Mendambakan Kenyamanan Adalah Kesia-siaan

28 Juni 2022

Oleh Saudari Xiao Rui, Swedia

Juli lalu, aku bertanggung jawab atas pekerjaan video. Awalnya, aku sering menindaklanjuti pekerjaan saudara-saudari. Aku pelajari masalah dan kesulitan mereka dalam menjalankan tugas, lalu bekerja bersama ketua tim untuk mencari kebenaran dan solusi. Dengan tuntunan Tuhan, setelah beberapa waktu, ada perkembangan yang nyata dalam hasil kerja. Kupikir, "Setelah pekerjaan sudah stabil berkembang, seharusnya tak ada masalah besar. Meski masalah timbul, tak akan memengaruhi hasil pekerjaan, dan kami punya cukup waktu untuk menyelesaikannya. Semua proaktif dalam menjalankan tugasnya dan menanggung akibatnya, jadi aku tak perlu terlalu khawatir. Selama masa ini, menindaklanjuti semuanya berarti harus sering lembur, dan terkadang aku terlalu sibuk untuk makan tepat waktu. Kesehatanku memburuk, jadi aku tak perlu bekerja terlalu keras." Setelah itu, aku mulai santai dalam bekerja, dan tidak serajin dulu saat mengawasi. Terkadang, aku hanya bertanya asal-asalan, jarang kuperiksa tugas saudara-saudariku secara mendetail, dan aku tak memikirkan cara untuk lebih meningkatkan hasil kerja kami.

Tak lama, di beberapa video yang kami buat terdapat masalah dan harus dikerjakan ulang, yang secara langsung memengaruhi kemajuan kerja. Saat mengetahui situasi ini, aku sangat khawatir. Aku pun sadar bahwa itu terjadi bukan secara tak sengaja, dan hal itu adalah pelajaran bagiku, maka aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia menuntunku dalam memahami kehendak-Nya. Setelah berdoa, aku bertanya kepada ketua tim penyebab masalah tersebut ada. Ketua tim berkata, "Beberapa saudara-saudari mencari keberhasilan instan dan mengerjakan tugas tanpa prinsip. Mereka hanya fokus pada kemajuan, bukan kualitas. Sebab lainnya adalah aku tak menindaklanjuti pekerjaan tersebut, dan tak mengetahui masalah tersebut tepat waktu." Hal ini membuatku marah, "Sudah berapa kali kuberitahukan kepadamu tentang masalah ini? Kenapa masih saja terjadi?" Aku ingin menegur ketua tim tapi kemudian kupikir, "Bukankah masalahku sama seperti dia? Aku juga tidak menindaklanjuti." Jadi, kuurungkan niatku. Kemudian, segera kuperiksa semua video yang dikerjakan semua orang pada waktu itu. Kutemukan ada pekerjaan yang tidak ada kemajuan, bahkan ada yang mengalami kemunduran. Ini adalah masalah yang jelas, tapi aku tak menemukannya. Aku sadar betul ini akibat aku tak melakukan kerja nyata. Aku menyesal, maka aku berdoa memohon Tuhan menuntunku untuk merenung dan mengenali diriku.

Keesokan harinya, pada saat teduhku, aku membaca sepenggal firman Tuhan. "Jika engkau tidak tekun dalam membaca firman Tuhan, dan engkau tidak merenungkan dirimu sendiri, jika engkau hanya mengerahkan sedikit upaya ketika melaksanakan tugasmu, puas dengan keadaan status quo, dan menggunakan ini sebagai modal, melewati setiap hari dalam kekacauan, hidup dalam kebingungan, hanya melakukan segala sesuatu sesuai jadwal, tidak berupaya keras, tidak pernah melibatkan pikiranmu, selalu bersikap acuh tak acuh dan sembrono, maka engkau tidak akan pernah melaksanakan tugasmu sesuai standar yang dapat diterima. Untuk dapat mengerahkan segenap upayamu dalam melakukan sesuatu, pertama-tama engkau harus mengerjakannya dengan segenap hatimu; hanya ketika engkau terlebih dahulu mengerjakannya dengan segenap hatimu, barulah engkau dapat mengerahkan segenap upayamu, dan berusaha sebaik mungkin. Sekarang ini, ada orang-orang yang telah mulai bertekun dalam melaksanakan tugas mereka, mulai memikirkan bagaimana melaksanakan tugas makhluk ciptaan dengan baik agar dapat memuaskan Tuhan. Mereka tidak bersikap negatif dan malas, mereka tidak dengan pasif menunggu Yang di Atas mengeluarkan perintah, tetapi melakukan inisiatif tertentu. Dinilai dari pelaksanaan tugasmu, engkau semua sedikit lebih efektif daripada sebelumnya, dan meskipun masih di bawah standar, telah ada sedikit pertumbuhan—ini bagus. Namun, engkau tidak boleh puas dengan keadaan status quo, engkau harus terus mencari, terus bertumbuh—hanya dengan cara demikianlah engkau akan melaksanakan tugasmu dengan lebih baik, dan mencapai standar yang dapat diterima. Ketika orang melaksanakan tugasnya, mereka tidak pernah berupaya keras dan mengerahkan segenap upaya mereka, mereka tak pernah mampu mempertahankan segala sesuatunya dalam keadaan normal. Ketika tak seorang pun mengawasi mereka atau memberikan dukungan, mereka mengendur dan kehilangan semangat; ketika ada seseorang yang mempersekutukan kebenaran, mereka menjadi bersemangat, tetapi jika kebenaran tidak dipersekutukan kepada mereka selama beberapa waktu, mereka menjadi acuh tak acuh—lalu apa masalahnya jika mereka selalu berubah seperti ini? Seperti inilah sikap orang-orang ketika mereka belum memperoleh kebenaran, mereka semua hidup berdasarkan semangat—sebuah semangat yang sangat sulit dipertahankan: harus ada seseorang yang berkhotbah dan menyampaikan persekutuan kepada mereka setiap hari; begitu tak seorang pun menyirami dan membekali mereka, dan tak seorang pun menyokong mereka, hati mereka kembali menjadi dingin, mereka kembali mengendur. Dan ketika hati mereka mengendur, mereka menjadi kurang efektif dalam tugas mereka; jika mereka bekerja lebih keras, keefektifan mereka meningkat, kinerja tugas mereka menjadi semakin produktif, dan mereka mendapatkan lebih banyak. Apakah ini pengalamanmu? Engkau semua mungkin berkata, 'Mengapa kami selalu mengalami kesulitan melaksanakan tugas kami? Ketika masalah-masalah ini diselesaikan, kami disegarkan; ketika masalah-masalah ini tidak diselesaikan, kami menjadi acuh tak acuh. Jika ada sedikit hasil ketika kami melaksanakan tugas kami, jika Tuhan memuji pertumbuhan kami, kami merasa senang, dan kami merasa akhirnya kami telah menjadi dewasa, tetapi tak lama kemudian, ketika kami menghadapi kesulitan, kami kembali menjadi negatif—mengapa keadaan kami sangat tidak konsisten?' Sebenarnya, engkau semua memahami terlalu sedikit kebenaran, pengalaman dan jalan masukmu terlalu dangkal, dan sebagian besar darimu tidak memiliki tekad, dan hanya puas ketika dirimu mampu melaksanakan tugasmu. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, bagaimana engkau mampu melaksanakan tugasmu secara memadai? Sebenarnya, yang Tuhan tuntut dari manusia semuanya dapat dicapai oleh manusia; asalkan engkau semua mengizinkan hati nuranimu memainkan perannya, dan engkau mampu mengikuti hati nuranimu dalam melaksanakan tugasmu, maka akan mudah untuk menerima kebenaran—dan jika engkau mampu menerima kebenaran, engkau mampu melaksanakan tugasmu dengan memadai. Engkau semua harus berpikir seperti ini: 'Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, selama bertahun-tahun makan dan minum firman Tuhan, kami telah memperoleh banyak sekali, dan Tuhan telah menganugerahkan kasih karunia dan berkat yang besar kepada kami. Kami hidup dalam tangan Tuhan, kami hidup di bawah kuasa Tuhan, di bawah kekuasaan-Nya, dan Dia telah memberi kami napas ini, jadi kami harus melibatkan pikiran kami, dan berusaha untuk melaksanakan tugas kami dengan segenap kekuatan kami—inilah kuncinya. Orang harus memiliki tekad; hanya mereka yang memiliki tekad yang benar-benar mampu mengejar kebenaran, dan hanya setelah mereka memahami kebenaran, barulah mereka mampu melaksanakan tugas mereka dengan benar, dan memuaskan Tuhan, serta mempermalukan Iblis.' Jika engkau memiliki ketulusan seperti ini, dan tidak membuat rencana untuk kepentinganmu sendiri, tetapi hanya ingin memperoleh kebenaran dan melaksanakan tugasmu dengan benar, maka pelaksanaan tugasmu akan menjadi normal, dan keadaanmu akan tetap konsisten selama pelaksanaan tugasmu itu; keadaan apa pun yang kauhadapi, engkau akan mampu bertekun dalam melaksanakan tugasmu, dan entah dalam keadaan hujan atau cerah, entah suasana hatimu baik atau buruk, engkau akan tetap mampu melaksanakan tugasmu secara normal. Dengan demikian, Tuhan tidak lagi mengkhawatirkanmu, dan Roh Kudus akan dapat mencerahkanmu untuk memahami prinsip kebenaran, dan membimbingmu untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran, dan sebagai hasilnya, pelaksanaan tugasmu pasti akan memenuhi standar. Asalkan engkau dengan tulus mengorbankan dirimu untuk Tuhan, dan melaksanakan tugasmu dengan kerendahhatian, dan tidak licik dan licin, maka Tuhan akan melihat hatimu, Dia akan menilai setiap pemikiran dan motifmu, semua yang kaupikirkan di lubuk hatimu, apa yang kaupikirkan setiap hari—dan ketika Dia melihat ketulusan di dalam dirimu, Dia akan mencerahkanmu" ("Jalan Masuk Kehidupan adalah Hal Terpenting Dalam Kepercayaan Kita kepada Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku sadar baru saja mencapai hasil yang baik dalam tugasku, jadi aku mulai merasa puas diri dan mulai memikirkan kedaginganku. Karena lelah setelah lama sibuk, kupikir aku harus lebih baik merawat diri, jadi aku mulai bersantai dan lalai dalam tugasku. Aku lepas tangan, tidak menindaklanjuti dan mempelajari cara orang lain menjalankan tugas. Meski kutahu masih ada masalah untuk diselesaikan dalam pekerjaan kami, aku merasa itu tak mendesak. Kupikir baik-baik saja selama hal itu tidak memengaruhi hasil kerja kami saat itu, dan hasil video terlalu bermasalah dan harus dikerjakan ulang. Selain itu, setiap orang punya natur asal-asalan dan cenderung lalai dalam tugas, meski demikian, aku tidak menindaklanjuti, aku asal-asalan dalam tugasku, aku tidak perhatian dan tak bertanggung jawab. Bagaimana mungkin tidak muncul masalah dalam bekerja? Tuhan memuliakanku untuk menjadi pengawas dan memberiku kesempatan untuk berlatih, berharap aku bisa beperhatian, bertanggung jawab, dan teliti dalam tugasku. Bagaimanapun situasinya, aku harus berusaha dalam tugasku dan memenuhi tanggung jawabku. Hanya ini cara membuat kemajuan. Tapi aku menganggap tugas seakan pekerjaan, dan bekerja untuk orang lain. Kalau bisa aku sedikit khawatir dan sedikit bersumbangsih. Aku tak merasa ada kekhawatiran atau hal mendesak. Tak pernah terpikir untuk melakukan hal dengan lebih baik atau mencapai hasil terbaik. Aku hanya memikirkan cara mengurangi penderitaan badanku dan tidak lelah. Aku tak memperhatikan kehendak Tuhan sama sekali. Saat itulah aku sadar bahwa sikapku dalam menjalankan tugas salah. Aku sembunyikan hatiku dari Tuhan dan memendam sifat licik.

Dalam satu rapat, aku membaca sepenggal firman Tuhan yang mengungkap pemimpin palsu yang sangat memengaruhiku. Firman Tuhan katakan: "Karena para pemimpin palsu tidak memahami status kemajuan pekerjaan, hal ini sering kali menyebabkan penundaan yang berulang-ulang. Dalam pekerjaan tertentu, karena orang-orang tidak memahami prinsip-prinsip dan, terlebih lagi, tidak ada orang yang cocok untuk memimpinnya, orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut sering kali berada dalam keadaan negatif, pasif, dan menunggu, dan hal ini sangat memengaruhi kemajuan pekerjaan tersebut. Jika pemimpin telah memenuhi tanggung jawab mereka—jika saja mereka telah mengambil alih, berusaha membuat kemajuan dalam pekerjaan, mempercepatnya, dan menemukan seseorang yang memahami jenis pekerjaan yang bersangkutan untuk memberi bimbingan, pekerjaan tersebut pasti telah mengalami kemajuan lebih cepat dan tidak mengalami penundaan yang berulang-ulang. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pemimpin untuk memahami dan mengerti situasi sebenarnya dari pekerjaan tersebut. Tentu saja, sangatlah penting bagi para pemimpin untuk memahami dan mengerti bagaimana kemajuan pekerjaan tersebut—karena kemajuan berkaitan dengan efisiensi pekerjaan dan hasil yang ingin dicapai pekerjaan ini. Jika seorang pemimpin bahkan tidak memiliki pemahaman tentang bagaimana perkembangan pekerjaan tersebut, maka hampir sepanjang waktu, pekerjaan tersebut akan berkembang secara perlahan dan pasif. Kebanyakan orang yang melaksanakan tugas mereka melakukannya secara ceroboh, perlahan, dan pasif tanpa kehadiran seseorang yang memiliki rasa terbeban dan memiliki kemampuan tertentu dalam jenis pekerjaan tersebut, seseorang yang mendorong mereka, memberi pengawasan dan bimbingan. Ini juga terjadi jika tidak ada kritik, pendisiplinan, pemangkasan, atau penanganan. Sangatlah penting bagi para pemimpin dan pekerja untuk terus-menerus memiliki pengetahuan dan pemahaman terkini tentang kemajuan pekerjaan mereka, karena orang biasanya memiliki sifat malas, dan tanpa bimbingan, dorongan, serta tindak lanjut oleh para pemimpin, tanpa para pemimpin yang memiliki pemahaman terkini tentang kemajuan pekerjaan tersebut, orang cenderung santai, malas, asal-asalan—jika ini mentalitas mereka terhadap pekerjaan, kemajuan pekerjaan ini akan sangat terpengaruh, demikian pula efektivitasnya. Berdasarkan kondisi ini, para pemimpin dan pekerja yang memenuhi syarat harus segera mengawasi setiap bagian pekerjaan dan terus mencari informasi tentang situasi yang berkenaan dengan staf dan pekerjaan tersebut; mereka sama sekali tidak boleh seperti para pemimpin palsu. Para pemimpin palsu bersikap ceroboh dan acuh tak acuh dalam melakukan pekerjaan mereka; mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab, mereka tidak menyelesaikan masalah ketika muncul, apa pun pekerjaan itu, mereka selalu sepintas saja mencari informasi mengenai hal-hal itu; mereka bersikap ceroboh dan acuh tak acuh, serta asal-asalan; segala sesuatu yang mereka ucapkan adalah perkataan yang muluk-muluk dan kosong, mereka mengkhotbahkan doktrin, dan asal-asalan dalam melakukan segala sesuatu. Secara umum, inilah cara kerja para pemimpin palsu. Dibandingkan dengan para antikristus, meskipun mereka tidak melakukan kejahatan yang terang-terangan dan tidak dengan sengaja berbuat kejahatan, dan pekerjaan mereka pada dasarnya tidak dapat didefinisikan sebagai kejahatan, adalah benar untuk mengatakan bahwa dari sudut pandang efektivitas, natur dari sikap mereka terhadap pekerjaan adalah kecerobohan dan keasal-asalan, tidak memiliki rasa terbeban; mereka tidak memiliki loyalitas terhadap pekerjaan mereka" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat bersalah. Bukankah perilakuku sama dengan pemimpin palsu? Karena aku malas dan memuaskan kedaginganku, aku tak menindaklanjuti atau memantau pekerjaan, yang sangat memengaruhi kemajuan dan hasil keseluruhan kerja kami. Imajinasiku mengatakan kepadaku bahwa pekerjaan sudah ditangani dengan baik dan tak ada banyak masalah, tetapi sesungguhnya, masih banyak masalah untuk diselesaikan. Karena aku tak menanggung beban dan tak bertanggung jawab, aku menutup mata terhadap semua masalah kami. Melalui perenungan, aku pun menyadari bahwa pandanganku keliru. Ketika melilhat saudara-saudari proaktif dan ada kemajuan dalam menjalankan tugas, kupikir semua orang sangat termotivasi dalam tugas dan tak perlu diawasi. Firman Tuhan sejak dulu telah mengungkap bahwa manusia itu lemah dan berwatak rusak yang mengakar. Sebelum manusia memperoleh kebenaran, dan sebelum watak mereka berubah, mereka selalu memanjakan kedagingan dan mencari kemudahan, mereka asal-asalan dan memakai cara licik dan tipu daya dalam tugas, bertindak sesuai gagasan sendiri, tidak sesuai dengan prinsip. Tidak terkecuali aku. Tanpa penghakiman dan hajaran Tuhan, dan tanpa diingatkan serta diawasi oleh saudara-saudari kita, aku bisa dengan mudah lalai, dan wajar masalah muncul dalam tugasku. Jadi, aku harus menindaklanjuti dan mengawasi pekerjaan, juga secepatnya menemukan dan menyelesaikan masalah serta penyimpangan dalam tugas kami agar pekerjaan bisa berjalan lancar. Tapi pandanganku dulu konyol. Aku tak memahami natur rusak manusia atau melihat orang dan segala sesuatu melalui firman Tuhan. Aku hanya mengandalkan imajinasiku, tak memeriksa atau menindaklanjuti pekerjaan, tak menyelesaikan masalah tepat waktu, tapi berharap mendapat hasil yang baik. Ini perwujudan pemimpin palsu yang tak melakukan kerja nyata. Meski aku tidak jelas-jelas berbuat jahat, ketidakbertanggungjawabanku mengurangi efektivitas kerja, dan kerugiannya tak bisa diperbaiki. Kemudian, aku membuka diri dan bersekutu dengan saudara-saudari tentang keadaanku. Aku juga sampaikan bahwa semua orang terlalu menganggap enteng tugasnya dan gagal mencapai kemajuan dalam bertugas, dan kami mencari solusinya bersama. Setelah itu, aku sedikit lebih serius dalam tugasku. Setiap kali selesai bekerja, aku pikirkan apakah ada ruang untuk mengembangkannya. Sering aku menindaklanjuti pekerjaan saudara-saudari, dan hasil pekerjaan kami ada perkembangan.

Tak lama kemudian, kami menemukan masalah dalam pembuatan video, lalu ketua tim bertanya apakah aku punya cara atau saran bagus. Aku tak tahu harus menjawab apa, jadi kubilang, "Aku belum menemukan solusi yang baik, jadi mari kita terus pikirkan." Setelah itu, aku sadar bahwa mengatasi kesulitan ini bukanlah hal yang bisa diselesaikan hanya dengan bicara. Aku harus mencari informasi, meneliti, dan mencari jalan penerapan. Hal ini akan memakan banyak waktu dan upaya, dan aku harus terus-menerus mencoba banyak hal serta mengevaluasi hasilnya. Sulit dikatakan aku akan berhasil atau tidak pada akhirnya. Jika tidak berhasil, bukankah semua upayaku sia-sia? Makin memikirkannya, makin aku merasa pekerjaan ini membosankan. Kupikir, "Lupakanlah, semua sudah bagus. Hasil pekerjaan kami saat ini sudah bagus, jadi tak perlu buru-buru untuk menyelesaikan masalahnya." Lalu aku kesampingkan masalah itu. Waktu itu, aku merasa agak khawatir. Bukannya aku tak punya cara untuk menyelesaikan masalahnya. Aku hanya perlu sedikit berkorban. Kemudian, ketua tim memberitahuku lagi, "Saudara-saudari mengalami kesulitan, dan kita harus selesaikan masalah itu." Peringatan ketua tim membuatku bercermin diri, "Sebagai pengawas, bukankah seharusnya kita memimpin untuk mengatasi kesulitan dan menyelesaikan masalah orang? Tapi ketika melihat masalah, aku menghindar, dan tak punya rasa tanggung jawab." Aku merasa bersalah, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, saat menghadapi kesulitan dalam bekerja, aku tak pernah ingin bekerja keras dan selalu memikirkan kepentingan dagingku. Aku tahu ini tak sejalan dengan kehendak-Mu. Tolong tuntun aku dalam bercermin diri dan mengubah keadaanku yang salah."

Selama saat teduh, aku bertanya-tanya, "Kenapa aku selalu memikirkan kedagingan dalam tugasku? Kenapa aku tak bisa berkorban dalam kerja nyata?" Suatu hari, aku membaca dua penggalan firman Tuhan yang membuatku mengerti. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apakah racun Iblis itu—bagaimana racun Iblis dapat disingkapkan? Misalnya, jika engkau bertanya, 'Bagaimana seharusnya orang hidup? Untuk apa seharusnya orang hidup?' Orang akan menjawab: 'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri.' Satu frasa ini mengungkapkan sumber penyebab masalahnya. Falsafah Iblis telah menjadi kehidupan manusia. Apa pun yang orang kejar, mereka melakukannya demi diri mereka sendiri—oleh karena itu, mereka hidup hanya demi dirinya sendiri. 'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri'—ini adalah kehidupan dan falsafah manusia dan ini juga mewakili natur manusia. Perkataan ini telah menjadi natur manusia yang rusak, potret sebenarnya dari natur jahat manusia yang rusak, dan natur jahat ini telah menjadi dasar bagi keberadaan manusia yang rusak; selama ribuan tahun, manusia yang rusak telah hidup berdasarkan racun Iblis ini, hingga hari ini" ("Cara Menempuh Jalan Petrus" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Kedagingan manusia ibarat ular itu: esensinya adalah untuk mencelakakan hidup mereka—dan ketika daging telah mendapatkan semua keinginannya, engkau akan kehilangan hidupmu. Daging adalah milik Iblis. Di dalam daging, terdapat keinginan-keinginan yang berlebihan, daging hanya memikirkan dirinya sendiri, ingin menikmati kenyamanan dan bersenang-senang dalam waktu luang, berkubang dalam kemalasan dan keengganan untuk bekerja, dan setelah memuaskannya sampai titik tertentu, engkau akhirnya akan dimakan olehnya. Artinya, jika engkau memuaskannya saat ini, di lain waktu daging akan meminta lebih banyak. Daging selalu memiliki keinginan yang berlebihan dan permintaan baru, dan memanfaatkan caramu menurutinya untuk membuatmu semakin lebih menyayanginya dan hidup di tengah kenyamanannya—dan jika engkau tidak mengalahkannya, pada akhirnya engkau akan merusak dirimu sendiri. Apakah engkau dapat memperoleh kehidupan di hadapan Tuhan atau tidak dan bagaimana akhirmu kelak, tergantung pada bagaimana engkau melakukan pemberontakan terhadap daging. Tuhan telah menyelamatkanmu, memilihmu dan menentukanmu dari semula, tetapi jika saat ini engkau tidak mau memuaskan-Nya, engkau tidak mau melakukan kebenaran, engkau tidak mau memberontak terhadap daging dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, pada akhirnya engkau akan menghancurkan dirimu sendiri, dan akan menanggung penderitaan yang bukan kepalang. Jika engkau selalu menuruti daging, Iblis akan secara perlahan-lahan menelanmu, dan meninggalkanmu tanpa kehidupan, atau tanpa jamahan Roh, sampai tiba harinya engkau menjadi gelap sepenuhnya di dalam dirimu. Ketika engkau hidup dalam kegelapan, engkau akan ditawan oleh Iblis, engkau tidak lagi memiliki Tuhan di dalam hatimu, dan pada saat itu engkau akan menyangkali keberadaan Tuhan dan meninggalkan-Nya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Setelah membaca firman Tuhan, kusadari betapa berbahayanya keadaanku! Aku hidup dengan falsafah jahat "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri." Aku sungguh egoistis, dan apa pun yang terjadi, aku selalu mengutamakan kepentingan dagingku. Ketika menemukan masalah yang perlu diselesaikan dalam tugasku, aku tak pernah memikirkan cara menguntungkan pekerjaan rumah Tuhan. Aku selalu memikirkan kedaginganku, dan selalu ingin sedikit menderita dan sedikit berkorban. Sebenarnya, untuk beberapa masalah, asalkan aku mau berkorban, dan menyisihkan waktu untuk belajar dan memikirkannya, aku bisa menyelesaikannya, tapi karena aku mengasihi kedaginganku dan tidak bersedia menderita, aku merasa pekerjaan riset itu terlalu memberatkan. Akibatnya, masalah tak terselesaikan, dan pekerjaan tak ada kemajuan. Firman Tuhan mengungkapkan bahwa kedagingan seseorang pada dasarnya milik Iblis, dan daging selalu punya banyak keinginan dan tuntutan. Makin kita puaskan, makin besar keinginannya, dan bila terjadi konflik antara kepentingan daging dengan tugas kita, jika orang mencari kenyamanan, mereka akan mengikuti daging dan mengesampingkan pekerjaan rumah Tuhan. Hal ini memuaskan daging, tapi merusak pekerjaan rumah Tuhan, dan pada akhirnya, akan menyinggung watak Tuhan, sehingga Tuhan membenci dan mengusir kita. Akibat menuruti kekedagingan dan menginginkan kenyamanan sangat serius. Aku tak bisa melihat esensi kedagingan, dan selalu menginginkan kenyamanan. Menurutku kenikmatan daging lebih penting dari apa pun. Bukankah pengejaran dan pandanganku sama dengan orang-orang tidak pecaya? Orang-orang tidak percaya sering berkata "berbaik-baiklah kepada dirimu sendiri," yang maksudnya, jangan sampai daging menderita, dan puaskanlah semua keinginan dan tuntutan daging. Mereka hidup hanya untuk daging, mereka sama sekali tidak mengerti nilai dan makna hidup manusia, dan mereka tak punya arah serta tujuan hidup yang benar. Dalam hati mereka merasa tak nyaman, dan mereka melewati hidup dalam kehampaan, sepenuhnya hidup dalam kesia-siaan. Beberapa orang di gereja selalu menginginkan kenikmatan daging, tak mengerjar kebenaran, mengabaikan tugas, bertipu daya, dan lalai, yang sangat membahayakan pekerjaan rumah Tuhan, dan pada akhirnya, mereka akan diberhentikan atau dicabut dari tugasnya, dan benar-benar kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Mengerikan jika dipikirkan! Lalu aku berpikir tentang diriku. Aku sudah percaya kepada Tuhan bertahun-tahun, tapi pandanganku tak berubah sama sekali. Aku lebih menghargai kepentingan daging daripada kebenaran. Aku hanya menginginkan kenyamanan, dan melaksanakan tugasku sekenanya. Jika terus seperti ini, bukankah aku pun akan ditolak dan disingkirkan Tuhan? Saat menyadarinya, aku merasa sangat ketakutan. Aku tak boleh lagi memikirkan kedaginganku. Aku ingin bersungguh-sungguh melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawabku.

Suatu hari, kubaca firman Tuhan dan menemukan jalan penerapan. Firman Tuhan katakan: "Jika engkau adalah orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan, engkau harus membayar harga ketika engkau melaksanakan tugasmu, dan engkau harus bekerja keras. Apa arti benar-benar bekerja keras? Artinya, jika engkau hanya puas dengan mengerahkan sedikit upaya dan mengalami sedikit penderitaan daging, tetapi engkau sama sekali tidak memperlakukan tugasmu dengan serius atau mencari prinsip kebenaran, maka ini tak lebih dari bersikap sembrono dan asal-asalan—ini artinya tidak benar-benar mengerahkan upaya. Kunci untuk mengerahkan upaya adalah mengerahkan segenap hatimu, memiliki takut akan Tuhan di dalam hatimu, memperhatikan kehendak Tuhan, merasa takut tidak menaati Tuhan dan takut menyakiti Tuhan, dan rela mengalami penderitaan apa pun demi melaksanakan tugasmu dengan baik dan memuaskan Tuhan: jika engkau memiliki hati yang mengasihi Tuhan seperti ini, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu dengan baik. Jika tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hatimu, engkau tidak akan terbeban ketika melaksanakan tugasmu, tidak akan tertarik pada tugas, dan pasti akan bersikap sembrono dan asal-asalan, serta bekerja seadanya tanpa menghasilkan efek nyata apa pun—yang berarti engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu. Jika engkau benar-benar merasa terbeban, dan merasa bahwa melaksanakan tugasmu adalah tanggung jawab pribadimu, dan jika tidak melakukannya, engkau tidak layak untuk hidup dan engkau adalah binatang buas, bahwa hanya jika engkau melaksanakan tugasmu dengan benar, barulah engkau layak disebut sebagai manusia, dan mempu menghadapi hati nuranimu sendiri—jika engkau merasa terbeban ketika engkau melaksanakan tugasmu—itu berarti engkau akan mampu melaksanakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, dan akan mampu mencari kebenaran dan melakukan segala sesuatu sesuai prinsip, dan karena itu akan mampu melaksanakan tugasmu dengan benar dan memuaskan Tuhan, dan akan layak untuk misi yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan semua yang telah Tuhan korbankan untukmu serta harapan-Nya terhadap dirimu. Hanya inilah artinya benar-benar bekerja keras" ("Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik Dibutuhkan, Setidaknya, Hati Nurani" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Jika dirimu tersingkap sebagai orang yang egois dan hina, dan engkau telah menyadari akan hal ini, engkau harus mencari kebenaran, engkau harus berusaha mengetahui bagaimana bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, apa yang harus kaulakukan untuk mendatangkan manfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan, dan bagi jalan masuk saudara-saudari ke dalam kehidupan. Engkau harus memulai dengan mengesampingkan kepentinganmu sendiri, secara berangsur-angsur melepaskan kepentinganmu sesuai dengan tingkat pertumbuhanmu, sedikit demi sedikit. Setelah engkau mengalami ini beberapa kali, engkau akan mampu mengesampingkan kepentinganmu itu sepenuhnya, dan setelah engkau melakukannya, engkau akan merasa teguh, dan bahwa sebagai manusia, engkau harus memiliki hati nurani dan nalar, bahwa engkau tidak boleh mementingkan diri sendiri dan harus memperhatikan kehendak Tuhan—dan sebagai hasilnya, engkau akan menjadi orang yang berterus terang dan jujur. Melakukan segala sesuatu sepenuhnya untuk memuaskan Tuhan berarti bersikap jujur dan memberi makna pada kehidupan. Hidup seperti ini di bumi berarti engkau sedang bersikap terbuka dan jujur, engkau menjadi seorang yang tulus, engkau memiliki hati nurani yang murni, dan layak menerima segala sesuatu yang dianugerahkan Tuhan kepadamu. Semakin engkau hidup seperti ini, engkau merasa semakin mantap dan bahagia. Dengan demikian, bukankah itu berarti engkau telah berjalan di jalur yang benar?" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku mengerti bahwa untuk melaksanakan tugas dengan baik, aku harus bekerja keras sesuai firman Tuhan. Aku tidak bisa hanya kelihatan bekerja keras dan berkorban. Yang terpenting adalah menanggung beban ini dalam hatiku, mengutamakan pekerjaan rumah Tuhan di atas yang lainnya, melakukan yang terbaik, dan mencapai hasil sebagaimana mestinya. Hanya dengan cara ini aku layak atas jerih payah Tuhan untukku, dan aku bisa benar-benar hidup layaknya manusia. Aku sadar bahwa memimpin pekerjaan video adalah maksud Tuhan untuk meninggikan aku. Banyak target penginjilan menyelidiki jalan kebenaran dengan menonton video rumah Tuhan. Bersaksi akan Tuhan melalui video yang bagus adalah bagian yang sangat penting dalam menyebarkan injil! Aku harus mengandalkan Tuhan dan berusaha sebaik-baiknya untuk menjalankan tugas. Meski banyak ragam kesulitan dan masalah dalam tugasku, melalui kesulitan ini, aku jelas melihat kebejatanku karena menginginkan kenyamanan dan tak mengindahkan kemajuan. Aku menyadari pandanganku yang salah dalam pengejaran sehingga aku bisa bertobat dan berubah. Semua itu adalah kesempatan untukku meraih kebenaran dan membuang watak rusakku. Di waktu bersamaan, semua itu juga membuatku melihat kekurangan profesionalku. Kita harus mengembangkan keahlian profesional kita untuk membuat kemajuan dalam tugas. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku merasa termotivasi. Kemudian, aku berdoa kepada Tuhan tentang masalah dan kesulitan kami, mencari tuntunan Tuhan, dan membahas solusinya bersama saudara-saudariku. Dari lubuk hati yang terdalam, aku tak ingin malas atau lepas tangan lagi, dan berusaha keras untuk mempelajari keahlian profesional. Di saat aku terjebak dan ingin menyerah, aku berdoa kepada Tuhan, tinggalkan kedaginganku, dan membaktikan diri pada tugasku. Setelah beberapa saat, akhirnya kutemukan pemecahannya, dan masalah segera teratasi, hasil pekerjaan kami sedikit meningkat dibandingkan sebelumnya. Aku merasa jauh lebih aman melakukan tugasku seperti ini. Sebenarnya, menyelesaikan masalah dan melakukan kerja nyata tidaklah sulit, dan aku tak banyak menderita. Aku hanya perlu lebih teliti dalam tugasku untuk menerima tuntunan dan berkat Tuhan. Masukku masih sangat terbatas, jadi nantinya, aku akan fokus membenahi watak rusakku dalam tugasku, dan melaksanakan tugas sepenuh hati untuk menyenangkan Tuhan!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Kesadaran Yang Terlambat

Oleh Saudari Lin Min, Tiongkok Tahun 2013, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Saat itu, aku sangat antusias. Aku...

Tinggalkan Balasan