang memilih pernikahan, bukan berarti engkau bisa tiba-tiba menikah, atau bahwa engkau mampu mempertahankan kebahagiaan pernikahanmu dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatanmu sendiri. Sekarang, sudahkah Aku menjelaskan hal ini dengan gamblang? (Ya.) Apakah engkau mengerti apa yang harus kaulakukan? Apakah sekarang jalannya sudah jelas bagimu? (Ya.) Jika tidak ada konflik atau pertentangan antara tanggung jawab dan kewajiban yang harus kaupenuhi dalam pernikahan dan tugas serta misimu sebagai makhluk ciptaan, maka dalam keadaan seperti itu, bagaimanapun caranya, engkau harus memenuhi tanggung jawabmu dalam kerangka pernikahan, dan engkau harus memenuhi tanggung jawabmu dengan baik, memikul tanggung jawab yang seharusnya kaupikul, dan tidak berusaha melalaikannya. Engkau harus bertanggung jawab terhadap pasanganmu, dan engkau harus bertanggung jawab terhadap kehidupan pasanganmu, perasaannya, dan segala sesuatu tentangnya. Namun, jika ada pertentangan antara tanggung jawab dan kewajiban yang kaupikul dalam kerangka pernikahan dengan misi dan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, maka yang harus kaulepaskan bukanlah tugas atau misimu, melainkan tanggung jawabmu dalam kerangka pernikahan. Inilah yang Tuhan harapkan darimu, ini adalah amanat Tuhan untukmu dan, tentu saja, inilah yang Tuhan tuntut dari setiap laki-laki dan perempuan. Hanya jika engkau mampu melakukan hal ini, barulah engkau akan mengejar kebenaran dan mengikuti Tuhan. Jika engkau tidak mampu melakukan hal ini dan tidak mampu melakukan penerapan dengan cara seperti ini, maka engkau hanyalah orang yang percaya di bibir saja, engkau tidak mengikuti Tuhan dengan hati yang tulus, dan engkau bukanlah orang yang mengejar kebenaran. Sekarang engkau memiliki kesempatan dan keadaan untuk meninggalkan Tiongkok guna melaksanakan tugasmu, dan ada orang-orang yang berkata, "Jika aku meninggalkan Tiongkok untuk melaksanakan tugasku, maka aku harus meninggalkan pasanganku di rumah. Apakah kami tidak akan pernah bertemu lagi? Akankah kami harus hidup terpisah? Akankah pernikahan kami tidak ada lagi?" Ada orang-orang yang berpikir, "Oh, bagaimana pasanganku bisa hidup tanpaku? Bukankah pernikahan kami akan hancur jika aku tidak berada di sana? Akankah pernikahan kami berakhir? Apa yang akan kulakukan di masa depan?" Haruskah engkau memikirkan tentang masa depan? Apa yang harus paling kaupikirkan? Jika engkau ingin menjadi orang yang mengejar kebenaran, maka hal yang harus paling kaupikirkan adalah bagaimana melepaskan apa yang Tuhan minta untuk kaulepaskan dan bagaimana mencapai apa yang Tuhan minta untuk kaucapai. Jika kelak engkau tidak menikah dan tidak memiliki pasangan di sisimu, di masa yang akan datang, engkau tetap dapat hidup hingga usia tua dan tetap menjalani hidup dengan baik. Namun, jika engkau melepaskan kesempatan ini, itu sama saja dengan melepaskan tugasmu dan misi yang Tuhan percayakan kepadamu. Bagi Tuhan, itu berarti engkau bukan orang yang mengejar kebenaran, bukan orang yang benar-benar menginginkan Tuhan, ataupun orang yang mengejar keselamatan. Jika engkau secara aktif ingin melepaskan kesempatan dan hakmu untuk memperoleh keselamatan dan misimu dan engkau malah memilih pernikahan, engkau memutuskan untuk tetap bersatu sebagai suami dan istri, engkau memutuskan untuk mendampingi dan memuaskan pasanganmu, dan engkau memilih untuk menjaga pernikahanmu tetap utuh, kemudian pada akhirnya engkau akan mendapatkan beberapa hal dan kehilangan beberapa hal. Engkau mengerti apa yang akan hilang darimu, bukan? Pernikahan bukanlah segala-galanya, demikian pula kebahagiaan pernikahan—pernikahan tidak dapat menentukan nasibmu, tidak dapat menentukan masa depanmu, apalagi menentukan tempat tujuanmu. Jadi, pilihan apa yang harus orang ambil, dan apakah mereka harus melepaskan pengejaran akan kebahagiaan pernikahan dan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan atau tidak, itu terserah pada mereka untuk memutuskan. Sudahkah kita bersekutu dengan jelas tentang topik "mengejar kebahagiaan pernikahan bukanlah misimu"? (Ya.) Setelah mendengarkan persekutuan-Ku, apakah ada masalah yang menurutmu sulit dan yang engkau tidak tahu bagaimana menerapkannya? (Tidak.) Setelah mendengarkan persekutuan ini, apakah sekarang engkau merasa lebih jelas, bahwa engkau memiliki jalan penerapan yang akurat, dan bahwa engkau memiliki tujuan yang benar saat melakukan penerapan? Apakah kini engkau tahu bagaimana engkau harus melakukan penerapan mulai sekarang? (Ya.) Kalau begitu, mari kita akhiri persekutuan ini di sini. Selamat tinggal!
14 Januari 2023
Catatan kaki:
a. Naskah asli tidak mengandung kata "normal".
b. Naskah asli tidak mengandung kata "normal".