Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan

Setiap orang dari antaramu harus memeriksa sekali lagi kehidupan imanmu kepada Tuhan untuk melihat apakah, dalam pengejaranmu akan Tuhan, engkau telah benar-benar mengerti, telah benar-benar memahami, dan telah benar-benar mengenal Tuhan, apakah engkau benar-benar mengetahui sikap Tuhan terhadap berbagai jenis manusia, dan apakah engkau benar-benar mengerti apa yang sedang dikerjakan Tuhan dalammu dan bagaimana Tuhan mengartikan setiap tindakanmu. Tuhan ini, yang berada di sisimu, membimbing arah kemajuanmu, menentukan takdirmu, dan menyediakan kebutuhanmu—jadi setelah engkau merenungkannya lagi, berapa banyak yang engkau pahami dan benar-benar ketahui tentang-Nya? Apakah engkau tahu apa yang Ia kerjakan dalammu setiap harinya? Apakah engkau tahu prinsip-prinsip dan tujuan yang menjadi dasar setiap tindakan-Nya? Apakah engkau tahu bagaimana Ia membimbingmu? Apa engkau tahu sarana yang Ia gunakan untuk menyediakan kebutuhanmu? Apakah engkau tahu cara-cara yang Ia gunakan untuk memimpinmu? Apakah engkau tahu apa yang ingin Ia dapatkan darimu dan apa yang ingin Ia capai di dalammu? Apakah engkau tahu sikap-Nya dalam menghadapi tingkahmu yang macam-macam itu? Apakah engkau tahu jika engkau adalah orang yang dikasihi-Nya? Apakah engkau tahu asal suka cita-Nya, amarah-Nya, kesedihan-Nya, dan kesenangan-Nya, juga pikiran-pikiran dan ide-ide di baliknya, serta esensi-Nya? Apakah engkau tahu, pada akhirnya, Tuhan seperti apakah yang engkau percayai ini? Apakah pertanyaan-pertanyaan ini dan juga pertanyaan-pertanyaan senada merupakan hal-hal yang tak pernah engkau pahami dan pikirkan? Dalam mengejar kepercayaanmu kepada Tuhan, sudahkah engkau, lewat penghargaan nyata dan pengalaman akan firman Tuhan, memperjelas kesalahpahamanmu tentang-Nya? Sudahkah engkau, setelah menerima disiplin dan didikan Tuhan, memiliki ketundukan dan kepedulian yang sejati? Sudahkah engkau, di tengah hajaran dan penghakiman Tuhan, menyadari sifat manusia yang memberontak dan menyerupai Iblis dan mendapatkan sedikit pengertian tentang kekudusan Tuhan? Sudahkah engkau, di bawah bimbingan dan pencerahan firman Tuhan, mulai memiliki pandangan hidup yang baru? Sudahkah engkau, di tengah ujian yang dikirimkan oleh Tuhan, merasakan betapa tidak tolerannya Ia terhadap pelanggaran-pelanggaran manusia dan juga apa yang Ia kehendaki darimu dan bagaimana Ia menyelamatkan engkau? Jika engkau tidak tahu artinya salah paham terhadap Tuhan, atau bagaimana mengatasi kesalahpahaman ini, dapat dikatakan bahwa engkau tidak pernah memasuki persekutuan yang sejati dengan Tuhan dan tidak pernah mengerti Tuhan, atau paling tidak dapat dikatakan engkau tidak pernah ingin memahami-Nya. Apabila engkau tidak tahu apa itu disiplin dan didikan Tuhan, sudah pasti engkau tidak tahu apa itu tunduk dan peduli, atau paling tidak engkau tidak pernah benar-benar tunduk atau peduli pada Tuhan. Jika engkau tidak pernah mengalami hajaran dan penghakiman Tuhan, engkau pasti tidak akan tahu apa itu kekudusan-Nya, dan pembangkangan manusia akan lebih tidak jelas bagimu. Jika engkau tidak pernah benar-benar memiliki pandangan hidup yang benar, atau tujuan hidup yang benar, melainkan masih berada dalam keadaan bingung dan bimbang tentang jalan hidupmu di masa depan, bahkan sampai pada titik ragu untuk bergerak maju, dapat dipastikan bahwa engkau tidak pernah benar-benar menerima pencerahan dan bimbingan Tuhan, dan dapat dikatakan juga bahwa engkau tidak pernah benar-benar dibekali atau diperbarui oleh firman Tuhan. Jika engkau belum mengalami ujian Tuhan, dapat dipastikan bahwa engkau tidak akan tahu tentang intoleransi Tuhan terhadap pelanggaran manusia, dan engkau tidak akan mengerti apa yang pada akhirnya dikehendaki Tuhan darimu, lebih lagi, engkau tidak akan mengerti pekerjaan-Nya dalam mengelola dan menyelamatkan manusia. Tidak peduli berapa tahun lamanya seseorang telah percaya kepada Tuhan, jika ia tidak pernah mengalami atau memahami apa pun dari firman Tuhan, maka sudah pasti ia tidak melangkah di jalan menuju keselamatan, imannya kepada Tuhan dapat dipastikan tidak memiliki isi, pengenalannya akan Tuhan sudah pasti nol, dan tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa ia tidak mengerti sama sekali tentang apa yang dimaksud dengan menghormati Tuhan.

Kepunyaan dan keberadaan Tuhan, esensi Tuhan, watak Tuhan—semuanya telah diberitahukan kepada umat manusia dalam firman-Nya. Ketika ia mengalami firman Tuhan, manusia dalam proses melaksanakannya akan mengerti tujuan di balik firman yang dinyatakan Tuhan, mengerti sumber dan latar belakang firman Tuhan, serta mengerti dan menghargai dampak yang dikehendaki dari firman Tuhan. Bagi umat manusia, inilah semua hal yang harus dialami, dipahami, dan dimasuki oleh manusia supaya bisa terhubung dengan kebenaran dan kehidupan, memahami maksud Tuhan, diubahkan wataknya, dan bisa tunduk kepada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Pada saat yang sama manusia mengalami, memahami, dan memasuki hal-hal tersebut, secara bertahap ia akan mendapatkan pemahaman akan Tuhan, dan pada saat itu ia juga akan mendapatkan pengenalan akan-Nya dalam tingkat yang berbeda. Pemahaman dan pengenalan ini tidak datang dari hal yang dibayangkan atau dibuat manusia, melainkan dari apa yang ia hargai, alami, rasakan, dan pertegas dalam dirinya sendiri. Hanya ketika ia telah menghargai, mengalami, merasakan, dan mempertegas hal-hal inilah pengenalan manusia akan Tuhan memiliki bobot, hanya pengetahuan yang ia dapatkan pada saat inilah yang aktual, nyata, dan akurat, dan proses ini—mendapatkan pengertian dan pengenalan sejati akan Tuhan melalui penghargaan, pengalaman, perasaan, dan penegasan firman-Nya—tidak lain merupakan persekutuan sejati antara manusia dan Tuhan. Di tengah persekutuan seperti ini, manusia menjadi sungguh-sungguh mengerti dan memahami maksud Tuhan, menjadi sungguh-sungguh mengerti dan mengetahui kepunyaan dan keberadaan Tuhan, menjadi benar-benar mengerti dan mengetahui esensi Tuhan, perlahan-lahan mengerti dan mengetahui watak Tuhan, mencapai kepastian yang nyata, dan definisi yang benar akan fakta mengenai kekuasaan Tuhan di atas segala ciptaan, serta mendapat pengenalan dan kaitan yang benar antara jati diri dan kedudukan Tuhan. Di tengah persekutuan seperti ini, manusia sedikit demi sedikit mengubah pemikirannya tentang Tuhan, tidak lagi membayangkan-Nya dari ketiadaan, atau berprasangka terhadap-Nya, atau menyalahpahami-Nya, atau mengutuki-Nya, atau menghakimi-Nya, atau meragukan-Nya. Akibatnya, manusia akan jarang berdebat dengan Tuhan, ia akan jarang berkonflik dengan Tuhan, dan akan ada lebih sedikit kejadian di mana ia memberontak terhadap Tuhan. Sebaliknya, kepedulian dan ketundukan manusia terhadap Tuhan akan semakin bertumbuh, dan rasa hormat-Nya terhadap Tuhan akan semakin nyata sekaligus semakin dalam. Di tengah persekutuan yang seperti ini, manusia tidak hanya akan memeroleh perbekalan kebenaran dan baptisan kehidupan, tetapi di saat yang sama juga mendapatkan pengenalan yang sejati akan Tuhan. Di tengah persekutuan yang seperti ini, manusia tidak akan hanya diubahkan wataknya dan menerima keselamatan, tetapi di saat yang sama ia juga akan memberikan penghormatan dan penyembahan yang sejati terhadap Tuhan sebagai makhluk ciptaan. Dengan memiliki persekutuan yang seperti ini, iman manusia terhadap Tuhan tidak lagi serupa kertas kosong, atau janji manis belaka, atau berupa pengejaran dan pemberhalaan buta; hanya dengan persekutuan yang seperti inilah kehidupan manusia akan bertumbuh hari demi hari menuju kedewasaan, dan hanya pada saat itulah wataknya akan perlahan-lahan diubahkan, dan imannya kepada Tuhan selangkah demi selangkah akan berubah dari kepercayaan yang samar dan tidak pasti menjadi ketundukan dan kepedulian sejati, menjadi penghormatan yang nyata; manusia juga akan, dalam pengejarannya terhadap Tuhan, secara bertahap berubah dari pasif menjadi aktif, dari orang yang menerima tindakan menjadi orang yang mengambil tindakan positif; hanya dengan persekutuan yang seperti inilah manusia bisa mencapai pengertian dan pemahaman sejati akan Tuhan, pengenalan sejati akan Tuhan. Karena kebanyakan orang tidak pernah memasuki persekutuan yang sejati dengan Tuhan, pengenalan mereka tentang Tuhan hanya sampai sebatas teori, di tingkat huruf dan doktrin. Dengan kata lain, tidak peduli sudah berapa lama mereka percaya kepada Tuhan, kebanyakan orang dalam hal mengenal Tuhan masih ada di tempat di mana mereka mulai dulu, terpaku pada bentuk-bentuk pemujaan tradisional, terjebak dalam warna-warni legenda dan takhayul feodal. Bahwasanya pengenalan manusia akan Tuhan harus terhenti di titik mulainya berarti pengenalan itu dapat dikatakan tidak ada. Terlepas dari afirmasi manusia akan kedudukan dan jati diri Tuhan, iman manusia kepada Tuhan masih dalam tahap ketidakpastian yang samar. Dengan demikian, seberapakah penghormatan sejati terhadap Tuhan yang dapat dimiliki manusia?

Tidak peduli seberapa teguh engkau percaya akan keberadaan-Nya, ini tidak bisa menggantikan pengenalanmu akan Tuhan, ataupun juga penghormatanmu terhadap Tuhan. Tidak peduli seberapa banyak berkat dan kasih karunia-Nya yang telah engkau nikmati, ini tidak dapat menggantikan pengenalanmu akan Tuhan. Tidak peduli seberapa besar keinginan dan hasratmu untuk menguduskan dirimu dan memberikan semua kepunyaanmu demi Dia, ini tidak dapat menggantikan pengenalanmu akan Tuhan. Mungkin engkau telah menjadi terlalu terbiasa dengan firman yang Ia ucapkan, atau mungkin menghafalnya sampai bisa melafalkannya terbalik, tetapi ini tidak dapat menggantikan pengenalan akan Tuhan. Apa pun niat manusia dalam mengikuti Tuhan, jika Ia tidak pernah mengalami persekutuan yang sejati dengan Tuhan, atau benar-benar mengalami firman Tuhan, maka pengenalannya akan Tuhan tidak akan lebih dari kekosongan belaka atau lamunan tak berujung; bagi engkau semua yang merasa pernah "bersentuhan bahu" dengan Tuhan dalam perjalananmu, atau merasa pernah bertatap muka langsung dengan-Nya, pengenalanmu akan Tuhan tetaplah nol, dan penghormatanmu terhadap Tuhan tidak lebih dari sekadar slogan kosong atau bualan semata.

Banyak orang mengangkat tinggi firman Tuhan dan membaca firman tersebut setiap harinya, bahkan sampai pada tahap dengan sangat terperinci menghafal semua bagian yang klasik di dalamnya sebagai harta yang paling berharga, terlebih lagi mengkhotbahkan firman Tuhan di mana-mana, membekali dan membantu orang lain dengan sarana firman-Nya. Mereka berpikir bahwa dengan melakukan ini, mereka sedang bersaksi bagi Tuhan, bersaksi tentang firman-Nya, bahwa dengan melakukan ini artinya mereka mengikuti jalan Tuhan; mereka berpikir bahwa melakukan ini sama artinya dengan hidup oleh firmannya, bahwa melakukan ini berarti menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan nyata, bahwa melakukan ini akan memungkinkan mereka untuk menerima pujian Tuhan, dan diselamatkan dan disempurnakan. Tapi, bahkan saat mereka mengkhotbahkan firman Tuhan, mereka tidak pernah menaati firman Tuhan dalam penerapannya, atau mencoba membuat diri mereka sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam firman Tuhan. Malahan, mereka menggunakan firman Tuhan demi mendapatkan pujaan dan kepercayaan orang lain lewat tipu daya, demi memasuki pengelolaan dengan upaya mereka sendiri, lalu menggelapkan dan mencuri kemuliaan Tuhan. Harapan sia-sia mereka adalah menggunakan kesempatan yang datang melalui penyebaran firman Tuhan agar dihadiahi pekerjaan Tuhan dan pujian dari-Nya. Bertahun-tahun telah lewat, tapi orang-orang ini bukan hanya tak sanggup mendapatkan pujian Tuhan dalam proses mengkhotbahkan firman-Nya, dan mereka bukan hanya tak sanggup menemukan jalan yang seharusnya mereka ikuti dalam proses bersaksi atas firman Tuhan, dan mereka bukan hanya tidak menunjang atau membekali diri mereka sendiri dalam proses menunjang dan membekali orang lain dengan sarana firman Tuhan, dan mereka bukan hanya tak sanggup mengenal Tuhan, atau membangkitkan dalam diri mereka penghormatan yang sejati terhadap Tuhan, dalam proses melakukan semua hal ini; malahan sebaliknya, kesalahpahaman mereka akan Tuhan semakin menjadi-jadi, ketidakpercayaan mereka terhadap-Nya menjadi semakin mendalam, dan bayangan mereka tentang-Nya menjadi terlalu dilebih-lebihkan. Dibekali dan dibimbing oleh teori-teori mereka tentang firman Tuhan, mereka nampak seolah benar-benar piawai, seakan kecakapan mereka bisa dilakukan dengan mudahnya, seakan mereka telah menemukan tujuan hidup mereka, misi mereka, dan seakan mereka telah memenangkan hidup baru dan telah diselamatkan, seolah-olah jika firman Tuhan bisa terlafal mulus dari ujung lidah mereka, mereka telah mendapatkan jalan masuk ke dalam kebenaran, memahami maksud Tuhan, dan menemukan jalan untuk mengenal Tuhan, seolah-olah, dalam proses mengkhotbahkan firman Tuhan, mereka sering bertatap muka dengan Tuhan. Lalu, mereka juga sering merasa "tergerak" untuk meratap-ratap, dan, seringkali oleh pimpinan "Tuhan" dalam firman-Nya, mereka nampak tak henti-hentinya menggenggam perhatian tulus dan maksud baik Tuhan, dan pada saat yang sama telah menggenggam keselamatan manusia dan pengelolaan Tuhan, dan telah mengetahui esensi-Nya, dan telah mengerti watak-Nya yang benar. Berdasarkan asas ini, mereka nampak semakin percaya akan keberadaan Tuhan, nampak lebih sadar akan kemuliaan-Nya, dan semakin merasakan keagungan dan keluarbiasaan-Nya. Terpaku pada pengetahuan dangkal akan firman Tuhan, iman mereka nampak seperti telah bertumbuh, ketetapan hati mereka untuk memikul penderitaan nampak telah bertambah kuat, dan pengenalan mereka akan Tuhan nampak semakin mendalam. Mereka tidak tahu bahwa, sebelum mereka benar-benar mengalami firman Tuhan, semua pengetahuan dan pemikiran mereka tentang-Nya hanya datang dari angan-angan dan rekaan belaka. Iman mereka tidak akan tahan terhadap ujian apa pun dari Tuhan, yang disebut kerohanian dan tingkat pertumbuhan mereka tidak akan bertahan oleh ujian dan pemeriksaan Tuhan, ketetapan hati mereka hanyalah istana yang dibangun di atas pasir, dan yang disebut pengenalan mereka akan Tuhan tidak lebih dari serpihan imajinasi mereka. Faktanya, orang-orang ini, yang nampak telah mengerahkan segenap upaya mereka ke dalam firman Tuhan, tidak pernah sungguh-sungguh menyadari apa itu iman yang nyata, apa itu ketundukan yang nyata, apa itu kepedulian yang nyata, atau apa itu pengenalan yang nyata akan Tuhan. Mereka menggunakan teori, imajinasi, pengetahuan, pemberian, tradisi, takhayul, dan bahkan nilai moral kemanusiaan, dan menjadikan hal-hal tersebut "modal investasi" dan "senjata militer" untuk memercayai dan mengejar Tuhan, bahkan menjadikan hal-hal tersebut landasan kepercayaan dan pengejaran mereka akan Dia. Pada saat yang sama, modal dan persenjataan ini juga mereka jadikan sebagai jimat gaib untuk mengenal Tuhan, bertemu Tuhan, dan bergumul dengan pemeriksaan, ujian, hajaran, dan penghakiman Tuhan. Pada akhirnya, yang mereka kumpulkan tetap tidak lebih dari kesimpulan tentang Tuhan yang terpaku pada konotasi keagamaan, pada takhayul feodal, dan segala hal yang berdasarkan perasaan, tidak masuk akal, dan penuh teka-teki. Cara mereka mengenal dan mengartikan Tuhan dibuat dalam cetakan yang sama dengan orang-orang yang hanya percaya dengan konsep Surga di Atas Sana, atau Orang Tua di Langit, sedangkan kenyataan Tuhan, esensi-Nya, watak-Nya, kepunyaan dan keberadaan-Nya, dan hal-hal lainnya—semua yang berkaitan dengan Tuhan yang nyata itu sendiri—adalah hal-hal yang gagal dicerna oleh pengetahuan mereka, dianggap sama sekali tidak ada kaitannya bahkan dipandang sama sekali berlawanan dengan Tuhan. Dengan cara ini, walaupun mereka hidup dari perbekalan dan makanan firman Tuhan, mereka tetap tidak bisa menapaki jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Alasan sebenarnya di balik ini adalah bahwa mereka tidak pernah kenal dengan Tuhan, dan mereka juga tidak pernah mempunyai hubungan maupun persekutuan yang sejati dengan-Nya, sehingga mustahil bagi mereka untuk mencapai pemahaman bersama dengan Tuhan, atau membangkitkan dalam diri mereka sebuah kepercayaan, pencarian, ataupun penyembahan sejati terhadap Tuhan. Bahwa mereka harus memandang firman Tuhan, bahwa mereka harus memandang Tuhan—cara pandang dan sikap ini telah menakdirkan mereka pulang dengan tangan hampa dari usaha keras mereka, menjauhkan mereka hingga kekekalan dari jalan untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sasaran yang ingin mereka capai, arah yang ingin mereka tuju, menunjukkan bahwa mereka adalah musuh-musuh Tuhan dalam kekekalan, dan dalam kekekalan juga mereka tidak akan pernah bisa menerima keselamatan.

Apabila, dalam hal seorang manusia yang telah mengikuti Tuhan selama bertahun-tahun dan telah menikmati perbekalan firman-Nya selama bertahun-tahun, pengenalannya akan Tuhan, pada intinya, sama dengan seseorang yang bersujud menyembah di hadapan berhala, maka ini artinya orang ini belum mencapai kenyataan firman Tuhan. Ini karena ia hanya belum memasuki kenyataan firman Tuhan, dan untuk alasan ini kenyataan, kebenaran, maksud, dan tuntutan atas manusia, semua yang melekat pada firman Tuhan, tidak ada kaitan sama sekali dengannya. Dengan kata lain, tidak peduli seberapa keras orang ini bekerja atas makna permukaan dari firman Tuhan, semuanya sia-sia: Karena yang ia kejar hanyalah kata-kata semata, apa yang ia dapatkan dengan demikian hanyalah kata-kata juga. Apakah dari tampilan luarnya firman yang dinyatakan Tuhan sederhana atau sulit dimengerti, ini adalah kebenaran yang sangat diperlukan manusia saat ia memasuki kehidupan; firman tersebut adalah sumber air kehidupan yang memungkinkannya bertahan hidup baik secara roh maupun daging. Firman tersebut menyediakan apa yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup; dogma dan kepercayaan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari; jalan, sasaran, dan arah yang harus ia lalui untuk mendapatkan keselamatan; setiap kebenaran yang harus ia miliki sebagai makhluk ciptaan di hadapan Tuhan; dan setiap kebenaran tentang bagaimana manusia menaati dan menyembah Tuhan. Firman tersebut adalah penjamin yang memastikan keberlangsungan hidup manusia, juga merupakan roti untuk makanan sehari-sehari manusia, serta penopang kokoh yang memampukan manusia untuk menjadi kuat dan berdiri tegak. Firman tersebut kaya akan kebenaran tentang kemanusiaan normal sebagaimana dihidupi oleh manusia ciptaan, kaya akan kebenaran yang oleh karenanya manusia bebas dari kerusakan dan terelak dari jerat Iblis, kaya akan pengajaran tanpa henti, nasihat, dorongan, dan penghiburan yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia ciptaan. Firman tersebut adalah menara yang membimbing dan mencerahkan manusia untuk memahami segala hal yang positif, jaminan yang memastikan bahwa manusia akan hidup dan memiliki segala hal yang benar dan baik, tolak ukur yang digunakan untuk mengukur orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan benda-benda, dan juga penanda navigasi yang memimpin manusia kepada keselamatan dan jalan terang. Hanya dalam pengalaman nyata akan firman Tuhan, manusia akan dibekali dengan kebenaran dan kehidupan; hanya oleh pengalaman inilah ia akan menjadi mengerti apa itu kemanusiaan normal, apa itu kehidupan yang bermakna, apa itu makhluk ciptaan yang sejati, apa itu ketaatan yang nyata kepada Tuhan; hanya oleh pengalaman inilah ia akan mengerti bagaimana ia mesti peduli akan Tuhan; bagaimana memenuhi kewajibannya sebagai makhluk ciptaan, dan bagaimana menjadi serupa dengan manusia sejati; hanya dengan pengalaman inilah ia menjadi mengerti apa yang dimaksud dengan iman dan penyembahan yang sejati; hanya dengan pengalaman ini ia mengerti siapa Penguasa surga dan bumi dan segala sesuatu; hanya dengan pengalaman inilah ia menjadi mengerti cara yang digunakan oleh Ia yang adalah Penguasa segala ciptaan dalam memerintah, memimpin, dan membekali ciptaan-Nya; dan hanya dengan pengalaman inilah ia menjadi mengerti dan paham bagaimana Ia—yang merupakan Penguasa segala ciptaan—ada, menjadi perwujudan nyata, dan bekerja. Terpisah dari pengalaman nyata akan firman Tuhan, manusia tidak mempunyai pengetahuan atau wawasan nyata akan firman dan kebenaran Tuhan. Manusia yang demikian adalah mayat hidup, cangkang kosong, dan segala pengetahuan yang berkaitan dengan Sang Pencipta tidak ada kaitannya sama sekali dengannya. Di mata Tuhan, manusia seperti ini tidak pernah percaya kepadanya, ataupun mengikuti-Nya, sehingga Tuhan tidak mengakuinya sebagai orang yang percaya ataupun pengikut-Nya, apalagi mengakuinya sebagai makhluk ciptaan yang sejati.

Makhluk ciptaan yang sejati harus tahu siapa Sang Pencipta, apa maksud dari penciptaan manusia, dan bagaimana menjalankan tanggung jawab sebagai makhluk ciptaan, dan bagaimana menyembah Tuhan atas segala ciptaan. Ia harus mengerti, memahami, mengetahui, dan memedulikan maksud, keinginan, dan tuntutan Sang Pencipta, dan harus bertindak sesuai dengan jalan Sang Pencipta—takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Apa maksud dari takut akan Tuhan? Dan bagaimana seseorang dapat menjauhi kejahatan?

"Takut akan Tuhan" tidak berarti ketakutan dan perasaan ngeri tanpa arti, bukan menghindari, bukan menjaga jarak, bukan juga memberhalakan ataupun menjadikan takhayul. Takut akan Tuhan adalah kekaguman, rasa hormat, kepercayaan, pengertian, kepedulian, ketaatan, pengabdian, kasih, juga penyembahan, balasan, dan penyerahan tanpa syarat maupun keluhan. Tanpa pengenalan sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki kekaguman, kepercayaan, pemahaman, kepedulian, dan ketaatan yang sejati, melainkan hanya rasa takut dan gelisah, hanya keraguan, kesalahpahaman, penghindaran dan pengelakan; tanpa pengenalan sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki pengabdian dan balasan yang sejati; tanpa pengenalan yang sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki penyembahan dan penyerahan yang sejati, hanya pemberhalaan dan takhayul buta; tanpa pengenalan sejati akan Tuhan, umat manusia tidak mungkin bertindak sesuai dengan jalan Tuhan, atau takut akan Tuhan, atau menjauhi kejahatan. Sebaliknya, setiap aktivitas dan perilaku manusia akan dipenuhi dengan pembangkangan dan penentangan, dengan tuduhan penuh fitnah dan penghakiman terhadap-Nya, dan dengan perbuatan jahat yang berlawanan dengan kebenaran dan makna sebenarnya dari firman Tuhan.

Dengan memiliki kepercayaan yang nyata terhadap Tuhan, manusia akan benar-benar tahu bagaimana mengikuti dan bergantung pada Tuhan; hanya dengan kepercayaan dan ketergantungan yang nyata pada Tuhan, manusia dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang sejati; bersamaan dengan pemahaman nyata akan Tuhan muncul kepedulian nyata terhadap-Nya; hanya dengan kepedulian sejati terhadap-Nya manusia dapat memiliki ketaatan yang sejati; hanya dengan ketaatan sejati manusia dapat memiliki pengabdian sejati; hanya dengan pengabdian sejati terhadap Tuhan manusia dapat memberikan balasan tanpa syarat dan keluhan; hanya dengan kepercayaan dan ketergantungan yang sejati, pengertian dan kepedulian yang sejati, ketaatan yang sejati, serta pengabdian dan balasan yang sejati, manusia dapat benar-benar menjadi kenal akan watak dan esensi Tuhan, dan mengenal jati diri Sang Pencipta; hanya ketika manusia telah mengenal Sang Penciptalah mereka dapat membangkitkan di dalam diri mereka penyembahan dan penyerahan yang sejati; hanya jika mereka memiliki penyembahan dan penyerahan yang nyata terhadap Sang Penciptalah manusia akan benar-benar bisa menyingkirkan cara-cara jahat mereka, dengan kata lain, menjauhi kejahatan.

Ini merupakan keseluruhan proses dari "takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan," dan juga merupakan keseluruhan isi dari takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, sekaligus jalan yang harus ditapaki untuk sampai kepada takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

"Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan" dan pengenalan akan Tuhan terhubung oleh benang-benang yang banyaknya tak terhitung, dan hubungan di antara dua hal ini sudah tidak perlu dibuktikan lagi. Apabila seseorang ingin bisa menjauhi kejahatan, ia harus terlebih dahulu benar-benar takut akan Tuhan; apabila seseorang ingin memiliki ketakutan akan Tuhan, ia harus terlebih dahulu benar-benar mengenal Tuhan; apabila seseorang ingin mengenal Tuhan, ia harus terlebih dahulu mengalami firman Tuhan, memasuki kenyataan firman Tuhan, mengalami didikan dan disiplin Tuhan, hajaran dan penghakiman-Nya; jika seseorang ingin mengalami firman Tuhan, ia harus terlebih dahulu bertatap muka dengan firman Tuhan, bertatap muka dengan Tuhan, dan meminta Tuhan untuk membukakan kesempatan untuk mengalami firman Tuhan dalam bentuk berbagai macam keadaan yang melibatkan banyak orang, peristiwa, dan objek; jika seseorang ingin bertatap muka dengan Tuhan dan dengan firman Tuhan, ia harus terlebih dahulu memiliki hati yang sederhana dan jujur, kesiapan untuk menerima kebenaran, kerelaan untuk menanggung penderitaan, ketetapan hati dan keberanian untuk menjauhi kejahatan, dan aspirasi untuk menjadi makhluk ciptaan yang sejati …. Dengan cara ini, bergerak maju selangkah demi selangkah, engkau akan semakin mendekat kepada Tuhan, hatimu akan menjadi semakin murni, dan hidupmu dan nilai atas kehidupanmu, seiring dengan pengenalanmu akan Tuhan, akan menjadi semakin bermakna dan semakin bersinar. Sampai, suatu hari, engkau akan merasakan bahwa Sang Pencipta bukan lagi suatu teka-teki, bahwa Sang Pencipta tidak pernah tersembunyi darimu, bahwa Sang Pencipta tidak pernah merahasiakan wajah-Nya darimu, bahwa Sang Pencipta sama sekali tidak berada jauh darimu, bahwa Sang Pencipta tidak lagi Ia yang engkau rindukan di dalam pikiranmu tapi tidak dapat dicapai oleh perasaanmu, bahwa Ia benar-benar dan sungguh-sungguh menjagamu di sisi kiri dan kananmu, membekali hidupmu, mengendalikan takdirmu. Ia tidak berada nun jauh di kaki langit, Ia tidak merahasiakan keberadaan-Nya jauh tinggi di balik awan. Ia ada tepat di sisimu, mengawasi segala kepunyaanmu, Ia adalah segalanya yang engkau miliki, dan Ia adalah satu-satunya hal yang engkau miliki. Tuhan ini membolehkan engkau mengasihi-Nya dari hatimu, melekat pada-Nya, memeluk-Nya erat, mengagumi-Nya, takut kehilangan-Nya, dan menjadi enggan menyangkal-Nya lagi, tidak lagi mematuhi-Nya, dan tidak lagi menghindar dari-Nya atau menjaga jarak dari-Nya. Yang engkau inginkan adalah memedulikan-Nya, mematuhi-Nya, membalas semua yang telah Ia berikan kepadamu, dan menyerah kepada kekuasaan-Nya. Engkau tidak lagi menolak untuk dibimbing, dibekali, diawasi, dan dijaga oleh-Nya, tidak lagi menolak apa yang Ia suruh dan perintahkan terhadapmu. Semua yang engkau inginkan adalah mengikuti-Nya, berjalan di sisi kiri atau kanan-Nya. Semua yang engkau inginkan adalah menerima-Nya sebagai satu-satunya hidupmu, menerima-Nya sebagai satu-satunya Rajamu, sebagai satu-satunya Tuhanmu.

18 Agustus 2014

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait