Tujuh Tahun Ujian Telah Mengungkapkan Diriku yang Sebenarnya

29 September 2019

Oleh Saudara Chen Hui, Provinsi Heilongjiang

Pada tahun 1994, bersama ibuku, aku menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Ketika aku mengetahui bagaimana Tuhan telah muncul kembali dalam rupa manusia untuk melakukan pekerjaan penyelamatan, aku sangat bersukacita, dan khususnya merasa sangat terhormat menjadi penerima keselamatan dari Tuhan. Pada waktu selanjutnya, aku sering menghadiri kebaktian, menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan bersama saudara-saudariku. Jika ada waktu, aku akan membaca firman Tuhan, dan setelah memperoleh pemahaman tentang maksud-maksud-Nya, aku akan membagi waktuku antara bekerja dan memenuhi sebanyak mungkin tugas-tugasku di gereja. Beberapa waktu kemudian, aku mendengar bahwa pekerjaan Tuhan akan segera berakhir. Dengan sangat gembira, aku berpikir dalam hati, "Aku sebaiknya bekerja keras dalam pengejaranku akan kebenaran dan melakukan lebih banyak perbuatan baik sebelum pekerjaan Tuhan selesai. Aku tidak boleh melewatkan kesempatan sekali seumur hidup ini." Setelah itu, aku mengambil keputusan tegas untuk berhenti dari pekerjaanku dan menginvestasikan diriku sepenuhnya dalam pekerjaan menyebarluaskan Injil kerajaan. Aku memutuskan untuk sepenuhnya mengabdikan sisa hidupku bagi Tuhan, dengan keyakinan bahwa hanya dengan melakukannya aku dapat menerima pujian dan berkat-Nya.Selama waktu itu, setiap hari, aku terus-menerus sibuk dari pagi hingga larut malam meskipun cuaca berangin atau hujan. Bahkan sekalipun aku harus mengendarai sepedaku puluhan kilometer, aku tidak pernah merasa lelah atau merasa terlalu banyak bekerja. Ada saat-saat aku merasakan sakit dan kelemahan ketika dihadapkan dengan fitnahan orang-orang duniawi atau ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, tetapi asalkan pemikiran ini muncul di benakku yaitu bahwa aku tidak hanya akan terhindar saat malapetaka besar turun ke bumi dan memperoleh hidup yang kekal, tetapi aku juga akan menikmati berkat-berkat materi yang berlimpah dari Tuhan, aku pun dipenuhi dengan perasaan ditinggikan, dan perasaan bahwa semua upayaku itu bermanfaat. Dengan cara ini, aku merasa yakin bahwa jika aku dapat mengorbankan segalanya bagi Tuhan, ini berarti aku adalah orang yang mengasihi Tuhan dan layak menerima berkat-berkat-Nya, dan pasti akan ada tempat bagiku di dalam kerajaan. Sejak saat itu, bahkan saat aku terus mengorbankan diri dan berkontribusi, aku dengan gelisah menantikan hari ketika pekerjaan Tuhan akan berakhir sehingga aku dapat sesegera mungkin mengklaim jatah kebahagiaanku di dalam kerajaan.

Suatu hari menjelang akhir tahun 1999, tepat saat aku dengan penuh percaya diri bersiap untuk memasuki kerajaan dan menikmati berkat-berkat yang besar, seorang saudari mengatakan kepadaku, "Bahwa saudara yang diutus dari atas telah bersekutu bahwa jika kita ingin menerima keselamatan dan disempurnakan, pertama-tama kita harus menjalani tujuh tahun ujian." Mendengar ini, aku hampir tidak dapat memercayai telingaku. Ingin memastikan bahwa aku tidak salah dengar, aku meminta saudari ini mengulangi perkataannya. Setelah memastikan bahwa memang inilah yang ia katakan, kepalaku terasa pening dan aku tiba-tiba merasa bingung. Sekalipun sudah berusaha keras, aku tidak dapat membuat diriku menerima apa yang telah ia katakan itu sebagai kenyataan. Seketika itu juga, berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku: "Mengapa aku masih harus menjalani tujuh tahun ujian? Ketika mereka mengatakan pekerjaan Tuhan akan berakhir dalam dua tahun ke depan, aku pun menyerahkan segalanya; bagaimana aku sanggup melanjutkan, jika sekarang masih ada tujuh tahun lagi yang harus kujalani? Haruskah aku mencari pekerjaan untuk menghasilkan uang? Tujuh tahun lagi, aku akan berusia tiga puluh tahun, bagaimana tentang masalah menikah? …" Aku awalnya berpikir aku sudah berada di titik peralihan memasuki kerajaan Tuhan, dan bahwa semua kesengsaraan dagingku akan segera berakhir. Namun, tampaknya sekarang, aku bukan saja tidak akan memasuki kerajaan Tuhan, tetapi aku juga masih harus menjalani tujuh tahun ujian dan pemurnian. Ketika memikirkan hal ini, hatiku tenggelam, dan kesedihan yang tak terungkapkan muncul dalam diriku. Aku secara tidak sadar mulai menyalahkan Tuhan, dengan berpikir, "Tuhan! Mengapa Engkau tidak memberitahukan kepadaku sebelumnya bahwa aku masih harus menjalani tujuh tahun pemurnian? Aku pada awalnya berpikir seberapa pun sulitnya hal-hal yang mungkin terjadi, semua itu akan berakhir dalam dua atau tiga tahun, dan bahwa aku kemudian akan masuk ke dalam kerajaan dan menikmati berkat yang luar biasa untuk selamanya. Namun sekarang, aku masih harus menghadapi tujuh tahun ujian dan pemurnian di depanku. Bagaimana aku bisa melewati semua itu?" Semakin aku memikirkannya, semakin aku menjadi negatif. Aku mulai menyesali keputusan yang telah kubuat dan bahkan berpikir untuk kembali ke dunia sekuler untuk mencari pekerjaan dan menghasilkan uang, dan hanya berpartisipasi di gereja kalau ada waktu. Dengan pemikiran seperti itu, aku pun benar-benar hidup dalam kesengsaraan, dan terus-menerus dalam keadaan kurang bersemangat: tertidur selama kebaktian, dan memenuhi tugasku hanya setengah hati. Aku merasa tidak punya energi yang sama untuk maju seperti yang kumiliki di masa lalu, tetapi aku juga tidak berani mengambil langkah mundur; aku benar-benar berada di antara dua keadaan yang sangat sulit. Sekitar waktu tersebut, ada beberapa orang, yang karena tidak mampu menanggung kesukaran tujuh tahun ujian, telah berpaling dari Tuhan dan kehilangan iman mereka. Mendengar berita ini, aku sangat terkejut, dan seolah-olah alarm berdering di kepalaku. Melihat situasiku saat ini, aku menyadari bahwa jika aku tidak melakukan sesuatu untuk mengubah diriku, aku juga menghadapi risiko yang sangat besar—tetapi, bagaimana aku bisa mengubah keadaanku saat ini, untuk keluar dari kenegatifan yang ke dalamnya aku telah tenggelam?

Tidak lama kemudian, aku membaca perikop firman Tuhan berikut: "Setiap kali ujian selama tujuh tahun disebutkan, ada cukup banyak orang yang merasa sangat tidak nyaman dan sedih, ada beberapa yang mengeluh, serta timbul berbagai macam reaksi. Dari reaksi-reaksi ini jelaslah bahwa manusia pada saat ini membutuhkan ujian semacam itu; mereka membutuhkan situasi yang sulit dan pemurnian semacam ini. Dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, yang orang cari adalah mendapatkan berkat untuk di masa depan; inilah tujuan dalam iman mereka. Semua orang memiliki niat dan harapan ini. Walaupun demikian, kerusakan di dalam natur manusia harus diselesaikan melalui ujian. Dalam aspek mana saja engkau tidak lulus, dalam aspek itulah engkau harus dimurnikan—ini adalah pengaturan Tuhan. Tuhan menciptakan sebuah lingkungan untukmu, yang memaksamu dimurnikan di sana untuk mengetahui kerusakanmu sendiri. Pada akhirnya, engkau mencapai titik di mana engkau lebih suka mati dan meninggalkan rencana dan keinginanmu, dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan" ("Bagaimana Seharusnya Orang Memuaskan Tuhan di Tengah Ujian" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus"). Firman Tuhan menguraikan dengan sempurna keadaanku yang sulit saat ini. Segera setelah aku mendengar bahwa aku masih harus menjalani tujuh tahun ujian, aku jatuh ke dalam jurang kenegatifan dan dengan dipenuhi keluhan, aku telah memberontak terhadap Tuhan. Sebelumnya, aku berpikir bahwa karena aku telah berhenti dari pekerjaanku dan meninggalkan kehidupan keluarga, aku telah menginvestasikan diriku lebih banyak daripada para pengikut rata-rata, dan karena itu aku adalah orang yang mengasihi Tuhan lebih daripada orang lain, dan yang paling layak untuk menerima berkat-berkat-Nya. Baru kemudian aku menyadari bahwa pengejaranku tidak murni. Tuhan memeriksa hati dan pikiran manusia, dan Ia menggunakan ujian dan pemurnian untuk mengungkapkan bahwa kepercayaanku kepada-Nya sebenarnya didasarkan pada keinginan untuk memperoleh berkat. Ia mengizinkan aku untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang sudut pandangku yang salah dalam pengejaranku dan aku pun menyingkirkan hasratku untuk memperoleh berkat. Kemudian, aku membaca perikop lain dari firman Tuhan: "Bukankah engkau tetap menonjolkan citra yang palsu untuk mengelabui-Ku, demi mencapai tempat tujuanmu, sehingga tempat tujuanmu dapat menjadi sangat indah dan seperti yang engkau inginkan? Aku menyadari bahwa pengabdianmu hanya sementara, sama seperti ketulusanmu. Bukankah tekadmu dan harga yang kaubayar hanya untuk saat ini dan bukan untuk masa depan? Engkau hanya ingin mencurahkan satu upaya akhir untuk memastikan sebuah tempat tujuan yang indah, dengan hanya satu tujuan, yaitu melakukan jual-beli. Engkau melakukan upaya ini bukan supaya engkau tidak berutang pada kebenaran, apalagi demi membalas-Ku untuk harga yang telah Kubayar. Pendek kata, engkau hanya bersedia menggunakan strategi yang cerdas untuk mendapatkan apa yang kauinginkan, tetapi engkau tidak bersedia memperjuangkannya. Bukankah ini adalah keinginanmu yang sesungguhnya? Jangan menipu dirimu sendiri, juga jangan menjejali otakmu dengan tempat tujuanmu sampai-sampai engkau tidak bisa makan atau tidur. Bukankah kesudahanmu telah ditentukan pada akhirnya?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tentang Tempat Tujuan"). Penghakiman dan hajaran dalam firman Tuhan membuatku merasa malu dan aku pun merenungkan pemikiran dan tindakan-tindakanku, menyadari bahwa semua itu persis sama dengan apa yang telah Tuhan ungkapkan. Memikirkan kembali saat aku pertama kali memasuki gereja, dan masih mempertahankan pekerjaanku sambil memenuhi tugas-tugasku. Ketika aku mendengar bahwa pekerjaan Tuhan akan segera berakhir, aku berpikir dalam hati bahwa untuk memperoleh berkat dan upah dari-Nya, aku hanya perlu menginvestasikan diriku sepenuhnya dengan mengorbankan diriku bagi-Nya untuk sementara waktu. Demi memastikan diriku dapat masuk ke dalam kerajaan begitu pekerjaan Tuhan selesai, aku telah meninggalkan semua kesenangan jasmani dan langsung menerjunkan diri untuk memenuhi tugasku. Namun, setelah mendengar bahwa aku masih perlu menjalani tujuh tahun ujian, aku merasa bahwa aku telah mengalami kemunduran yang tak dapat dipulihkan, dan menjadi sangat negatif hingga aku bahkan tidak lagi memiliki dorongan untuk memenuhi tugasku. Hatiku menyalahkan Tuhan dan dipenuhi penentangan terhadap-Nya. Aku merasa menyesal atas segala sesuatu yang telah kukorbankan dan semua kerja keras yang telah kulakukan; aku bahkan berpikir untuk mengkhianati Tuhan dan berpaling dari-Nya. Aku berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda dari diriku sebelumnya! Hanya melalui penyingkapan tentang ujianlah aku menyadari bahwa aku belum pernah sungguh-sungguh menyembah Tuhan sebagai Pencipta atas semua makhluk ciptaan. Aku juga menyadari bahwa aku belum mengorbankan diriku atau meninggalkan hal-hal duniawi untuk memenuhi tugasku sebagai makhluk ciptaan demi mengejar kasihku kepada Tuhan dan memuaskan Tuhan. Sebaliknya, aku telah melakukan semua upaya ini semata-mata demi tempat tujuanku sendiri di masa depan. Segala sesuatu yang telah kulakukan adalah membuat kesepakatan dengan Tuhan; dengan demikian, aku telah menipu-Nya dan memanfaatkan Tuhan untuk mencapai tujuan utamaku, yaitu memasuki kerajaan untuk menerima berkat-berkat yang melimpah. Betapa egois, tercela, dan buruknya aku! Tepat seperti yang telah firman Tuhan ungkapkan: "Bagaimanapun mereka diuji, kesetiaan mereka yang memiliki Tuhan di dalam hatinya tetap tidak berubah; tetapi bagi mereka yang tidak memiliki Tuhan di dalam hatinya, begitu pekerjaan Tuhan tidak menguntungkan bagi dagingnya, mereka berubah pandangan tentang Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan. Itulah orang-orang yang tidak akan tetap bertahan sampai pada akhirnya, yang hanya mencari berkat Tuhan tanpa memiliki kerinduan untuk mengorbankan diri kepada Tuhan dan menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Orang-orang hina semacam itu semuanya akan dibuang ketika pekerjaan Tuhan berakhir, dan sama sekali tidak layak dikasihani. Mereka yang tidak memiliki kemanusiaan tidak mampu bersungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika situasinya aman dan terjamin, atau ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan, mereka taat sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi begitu keinginan mereka tidak terkabul atau akhirnya ditolak, mereka langsung memberontak. Bahkan hanya dalam waktu semalam, mereka bisa berubah dari sosok manusia yang penuh senyum dan 'baik hati' menjadi pembunuh berwajah buruk yang kejam, yang tiba-tiba memperlakukan orang yang memberi kebaikan kepada mereka di masa lalu sebagai musuh bebuyutan, tanpa sebab atau alasan. Jika setan-setan ini tidak diusir keluar, setan-setan yang bisa membunuh tanpa ragu ini, bukankah mereka akan menjadi bahaya yang tersembunyi?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Pekerjaan Manusia"). Dari firman Tuhan, jelaslah bahwa orang-orang yang egois dan khianat tidak memiliki kemanusiaan dan hidup semata-mata demi keuntungan, mengkhianati kesetiaan dan kepercayaan demi keuntungan pribadi. Mereka yang hidup sesuai dengan natur Iblis tidak mungkin bisa sesuai dengan Tuhan; orang-orang semacam itu terus-menerus menentang dan mengkhianati Tuhan, dan bahkan menganggap Tuhan sebagai musuh mereka. Tuhan membenci dan jijik terhadap orang-orang ini, dan jika mereka terus menolak untuk mengejar kebenaran, mereka pada akhirnya akan disingkirkan. Aku memikirkan tentang bagaimana dalam dua kali Tuhan yang berinkarnasi datang ke dunia untuk melakukan pekerjaan penyelamatan manusia, Ia telah menderita penghinaan yang luar biasa dan membayar harga termahal demi merebut kita dari pengaruh kegelapan si Iblis—akan tetapi Ia tidak pernah sekali pun meminta apa pun dari kita. Sebaliknya, aku bukan saja tidak mengenali kasih Tuhan atau paling tidak bersyukur atau dengan tulus mengabdi kepada-Nya, tetapi aku juga hanya memikirkan diriku sendiri, memikirkan caraku dapat memperoleh berkat. Ketika pekerjaan Tuhan tidak sesuai dengan gagasan dan imajinasiku atau tidak melibatkan manfaat bagiku secara jasmani, aku langsung berpaling dari-Nya, bahkan menyesali segala upayaku dan semua yang telah kuserahkan dan aku ingin meninggalkan Tuhan sama sekali. Aku bisa melihat bahwa aku tidak memiliki kemanusiaan bahkan sedikit pun; naturku itu sedemikian rupa sehingga aku telah menentang dan mengkhianati Tuhan, dan pemberontakan seperti itu hanya layak untuk menerima kutukan dari Tuhan. Setelah menyadari semua ini, aku dipenuhi perasaan bersalah dan menyalahkan diriku sendiri, dan berjanji untuk tidak pernah lagi bersikap sedemikian tak bermoral. Aku tahu bahwa aku harus sesegera mungkin bertobat, berusaha mengejar kebenaran untuk memuaskan Tuhan.

Belakangan, aku membaca kata-kata berikut dalam sebuah khotbah: "Sekarang ini ada banyak orang yang di hatinya muncul keluhan dan yang bertindak tanpa iman dengan pikiran-pikirannya yang jahat ketika dihadapkan dengan tujuh tahun ujian. Ini sangatlah mengejutkan, dan telah membuatku menyadari bahwa orang-orang dalam keluarga Tuhan sekarang ini tidaklah lebih baik dari orang-orang Israel pada zaman dahulu. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan Tuhan pada masa sekarang adalah yang paling cocok dan merupakan kebutuhan terbesar bagi umat manusia yang rusak. Jika Tuhan tidak bertindak dengan cara ini, manusia tidak akan pernah mengenal Dia, memiliki iman yang sejati, atau sungguh-sungguh memuji Dia. Manusia sekarang ini miskin, malang, dan buta. Mereka tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang Tuhan. Sebelum ujian dimulai, banyak natur pemberontakan, penentangan, dan pengkhianatan manusia terhadap Tuhan telah diungkapkan secara jelas untuk dilihat semua orang. Bagaimana orang-orang semacam itu bisa berharap masuk ke dalam kerajaan? Bagaimana mungkin mereka dianggap layak untuk menerima janji-janji Tuhan? Jika manusia benar-benar memahami kekurangan, kemiskinan, dan kemalangannya sendiri—jika ia dapat melihat betapa naturnya itu memberontak dan menentang Tuhan—ia akan tunduk pada berbagai penderitaan dan pemurnian yang telah Tuhan atur, dan ia akan siap dan bersedia untuk tunduk pada pengaturan Tuhan dan semua pekerjaan-Nya. Hanya orang-orang teramat congkak, yang setelah membaca hanya beberapa bagian firman Tuhan, akan menganggap dirinya telah memahami kebenaran, telah memiliki kemanusiaan, tidak perlu lagi menjalani ujian dan pemurnian, dan seharusnya langsung diangkat ke surga tingkat ketiga. Siapa pun yang memiliki pengalaman hidup akan menyadari bahwa jika orang hanya membaca firman Tuhan tetapi tidak menjalani pemurnian dalam segala macam ujian dan penderitaan, orang seperti itu tidak dapat mencapai perubahan watak. Hanya karena seseorang telah memahami banyak doktrin, tidak selalu berarti mereka memiliki tingkat pertumbuhan yang benar. Dengan demikian, di masa depan, manusia harus melalui banyak ujian: ini adalah kasih karunia dan peninggian oleh Tuhan, dan terlebih lagi merupakan keselamatan Tuhan, dan semua orang seharusnya berterima kasih dan memuji Tuhan untuk semua itu" (Persekutuan dari Atas). Setelah membaca khotbah ini, aku memperoleh pemahaman yang jauh lebih besar mengenai maksud-maksud Tuhan. Menghadapi ujian dan pemurnian semacam itu adalah apa yang benar-benar dibutuhkan dalam hidupku; seandainya aku tidak diungkapkan dengan cara ini, aku tidak akan pernah mencermati niat burukku yang telah memotivasi imanku ataupun mengenali natur Iblis dalam diriku yang egois dan hina. Aku bahkan telah menganggap diriku memiliki iman yang benar kepada Tuhan, dan menobatkan diriku sendiri sebagai orang yang benar-benar mengasihi Tuhan. Aku telah mengelabui dan menipu diriku sendiri. Pekerjaan Tuhan yang menakjubkan telah sepenuhnya mengungkapkan diriku, memungkinkan aku untuk melihat dengan jelas penentanganku yang sebenarnya terhadap Tuhan, dan melihat kejahatan dan keburukanku. Pekerjaan Tuhan telah memperlihatkan kepadaku bahwa aku adalah seorang oportunis dan keturunan Iblis yang hidup dan bernapas. Imanku kepada Tuhan sepenuhnya tidak murni dan ditandai dengan transaksi. Jika aku terus menerapkan imanku dengan cara itu, aku tidak akan pernah menerima pujian Tuhan dan akan berakhir dengan kegagalan. Mengalami penghakiman dan hajaran menolongku menyadari bahwa iman kepada Tuhan tidaklah sesederhana yang aku bayangkan; orang tidak menerima berkat Tuhan segera setelah ia mulai beriman kepada Tuhan, orang juga tidak secara otomatis tiba di tempat tujuan bahagia hanya karena ia telah bekerja dan menginvestasikan waktu dan tenaganya. Jika natur Iblis dalam diriku tidak ditahirkan dan diubah, aku bisa saja menerapkan imanku kepada Tuhan selama seratus tahun dan tetap tidak memperoleh keselamatan. Ini ditentukan oleh watak Tuhan yang benar, dan tidak seorang pun dapat mengubahnya. Aku juga menyadari bahwa menjalani ujian dan pemurnian adalah langkah yang sangat penting di jalan menuju keselamatan Tuhan. Sekarang aku tidak lagi menyalahkan atau menyalahpahami Tuhan, tetapi sebaliknya, aku dengan gembira tunduk pada pekerjaan-Nya. Aku telah bertekad untuk mulai lagi dari awal, dan bekerja keras dalam pengejaranku akan kebenaran, sehingga suatu hari nanti aku akan mencapai perubahan watak dan menjadi sesuai dengan Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait