Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II

Bagian Empat

Selanjutnya, mari kita membaca dari Alkitab tentang Ayub yang mengalami pencobaan kedua.

3. Iblis Sekali Lagi Mencobai Ayub (Bisul yang Busuk Bermunculan di Sekujur Tubuh Ayub)

a. Perkataan yang Diucapkan oleh Tuhan

Ayub 2:3 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan."

Ayub 2:6 Maka Yahweh berfirman kepada Iblis: "Lihat dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya."

b. Perkataan yang Diucapkan oleh Iblis

Ayub 2:4-5 Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

c. Bagaimana Ayub Menangani Ujian

Ayub 2:9-10 Lalu kata istrinya kepadanya: "Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutukilah Tuhan dan matilah!" Tetapi dia menjawab istrinya: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya.

Ayub 3:3 Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung.

Cinta Ayub akan Jalan Tuhan Melampaui Segalanya

Alkitab mencatat perkataan yang diucapkan antara Tuhan dan Iblis sebagai berikut: "Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan" (Ayub 2:3). Dalam percakapan ini, Tuhan mengulangi pertanyaan yang sama kepada Iblis. Ini adalah pertanyaan yang menunjukkan kepada kita penilaian tegas Tuhan Yahweh mengenai apa yang ditunjukkan dan dihidupi oleh Ayub selama ujian pertama, dan penilaian yang tidak berbeda dengan penilaian Tuhan tentang Ayub sebelum dia mengalami pencobaan Iblis. Dengan kata lain, sebelum pencobaan itu menimpanya, di mata Tuhan, Ayub tak bercela, dan dengan demikian Tuhan melindungi dia dan keluarganya, dan memberkatinya; dia layak diberkati di mata Tuhan. Setelah pencobaan, Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya karena dia telah kehilangan harta benda dan anak-anaknya, tetapi terus memuji nama Yahweh. Perilaku nyata yang ditunjukkannya membuat Tuhan memujinya, dan karena itu, Tuhan memberinya nilai sempurna. Karena di mata Ayub, keturunannya atau kekayaannya tidak cukup untuk membuatnya meninggalkan Tuhan. Dengan kata lain, tempat Tuhan di dalam hatinya tidak dapat digantikan oleh anak-anaknya atau harta benda apa pun. Selama pencobaan pertama Ayub, dia menunjukkan kepada Tuhan bahwa kasihnya kepada Tuhan dan cintanya pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan melampaui segalanya. Ujian ini semata-mata memberi Ayub pengalaman menerima upah dari Tuhan Yahweh serta harta benda dan anak-anaknya diambil oleh-Nya.

Bagi Ayub, ini adalah pengalaman sejati yang mencuci bersih jiwanya, ini adalah baptisan kehidupan yang memenuhi keberadaannya, dan selain itu, ini adalah pesta mewah yang menguji ketaatannya dan rasa takutnya akan Tuhan. Pencobaan ini mengubah kedudukan Ayub dari orang kaya menjadi orang yang tidak punya apa-apa, dan ini juga membuat Ayub mengalami penyiksaan Iblis terhadap umat manusia. Kemelaratannya tidak menyebabkan dia membenci Iblis; sebaliknya, dalam tindakan keji Iblis dia melihat keburukan dan kehinaan Iblis, serta permusuhan dan pemberontakan Iblis terhadap Tuhan, dan ini semakin mendorongnya untuk selamanya berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan berpaling dari jalan Tuhan oleh karena faktor lahiriah seperti harta benda, anak-anak atau kerabat, dan dia juga tidak akan pernah menjadi budak Iblis, budak harta, atau budak siapa pun; selain Tuhan Yahweh, tidak ada yang bisa menjadi Tuannya atau Tuhannya. Begitulah harapan Ayub. Di sisi lain, Ayub juga memperoleh sesuatu dari pencobaan ini: dia memperoleh kekayaan besar di tengah ujian yang diberikan Tuhan kepadanya.

Selama hidup Ayub di sepanjang beberapa puluh tahun sebelumnya, dia telah melihat perbuatan Yahweh dan memperoleh berkat Tuhan Yahweh untuk dirinya. Semua itu adalah berkat yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan berutang, karena dia percaya bahwa dia belum melakukan apa pun untuk Tuhan, tetapi telah diwariskan dengan berkat yang begitu besar dan menikmati begitu banyak kasih karunia. Karena alasan ini, dia sering berdoa di dalam hatinya, berharap bahwa dia akan mampu membalas kebaikan Tuhan, berharap bahwa dia akan mendapat kesempatan untuk memberi kesaksian tentang perbuatan dan kebesaran Tuhan, dan berharap bahwa Tuhan akan menguji ketaatannya, dan selain itu, berharap imannya dapat dimurnikan, sampai ketaatan dan imannya memperoleh perkenanan Tuhan. Kemudian, ketika ujian menimpa Ayub, dia percaya bahwa Tuhan telah mendengar doanya. Ayub menghargai kesempatan ini lebih dari apa pun, dan dengan demikian dia tidak berani menyepelekannya, karena keinginannya yang terbesar seumur hidup dapat terwujud. Datangnya kesempatan ini berarti bahwa ketaatan dan takutnya akan Tuhan dapat diuji, dan dapat disucikan. Selain itu, itu berarti bahwa Ayub mendapat kesempatan untuk memperoleh perkenanan Tuhan, sehingga membuatnya semakin dekat dengan Tuhan. Selama ujian, iman dan pengejaran seperti ini memungkinkan Ayub untuk menjadi lebih tidak bercela, dan mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang kehendak Tuhan. Ayub juga menjadi lebih bersyukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan, di dalam hatinya dia memberikan pujian yang lebih besar atas perbuatan Tuhan, dan dia semakin takut dan hormat kepada Tuhan, dan lebih rindu akan keindahan, kebesaran, dan kekudusan Tuhan. Pada saat ini, meskipun di mata Tuhan Ayub tetap merupakan orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, sehubungan dengan pengalamannya, iman dan pengetahuan Ayub telah maju dengan pesat: imannya telah meningkat, ketaatannya semakin mantap, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin mendalam. Meskipun ujian ini mengubah roh dan kehidupan Ayub, perubahan semacam ini tidak memuaskan Ayub, dan perubahan ini juga tidak memperlambat kemajuannya. Pada saat yang sama ketika menghitung apa yang telah dia peroleh dari ujian ini, dan mempertimbangkan kekurangannya sendiri, dia diam-diam berdoa, menunggu ujian berikut untuk dialaminya, karena dia sangat ingin iman, ketaatan, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin meningkat selama ujian dari Tuhan selanjutnya.

Tuhan mengamati pikiran terdalam manusia serta semua yang manusia katakan dan lakukan. Pikiran Ayub sampai ke telinga Tuhan Yahweh, dan Tuhan mendengar doa-doanya, dan dengan demikian ujian dari Tuhan berikutnya untuk Ayub tiba seperti yang diharapkan.

Di Tengah Penderitaan yang Ekstrem, Ayub Benar-benar Menyadari Kepedulian Tuhan bagi Umat Manusia

Setelah beberapa pertanyaan Tuhan Yahweh kepada Iblis, Iblis diam-diam merasa senang. Ini karena Iblis tahu bahwa dia akan diizinkan sekali lagi untuk menyerang orang yang tak bercela di mata Tuhan—bagi Iblis, ini merupakan kesempatan yang langka. Iblis ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sepenuhnya merusak keyakinan Ayub, untuk membuatnya kehilangan imannya kepada Tuhan dan dengan demikian tidak lagi takut akan Tuhan atau memuji nama Yahweh. Ini akan memberi Iblis sebuah kesempatan: apa pun tempat atau waktunya, Iblis akan dapat menjadikan Ayub sebagai mainan yang berada di bawah kendalinya. Iblis menyembunyikan niat jahatnya tanpa jejak, tetapi dia tidak dapat mengendalikan natur jahatnya. Fakta ini diisyaratkan dalam jawabannya terhadap perkataan Tuhan Yahweh, sebagaimana dicatat dalam Alkitab: "Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu'" (Ayub 2:4-5). Tidak mungkin untuk tidak memperoleh pengetahuan yang sesungguhnya dan perasaan jahat Iblis dari percakapan antara Tuhan dan Iblis ini. Setelah mendengar pernyataan Iblis yang keliru ini, semua orang yang mencintai kebenaran dan membenci kejahatan pasti akan semakin membenci kehinaan dan sikap tak tahu malu Iblis, akan merasa jijik dan muak dengan pernyataan Iblis yang keliru, dan pada saat yang sama, berharap bisa menaikkan doa yang khusyuk dan harapan tulus untuk Ayub, berdoa agar orang yang jujur ini dapat mencapai kesempurnaan, berharap bahwa orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan ini akan selamanya mengalahkan pencobaan Iblis, dan hidup dalam terang, di tengah bimbingan dan berkat Tuhan; demikian pula, orang-orang semacam itu akan berharap agar perbuatan baik Ayub selamanya dapat memacu dan mendorong semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Meskipun niat jahat Iblis dapat dilihat dalam pernyataan ini, Tuhan dengan senang hati menyetujui "permintaan" Iblis—tetapi Dia juga mengajukan satu syarat: "Dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya" (Ayub 2:6). Karena, kali ini, Iblis meminta untuk mengulurkan tangannya untuk menyakiti daging dan tulang Ayub, Tuhan berkata: "... tetapi sayangkan nyawanya." Makna dari perkataan ini adalah bahwa Dia memberikan daging Ayub kepada Iblis, tetapi hidup Ayub adalah milik Tuhan. Iblis tidak dapat mengambil hidup Ayub, tetapi selain dari syarat ini, Iblis dapat menggunakan cara atau metode apa pun untuk menyerang Ayub.

Setelah mendapat izin Tuhan, Iblis bergegas mendatangi Ayub dan mengulurkan tangannya untuk menyakiti kulit Ayub, yang menyebabkan munculnya bisul yang busuk di sekujur tubuhnya, dan Ayub merasakan sakit di kulitnya. Ayub memuji keajaiban dan kekudusan Tuhan Yahweh, yang membuat kelancangan Iblis semakin menjadi-jadi. Karena Iblis telah merasakan sukacita menyakiti manusia, dia mengulurkan tangannya dan membabat tubuh Ayub, yang menyebabkan barah-barahnya yang busuk bernanah. Ayub segera merasakan sakit dan siksaan yang tiada tara di tubuhnya, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk dirinya sendiri dari kepala sampai kaki dengan kedua tangannya, seolah-olah ini akan mengurangi penderitaan yang ditimpakan kepada rohnya oleh rasa sakit pada tubuhnya. Dia menyadari bahwa Tuhan berada di sisinya mengawasinya, dan dia mencoba yang terbaik untuk menguatkan dirinya sendiri. Dia sekali lagi berlutut ke tanah, dan berkata: "Engkau melihat lubuk hati manusia, Engkau memperhatikan kesengsaraannya; mengapa Engkau mengkhawatirkan kelemahannya? Terpujilah nama Tuhan Yahweh." Iblis melihat penderitaan Ayub yang tak tertahankan, tetapi Iblis tidak melihat Ayub meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Karena itu, Iblis dengan tergesa-gesa mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, nekat untuk mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, Ayub merasakan siksaan yang belum pernah dialami sebelumnya; dagingnya seolah-olah dirobek hingga terlepas dari tulangnya, dan seolah-olah tulangnya dihancurkan sepotong demi sepotong. Siksaan yang sangat menyakitkan ini membuatnya berpikir lebih baik dia mati saja .... Kemampuannya menahan rasa sakit itu telah mencapai batasnya .... Dia ingin menjerit, dia ingin merenggut kulit di tubuhnya dalam upaya untuk mengurangi rasa sakitnya—tetapi dia menahan jeritannya, dan tidak merenggut kulit di tubuhnya, karena dia tidak ingin membiarkan Iblis melihat kelemahannya. Jadi Ayub berlutut sekali lagi, tetapi kali ini dia tidak merasakan kehadiran Tuhan Yahweh. Dia tahu bahwa Tuhan Yahweh sering berada di hadapannya, dan di belakangnya, dan di kedua sisinya. Namun, selama penderitaannya, Tuhan tidak pernah sekali pun melihat; Dia menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena tujuan-Nya menciptakan manusia bukan untuk mendatangkan penderitaan atas manusia. Pada saat ini, Ayub menangis dan melakukan yang terbaik untuk menanggung penderitaan fisik ini, tetapi dia tidak bisa lagi menahan diri dari bersyukur kepada Tuhan: "Manusia jatuh pada pukulan pertama, dia lemah dan tidak berdaya, dia muda dan bodoh—mengapa Engkau ingin begitu peduli dan lembut terhadapnya? Engkau memukulku, tetapi pukulan itu menyakitkan hati-Mu. Manusia seperti apa yang layak memperoleh perhatian dan kepedulian-Mu?" Doa Ayub sampai ke telinga Tuhan, dan Tuhan diam, hanya menyaksikan tanpa bersuara .... Setelah mencoba segala cara tanpa hasil, Iblis diam-diam pergi, tetapi ini tidak mengakhiri ujian dari Tuhan bagi Ayub. Karena kuasa Tuhan yang telah dinyatakan pada Ayub belum dipublikasikan, kisah Ayub tidak berakhir dengan mundurnya Iblis. Saat tokoh-tokoh lainnya masuk, adegan yang lebih menakjubkan akan segera terjadi.

Wujud Lain dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan adalah dengan Dia Meninggikan Nama Tuhan dalam Segala Hal

Ayub telah mengalami amukan Iblis, tetapi dia tetap tidak meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Istrinya adalah yang pertama muncul, dan memainkan peran Iblis dalam wujud yang dapat dilihat mata manusia, menyerang Ayub. Teks aslinya menguraikannya sebagai berikut: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!'" (Ayub 2:9). Ini adalah perkataan yang diucapkan Iblis yang menyamar sebagai manusia. Perkataan itu adalah serangan, dan tuduhan, serta godaan, pencobaan, dan fitnah. Setelah gagal menyerang tubuh Ayub, Iblis kemudian langsung menyerang kesalehan Ayub, ingin menggunakan ini untuk membuat Ayub melepaskan kesalehannya, meninggalkan Tuhan, dan tidak lagi melanjutkan hidup. Demikian pula, Iblis ingin menggunakan perkataan semacam itu untuk mencobai Ayub: jika Ayub melupakan nama Yahweh, dia tidak perlu menanggung siksaan seperti itu; dia dapat membebaskan dirinya dari siksaan fisiknya. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub menegurnya dengan mengatakan: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" (Ayub 2:10). Ayub sudah lama mengetahui perkataan ini, tetapi pada saat ini benarnya pengetahuan Ayub mengenai perkataan ini terbukti.

Ketika istrinya menyarankan kepadanya untuk mengutuk Tuhan dan mati, maksudnya adalah: "Tuhanmu memperlakukanmu seperti itu, jadi mengapa tidak mengutuk-Nya? Apa gunanya engkau tetap hidup? Tuhanmu sangat tidak adil kepadamu, tetapi engkau tetap berkata 'terpujilah nama Yahweh.' Bagaimana Dia bisa mendatangkan bencana atasmu padahal engkau memuji nama-Nya? Segera tinggalkan nama Tuhan, dan jangan ikuti Dia lagi. Kemudian, masalahmu akan berakhir." Pada saat ini, ada kesaksian yang dihasilkan yang Tuhan ingin lihat dalam diri Ayub. Tidak ada orang biasa yang dapat memberikan kesaksian seperti ini, dan kita juga tidak pernah membaca kesaksian seperti ini di kisah mana pun dalam Alkitab—tetapi Tuhan telah melihatnya jauh sebelum Ayub mengucapkan perkataan ini. Tuhan hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini agar Ayub dapat membuktikan kepada semua orang bahwa Tuhan benar. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub bukan hanya tidak melepaskan kesalehannya atau meninggalkan Tuhan, tetapi dia juga berkata kepada istrinya: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Apakah perkataan ini sangat berbobot? Di sini, hanya ada satu fakta yang mampu membuktikan bobot perkataan ini. Bobot dari perkataan ini adalah bahwa perkataan ini diperkenan oleh Tuhan di dalam hati-Nya, perkataan ini diinginkan oleh Tuhan, perkataan inilah yang ingin didengar Tuhan, dan perkataan inilah hasil yang ingin dilihat Tuhan; perkataan ini juga merupakan inti dari kesaksian Ayub. Dalam hal ini, hidup Ayub yang tidak bercela, kejujuran, sikapnya yang takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan terbukti. Keberhargaan Ayub terletak pada bagaimana, ketika dia dicobai, dan bahkan ketika sekujur tubuhnya dipenuhi dengan bisul yang busuk, ketika dia menanggung siksaan paling berat, dan ketika istri dan kerabatnya menasihatinya, dia tetap mengucapkan perkataan seperti itu. Dengan kata lain, di dalam hatinya dia percaya bahwa apa pun pencobaan atau bagaimanapun pedihnya kesengsaraan atau siksaan, bahkan seandainya kematian akan menimpanya, dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menolak jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, jelas bahwa Tuhan mendapat tempat yang paling penting di dalam hatinya, dan bahwa hanya ada Tuhan di dalam hatinya. Karena inilah kita membaca semua uraian tentang dia di Alkitab sebagai berikut: "Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya." Dia bukan hanya tidak berbuat dosa dengan bibirnya, tetapi di dalam hatinya dia juga tidak mengeluh tentang Tuhan. Dia tidak mengucapkan perkataan menyakitkan tentang Tuhan, dan dia juga tidak berdosa terhadap Tuhan. Mulutnya tidak hanya memuji nama Tuhan, tetapi di dalam hatinya dia juga memuji nama Tuhan; mulut dan hatinya selaras. Inilah Ayub sejati yang dilihat oleh Tuhan, dan inilah alasan mengapa Tuhan menghargai Ayub.

Banyak Kesalahpahaman Manusia Tentang Ayub

Penderitaan yang dialami Ayub bukanlah pekerjaan para utusan yang diutus oleh Tuhan, juga bukan disebabkan oleh tangan Tuhan sendiri. Sebaliknya, hal itu secara pribadi disebabkan oleh Iblis, musuh Tuhan. Akibatnya, tingkat penderitaan yang dialami oleh Ayub sangat mendalam. Namun, pada saat ini Ayub dengan sepenuhnya menunjukkan pengetahuannya sehari-hari tentang Tuhan di dalam hatinya, prinsip tindakannya sehari-hari, dan sikapnya terhadap Tuhan—dan inilah faktanya. Jika Ayub tidak dicobai, jika Tuhan tidak mendatangkan ujian kepada Ayub, maka ketika Ayub berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh," engkau akan mengatakan bahwa Ayub adalah seorang munafik. Tuhan telah memberinya begitu banyak harta, jadi, tentu saja dia memuji nama Yahweh. Jika, sebelum mengalami ujian, Ayub berkata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" engkau akan mengatakan bahwa Ayub membual, dan bahwa dia tidak akan meninggalkan nama Tuhan karena dia sering diberkati oleh tangan Tuhan. Engkau akan berkata bahwa jika Tuhan mendatangkan malapetaka atasnya, dia pasti akan meninggalkan nama Tuhan. Namun ketika Ayub mendapati dirinya dalam keadaan yang tak seorang pun mau mengalaminya atau melihatnya, keadaan yang tidak diinginkan seorang pun untuk menimpa mereka, yang mereka takut akan menimpa mereka, keadaan yang Tuhan pun tidak tahan menyaksikannya, Ayub masih dapat berpegang teguh pada kesalehannya: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", dan "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Diperhadapkan dengan perilaku Ayub pada saat ini, mereka yang suka mengucapkan perkataan yang terdengar tinggi, dan yang suka membicarakan huruf-huruf yang tertulis dan doktrin, semuanya tidak mampu berkata-kata. Mereka yang memuji nama Tuhan hanya dalam ucapan, tetapi tidak pernah menerima ujian dari Tuhan, dihukum oleh kesalehan yang dipegang teguh oleh Ayub dan mereka yang tidak pernah percaya bahwa manusia mampu memegang teguh jalan Tuhan dihakimi oleh kesaksian Ayub. Diperhadapkan dengan perilaku Ayub selama ujian ini dan perkataan yang dia ucapkan, sebagian orang akan merasa bingung, sebagian akan merasa iri, sebagian akan merasa ragu, dan sebagian bahkan akan tampak tidak tertarik, menolak kesaksian Ayub karena mereka tidak hanya melihat siksaan yang menimpa Ayub selama ujian, dan membaca perkataan yang diucapkan oleh Ayub, tetapi juga melihat "kelemahan" manusia yang ditunjukkan oleh Ayub ketika ujian menimpanya. "Kelemahan" ini mereka yakini sebagai cela yang dianggap ada dalam hidup Ayub yang tak bercela, noda dalam diri seorang manusia yang di mata Tuhan tak bercela. Dengan kata lain ada keyakinan bahwa mereka yang tak bercela adalah manusia tanpa cacat, tanpa noda atau kekotoran, bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, tidak mengenal penderitaan, bahwa mereka tidak pernah merasa tidak bahagia atau sedih, dan tanpa kebencian atau perilaku lahiriah yang ekstrem sedikit pun; sebagai akibatnya, sebagian besar orang tidak percaya bahwa Ayub benar-benar tak bercela. Orang tidak menyetujui sebagian besar perilakunya selama ujiannya. Misalnya, ketika Ayub kehilangan harta bendanya dan anak-anaknya, dia tidak menangis seperti yang dibayangkan orang. "Ketidakpedulian"-nya membuat orang berpikir dia tidak punya perasaan karena dia tidak mengeluarkan air mata atau memiliki kasih sayang terhadap keluarganya. Ini adalah kesan buruk pertama yang orang lain miliki akan Ayub. Mereka mendapati perilakunya setelah itu bahkan lebih membingungkan: "mengoyak jubahnya" ditafsirkan orang sebagai sikapnya yang tidak menghormati Tuhan, dan "mencukur kepalanya" secara keliru diyakini sebagai penghujatan dan penentangan Ayub terhadap Tuhan. Selain dari perkataan Ayub bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", orang tidak melihat satu pun kebenaran pada diri Ayub yang dipuji oleh Tuhan, dan dengan demikian penilaian tentang Ayub yang dibuat oleh sebagian besar dari mereka tidak lebih daripada ketidaktahuan, kesalahpahaman, keraguan, kecaman, dan persetujuan dalam teori saja. Tak seorang pun dari mereka yang benar-benar mampu memahami dan menghargai perkataan Tuhan Yahweh bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Berdasarkan kesan mereka tentang Ayub di atas, orang memiliki keraguan lebih lanjut mengenai kebenaran Ayub, karena tindakannya dan perilakunya yang dicatat dalam Alkitab tidak terlalu mengharukan seperti yang dibayangkan orang. Dia bukan hanya tidak menunjukkan prestasi besar apa pun, tetapi dia juga mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk tubuhnya sendiri sambil duduk di tengah abu. Tindakan ini juga mengherankan orang dan menyebabkan mereka ragu—dan bahkan menyangkal—kebenaran Ayub, karena sementara menggaruk-garuk tubuhnya sendiri Ayub tidak berdoa atau berjanji kepada Tuhan; atau, selain itu, dia tidak terlihat menangis karena kesakitan. Pada saat ini, orang hanya melihat kelemahan Ayub dan tidak ada yang lain, dan dengan demikian bahkan ketika mereka mendengar Ayub berkata "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" mereka sama sekali tidak tergerak, atau bahkan ragu-ragu, dan tetap tidak dapat melihat kebenaran Ayub dari perkataannya. Kesan dasar yang ditunjukkan Ayub kepada orang selama siksaan dalam ujiannya adalah bahwa dia tidak rendah hati, juga tidak congkak. Orang tidak melihat kisah di balik perilakunya yang terjadi di lubuk hatinya, dan mereka juga tidak melihat rasa takut akan Tuhan di dalam hatinya atau ketaatan-Nya pada prinsip jalan menjauhi kejahatan. Kesabarannya membuat orang mengira bahwa hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya hanyalah kata-kata kosong, bahwa sikap takutnya akan Tuhan hanyalah desas-desus; sementara itu, "kelemahan" yang dia ungkapkan secara lahiriah menimbulkan kesan yang mendalam pada mereka, yang memberi mereka "sudut pandang baru", dan bahkan "pemahaman baru" terhadap orang yang Tuhan definisikan sebagai seorang yang tak bercela dan jujur. "Sudut pandang baru" dan "pemahaman baru" seperti ini terbukti ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya.

Meskipun tingkat siksaan yang dideritanya tidak terbayangkan dan tidak dapat dipahami oleh siapa pun, Ayub tidak mengucapkan perkataan yang membangkang, tetapi hanya mengurangi rasa sakit di tubuhnya dengan caranya sendiri. Sebagaimana dicatat dalam Alkitab, dia berkata: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung" (Ayub 3:3). Mungkin, tak seorang pun pernah menganggap perkataan ini penting, dan mungkin ada orang-orang yang telah memperhatikan perkataan tersebut. Menurut pandangan engkau semua, apakah perkataan itu berarti bahwa Ayub menentang Tuhan? Apakah perkataan itu merupakan keluhan kepada Tuhan? Aku tahu bahwa banyak dari antaramu memiliki pemahaman tertentu tentang perkataan yang diucapkan Ayub ini dan percaya bahwa jika Ayub tak bercela dan jujur, dia seharusnya tidak menunjukkan kelemahan atau kesedihan apa pun, dan seharusnya malah menghadapi serangan dari Iblis secara positif, dan bahkan tersenyum dalam menghadapi pencobaan Iblis. Dia seharusnya tidak bereaksi sedikit pun terhadap siksaan yang ditimpakan pada tubuhnya oleh Iblis, dan dia juga seharusnya tidak memperlihatkan emosi apa pun di dalam hatinya. Dia bahkan seharusnya meminta agar Tuhan membuat ujian ini jauh lebih berat lagi. Inilah yang seharusnya ditunjukkan dan dimiliki oleh orang yang teguh dan yang benar-benar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di tengah siksaan yang ekstrem ini, Ayub hanya mengutuk hari kelahirannya. Dia tidak mengeluh tentang Tuhan, apalagi berniat menentang Tuhan. Ini jauh lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, karena sejak zaman dahulu hingga sekarang, tak seorang pun pernah mengalami pencobaan seperti itu atau mengalami apa yang menimpa Ayub. Jadi, mengapa tak seorang pun pernah mengalami jenis pencobaan yang sama seperti Ayub? Itu karena, dari sudut pandang Tuhan, tak seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab atau amanat semacam itu, tak seorang pun yang mampu melakukan seperti yang Ayub lakukan, bahkan, selain mengutuki hari kelahiran mereka, tak seorang pun yang mampu tetap tidak meninggalkan nama Tuhan dan terus memuji nama Tuhan Yahweh seperti yang Ayub lakukan ketika siksaan seperti itu menimpa dirinya. Adakah yang dapat melakukan ini? Ketika kita mengatakan hal ini tentang Ayub, apakah kita sedang memuji perilakunya? Ayub adalah orang benar dan mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan, dan mampu membuat Iblis melarikan diri dengan malu dan kecewa, sehingga Iblis tidak pernah datang lagi ke hadapan Tuhan untuk menuduhnya—jadi apa salahnya memuji Ayub? Mungkinkah engkau semua memiliki standar yang lebih tinggi daripada Tuhan? Mungkinkah engkau semua akan bertindak lebih baik daripada Ayub ketika ujian menimpamu? Ayub dipuji Tuhan—keberatan apa yang dapat engkau semua miliki terhadap pujian Tuhan?

Ayub Mengutuk Hari Kelahirannya karena Dia Tidak Ingin Tuhan Merasa Sedih karena Dirinya

Aku sering mengatakan bahwa Tuhan melihat lubuk hati manusia, sedangkan manusia melihat aspek lahiriah orang lain. Karena Tuhan melihat lubuk hati manusia, Dia memahami hakikat mereka, sedangkan manusia mendefinisikan hakikat orang lain berdasarkan aspek lahiriahnya. Ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya, tindakan ini mengejutkan semua tokoh rohani, termasuk ketiga teman Ayub. Manusia berasal dari Tuhan dan harus bersyukur atas jiwa dan raganya, serta hari kelahirannya, yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan dia tidak boleh mengutuknya. Ini adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan dipahami oleh orang biasa. Bagi siapa pun yang mengikut Tuhan, pemahaman ini sakral dan harus dihormati, dan itu adalah kebenaran yang tidak pernah bisa berubah. Sebaliknya, Ayub melanggar aturan itu: dia mengutuk hari kelahirannya. Ini adalah tindakan yang oleh orang biasa dianggap sebagai memasuki wilayah terlarang. Ayub bukan hanya tidak berhak mendapatkan pemahaman dan simpati orang lain, dia juga tidak berhak mendapatkan pengampunan Tuhan. Pada saat yang sama, bahkan lebih banyak orang menjadi ragu terhadap kebenaran Ayub karena tampaknya perkenanan Tuhan terhadapnya membuat Ayub berpuas diri; membuatnya begitu berani dan ceroboh sehingga dia tak hanya tidak bersyukur kepada Tuhan karena memberkatinya dan menjaganya selama hidupnya, tetapi dia juga mengutuk hari kelahirannya sampai kebinasaan. Apa namanya ini kalau bukan penentangan terhadap Tuhan? Kedangkalan pemahaman seperti ini memberi bukti kepada manusia untuk mengutuk tindakan Ayub ini, tetapi siapa yang dapat mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan Ayub pada waktu itu? Siapa yang dapat mengetahui alasan mengapa Ayub bertindak seperti itu? Hanya Tuhan dan Ayub sendiri yang tahu hal yang sebenarnya dan apa alasannya.

Ketika Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, Ayub jatuh ke dalam cengkeramannya, tanpa sarana untuk melarikan diri atau kekuatan untuk melawan. Tubuh dan jiwanya menderita rasa sakit yang luar biasa, dan rasa sakit ini membuatnya sangat sadar akan ketidakberartian, kerapuhan, dan ketidakberdayaan manusia yang hidup di dalam tubuh. Pada saat yang sama, dia juga memperoleh penghargaan dan pemahaman yang mendalam tentang mengapa Tuhan ingin menjaga dan memelihara umat manusia. Dalam cengkeraman Iblis, Ayub menyadari bahwa manusia, yang terdiri dari darah dan daging, sebenarnya sangat tidak berdaya dan lemah. Ketika dia berlutut dan berdoa kepada Tuhan, Ayub merasa seolah-olah Tuhan sedang menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena Tuhan telah sepenuhnya menyerahkan dia ke dalam tangan Iblis. Pada saat yang sama, Tuhan juga menangis untuknya, dan selain itu, berduka baginya; Tuhan merasa sedih karena rasa sakit yang Ayub alami, dan merasa terluka karena luka yang Ayub alami .... Ayub merasakan kepedihan Tuhan dan juga merasakan betapa tak tertahankannya hal itu bagi Tuhan .... Ayub tidak mau lagi menimbulkan kesedihan bagi Tuhan, dan dia juga tidak ingin Tuhan menangis untuknya, apalagi melihat Tuhan sedih karena dirinya. Pada saat ini, Ayub hanya ingin melepaskan diri dari tubuhnya, agar tidak lagi menanggung rasa sakit yang ditimbulkan oleh tubuh ini, karena hal ini akan membuat Tuhan tidak lagi merasa tersiksa karena rasa sakit yang dialaminya—tetapi dia tidak bisa, dan dia harus menanggung tidak hanya rasa sakit pada tubuhnya, tetapi juga rasa tersiksa karena tidak ingin membuat Tuhan gelisah. Kedua rasa sakit ini—yang satu berasal dari tubuh, dan yang lain berasal dari roh—menimbulkan rasa sakit yang menyayat hati dan memilukan dalam diri Ayub, dan membuatnya merasakan bagaimana keterbatasan manusia yang terbuat dari darah dan daging dapat membuat orang merasa frustrasi dan tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini, kerinduannya kepada Tuhan semakin kuat, dan kebenciannya terhadap Iblis semakin kuat. Pada saat ini, Ayub lebih suka tidak pernah dilahirkan ke dunia manusia, lebih suka bahwa dia tidak ada, daripada melihat Tuhan menangis atau merasa sakit karena dia. Dia mulai sangat membenci tubuhnya, merasa jemu dan bosan dengan dirinya sendiri, dengan hari kelahirannya, dan bahkan dengan semua hal yang berhubungan dengan dirinya. Dia tidak mau lagi ada penyebutan hari kelahirannya atau apa pun yang berkaitan dengannya, dan karena itu dia membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya" (Ayub 3:3-4). Perkataan Ayub ini menunjukkan kebenciannya terhadap dirinya sendiri, "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung," serta rasa bersalah yang dia rasakan terhadap dirinya sendiri dan rasa berutangnya karena telah menyebabkan kepedihan kepada Tuhan, "Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya." Kedua ayat ini adalah ungkapan terakhir tentang bagaimana perasaan Ayub saat itu, dan sepenuhnya menunjukkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya kepada semua orang. Pada saat yang sama, sebagaimana yang diinginkan Ayub, iman dan ketaatannya kepada Tuhan, serta sikapnya yang takut akan Tuhan, benar-benar meningkat. Tentu saja, peningkatan seperti inilah yang justru merupakan hasil yang Tuhan harapkan.

Ayub Mengalahkan Iblis dan Menjadi Manusia Sejati di Mata Tuhan

Ketika Ayub pertama kali menjalani ujiannya, semua harta bendanya dan semua anaknya diambil, tetapi dia tidak jatuh atau mengatakan apa pun yang merupakan dosa terhadap Tuhan dari ujian tersebut. Dia telah mengalahkan pencobaan Iblis, dan dia telah mengalahkan harta bendanya, keturunannya, dan ujian kehilangan semua harta duniawinya, yang berarti dia mampu menaati Tuhan saat Dia mengambil segala sesuatu darinya dan dia mampu memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan karena apa yang Tuhan lakukan. Begitulah perilaku Ayub selama pencobaan pertama dari Iblis, dan itu juga merupakan kesaksian Ayub selama ujian pertama Tuhan. Dalam ujian kedua, Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti Ayub, dan walaupun Ayub mengalami penderitaan yang lebih berat daripada yang pernah dirasakannya sebelumnya, tetapi kesaksiannya itu cukup untuk membuat orang-orang merasa sangat takjub. Dia menggunakan ketabahan, keyakinan, dan ketaatannya kepada Tuhan, serta rasa takutnya akan Tuhan, untuk sekali lagi mengalahkan Iblis, dan perilakunya serta kesaksiannya sekali lagi diperkenan dan disukai oleh Tuhan. Selama pencobaan ini, Ayub menggunakan perilakunya yang sebenarnya untuk menyatakan kepada Iblis bahwa rasa sakit pada tubuhnya tidak dapat mengubah iman dan ketaatannya kepada Tuhan atau merampas pengabdiannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan; dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menyerahkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya sendiri karena dia menghadapi kematian. Tekad Ayub membuat Iblis menjadi takut, imannya membuat Iblis gentar dan gemetar, intensitas yang dengannya dia berperang melawan Iblis selama peperangan antara hidup dan mati mereka, melahirkan kebencian dan kemarahan yang mendalam kepada Iblis; hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub membuat Iblis tidak mampu berbuat apa pun lagi kepadanya, sehingga Iblis menghentikan serangannya terhadap dia dan menghentikan tuduhannya terhadap Ayub yang didakwakannya di hadapan Tuhan Yahweh. Ini berarti bahwa Ayub telah mengalahkan dunia. Dia telah mengalahkan tubuhnya. Dia telah mengalahkan Iblis, dan dia telah mengalahkan kematian; dia benar-benar dan sepenuhnya merupakan manusia kepunyaan Tuhan. Selama kedua ujian ini, Ayub tetap teguh dalam kesaksiannya, dan benar-benar menghidupi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan memperluas ruang lingkup prinsip hidupnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah mengalami kedua ujian ini, lahirlah dalam diri Ayub pengalaman yang lebih kaya, dan pengalaman ini membuatnya lebih dewasa dan berpengalaman, membuatnya lebih kuat, dan memiliki keyakinan yang lebih besar, dan membuatnya lebih yakin akan kebenaran dan pentingnya kesalehan yang dia pegang teguh. Ujian Tuhan Yahweh terhadap Ayub memberinya pemahaman dan rasa kepedulian yang mendalam tentang perhatian Tuhan kepada manusia, dan membuatnya dapat merasakan betapa berharganya kasih Tuhan, yang darinya perhatian dan kasih kepada Tuhan ditambahkan ke dalam sikapnya yang takut akan Tuhan. Ujian dari Tuhan Yahweh bukan saja tidak menjauhkan Ayub dari-Nya, tetapi juga membuat hatinya semakin dekat kepada Tuhan. Ketika rasa sakit jasmani yang dialami oleh Ayub mencapai puncaknya, perhatian yang dia rasakan dari Tuhan Yahweh membuatnya tidak punya pilihan selain mengutuk hari kelahirannya. Perilaku seperti ini tidak direncanakan sejak lama, tetapi merupakan ungkapan alami dari perhatian dan kasih kepada Tuhan dari dalam hatinya, itu adalah ungkapan alami yang berasal dari perhatian dan kasihnya kepada Tuhan. Dengan kata lain, karena dia membenci dirinya sendiri dan dia tidak mau, dan tidak tahan membiarkan Tuhan tersiksa, maka perhatian dan kasihnya mencapai titik tanpa pamrih. Pada saat ini, Ayub meningkatkan pemujaan dan kerinduannya yang telah lama ada kepada Tuhan dan pengabdiannya kepada Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Pada saat yang sama, dia juga meningkatkan iman dan ketaatannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Dia tidak membiarkan dirinya melakukan apa pun yang akan melukai hati Tuhan, dia tidak membiarkan dirinya melakukan tindakan yang akan menyakiti Tuhan, dan tidak membiarkan dirinya menimbulkan kedukaan, kesedihan, atau bahkan ketidakbahagiaan kepada Tuhan karena alasannya sendiri. Di mata Tuhan, meskipun Ayub masih Ayub yang sama seperti dahulu, iman, ketaatan, dan sikap Ayub yang takut akan Tuhan membuat Tuhan sangat puas dan gembira. Pada saat ini, Ayub telah mencapai kesempurnaan yang Tuhan harapkan untuk dia capai; dia telah menjadi orang yang benar-benar layak disebut "tak bercela dan jujur" di mata Tuhan. Perbuatannya yang benar membuatnya dapat mengalahkan Iblis dan tetap teguh dalam kesaksiannya kepada Tuhan. Demikian juga, perbuatannya yang benar menjadikannya tak bercela, dan membuat nilai kehidupannya meningkat dan melampaui lebih dari sebelumnya, dan semua itu juga menjadikannya orang pertama yang tidak lagi diserang dan dicobai oleh Iblis. Karena Ayub adalah orang benar, dia dituduh dan dicobai Iblis; karena Ayub adalah orang benar, dia diserahkan kepada Iblis; dan karena Ayub adalah orang benar, dia mengatasi dan mengalahkan Iblis, dan tetap teguh dalam kesaksiannya. Mulai saat itu, Ayub menjadi orang pertama yang tidak akan pernah lagi diserahkan kepada Iblis, dia benar-benar datang ke hadapan takhta Tuhan dan hidup dalam terang, di bawah berkat Tuhan tanpa diintai atau ingin dijatuhkan oleh Iblis .... Dia telah menjadi manusia sejati di mata Tuhan; dia telah dibebaskan ...

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait