Dapatkah Orang yang Suka Menyenangkan Orang Lain Mendapatkan Penyelamatan Tuhan?

10 Desember 2020

Oleh Saudari Hao Zheng, Tiongkok

Aku berasal dari sebuah desa gunung yang miskin dan terbelakang dengan adat feodal dan hubungan interpersonal yang rumit. Aku sangat terpengaruh oleh lingkungan itu dan hal-hal yang orang tuaku katakan, seperti: "Berpikirlah sebelum berbicara lalu bicaralah dengan berhati-hati," "Diam itu emas, perkataan adalah perak, dan dia yang banyak bicara banyak melakukan kesalahan," "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain," "Ucapkan kata-kata baik yang sesuai dengan perasaan dan nalar orang lain karena berkata jujur mengganggu sesama." Semua filosofi ini menjadi pedoman dalam hidupku. Bahkan dengan saudara kandungku, aku selalu mengamati mereka dengan cermat, mencoba mengatakan hal-hal baik penuh pujian untuk membuat mereka bahagia. Jika ada yang melakukan kesalahan dan orang tuaku bertanya siapa pelakunya, aku selalu berkata tidak tahu, jadi saudara-saudaraku sangat menyukaiku. Ibuku juga selalu berkata bahwa aku anak yang baik. Begitu keluar ke dunia, entah saat sedang bersama teman atau dengan segala jenis orang di luar sana, aku selalu berhati-hati untuk melindungi hubunganku. Aku tidak pernah melakukan apa pun yang akan menyinggung orang atau berdebat dengan siapa pun. Jika ada yang membuatku tersinggung, aku akan memaafkan dan tak akan meributkannya. Aku sering mendapatkan ketidakadilan, dan merasa tertekan serta marah, tetapi aku tetap berpegang pada: "Diam itu emas, dan orang yang banyak bicara banyak melakukan kesalahan" dan hanya memendam perasaanku. Aku dikenal sebagai orang yang baik di antara keluarga dan teman-teman. Aku dipuji dan disanjung oleh semua orang karena sifatku, tetapi aku selalu merasakan tekanan dan rasa sakit di hatiku yang tidak bisa kugambarkan. Aku waspada terhadap semua orang agar tidak menyinggung siapa pun, dan tidak pernah berani untuk benar-benar terbuka kepada satu orang pun. Aku selalu menyenangkan orang dan memasang kedok untuk melindungi kepentinganku sendiri. Itu cara hidup yang menyakitkan, melelahkan, dan menyusahkan. Dahulu aku selalu bertanya-tanya, "Kapan penderitaanku akan berakhir? Bagaimana aku bisa menjalani hidup yang lebih mudah?" Saat tersesat dan kesakitan, Tuhan Yang Mahakuasa mengulurkan tangan penyelamat-Nya kepadaku.

Pada tahun 1998, aku beruntung menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Dari firman Tuhan Yang Mahakuasa, aku mengetahui bahwa Tuhan telah menjadi daging dan datang untuk menyelamatkan umat manusia terutama untuk menyelesaikan watak rusak kita dan memungkinkan kita hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Secara hakikat, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). "Kerajaan-Ku memerlukan orang-orang yang jujur, orang-orang yang tidak munafik atau curang. Bukankah orang-orang yang tulus dan jujur tidak disenangi di dunia? Aku justru sebaliknya. Orang-orang jujur boleh datang kepada-Ku; Aku menyenangi orang-orang seperti ini, dan Aku juga membutuhkan orang-orang seperti ini. Inilah kebenaran-Ku" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 33"). Tuhan menyuruh kita untuk jujur, sederhana, dan terbuka, bahwa itulah satu-satunya cara untuk masuk ke dalam kerajaan surga. Saat membaca ini, aku merasa itu adalah cara hidup yang lebih mudah dan lebih bahagia, aku juga bertekad untuk jujur seperti yang diminta Tuhan. Dalam interaksi dan pertemuan dengan saudara-saudari, aku perhatikan mereka semua jujur dan berbicara dengan bebas. Mereka tulus dan sungguh-sungguh. Saat memiliki pendapat tentang seseorang atau melihat seseorang memperlihatkan kerusakan, mereka bisa menunjukkannya untuk membantu orang itu, serta bisa terbuka dan berbicara tentang pengenalan mereka tentang diri mereka sendiri. Ini sangat mengejutkan bagiku karena aku selalu berpikir pendapat seseorang tentang orang lain sama sekali tidak boleh dibicarakan, bahwa dengan jujur, aku akan menyinggung orang lain dan merugikan diriku. Namun, aku tidak perlu khawatir tentang itu di sina. Saudara-saudari tidak semunafik orang-orang di dunia, dan mereka akan meminta maaf saat menyakiti orang lain. Mereka selalu mempertimbangkan orang lain. Aku tahu mereka bisa menerapkan hal itu dan hidup seperti itu sepenuhnya karena pekerjaan dan firman Tuhan Yang Mahakuasa. Itu membuatku makin yakin bahwa firman Tuhan Yang Mahakuasa adalah kebenaran, bahwa firman-Nya dapat mentahirkan dan mengubah orang, dan aku sangat ingin menjadi orang yang jujur. Namun, filosofi hidup Iblis telah tertanam dalam diriku jauh sebelumnya, menjadi aturan bertahan hidupku sendiri. Dalam interaksiku dengan saudara-saudari, tanpa sadar aku masih mengandalkan filosofi iblis itu. Aku takut untuk terbuka dan berbicara dari hati, takut menyinggung seseorang atau merusak reputasiku. Aku terus berhati-hati untuk melindungi hubunganku dengan mereka dan merasa bahwa bersikap jujur adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Lalu, untuk mentahirkan dan mengubahku, Tuhan dengan hati-hati mengatur lingkungan yang tepat untuk menyingkap kerusakan dan kekuranganku, membimbingku ke dalam kenyataan menjadi orang yang jujur.

Kemudian, aku mulai bekerja sebagai pemimpin tim bersama Saudara Li. Kami akur dan dia membantuku dengan banyak hal. Namun, dalam tugas kami, aku mendapati bahwa dia congkak, keras kepala, dan tidak mengikuti prinsip. Setiap kali ingin mengatakan sesuatu, aku akan membuka mulutku, lalu akhirnya hanya menelan kata-kata itu. Kupikir, "Jika aku mengkritiknya, dia akan berkata aku tidak punya hati nurani, bahwa dia sangat baik kepadaku, tetapi aku selalu menunjukkan masalah pada dirinya. Bagaimana jika dia menjadi bias terhadapku, dan kami tidak bisa bekerja bersama lagi dalam tugas kami?" Aku tidak pernah membicarakan ini dengannya agar bisa melindungi hubungan kami. Saudara Li kemudian menimbulkan dampak serius pada pekerjaan gereja karena dia congkak dan mengabaikan tugasnya, lalu dia diganti. Meskipun demikian, aku tetap tidak merenungkan diri. Namun, suatu hari saat pergi ke rumah Saudara Li untuk sesuatu, istrinya berkata kepadaku, "Engkau memiliki andil dalam pencopotan suamiku. Jika engkau bisa memperingatkan dan membantunya, mungkin dia tidak akan begitu keras kepala dan ceroboh dalam tugasnya dan mengganggu pekerjaan gereja. Mengapa engkau tidak bisa menjunjung pekerjaan gereja? Engkau adalah orang yang suka menyenangkan orang lain, engkau tidak menerapkan kebenaran!" Mendengar dia mengatakan ini membuatku hancur, dan aku sangat merasa malu. Setelah pergi, aku tidak bisa menghentikan air mata. Aku berdoa kepada Tuhan dalam rasa sakitku, mengatakan: "Ya Tuhan, Engkau mengizinkan saudari ini menangani dan menegurku hari ini, tetapi aku tidak benar-benar mengenal diriku sendiri. Tolong cerahkan dan bimbing aku." Aku perlahan-lahan menjadi tenang setelah berdoa dan mulai memikirkan kembali saat bekerja dengan Saudara Li. Kulihat aku telah menjalankan filosofi hidup Iblis . Aku jelas melihat dia melanggar prinsip, tetapi tidak menghentikan atau membantunya. Aku sangat takut menyinggung perasaannya dan merusak hubungan kerja kami. Aku jelas memiliki tanggung jawab dalam bagaimana Saudara Li sampai pada titik itu. Aku merasa makin bersalah dan menyesal.

Kemudian, aku membaca satu kutipan firman Tuhan. "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang merasa baik. Ini bukanlah standarnya. Jadi apa standarnya? Standarnya mencakup memperlakukan Tuhan, orang lain, dan kejadian-kejadian dengan hati yang benar, mampu mengambil tanggung jawab, dan melakukan semua ini dengan cara yang dapat dilihat dan dirasakan semua orang. Selain itu, Tuhan menyelidiki hati manusia dan mengenal mereka, masing-masing dan setiap dari mereka. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, mengklaim tidak pernah melakukan apa pun yang buruk, tidak pernah mencuri milik orang lain, atau mengingini milik orang lain. Mereka bahkan sampai membiarkan orang lain mendapatkan keuntungan di atas kerugian mereka ketika ada perdebatan mengenai kepentingan tertentu, lebih suka menderita kerugian, dan mereka tidak pernah mengatakan apa pun yang buruk tentang siapa pun hanya agar semua orang berpikir mereka adalah orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat para pelaku kejahatan melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Ini bukanlah contoh kemanusiaan yang baik. Jangan peduli pada apa yang dikatakan orang semacam itu; engkau harus melihat kehidupan yang dia jalani, apa yang dia singkapkan, dan apa sikapnya ketika dia melaksanakan tugas-tugasnya, serta apa keadaan batinnya dan apa yang dia sukai. Jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kesetiaannya kepada Tuhan, jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi kepentingan Tuhan, atau jika cintanya akan ketenaran dan kekayaannya sendiri melebihi perhatian yang dia tunjukkan untuk Tuhan, maka dia bukanlah seseorang yang memiliki kemanusiaan. Perilakunya dapat dilihat oleh orang lain dan Tuhan; karena itu, sangatlah sulit bagi orang semacam itu untuk mendapatkan kebenaran" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa menjadi orang baik bukanlah bertingkah baik. Bukan akur dengan orang atau mendapatkan persetujuan mereka. Namun, memalingkan hatimu kepada Tuhan, bersikap setia, menerapkan kebenaran untuk menjunjung pekerjaan rumah Tuhan, mengikuti prinsip kebenaran, dan membantu serta mendukung orang-orang secara rohani dalam hidup mereka. Namun, meskipun aku melihat Saudara Li keras kepala dan melawan kebenaran berkali-kali, serta bersikap sangat congkak dan tidak menerima saran orang lain, mengetahui bahwa ini buruk untuknya dan pekerjaan rumah Tuhan, aku tetap berpegang pada filosofi iblis: "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain." Aku menutup mata. Aku tidak membantunya atau menceritakan masalah pada dirinya kepada pemimpin gereja. Aku hanya mengabaikan saat pekerjaan gereja dirugikan. Aku tidak bisa mengorbankan gengsiku untuk menerapkan kebenaran dan bertanggung jawab. Aku sangat egois, hina, dan licik! Bukankah aku mendukung dosanya? Bukankah aku berdiri di pihak Iblis? Aku menjadi orang yang hina dan mementingkan diri sendiri karena takut menyinggung siapa pun. Aku tidak memiliki rasa keadilan. Aku sama sekali bukan orang baik. Dalam upayaku menjadi "pria baik", aku menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain dan orang licik yang dibenci Tuhan. Di dunia luar, tidak masalah jika menjadi seperti itu, tetapi di rumah Tuhan, itu membuat Dia jijik. Lalu, aku sadar bahwa tidak menerapkan kebenaran, tetapi bersikap baik untuk melindungi hubungan sebenarnya merugikan orang. Untuk pertama kalinya, pandanganku tentang menjadi orang baik goyah. Aku sadar bahwa mengikuti filosofi iblis dalam hubunganku benar-benar keliru, dan diriku yang ditangani kali ini meninggalkan kesan mendalam yang tidak akan pernah kulupakan. Aku merasa seperti Saudara Li telah melakukan pelanggaran, tetapi yang tertinggal padaku adalah utang abadi. Melalui penghakiman dan hajaran Tuhan, aku mendapat pemahaman tentang pengejaranku yang salah arah selama bertahun-tahun, dan aku tidak ingin hidup seperti itu lagi. Aku bersedia menjadi orang yang jujur dan lurus seperti yang diminta Tuhan. Aku memiliki keinginan untuk berusaha menjadi orang jujur, tetapi karena kerusakan dan watak iblisku begitu dalam, aku juga tidak sepenuhnya memahami serta membenci natur dan esensiku sebagai orang yang suka menyenangkan orang lain, aku tidak benar-benar berubah. Tak lama kemudian, aku kembali melakukan hal lama yang sama.

Suami Saudari Zhang dari desa terdekat adalah preman lokal yang sangat jahat yang menghalangi iman Saudari Zhang. Setiap kali melihatnya pergi untuk pertemuan, suaminya akan memulai masalah dengan saudara-saudari lainnya agar mereka tidak bisa menemukan kedamaian. Suatu kali saat Saudari Zhang pergi ke pertemuan, suaminya mengambil kayu yang akan digunakan seorang saudara untuk membangun rumah dan membakar semuanya. Pemimpin gereja memberi tahu Saudari Zhang, "Jangan datang ke pertemuan, kita harus menjaga keselamatan semua orang. Lakukan saat teduhmu dan bacalah sendiri firman Tuhan di rumah." Namun, setelah beberapa lama, dia benar-benar ingin menghadiri pertemuan dan tidak bisa menahan diri untuk datang ke desa kami untuk bertemu dengan Saudari Wang. Tidak tahu harus berbuat apa, Saudari Wang datang untuk berbicara denganku. Aku tahu betul kepentingan gereja harus didahulukan, bahwa Saudari Zhang harus pulang. Namun, kemudian aku berpikir, "Aku bukan pemimpin gereja. Apa yang akan dipikirkan orang lain jika ini langkah yang keliru? Selain itu, jika Saudari Zhang tahu bahwa aku menghentikannya mengikuti pertemuan, apa yang akan dia pikirkan tentangku?" Dengan pemikiran ini, aku dengan sopan menghindarinya, berkata, "Engkau sebaiknya berbicara dengan pemimpin gereja tentang ini. Carilah salah satu dari mereka." Pada akhirnya, dia tidak bisa menemukan mereka, jadi dia membiarkan Saudari Zhang tinggal.

Malam berikutnya saat aku di rumah melakukan saat teduhku dan mendengarkan lagu pujian firman Tuhan, aku tiba-tiba mendengar seseorang menggedor pintu dengan keras. Begitu putraku membuka pintu, tiga atau empat pria besar dengan pentungan kayu menyerbu masuk, lalu empat atau lima orang lagi melompat dari atapku. Mereka memitingku di tempat tidur tanpa sepatah kata pun dan memukuliku. Aku sangat takut. Aku berdoa dan memanggil Tuhan tanpa henti. Tepat saat rasa sakitnya makin buruk, kerangka tempat tidurnya patah, dan aku jatuh ke lantai. Para penindas itu mengira aku terluka parah dan melarikan diri dengan panik. Kupikir setelah dipukuli seperti itu, aku pasti mengalami patah tulang, tetapi yang mengejutkan, itu hanya luka daging tanpa cedera tulang. Aku tahu itu adalah pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Satu hari setelahnya, aku mengetahui bahwa suami Saudari Zhang tahu dia akan pergi ke pertemuan dan mengira aku yang mengaturnya, jadi dia menyuruh orang-orang itu untuk memukuliku. Aku menyadari itu terjadi karena aku tidak mengikuti prinsip. Jika aku mengikuti prinsip dan menghentikan Saudari Zhang menghadiri pertemuan itu, kejadiannya tak akan seperti itu. Dipukuli oleh para preman itu sepenuhnya adalah karena aku egois dan hina. Aku hanya memedulikan kepentinganku sendiri dan "orang baik" yang tidak mau menerapkan kebenaran. Akulah yang menyebabkan ini.

Aku lalu datang ke hadapan Tuhan dalam pencarian dan renungan: mengapa aku tidak bisa berhenti melindungi kepentinganku sendiri dan menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain? Mengapa aku tidak bisa menerapkannya padahal aku tahu kebenaran? Suatu kali, aku membaca firman Tuhan ini: "Iblis merusak manusia melalui pendidikan dan pengaruh pemerintah nasional serta melalui orang-orang terkenal dan hebat. Perkataan jahat mereka telah menjadi natur kehidupan manusia. 'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri' adalah pepatah iblis terkenal yang telah ditanamkan dalam diri semua orang, dan itu telah menjadi kehidupan manusia. Ada beberapa perkataan falsafah hidup lainnya yang juga seperti ini. Iblis mendidik manusia melalui setiap budaya tradisional bangsa yang indah, menyebabkan manusia jatuh dan ditelan oleh jurang kebinasaan yang tak berdasar, dan pada akhirnya manusia dimusnahkan oleh Tuhan karena mereka melayani Iblis dan menentang Tuhan. ... Masih ada banyak racun iblis dalam hidup manusia, dalam perilaku dan perbuatannya; mereka sama sekali tidak memiliki kebenaran. Sebagai contoh, falsafah hidup mereka, cara-cara mereka melakukan segala sesuatu, dan pepatah keberhasilan mereka semuanya dipenuhi dengan racun si naga merah yang sangat besar, dan semuanya berasal dari Iblis. Dengan demikian, segala sesuatu yang mengalir dalam tulang dan darah manusia adalah hal-hal yang berasal dari Iblis. Semua pejabat itu, mereka yang memegang tampuk kekuasaan, dan orang-orang yang sukses, memiliki berbagai jalan dan rahasia keberhasilannya sendiri. Bukankah rahasia semacam itu mewakili natur asli mereka dengan tepat? Mereka telah melakukan hal-hal besar di dunia, dan tak seorang pun dapat melihat rencana jahat dan tipu muslihat yang ada di baliknya. Ini menunjukkan betapa berbahaya dan jahatnya natur mereka. Manusia telah dirusak terlalu dalam oleh Iblis. Racun Iblis mengalir dalam darah setiap orang, dan dapat dilihat bahwa natur manusia itu rusak, jahat dan reaksioner, dipenuhi dan dibenamkan dalam falsafah Iblis—secara keseluruhan, itu merupakan natur yang mengkhianati Tuhan. Inilah sebabnya manusia menentang dan berlawanan dengan Tuhan" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku menemukan akar masalahnya saat memikirkan hal ini. Aku selalu menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain dan tidak bisa menerapkan kebenaran karena aku dipenuhi dengan filosofi dan racun Iblis: "Diam itu emas, perkataan adalah perak, dan dia yang banyak bicara banyak melakukan kesalahan," "Ketika kau tahu sesuatu itu salah, lebih baik jangan terlalu membicarakannya," "Tetaplah diam untuk melindungi diri sendiri dan berusahalah agar tidak disalahkan," "Berpikirlah sebelum berbicara lalu bicaralah dengan berhati-hati," "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain." Aku menganggap ini sebagai pedoman hidup, sebagai aturan dalam berperilaku, dan aku berusaha keras untuk menjadi orang baik berdasarkan hal-hal ini. Dalam semua interaksiku, yang aku pentingkan adalah tidak menyinggung perasaan orang, bagaimana membuat orang memuji dan menghormatiku. Aku telah menyempurnakan filosofi Iblis yang licin dan licik, dan itu menjadi hal-hal yang secara alami kutunjukkan. Meskipun tampak seperti orang baik di dunia dan orang-orang memujiku sebagai pria baik-baik, aku sangat jauh dari orang yang benar-benar baik. Apa yang kuperoleh dari hidup sesuai racun Iblis ini? Aku kehilangan kepolosan yang seharusnya dimiliki seorang anak saat aku kecil dan memasang kedok terhadap semua orang. Aku sangat berhati-hati dan selalu mengamati orang lain saat berbicara dan bertindak. Aku waspada terhadap semua orang. Aku tidak pernah terbuka dan berbicara dari hati dengan siapa pun. Aku bahkan mengelabui keluargaku sendiri. Aku sering melawan hati nuraniku serta menjual harga diri dan integritasku karena takut menyinggung orang lain. Aku tidak pernah berani membela yang benar dan mengkompromikan integritasku hanya untuk melindungi citraku. Aku memaksakan senyum bahkan saat sedang marah. Filosofi iblis ini tidak hanya mencegahku hidup dalam kemanusiaan yang normal, tetapi aku egois, hina, licik, dan tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat. Hidup sesuai filosofi iblis ini membuatku mendapatkan pujian dari orang lain pada saat itu, tetapi rasanya seperti dikekang belenggu tak kasatmata, diikat sangat erat. Aku tidak bisa berbicara atau bertindak dengan bebas. Aku tidak memiliki kebebasan apa pun, serta benar-benar tertekan dan kesakitan. Sekarang aku bisa melihat bahwa dahulu aku berjuang menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain, itu sebenarnya bukan menjadi orang baik, tetapi menjadi orang licik, berhati jahat yang tidak mengejar kebenaran. Aku melawan dan mengkhianati Tuhan. Aku tak akan pernah bisa diselamatkan tanpa penghakiman dan pentahiran Tuhan. Lalu, aku menyadari bahwa Tuhan telah mengizinkan para preman itu untuk memukuliku. Dia memberiku peringatan agar aku datang ke hadapan Tuhan dan merenungkan diriku, mengetahui esensi dan konsekuensi dari menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain, serta bertobat.

Melalui membaca firman Tuhan, aku melihat natur dan esensi dari menjadi orang yang suka menyenangkan orang lain serta bahaya dan konsekuensinya. Aku berdoa kepada Tuhan, bertekad mengejar kebenaran, bebas dari ikatan filosofi Iblis, dan bersikap jujur sesuai firman Tuhan. Suatu kali, aku mendapati bahwa Saudari Lin telah dipindahkan ke gereja lain dan dipilih sebagai diaken. Aku tahu dia orang yang benar-benar licik dan selalu sangat cerdik dalam tugasnya di gereja sebelumnya, mengatakan satu hal dan melakukan yang lain. Aku tahu seseorang yang begitu licik seharusnya tidak menjadi diaken gereja dan aku harus menjunjung pekerjaan gereja. Aku memutuskan untuk menulis surat kepada pemimpin gereja itu untuk menjelaskan situasinya. Namun, aku ragu-ragu saat mengambil pulpen, berpikir: "Ini masalah gereja mereka. Akankah pemimpin mereka berkata bahwa aku melampaui batas, mencampuri urusan orang lain?" Lalu, aku teringat beberapa firman Tuhan. "Engkau semua mengatakan bahwa engkau mempertimbangkan beban Tuhan dan akan membela kesaksian gereja, tetapi siapakah di antaramu yang benar-benar mempertimbangkan beban Tuhan? Tanyakanlah kepada dirimu sendiri: apakah engkau seseorang yang telah menunjukkan pertimbangan akan beban Tuhan? Dapatkah engkau melakukan kebenaran untuk Tuhan? Dapatkah engkau berdiri dan berbicara bagi-Ku? Dapatkah engkau dengan teguh melakukan kebenaran? Apakah engkau cukup berani untuk melawan semua perbuatan Iblis? Apakah engkau mampu menyingkirkan emosimu dan menyingkapkan Iblis demi kebenaran-Ku? Dapatkah engkau membiarkan maksud-maksud-Ku digenapi di dalam dirimu? Sudahkah engkau menyerahkan hatimu pada saat-saat paling krusial? Apakah engkau seseorang yang melakukan kehendak-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 13"). Setiap firman Tuhan berbicara kepada hatiku dan aku bisa merasakan kehendak Tuhan yang mendesak, berharap orang-orang menerapkan kebenaran dan menjunjung keadilan, berani mengatakan "tidak" kepada kekuatan Iblis dan bertanggung jawab untuk menjunjung pekerjaan Tuhan. Dia tidak ingin kita menghitung keuntungan dan kerugian kita, tetapi untuk memprioritaskan kepentingan gereja. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku mendapatkan keyakinan untuk menerapkan kebenaran, jadi aku menulis surat kepada pemimpin gereja lain itu tentang Saudari Lin. Beberapa hari kemudian, pemimpin memberitahuku bahwa mereka telah memeriksanya dan memastikan bahwa saudari Lin adalah orang yang licik, jadi mereka mengubah tugasnya. Melihat keadaan itu membuatku nyaman dan tenang. Aku melihat bahwa bersikap jujur itu menyenangkan dan aku bisa melakukan sesuatu yang bemakna. Beberapa saudara-saudari kemudian memberitahuku bahwa menulis surat tersebut untuk melindungi kepentingan gereja menunjukkan bahwa aku benar-benar telah berubah, bahwa aku telah mendapatkan rasa keadilan. Mendengar ini dari mereka sangat mengharukan bagiku. Aku tahu di dalam hati bahwa menerapkan kebenaran dan memiliki sedikit perubahan itu, semuanya dicapai dengan penghakiman dan hajaran Tuhan. Aku bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas keselamatanku!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Belajar Mengenali Antikristus

Oleh Saudari Su Shan, Jepang Ketika aku mulai melayani sebagai pemimpin gereja, Chen bertanggung jawab atas pekerjaan gereja kami. Kami...

Setelah Pengusiran Ayahku

Oleh Saudari Isabella, PrancisBeberapa tahun yang lalu, aku sedang melaksanakan tugasku jauh dari rumah saat tiba-tiba mendengar kabar...