Pelajaran yang Dipetik dari Kegagalan

28 September 2024

Oleh Saudari Jiang Ping , Tiongkok

Sebelumnya, saat aku percaya kepada Tuhan Yesus, aku sering membaca Alkitab dan menyebarkan Injil Tuhan. Setelah percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan membaca firman-firman-Nya, aku mendapati bahwa Tuhan Yang Mahakuasa mengungkapkan kebenaran pada akhir zaman untuk melakukan pekerjaan penghakiman terhadap manusia, untuk membersihkan dan menyelamatkan mereka. Karenanya, aku menjadi lebih aktif dalam tugasku untuk menyebarkan Injil. Melalui penerapan, aku menjadi lebih memahami kebenaran tentang memberikan kesaksian untuk pekerjaan Tuhan, memahami prinsip-prinsip dalam memberitakan Injil, dan mendapatkan sejumlah pengalaman, sehingga aku dapat memberitakan Injil dengan cukup efektif. Semua saudara-saudariku berkata bahwa aku sangat pandai memberitakan Injil, dan aku mampu memahami gagasan calon penerima Injil serta bersekutu untuk mengatasinya. Masalah yang mereka anggap sulit bukanlah masalah bagiku. Belakangan, saat sedang memberitakan Injil, aku ditangkap oleh polisi dan dijatuhi hukuman setahun penjara. Begitu keluar dari penjara, aku segera mulai memberitakan Injil lagi. Banyak dari saudara-saudariku yang baru saja belajar cara memberitakan Injil, dan mereka tak mendapatkan hasil yang baik, sehingga pemimpin menugaskanku untuk bertanggung jawab atas pekerjaan penginjilan. Bersama saudara-saudariku, aku menelaah beberapa gagasan yang biasanya dimiliki oleh calon penerima Injil, dan menjelaskan cara meluruskannya melalui persekutuan. Terkadang, kami menjumpai calon penerima Injil yang memiliki banyak gagasan agama; saudara-saudari bersekutu dengan mereka berkali-kali, tetapi tak ada hasilnya. Namun, ketika aku bersekutu dengan mereka, aku mampu meluruskan gagasan mereka dengan cepat. Seiring berjalannya waktu, pekerjaan gereja kami membuahkan hasil yang makin baik. Dan perlahan-lahan, aku mulai mengagumi diriku sendiri. Menurutku, aku benar-benar berkualitas tinggi, dan aku mampu dengan mudah mengatasi masalah yang tak mampu diatasi saudara-saudari lainnya. Menurutku, aku adalah talenta yang langka. Aku mulai menganggap tinggi diriku sendiri, dan memandang rendah yang lainnya karena mereka kurang memperhatikan dan berkualitas buruk.

Suatu ketika, seorang saudari yang bertugas menyirami petobat baru menemuiku. Dia berkata bahwa ada seorang petobat baru yang mengajukan beberapa pertanyaan, dan dia ingin aku bersekutu dengan mereka. Aku sangat kesal padanya, dan kupikir: "Mengapa menyelesaikan masalah semudah itu saja kau tak bisa? Apakah kau begitu tidak memperhatikan dalam tugasmu, begitu tidak bertanggung jawab? Apakah kualitasmu begitu buruk sampai-sampai meluruskan gagasan seorang petobat baru pun kau tak mampu?" Jadi, aku mencacinya, berkata: "Jika menyirami seorang petobat baru dengan baik saja kau tak mampu, apa gunanya dirimu?" Saudariku itu hanya menundukkan kepalanya, tanpa mengatakan apa pun. Air matanya pun mengalir. Aku tahu, tak seharusnya aku berbicara seperti itu. Namun, aku berpikir: "Jika aku tidak bersikap tegas terhadapnya, dia tidak akan menganggap serius masalah ini, dan dia tidak akan menjadi lebih baik." Setelah itu, dia tak berani menemuiku ketika ada masalah. Dia bersikap negatif dan terkekang. Dia merasa bahwa kualitasnya terlalu buruk untuk melaksanakan tugasnya dan menyirami petobat baru. Aku tahu bagaimana perasaannya, tetapi aku tidak merenungkan diriku sendiri. Aku tidak bersekutu ataupun berusaha membantunya. Aku meremehkannya di dalam benakku: Bukankah membiarkannya melakukan pekerjaan ini akan menunda berbagai hal, padahal menyelesaikan masalah semudah itu pun dia tidak mampu? Jadi, setelah itu, aku memintanya berhenti menyirami petobat baru tersebut. Di lain waktu, aku dan seorang pemimpin gereja mengadakan pertemuan untuk para petobat baru. Namun, setelah pemimpin itu bersekutu, masalah para petobat baru belum terselesaikan. Aku berpikir: "Kau ini pemimpin, tetapi menyirami petobat baru saja kau tak mampu." Jadi, aku mengambil inisiatif dan bertanya kepada mereka: "Apakah kalian semua memahami apa yang baru saja saudari ini katakan?" Mereka menggelengkan kepala dan berkata bahwa mereka masih belum paham. Setelah itu, aku berbicara panjang lebar kepada mereka tentang tiga tahap pekerjaan Tuhan. Mereka mendengarkan dengan senang hati, dan banyak dari mereka berkata: "Setelah kau jelaskan seperti ini, sekarang kami mengerti." Melihat mereka bersikap seperti ini kepadaku membuatku merasa sangat senang. Aku merasa lebih baik daripada pemimpin dalam memberitakan Injil dan menyirami petobat baru.

Setelahnya, aku terus memamerkan diri dan meremehkan orang lain. Watakku menjadi makin congkak. Aku memaksakan kehendakku pada semua hal yang terkait dengan pekerjaan, baik besar maupun kecil. Aku hanya beranggapan bahwa aku lebih baik daripada saudara-saudariku, dan sekalipun aku mendiskusikan segala sesuatunya dengan mereka, pada akhirnya semuanya terserah padaku, jadi lebih baik aku membuat keputusan sendiri agar tidak membuang-buang waktu. Dan dalam pekerjaan pemberitaan Injil serta penyiraman petobat baru, aku merasa lebih mahir daripada semua orang lainnya, dan lebih baik jika aku mengerjakan semuanya sendiri. Jadi, aku mulai memberitakan Injil dan menyirami petobat baru secara bersamaan. Aku melaksanakan segala macam pekerjaan sendiri. Saking sibuknya, aku hampir tak punya waktu luang. Namun kemudian, pemimpin mendapati bahwa aku tidak melatih siapa pun dan tidak membiarkan yang lainnya melakukan penerapan, lalu dia memangkasku. Dia berkata: "Kau mengurus semua hal sendiri. Tidakkah menurutmu kau ini congkak?" Bahkan setelah dipangkas dan ditegur, aku tak menganggapnya serius. Setiap hari, dari subuh hingga petang, aku sibuk memberitakan Injil dan menyirami petobat baru. Menurutku, dengan bertindak seperti ini, aku melaksanakan tugasku dengan bertanggung jawab. Aku juga berpikir bahwa aku memiliki kualitas serta kemampuan bekerja yang baik, dan asalkan aku bisa mendapatkan hasil, kecongkakanku bukanlah masalah. Setelahnya, aku terus melakukan segala sesuatu dengan caraku sendiri. Apa pun masalah yang timbul, aku menanganinya sendiri, tanpa berbicara dengan yang lainnya. Beberapa saudara-saudariku merasa terkekang. Mereka merasa tidak cukup baik, dan hidup dalam keadaan negatif. Yang lainnya menjadi sangat bergantung padaku. Mereka tidak punya rasa tanggung jawab dalam tugas mereka, selalu menunggu instruksiku, dan ini memengaruhi pekerjaan penginjilan serta penyiraman. Tak lama setelahnya, mataku mulai berair secara kronis. Terkadang itu sangat parah sampai-sampai aku tak bisa melihat. Dokter berkata bahwa saluran air mataku tersumbat, dan aku harus menjalani operasi. Di perjalanan pulang ke rumah, aku mulai berpikir, "Tiba-tiba aku terkena penyakit mata; pasti ada maksud Tuhan di balik ini. Apakah aku telah menyinggung Tuhan dalam hal tertentu?" Saat itulah aku mulai merenungkan bagaimana aku melaksanakan tugasku selama ini. Aku berdoa kepada Tuhan di dalam hatiku, memohon kepadanya untuk mencerahkanku, agar aku dapat memahami masalahku.

Setibanya di rumah, aku membaca firman Tuhan ini: "Ada orang-orang yang sudah melakukan sedikit pekerjaan dan memimpin gereja dengan cukup baik, menganggap diri mereka lebih unggul daripada orang lain, dan sering kali menyebarkan perkataan seperti: 'Mengapa Tuhan menempatkanku pada posisi penting? Mengapa Dia terus menyebut namaku? Mengapa Dia terus berbicara kepadaku? Tuhan sangat menghargaiku karena aku berkualitas dan karena aku lebih unggul daripada orang biasa. Engkau semua bahkan cemburu bahwa Tuhan memperlakukanku dengan lebih baik. Apa yang membuatmu cemburu? Tidak bisakah engkau melihat betapa banyak pekerjaan yang aku lakukan dan betapa banyak pengorbananku? Engkau semua tidak boleh iri akan hal baik apa pun yang Tuhan berikan kepadaku, karena aku pantas mendapatkannya. Aku telah bekerja selama bertahun-tahun dan aku telah sangat menderita. Aku pantas mendapatkan pujian dan aku memenuhi syarat untuk mendapatkannya.' Ada orang-orang yang berkata: 'Tuhan mengizinkanku bergabung dengan pertemuan rekan sekerja dan mendengarkan persekutuan-Nya. Aku memiliki kualifikasi ini—apakah engkau semua memilikinya? Pertama, itu karena aku berkualitas tinggi, dan aku mengejar kebenaran lebih daripada yang kaulakukan. Selain itu, aku mengorbankan diri lebih banyak daripadamu, dan aku mampu menyelesaikan pekerjaan gereja—mampukah engkau semua melakukannya?' Ini adalah kecongkakan. Hasil pelaksanaan tugas orang dan pekerjaan mereka berbeda-beda. Ada orang yang mendapatkan hasil yang baik, sedangkan yang lain mendapatkan hasil yang buruk. Ada orang-orang yang terlahir dengan kualitas yang baik dan juga mampu mencari kebenaran, sehingga hasil tugas mereka meningkat dengan pesat. Ini karena kualitas mereka yang baik, yang telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Namun, bagaimana mengatasi masalah hasil pelaksanaan tugas yang buruk? Engkau harus terus mencari kebenaran dan bekerja keras, maka engkau juga dapat secara bertahap mencapai hasil yang baik. Asalkan engkau berjuang demi kebenaran dan mencapai batas kemampuanmu, Tuhan akan berkenan. Namun, entah hasil pekerjaanmu baik atau buruk, engkau tidak boleh memiliki gagasan yang salah. Jangan berpikir, 'Aku memenuhi syarat untuk menjadi setara dengan Tuhan,' 'Aku memenuhi syarat untuk menikmati apa yang telah Tuhan berikan kepadaku,' 'Aku memenuhi syarat untuk membuat Tuhan memujiku,' 'Aku memenuhi syarat untuk memimpin orang lain,' atau 'Aku memenuhi syarat untuk menguliahi orang lain.' Jangan katakan engkau memenuhi syarat. Orang tidak seharusnya memiliki pemikiran seperti ini. Jika engkau memang memiliki pemikiran seperti ini, itu membuktikan bahwa engkau tidak berada di tempat yang seharusnya, dan engkau bahkan tidak memiliki akal sehat mendasar yang seharusnya dimiliki manusia. Jadi bagaimana engkau dapat membuang watak congkakmu? Engkau tidak bisa" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Natur Congkak adalah Sumber Penentangan Manusia Terhadap Tuhan"). Firman Tuhan mengungkapkan keadaanku. Aku menyadari bahwa perilakuku telah dikuasai oleh natur congkakku. Saat pekerjaan pemberitaan Injil dan penyiramanku membuahkan hasil, aku merasa bersemangat. Kupikir kemampuan serta kualitasku sangat baik, dan pekerjaan penginjilan tak dapat dilaksanakan tanpa aku. Aku menganggap keterampilan ini sebagai modal. Aku sangat congkak sampai-sampai mengabaikan semua orang lain. Aku bersikap seolah unggul dari yang lainnya dan mencaci serta mengekang mereka. Saat saudariku mengalami kesulitan dalam menyirami petobat baru, aku tak membantunya menyelesaikan masalah tersebut; aku malah menggunakan statusku untuk menegurnya. Saat aku dan pemimpin menyirami petobat baru bersama-sama, dan pemimpin itu tidak mampu menyelesaikan masalah mereka, aku tidak membantunya bersekutu. Sebaliknya, aku memandang rendah pemimpin itu, dan dengan sengaja mempermalukannya di hadapan para petobat baru. Saat timbul masalah dalam pekerjaan, aku tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran ataupun membahas segala sesuatunya dengan saudara-saudariku. Aku merasa berpengalaman untuk memahami segala sesuatunya dengan jelas, dan aku dapat memutuskan serta mengurus semuanya sendiri. Aku tak memberi orang lain kesempatan untuk melakukan penerapan, dan bahkan saat aku dipangkas, aku tak menganggapnya serius. Kupikir aku sedang bertanggung jawab dalam tugasku. Aku menganggap diriku sebagai senior dan tak terima dipangkas. Aku benar-benar sangat congkak. Di dalam hati, aku tidak takut ataupun tunduk kepada Tuhan. Aku bertanggung jawab atas pekerjaan penginjilan. Seharusnya aku juga melatih saudara-saudariku untuk memberitakan Injil. Namun sebaliknya, aku mencemooh dan meremehkan mereka, serta mengurus segala sesuatunya sendiri. Akibatnya, mereka merasa terkekang olehku, dan beberapa orang sangat bergantung kepadaku, tak mampu memikul tanggung jawab dalam tugas mereka, dan pekerjaan penginjilan pun terkena dampaknya. Ini bukan berarti aku melaksanakan tugasku; ini berarti aku melakukan kejahatan dan menghambat pekerjaan penginjilan. Sebelumnya, kupikir dengan melakukan semuanya sendiri, berarti aku melaksanakan tanggung jawab dalam tugasku. Namun nyatanya, aku hanya bersikap congkak. Aku telah menganggap diriku unggul dari yang lainnya, memperlakukan mereka sebagai orang tidak penting dan mengambil alih segala sesuatunya, bertindak sesuka hati dan sembrono dengan watak congkakku, tanpa memikirkan Tuhan ataupun orang lain. Bukankah ini adalah watak si penghulu malaikat? Jika aku tak bertobat, aku akan dibenci dan ditolak, lalu disingkirkan oleh Tuhan. Setelah memikirkan hal ini, aku menyadari bahwa Tuhan mendidik dan mendisiplinkanku dengan penyakit ini. Seandainya Tuhan tidak merancang situasi ini untukku, aku akan terus bertindak berdasarkan watak congkakku. Aku akan terus melakukan kejahatan, menyinggung watak Tuhan, dan mendapat hukuman. Saat menyadari hal ini, aku menangis dan berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Aku sungguh congkak sehingga aku tak punya kemanusiaan ataupun nalar. Aku tak pantas hidup di hadapan-Mu. Tuhan! Aku tak mau menentang atau memberontak terhadap-Mu. Aku ingin bertobat!" Setelah itu, aku menceritakan keadaanku secara terbuka kepada saudara-saudariku. Aku mengungkapkan dan menelaah kerugian yang telah kutimbulkan pada mereka karena watak congkakku, dan aku meminta maaf. Setelah itu, aku menjadi lebih rendah hati dalam melaksanakan tugasku. Aku membahas segala sesuatunya dengan saudara-saudariku, dan tak lama kemudian, penyakitku sembuh. Aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku.

Beberapa waktu kemudian, karena kebutuhan pekerjaan penginjilan, gereja menugaskanku untuk menyebarkan Injil di tempat lain. Aku pun mulai mengagumi diriku sendiri lagi: Sepertinya aku memberitakan Injil dengan baik. Jika tidak, mengapa mereka mengutusku ke tempat lain untuk menyebarkan Injil? Suatu hari, aku pergi memberitakan Injil kepada dua orang beragama. Kupikir itu tak akan sulit, jadi aku tidak mencoba memahami situasi mereka ataupun gagasan utama mereka terlebih dahulu. Sebaliknya, seperti yang kulakukan sebelumnya, aku secara langsung memberikan kesaksian tentang tiga tahap pekerjaan Tuhan. Begitu mendengar kesaksianku, mereka tahu bahwa aku adalah orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, sehingga mereka bersikap waspada dan tak mau mendengarkan apa-apa lagi. Saat itu, aku sangat terkejut. Aku sudah jauh-jauh datang ke sini, dan kupikir aku bisa memperluas pekerjaan Injil dengan cepat. Aku tak pernah menyangka akan gagal secepat ini. Sekarang bagaimana aku harus memperluas pekerjaan penginjilan? Namun, aku tak mau menyerah begitu saja. Mungkin ini hanya masalah sesaat, dan aku mengacaukannya kali ini saja. Sudah bertahun-tahun aku menyebarkan Injil, jadi aku yakin bahwa aku mampu mendapatkan orang. Namun ke mana pun aku pergi, aku gagal. Aku merasa sangat frustrasi dan tertekan. Setelah itu, aku digantikan. Aku sangat sedih saat memikirkan bahwa pemberitaanku sangat tidak efektif. Aku merasa tidak berguna. Jika terus seperti ini, bukankah aku akan disingkirkan? Aku merindukan hari-hari di mana aku memberitakan Injil dengan penuh semangat. Meskipun pekerjaan itu sulit dan melelahkan, mendapatkan hasil yang baik seperti itu membuatku bahagia. Namun, mengapa sekarang aku tak bisa memperoleh hasil yang seperti itu? Saat memikirkan hal ini, aku merasakan sakit yang tak tertahankan di dalam hatiku. Dalam sakitku, aku terus berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Apa pelajaran yang harus kupetik dari situasi ini? Tolong, cerahkan aku, dan bimbinglah aku agar bisa memahami diriku sendiri."

Sementara mencari, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Ketika seseorang berkarunia atau memiliki bakat, itu berarti mereka secara bawaan lebih baik dalam sesuatu atau unggul dalam hal tertentu dibandingkan dengan orang lain. Contohnya, engkau mungkin bereaksi sedikit lebih cepat daripada orang lain, memahami segala sesuatu sedikit lebih cepat daripada orang lain, menguasai keterampilan profesional tertentu, atau engkau mungkin seorang pembicara yang fasih, dan sebagainya. Ini adalah karunia dan bakat yang mungkin dimiliki seseorang. Jika engkau memiliki bakat dan kelebihan tertentu, caramu memahami dan menanganinya sangatlah penting. Jika engkau menganggap bahwa dirimu tidak tergantikan karena tidak ada orang lain yang memiliki bakat dan karunia sepertimu, dan menganggap bahwa engkau sedang menerapkan kebenaran jika engkau menggunakan bakat dan karuniamu untuk melaksanakan tugasmu, apakah pandangan ini benar atau salah? (Salah.) Mengapa kaukatakan itu salah? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan bakat dan karunia? Bagaimana engkau harus memahaminya, menggunakannya, dan menanganinya? Sebenarnya, apa pun karunia atau bakat yang kaumiliki, itu bukan berarti bahwa engkau memiliki kebenaran dan hidup. Jika orang memiliki karunia dan bakat tertentu, itu berarti mereka cocok untuk melaksanakan tugas yang menggunakan karunia dan bakat tersebut, tetapi itu bukan berarti bahwa mereka sedang menerapkan kebenaran, juga bukan berarti bahwa mereka sedang melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip-prinsip. Contohnya, jika engkau dilahirkan dengan bakat menyanyi, apakah kemampuanmu dalam bernyanyi merepresentasikan dirimu sedang menerapkan kebenaran? Apakah itu berarti engkau bernyanyi berdasarkan prinsip? Tidak. Contohnya, katakanlah engkau memiliki bakat alami dalam kesusasteraan dan pandai dalam tulis-menulis. Jika engkau tidak memahami kebenaran, apakah tulisanmu dapat sesuai dengan kebenaran? Apakah itu berarti bahwa engkau memiliki kesaksian pengalaman? (Tidak.) Oleh karena itu, karunia dan bakat berbeda dengan kebenaran serta tidak dapat dibandingkan. Apa pun karunia yang kaumiliki, jika engkau tidak mengejar kebenaran, engkau tidak akan melaksanakan tugasmu dengan baik. Ada orang-orang yang sering memamerkan karunia mereka dan biasanya merasa bahwa mereka lebih baik daripada orang lain, sehingga mereka memandang rendah orang lain dan enggan bekerja sama dengan orang lain ketika melaksanakan tugas mereka. Mereka selalu ingin memimpin, dan sebagai akibatnya, mereka sering melanggar prinsip-prinsip ketika melaksanakan tugas mereka, dan efisiensi kerja mereka juga sangat rendah. Karunia-karunia tersebut membuat mereka menjadi congkak dan merasa diri benar, membuat mereka memandang rendah orang lain, dan membuat mereka selalu merasa bahwa mereka lebih baik daripada orang lain dan tak seorang pun yang sebaik mereka, sehingga mereka menjadi sombong. Bukankah orang-orang ini telah dirusak oleh karunia mereka? Ya. Orang-orang yang berkarunia dan memiliki bakat kemungkinan besar adalah orang yang congkak dan merasa diri benar. Jika mereka tidak mengejar kebenaran dan selalu hidup berdasarkan karunia mereka, itu adalah hal yang sangat berbahaya. Apa pun tugas yang orang laksanakan di rumah Tuhan, bakat seperti apa pun yang mereka miliki, jika mereka tidak mengejar kebenaran, mereka pasti akan gagal memenuhi tugas mereka. Apa pun karunia dan bakat yang dimiliki seseorang, dia harus melaksanakan tugas di bidang tersebut dengan baik. Jika dia juga mampu memahami kebenaran dan melakukan segala sesuatunya berdasarkan prinsip, maka karunia dan bakat mereka dapat berperan dalam pelaksanaan tugas tersebut. Mereka yang tidak menerima kebenaran, dan tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta hanya mengandalkan karunia mereka untuk melakukan segala sesuatu tidak akan memperoleh hasil apa pun dari pelaksanaan tugas mereka, dan berisiko disingkirkan. ... Orang-orang yang berkarunia dan memiliki bakat menganggap diri mereka sangat pandai, bahwa mereka memahami semuanya, tetapi mereka tidak tahu bahwa karunia dan bakat tidaklah merepresentasikan kebenaran, bahwa hal-hal ini tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Ketika orang-orang mengandalkan karunia dan imajinasi mereka dalam bertindak, pemikiran dan pendapat mereka sering kali bertentangan dengan kebenaran, tetapi mereka tak mampu melihatnya, mereka tetap berpikir, 'Lihat betapa pandainya diriku; aku telah membuat pilihan yang sedemikian cerdasnya! Keputusan yang sedemikian bijaksananya! Tak seorang pun dari antaramu mampu menandingi diriku.' Mereka selamanya hidup dalam keadaan narsis dan terlalu tinggi menghargai dirinya. Sulit bagi mereka untuk menenangkan hati dan merenungkan apa yang Tuhan minta dari mereka, apa arti kebenaran, dan apa arti prinsip-prinsip kebenaran. Sulit bagi mereka untuk memahami kebenaran, dan meskipun mereka melaksanakan tugas, mereka tak mampu menerapkan kebenaran, dan selain itu, sangatlah sulit bagi mereka untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Singkatnya, jika seseorang tidak mampu mengejar kebenaran dan menerima kebenaran, apa pun karunia atau bakat yang dia miliki, dia tidak akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Itu pasti" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Sebenarnya yang Orang Andalkan untuk Hidup?"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku memahami bahwa memiliki talenta dan karunia istimewa bukan berarti bahwa kau memiliki kebenaran. Jika kau tak memahami kebenaran, atau melaksanakan tugasmu tanpa mencari prinsip, dan kau selalu menggunakan talenta serta karuniamu sebagai modal, kau akan menjadi makin congkak seiring berjalannya waktu. Aku menyadari bahwa sejak mulai melaksanakan tugasku, aku hidup berdasarkan karuniaku. Aku sangat mengerti Alkitab, dan memiliki pengalaman dalam memberitakan Injil, sehingga aku menganggap hal-hal ini sebagai modal dan menjadi makin congkak. Aku memandang rendah semua orang. Aku menganggap mereka semua tidak penting. Pemimpin memangkasku karena kecongkakanku, tetapi aku tak menerimanya. Aku tetap menggunakan karuniaku sebagai modal, dan menolak sarannya. Ketika memberitakan Injil, aku tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran. Aku mengandalkan karunia dan pengalamanku, berusaha mencapai hal-hal besar. Dan akibatnya, aku terus saja gagal. Namun bahkan saat itu, aku tak merasa bahwa sikapku bermasalah. Aku tidak merenung. Tanpa tahu malu, aku berpikir, karena aku memiliki karunia dan pengalaman, maka aku mampu melaksanakan tugasku dengan baik. Aku sangat congkak dan tidak masuk akal. Aku terpikir akan Paulus, yang memiliki karunia, cerdas, dan pandai bicara. Dia memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Kitab Suci, dan mahir memberitakan Injil dan mempertobatkan orang. Namun, dia menggunakan semua itu sebagai modal. Wataknya menjadi makin congkak, dan dia mengabaikan orang lain. Dia mengaku setara dengan para rasul, dan bekerja hanya demi upah serta mahkota. Bahkan dia mengaku sebagai Kristus yang hidup. Dan pada akhirnya, dia dihukum oleh Tuhan. Kisahnya menunjukkan bahwa memiliki karunia bukan berarti kau memiliki kenyataan kebenaran. Jika kau tak mengejar kebenaran, watak rusakmu tak akan berubah, dan kau akan disingkapkan serta disingkirkan. Belakangan, aku membaca bagian lain dari firman Tuhan, yang membuatku sedikit paham. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Mampukah engkau semua merasakan tuntunan Tuhan dan pencerahan Roh Kudus selama pelaksanaan tugasmu? (Ya.) Jika engkau mampu merasakan pekerjaan Roh Kudus, tetapi tetap menganggap dirimu terhormat, dan menganggap dirimu memiliki kenyataan, maka apa masalahnya di sini? (Ketika pelaksanaan tugas kami telah membuahkan sedikit hasil, kami berpikir bahwa setengah dari pujian adalah milik Tuhan, dan setengahnya lagi adalah milik kami. Kami membesar-besarkan kerja sama kami sampai sejauh mungkin, dengan berpikir bahwa tidak ada yang lebih penting daripada kerja sama kami, dan bahwa pencerahan Tuhan tidak akan mungkin terjadi tanpa kerja sama kami.) Jadi, mengapa Tuhan mencerahkanmu? Bisakah Tuhan mencerahkan orang lain juga? (Ya.) Ketika Tuhan mencerahkan seseorang, ini adalah karena kasih karunia Tuhan. Dan apa istimewanya bagian kerja sama di pihakmu yang sedikit itu? Apakah kerja samamu yang sedikit itu adalah sesuatu yang membuatmu patut menerima pujian, atau apakah itu merupakan tugas dan tanggung jawabmu? (Tugas dan tanggung jawab kami.) Jika engkau menyadari bahwa itu adalah tugas dan tanggung jawabmu, berarti engkau memiliki pola pikir yang benar, dan tidak akan berpikir untuk menuntut pujian untuk itu. Jika engkau selalu berpikir, 'Ini adalah kontribusiku. Mungkinkah pencerahan Tuhan terjadi tanpa kerja samaku? Tugas ini membutuhkan kerja sama manusia; kerja sama kita menyumbang sebagian besar dari pencapaian ini', maka engkau keliru. Bagaimana mungkin engkau mampu bekerja sama jika Roh Kudus tidak mencerahkanmu, jika tak seorang pun mempersekutukan prinsip-prinsip kebenaran kepadamu? Engkau pasti tidak tahu apa yang Tuhan tuntut, engkau juga pasti tidak mengetahui jalan penerapannya. Sekalipun engkau ingin tunduk kepada Tuhan dan bekerja sama, engkau pasti tidak tahu caranya. Bukankah 'kerja sama'-mu ini hanyalah omong kosong? Tanpa kerja sama yang benar, engkau hanya bertindak menurut gagasanmu sendiri—dalam hal ini, dapatkah tugas yang kaulaksanakan memenuhi standar? Sama sekali tidak, dan ini menunjukkan adanya masalah. Apa masalah tersebut? Apa pun tugas yang orang laksanakan, apakah mereka mencapai hasil, melaksanakan tugas mereka sesuai dengan standar, dan mendapatkan perkenanan Tuhan atau tidak, itu bergantung pada tindakan Tuhan. Meskipun engkau memenuhi tanggung jawab dan tugasmu, jika Tuhan tidak bekerja, jika Tuhan tidak mencerahkan dan membimbingmu, engkau tidak akan mengetahui jalan, arah, atau tujuanmu. Apa yang akhirnya dihasilkan dari semua itu? Setelah bekerja keras selama itu, engkau tidak akan melakukan tugasmu dengan benar, engkau juga tidak akan mendapatkan kebenaran dan hidup—semua itu akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, apakah tugasmu dilaksanakan sesuai dengan standar, mendidik kerohanian saudara-saudari, dan mendapatkan perkenanan Tuhan atau tidak, semuanya bergantung pada Tuhan! Manusia hanya dapat melakukan hal-hal yang secara pribadi mampu mereka lakukan, yang seharusnya mereka lakukan, dan yang sesuai dengan kemampuan hakiki mereka—tidak lebih dari itu. Jadi pada akhirnya, melaksanakan tugasmu dengan cara yang efektif bergantung pada bimbingan firman Tuhan dan pencerahan serta pimpinan Roh Kudus; baru setelah itulah engkau dapat memahami kebenaran, dan menyelesaikan amanat Tuhan sesuai dengan jalan yang telah Tuhan berikan kepadamu dan prinsip-prinsip yang telah Dia tetapkan. Ini adalah kasih karunia dan berkat Tuhan, dan jika orang tidak mampu memahami ini, berarti mereka buta" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa hasil yang telah kucapai saat memberitakan Injil dan menyirami petobat baru bukan karena diriku. Itu karena kasih karunia Tuhan dan bimbingan Roh Kudus. Jika firman Tuhan tidak mempersekutukan semua aspek prinsip-prinsip kebenaran untuk memberi kita arah dan jalan penerapan, lalu apa yang akan kupahami? Tanpa pencerahan Roh Kudus dan bimbingan firman Tuhan, tak peduli meskipun aku pandai bicara, berkualitas tinggi atau memahami Alkitab, aku tak akan pernah bisa membereskan gagasan orang-orang beragama itu. Setelah fakta-fakta ini tersingkap, aku menyadari bahwa tanpa pencerahan Roh Kudus, aku hanyalah orang bodoh yang tak bisa mengatasi apa pun, yang bahkan tak bisa mempertobatkan seorang pun. Dahulu aku selalu berpikir bahwa memperoleh hasil dalam tugasku berarti bahwa kualitasku baik, bahwa aku mampu. Padahal nyatanya, aku tak memahami pekerjaan Tuhan atau tidak mengenal diriku sendiri. Aku selalu menggunakan hal-hal ini sebagai modal untuk pamer. Aku sangat tak tahu malu.

Belakangan, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Tuhan mengasihi umat manusia, memedulikan umat manusia, dan menunjukkan perhatian kepada umat manusia, dan secara terus menerus serta tanpa berhenti menyediakan bagi umat manusia. Di dalam hati-Nya, Ia tidak pernah merasa bahwa ini adalah pekerjaan tambahan atau sesuatu yang layak mendapatkan banyak pujian. Dia juga tidak merasa bahwa menyelamatkan manusia, menyediakan bagi mereka, dan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka adalah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk umat manusia. Ia hanya menyediakan bagi umat manusia secara diam-diam, dengan cara-Nya sendiri dan melalui esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Tidak peduli seberapa banyak penyediaan dan seberapa banyak pertolongan yang umat manusia terima dari-Nya, Tuhan tidak pernah berpikir atau berusaha untuk memperoleh pujian. Ini ditentukan oleh esensi Tuhan, dan juga merupakan ungkapan yang sebenarnya dari watak Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"). Membaca firman Tuhan membuatku tersentuh. Watak Tuhan itu sangat hebat! Untuk menyelamatkan kita, yang telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis, Tuhan sudah dua kali menjadi daging. Dia telah melakukan begitu banyak pekerjaan, mengatakan begitu banyak firman, dan menanggung rasa sakit serta penghinaan yang luar biasa. Namun, Tuhan tak pernah pamer kepada manusia. Dia tak pernah menganggap ini sebagai cara untuk mendapatkan pujian. Esensi Tuhan tidak memperlihatkan kecongkakan sedikit pun. Sebaliknya, Dia menyelesaikan pekerjaannya secara diam-diam. Kerendahhatian Tuhan itu mengagumkan. Aku bahkan tak sebaik seekor semut. Aku memperoleh beberapa hasil yang baik dalam tugasku dan merasa hebat. Aku merasa telah mencapai begitu banyak hal sehingga meremehkan semua orang lain. Saat terpikir akan caraku bertindak ketika mengajari orang lain—nada bicara dan sikapku—aku merasa jijik. Seandainya Tuhan tidak mengatur semua ini untuk menyingkapkan dan memangkasku, natur congkakku akan mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja. Namun, Tuhan menghentikanku agar tidak menempuh jalan kejahatan itu, serta memungkinkanku untuk bertobat dan berubah. Tuhan sedang menyelamatkanku. Aku sangat bersyukur kepada-Nya! Jadi, aku berdoa kepada Tuhan: "Tuhan! Aku tak mau hidup berdasarkan watak congkakku. Tolong bimbing dan selamatkan aku, serta bantu aku agar dapat hidup sebagai manusia."

Beberapa waktu kemudian, keadaanku sedikit membaik. Pemimpinku menugaskanku untuk menyirami petobat baru lagi. Suatu ketika, salah satu saudariku mengalami kesulitan dalam menyirami seorang petobat baru, dan tak tahu harus berbuat apa. Jadi, dia menemuiku dan meminta persekutuan. Ternyata dia belum memahami dengan benar sumber masalah petobat baru tersebut, dan aku mulai sinis kepadanya. Aku berpikir: "Kualitasmu terlalu rendah. Bahkan melihat masalah petobat baru pun kau tak mampu. Jika semua orang menyirami petobat baru dengan caramu, bukankah pekerjaan gereja akan tertunda?" Namun, kali ini, aku menyadari bahwa aku telah memperlihatkan watak congkakku. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, memberontak terhadap diriku sendiri. Belakangan, aku membaca firman Tuhan ini: "Sebagai seseorang yang berpengalaman dalam pengetahuan profesional, janganlah engkau berperilaku seolah-olah engkau lebih baik daripada orang lain atau memamerkan kualifikasimu; engkau harus secara proaktif mengajarkan keterampilan dan pengetahuanmu kepada para pemula, sehingga setiap orang dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bersama-sama. Mungkin engkau adalah orang yang paling berpengetahuan tentang profesimu dan unggul dalam hal keterampilan, tetapi ini adalah karunia yang Tuhan berikan kepadamu, dan engkau harus menggunakannya untuk melaksanakan tugasmu dan memanfaatkan kekuatanmu. Betapa pun terampil atau berbakatnya dirimu, engkau tidak mampu melakukan pekerjaan itu seorang diri; suatu tugas akan dilaksanakan dengan lebih efektif jika setiap orang mampu menguasai keterampilan dan memiliki pengetahuan akan suatu profesi. Seperti kata pepatah, sebuah pagar membutuhkan tiga tiang. Secakap apa pun seseorang, tanpa bantuan orang lain, itu tidak cukup. Oleh karena itu, tak seorang pun boleh bersikap congkak dan tak seorang pun boleh bertindak atau membuat keputusan sendiri. Orang harus memberontak terhadap daging, mengesampingkan gagasan dan pendapatnya sendiri, dan bekerja secara harmonis dengan semua orang lain. Siapa pun yang memiliki pengetahuan profesional harus dengan penuh kasih membantu orang lain, sehingga mereka pun dapat menguasai keterampilan dan pengetahuan tersebut. Hal ini bermanfaat dalam pelaksanaan tugas. ... Jika engkau memperhatikan maksud Tuhan dan bersedia untuk setia pada pekerjaan rumah-Nya, engkau harus mempersembahkan semua kekuatan dan keterampilanmu, sehingga orang lain dapat belajar dan memahaminya, serta melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Inilah yang sesuai dengan maksud Tuhan; hanya orang-orang semacam itulah yang memiliki kemanusiaan, dan mereka dikasihi serta diberkati oleh Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku sebuah jalan penerapan. Saudariku hanya sedang berlatih menyirami petobat baru. Wajar jika dia tak mampu memahami atau menyelesaikan masalah tertentu. Aku seharusnya membantunya semaksimal mungkin dan mengajarinya cara menyelesaikan masalah tersebut. Jadi, aku bersekutu dengannya, dan bersama-sama, kami menemukan bagian yang relevan dari firman Tuhan. Belakangan, masalah petobat baru tersebut terselesaikan, dan dia bersedia untuk memberitakan Injil. Aku dan saudariku sangat senang. Setelahnya, aku bersikap lebih rendah hati ketika bekerja dengan saudara-saudariku. Terkadang, saat memberitakan Injil dan menyirami petobat baru, mereka tak mampu menyelesaikan masalah calon penerima Injil dan petobat baru. Namun, aku tak lagi meremehkan mereka. Sebaliknya, kami mempersekutukan dan mencari prinsip bersama-sama. Saat mereka menawarkan saran alternatif, aku secara sadar menyangkal diriku sendiri, dan mendengarkan mereka. Aku tidak mendikte mereka atau tidak memandang rendah mereka lagi. Bertindak seperti ini membuat hatiku terasa damai dan bebas.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait